• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

PENGARUH EMPAT MINGGU TERAPI LATIHAN

PADA KEMAMPUAN MOTORIK

PENDERITA STROKE ISKEMIA

DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

OLEH: WINA YULINDA

060100159

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

PENGARUH EMPAT MINGGU TERAPI LATIHAN

PADA KEMAMPUAN MOTORIK

PENDERITA STROKE ISKEMIA

DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: WINA YULINDA

060100159

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

Hasil penelitian dengan judul “Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia di RSUP H.Adam Malik Medan” telah diseminarkan dan disahkan pada tanggal 1 Desember 2009.

Nama : Wina Yulinda NIM : 060100159

__________________________________________________________________

Pembimbing Penguji

(dr. Kiking Ritarwan, Sp.S.) (d.Cut Aria Arina, Sp.S.)

(4)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

ABSTRAK

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke juga merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia. Sebanyak 88% penderita stroke akut mengalami hemiparesis. Terapi latihan (fisioterapi) adalah salah satu program rehabilitasi stroke.

Untuk mengetahui pengaruh terapi latihan pada perbaikan kekuatan otot dan status fungsional penderita stroke iskemia, dilakukan penelitian kohort tanpa kelompok kontrol selama dua bulan. Penderita stroke iskemia berjumlah 44 orang yang diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik menggunakan program statistik.

Dari 44 orang penderita stroke iskemia, 25 orang (56,8%) pria dan 19

orang (43,2%) wanita. Rerata usia penderita stroke iskemia 60,82 tahun (SD = 9,49). Proporsi rentang usia penderita stroke terbanyak adalah 53-58 tahun.

Rerata perbaikan kemampuan motorik berdasarkan nilai indeks Barthel setelah empat minggu diterapi latihan berkisar antara 13,34 sampai 23,70 (IK95%), sedangkan rerata perbaikan nilai MMT (Manual Muscle Testing) berkisar antara 12,99 sampai 20,73 (IK95%). Analisis uji T dependen menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna baik berdasarkan nilai indeks Barthel maupun nilai MMT (Manual Muscle Testing) di awal dan setelah empat minggu terapi latihan (nilai P<0,05). Disimpulkan bahwa terapi latihan memiliki pengaruh positif pada perbaikan kemampuan motorik penderita stroke iskemia.

(5)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

ABSTRACT

Stroke is the third leading cause of death after cardiovascular disease and cancer. Stroke is also the most common cause of disability in the world. As many as 88% of patients with acute stroke have hemiparesis. Excercise therapy (physical therapy) is one of the stroke rehabilitation program.

To know the effect of excercise therapy in improving muscle strength and functional status of ischemic stroke patients, a cohort study without control group was held for two months. There were 44 ischemic stroke patients taken by using consecutive sampling technique. The data were analized descriptively and analitically using statistical package program.

In 44 ischemic stroke patients, there were 25 men (56,8%) and 19 women (43,2%). The mean age of ischemic stroke patients was 60,82 years old (SD = 9,49). The highest proportion of the patients had age range from 53 to 58 years old.

The mean of motoric skill improvement based on Barthel index score after four weeks of excercise therapy was range from 13,34 to 23,70 (CI95%), meanwhile the mean of MMT (Manual Muscle Testing) score improvement was range from 12,99 to 20,73 (CI95%). T dependent analysis showed that there were significant differences both in Barthel index score and in MMT (Manual Muscle

Testing) score at the starting and the last of four week excercise therapy (P value<0,05). It was concluded that excercise therapy had positive effect on

ischemic stroke patients’ motoric skill improvement.

(6)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini dapat diselesaikan. KTI ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran (S.Ked.) di Fakultas Kedokteran USU. Saya menyadari bahwa KTI ini masih jauh dari sempurna. Namun, besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang: “Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan.”

Dengan selesainya KTI ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat:

1. Rektor USU Prof.dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK USU Prof.dr.Gontar Siregar, SpPD(K), KGEH yang telah memberi saya

kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter di FK USU Medan. 2. Pembimbing penulisan KTI dr.Kiking Ritarwan, SpS, yang dengan sepenuh

hati membimbing dan mengarahkan penulisan KTI ini sampai selesai.

3. Kedua orang tua saya, Arwin, S.H. dan Nurhaida, SPd., SST, yang sangat luar

biasa dalam mendukung program pendidikan saya.

4. dr.Juliandi Harahap, MA., dr.Yuki Yunanda, dan dr.Isti Ilmiati Fujiati, MSc. yang telah memberikan bimbingan dalam analisis statistik.

5. Anang Rijanto, AMF., SKM., dan seluruh staf ahli fisioterapi di URM RSUP H.Adam Malik yang telah memberi saran yang positif.

6. M.Zainul Akbar, Deshinta, Dina, Rizki Astria, Novi, R.Andika, dan teman-teman mahasiswa FK USU angkatan 2006 yang telah memberikan semangat.

Akhir kata saya memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan KTI ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya.

(7)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Wassalam Penulis DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR SINGKATAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Rumusan Masalah... 3

1.3Tujuan Penelitian... 3

1.4Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Stroke... 5

2.1.1 Definisi... 5

2.1.2 Faktor Risiko Stroke... 5

2.1.3 Klasifikasi Stroke... 6

2.1.4 Patogenesis Infark Otak... 7

(8)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.1.6 Penatalaksanaan Stroke... 13

2.2 Terapi Latihan... 14

2.2.1 Definisi... 14

2.2.2 Latihan Pasif... 15

2.2.3 Latihan Aktif... 15

2.2.4 Neuroplastisitas dan Perkembangan Refleks Primitif pada Bayi... 17

2.2.5 Program Rehabilitasi... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 23 3.1 Kerangka Konsep ... 23

3.2 Definisi Operasional ... 23

3.3 Hipotesis... 24

BAB 4 METODE PENELITIAN... 25

4.1 Jenis Penelitian... 25

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 25

4.3 Populasi dan Sampel... 25

4.4 Teknik Pengumpulan Data... 26

4.5 Pengolahan Data... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

5.1. Hasil Penelitian... 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 28

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian... 28

5.1.2.1. Karakteristik Subjek penelitian... 28

(9)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

5.1.2.3. Proporsisi Faktor Risiko Stroke... 31

5.1.3. Hasil Analisis Statistik... 32

5.1.3.1. Analisis Statistik Berdasarkan Nilai Indeks Barthel... 32

5.1.3.2. Analisis Statistik Berdasarkan Nilai MMT... 33

5.2. Pembahasan... 33

5.2.1. Stroke Iskemia... 33

5.2.2. Pengaruh Terapi Latihan terhadap Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 39

6.1. Kesimpulan... 39

6.2. Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(10)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Bayi/ Anak menurut Fiorentino 18

Tabel 5.1 Karakteristik demografis penderita stroke iskemia yang diterapi latihan

29

Tabel 5.2 Gambaran kemampuan motorik penderita stroke iskemia yang diterapi latihan

30

Tabel 5.3 Proporsi bagian tubuh yang mengalami hemiparesis berdasarkan jenis kelamin penderita stroke iskemia

yang diterapi latihan

30

Tabel 5.4 Proporsi status fungsional awal penderita stroke iskemia yang diterapi latihan berdasarkan jenis kelamin

31

Tabel 5.5 Proporsi status fungsional penderita stroke iskemia setelah empat minggu diterapi latihan

31

Tabel 5.6 Proporsi faktor risiko stroke yang dimiliki subjek penelitian

32

Tabel 5.7 Uji T dependen terhadap nilai indeks barthel awal dan setelah empat minggu diterapi latihan

32

Tabel 5.8 Uji T dependen nilai MMT awal dan setelah empat minggu diterapi latihan

(11)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 44

LAMPIRAN 2 INFORMED CONSENT 45

LAMPIRAN 3 DATA SUBJEK PENELITIAN 46

LAMPIRAN 4 INDEKS BARTHEL 47

LAMPIRAN 5 MANUAL MUSCLE TESTING (MMT) 48

LAMPIRAN 6 VALIDASI KUESIONNAIRE 50

LAMPIRAN 7 HASIL ANALISIS SPSS 51

LAMPIRAN 8 TABEL INDUK 57

(13)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR SINGKATAN

ACE inhibitor : Angiotensin Converting Enzime inhibitor BRFSS : Behavioral Risk Factor Surveillance System

BI 0 : Nilai indeks Barthel hari pertama (sebelum terapi latihan)

BI 1 : Nilai indeks Barthel setelah empat minggu terapi latihan.

Ca : Kalsium

CBF : Cerebral Blood Flow CI95% : Confidence Interval 95% CRP : Community Research Program CT scan : Computed Tomography scan

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara IK95% :Interval Kepercayaan 95%

MMT : Manual Muscle Testing MRI : Magnetic Resonance Imaging MSRs : Muscle Stretch Reflexes

MT 0 : Nilai kekuatan otot hari pertama yang diukur dengan MMT

MT 1 : Nilai kekuatan otot setelah empat minggu terapi latihan yang diukur dengan MMT

NDA : Neurodevelopmental Approach

RIND : Reversible Ischemic Neurologic Deficit

(14)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan SD : Satndard Deviasi

SPSS : Statistical Program for Social Sciences SWT : Subhana wata’ala

TIA : Transient Ischemic Attack URM : Unit Rehabilitasi Medis WHO : World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering setelah penyakit jantung koroner dan kanker (American Heart Association, 2004, Bruno-Petrina,

2007, Pinzon, 2009). Stroke juga merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia (Pinzon, 2009). Menurut WHO, lima belas juta orang di seluruh dunia terserang stroke setiap tahun, lima juta meninggal dan lima juta lainnya menderita kecacatan (Disabled world, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian BRFSS di Amerika Serikat tahun 2005, prevalensi penduduk Amerika yang terserang stroke adalah 2,6% atau sekitar 5.839.000 orang. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 18-44 tahun prevalensinya meningkat sebesar 0,8% dan pada usia 65 tahun ke atas meningkat 8,1% (Neyer, et al., 2007).

Data lain menyebutkan bahwa kematian stroke di Amerika Serikat mencapai lebih dari 160.000 per tahunnya. Sekitar 20% kasus stroke meninggal pada bulan pertama (Pinzon dkk., 2009). Sebesar 70% penderita pasca stroke

(15)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang sempurna, dari Survei Kesehatan Rumah Tangga dilaporkan bahwa prorporsi stroke di rumah sakit-rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia antara tahun 1984-1986 meningkat, yaitu 0,72 per seratus penderita pada tahun 1984, naik menjadi 0,89 per seratus penderita pada tahun 1985, dan 0,96 persen pada tahun 1986 (Lamsudin, 1997). Penelitian cross sectional pada bulan Oktober 1996 sampai Maret 1997 menunjukkan bahwa usia rata-rata kasus stroke di Indonesia adalah 58,8 + 13,3 tahun, kisaran usia 18-95 tahun, dimana wanita lebih banyak daripada pria (53,8% vs 46,2%) (Misbach, 1999).

Di kota Medan belum ada data mengenai prevalensi stroke. Namun, menurut rekam medis tahun 2004 RSU dr.Pirngadi Medan jumlah penderita stroke yang berobat jalan sebanyak 396 orang (Jasda, 2005). Menurut rekam medis RSUP H.Adam Malik Medan, tahun 2008 terdapat 331 kasus, dimana 221

kasus stroke iskemia dan 110 kasus stroke hemoragik.

Menurut Price dan Wilson (2006), proporsi stroke iskemia lebih besar daripada stroke hemoragik, yaitu 80-85% stroke iskemia dan 15-20% stroke hemoragik. Selain itu, penderita stroke hemoragik umumnya menunjukkan gambaran klinis yang lebih berat daripada stroke iskemia. Oleh karena itu, peneliti mengkhususkan penelitian ini pada penderita stroke iskemia.

Setelah serangan stroke, tonus otot yang normal menghilang. Tanpa pengobatan, penderita akan melakukan kompensasi gerakan dengan menggunakan bagian tubuhnya yang tidak lumpuh sehingga seumur hidupnya bagian tubuh yang lumpuh akan tetap lumpuh atau hanya bisa berjalan dengan kaki spastik dan tangan yang cacat. Cara untuk meminimalkan kecacatan setelah serangan stroke adalah dengan rehabilitasi (Johnstone, 1991).

Durasi rehabilitasi yang dibutuhkan penderita stroke bervariasi tergantung pada tipe stroke yang diderita. Rata-rata penderita dirawat inap di unit rehabilitasi stroke selama 16 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa minggu. Walaupun sebagian besar perbaikan terjadi dalam rentang waktu di atas,

(16)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Heart Association, 2006). Jadi latihan-latihan yang dilakukan setelah waktu

rehabilitasi masih dapat membantu mengurangi tingkat kecacatan pasca stroke. Ini dibuktikan oleh penelitian-penelitian dari Pacific University di Oregeon bahwa satu bulan rehabilitasi yang intensif, termasuk latihan-latihan fisik yang dilakukan pada kapasitas fungsional penderita pasca stroke memberikan hasil positif (Gordon, 2000).

Rehabilitasi penderita stroke salah satunya adalah dengan terapi latihan (fisioterapi). Peningkatan intensitas latihan sebanding dengan perbaikan kualitas hidup. Penelitian Kwakkel, dkk. (2004), sebuah meta-analisis, memperlihatkan

bahwa peningkatan intensitas waktu terapi latihan, khususnya jika penambahannya minimal sebanyak 16 jam dalam enam bulan pertama memiliki pengaruh yang kecil tetapi bermakna pada kemampuan fungsional penderita stroke. Berdasarkan penelitian systematic review, task oriented excercise training

memiliki pengaruh kecil hingga sedang pada kemampuan motorik penderita stroke, terutama jika dilakukan secara intensif dan lebih dini (Kwakkel, 2007). Namun, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menunjang bukti mengenai pengaruh terapi latihan pada kemampuan motorik penderita stroke iskemia.

1.2Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas muncul pertanyaan penelitian: “Apakah ada perbedaan rerata kemampuan motorik penderita stroke iskemia di awal dengan setelah empat minggu diterapi latihan?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi latihan dalam menunjang perbaikan kekuatan otot dan status fungsional penderita stroke iskemia.

1.3.2 Tujuan Khusus

(17)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

1. Untuk mengetahui rerata kemampuan motorik penderita stroke iskemia di awal dan setelah empat minggu terapi latihan.

2. Untuk mengetahui rerata perbaikan kemampuan motorik penderita stroke iskemia setelah empat minggu diterapi latihan.

3. Untuk mengetahui adakah perbedaan yang bermakna antara rerata kemampuan motorik penderita stroke iskemia di awal dengan setelah empat minggu diterapi latihan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai pengaruh terapi latihan pada kemampuan motorik penderita stroke iskemia dan sebagai tugas akhir mata kuliah CRP pada Kurikulum Berbasis Kompetensi di FK USU.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk URM RSUP H.Adam Malik Medan dalam melaksanakan terapi latihan pada penderita stroke iskemia.

(18)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke 2.1.1 Definisi

(19)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.1.2 Faktor Risiko Stroke

Menurut Sjahrir (2003), faktor risiko timbulnya stroke dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

2.1.2.1Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah 1) Umur

2) Jenis kelamin 3) Keturunan/ genetik

2.1.2.2Faktor Risiko yang Dapat Diubah 2.1.2.2.1 Perilaku/ kebiasaan

1) Merokok

2) Makanan yang tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,

low fruit diet

3) Alkoholik

4) Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, amfetamin, pil kontrasepsi

2.1.2.2.2 Faktor Risiko Fisiologis 1) Penyakit hipertensi

2) Penyakit jantung 3) Diabetes mellitus

4) Infeksi (arteritis, traumatik, AIDS, Lupus) 5) Gangguan ginjal

6) Obesitas

7) Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan 8) Kelainan pembuluh darah, dll.

(20)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.1.3 Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinis, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ritarwan, 2002).

Berikut ini beberapa klasifikasi stroke menurut Misbach (1999):

2.1.3.1Berdasarkan Patologi Anatomi 1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Trombosis serebri 3) Embolia serebri

2.1.3.2Berdasarkan Stadium/ Pertimbangan Waktu 1) Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

3) Progressing stroke atau stroke in evolution

Gejala neurologik makin lama makin berat. 4) Completed stroke

Gejala klinis sudah menetap.

(21)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2) Sistem vertebro-basilar

Berdasarkan etiologinya, stroke dibagi menjadi dua kelompok (Price dan Wilson, 2006):

1) Stroke iskemia-infark (80-85%), terdiri dari oklusi trombotik dan oklusi embolik.

2) Perdarahan intrakranium (15-20%), terdiri dari perdarahan intraserebrum (parenkim), perdarahan subaraknoid, perdarahan subdura, dan perdarahan epidura.

2.1.4 Patogenesis Infark Otak

Telah diuraikan bahwa aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di otak. Pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar foton (Positron Emission Tomography) diketahui pula bahwa aliran darah

otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaan istirahat nilainya stabil, tetapi saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya (Misbach, 1999).

Menurut Misbach (1999), derajat ambang batas aliran darah otak atau

Cerebral Blood Flow (CBF) yang secara langsung berhubungan dengan fungsi

otak, yaitu:

a. Ambang fungsional (CBF 50-60 cc/100 gram/ menit) yang bila terhenti akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak (CBF 15 cc/100 gram/ menit) yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses desintegrasi.

c. Ambang kematian sel (CBF kurang dari 15 cc/100 gram/ menit) yang bila tak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak.

(22)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

kolateral di daerah sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut:

a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat dikompensasi dengan sirkulasi kolateral dan vasodialatasi lokal. Gejala klinis berupa TIA yaitu hemiparesis atau amnesia kurang dari 24 jam.

b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu. Keadaan ini secara klinis disebut RIND.

c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang cukup luas sehingga sirkulasi kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul gejala neurologis yang berlanjut.

Pada iskemi otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat

perbedaan tingkat iskemia yang terdiri dari tiga area berbeda:

1) Ischemic core terlihat sangat pucat karena CBF-nya paling rendah. Tampak

degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat tinggi dengan tekanan oksigen yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

2) Ischemic penumbra di sekitar ischemic core. Aliran darah daerah ini juga

rendah tetapi masih lebih tinggi daripada ischemic core. Sel-sel neuron tidak sampai mati, tetapi fungsi sel terhenti. Terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan, dan jaringan berwarna pucat. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat. 3) Luxury perfusion tampak merah dan edema di sekeliling penumbra.

Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, tekanan karbondioksida dan tekanan oksigen tinggi, serta sirkulasi kolateral maksimal, CBF sangat meninggi.

Dalam referensi lain (Smith, et al., 2007), infark serebri fokal terjadi melalui dua jalur:

(23)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2) Jalur apoptosis

Iskemi menyebabkan nekrosis karena berkurangnya suplai glukosa ke neuron sehingga mitokondria gagal memproduksi energi atau ATP. Tanpa ATP pompa ion pada membran sel neuron berhenti bekerja dan terjadi depolarisasi, menyebabkan peningkatan ion kalsium intrasel dan pelepasan glutamat berlebihan di pos-sinaps. Glutamat meningkatkan influks ion kalsium neuron yang menyebabkan eksitotoksisitas. Radikal bebas dihasilkan dari degradasi lipid membran dan disfungsi mitokondria, terjadi katalisis membran sel dan kerusakan fungsi vital sel. Iskemi yang lebih ringan menyebabkan terbentuknya penumbra

yang menyebabkan kematian sel secara apoptosis dalam waktu lebih lama, yaitu beberapa hari sampai minggu. Demam secara dramatis memperburuk iskemi otak, begitu pula hiperglikemi (glukosa darah lebih dari 11,1 mmol/L atau 200 mg/dl).

2.1.5 Diagnosis Stroke

Berikut ini adalah langkah-langkah mendiagnosis penderita stroke (Misbach, 1999):

2.1.5.1 Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini muncul mendadak saat sedang bekerja atau sewaktu istirahat. Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor resiko yang menyertai stroke, misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi, dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang dipakai, riwayat keluarga dan penyakit lainnya. Pada kasus berat, yaitu penurunan kesadaran sampai koma, dicatat perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.

(24)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, tetapi seandainya kesadaran menurun tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow. Semakin dalam penurunan kesadaran semakin buruk prognosis neurologis maupun kehidupan. Setelah itu lakukan pemeriksaan refleks-refleks batang otak, yaitu

a. reaksi pupil terhadap cahaya b. refleks kornea

c. refleks okulo sefalik

d. keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, apneustik, dan ataksik.

Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan

anggota gerak.

2.1.5.3 Gejala Klinis

Manifestasi klinis stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi otak yang menderita iskemi tersebut. Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar, yaitu:

1) Stroke pada sistem karotis (stroke hemisferik)

2) Stroke pada sistem vertebrobasiler (stroke fossa posterior)

Timbulnya gejala stroke sangat mendadak dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam mulai dari serangan sampai mencapai maksimal.

1) Gejala Klinis Stroke Hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari arteri karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara

(25)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Kesadaran biasanya kompos mentis kecuali pada stroke yang luas karena struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran (formasio reticularis) di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Tekanan darah biasanya tinggi karena hipertensi merupakan faktor resiko stroke pada lebih dari 70% penderita. Fungsi vital lain umumnya baik. Gangguan saraf otak yang sering adalah paresis nervus fasialis (mulut mencong) dan nervus hipoglosus (bicara pelo disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut). Bisa dijumpai gangguan lapangan pandang tgergantung letak lesi dalam jaras perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak.

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dapat dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal, sedangkan jika kelumpuhan sama berat maka gangguan aliran darah terjadi di

subkortikal atau daerah vertebro-basiler. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau sebaliknya (hemisensoris tubuh).

Pada fase akut refleks fisiologis pada sisi tubuh yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. Kelainan fungsi luhur berupa disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelaianan yang sering tampak adalah disfasia campuran, agnosia, apraksia, dll.

2) Gejala Klinik Stroke Vertebrobasiler

Secara anatomik percabangan arteri basilaris digolongkan tiga bagian: a. Cabang-cabang panjang, misalnya aateri serebelar inferior posterior yang jika

tersumbat akan memberikan gejala-gejala sindrom Wallenberg, yaitu infark di daerah bagian dorsolateral tegmentum medula oblongata.

b. Cabang-cabang paramedian, menimbulkan sindrom Weber, hemiparesis alternans dari berbagai saraf kranial dari mesensepfalon atau pons.

c. Cabang-cabang tembus (perforating branches) memberi gejala-gejala sangat

(26)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Cara mendiagnosis kelainan sistem vertebrobasiler adalah: a. Penurunan kesadaran yang cukup berat.

b. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia, dan gangguan bulbar.

c. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract signs: vertigo, parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan

long tract signs kedua sisi hampir pasti stroke vertebro-basiler.

d. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan stroke vertebro-basiler.

2.1.5.4 Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap

Gula darah sewaktu: pada stroke akut terjadi hiperglikemi reaktif (gula darah mencapai 250 mg kemudian berangsur-angsur turun kembali). Diperiksa juga kadar kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan profil lipid.

c. Pemeriksaan hemostasis

d. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, homosistein.

2) Pemeriksaan Neurokardiologi

Pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), dan untuk mengarah kepada kemungkinan adanya potential source of cardiac emboli dapat dilakukan pemeriksaan echocardiography.

3) Pemeriksaan Radiologi

a. CT scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral, sedangkan

(27)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

besar dan hemisferik. CT scan merupakan standard baku emas penegakan diagnosis stroke.

b. Pemeriksaan foto toraks dapat memperlihatkan keadaan jantung apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi kronis dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu juga dapat mengidentifikasi kelainan paru-paru yang mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

2.1.6 Penatalaksanaan Stroke

Penatalaksanaan stroke iskemia berbeda dengan stroke hemoragik. Di bawah ini hanya akan dipaparkan prinsip penatalaksanaan stroke iskemia yakni (Sjahrir, 2003):

1) Terapi antihipertensi tidak direkomendasikan pada fase akut, kecuali tekanan

darah sistolik di atas 210 mmHg atau tekanan darah diastolik di atas 110 mmHg. Jangan diberikan Nifedipine sublingual, sebab akan memperburuk otoregulasi vaskular serebral, dilatasi perifer, refleks takhikardi, dan steal phenomenon vascular beds.

2) Tekanan darah baru diturunkan dua sampai tujuh hari pasca fase akut. Antihipertensi pilihan disingkat dengan ABCD (ACE inhibitor, Beta blocker, Ca antagonist, Diuretic).

3) Batas kadar gula darah yang aman pada fase akut adalah 100-200 mg%.

4) Pemberian antikoagulan diindikasikan pada stroke iskemik kardioembolik akut yang tidak ada perdarahan maupun mass effect, dan untuk prevensi sekunder pada stroke kardioembolik resiko tinggi.

5) Antiedema serebri.

6) Pencegahan primer maupun sekunder sangat bermanfaat mengurangi morbiditas maupu n mortalitas.

Berdasarkan dua penelitian besar yang dilakukan oleh International Stroke

Trial dan Chinese Acute Stroke Trial, Aspirin efektif untuk menurunkan resiko

(28)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

penggunaan Heparin maupun antikoagulan lain dalam 12-24 jam setelah serangan gagal memeberikan outcome yang lebih baik. Obat-obatan neuorprotektor dan hipotermi terbukti memiliki efek neuroprotektif pada hewan coba, tapi belum ada bukti efektivitasnya pada manusia (Smith, et al., 2007).

Selanjutnya penderita dirawat secara komprehensif di unit rehabilitasi stroke. Rehabilitasi mencakup fisikal terapi, okupasional terapi, dan terapi bicara. Di unit rehabilitasi penderita dan keluarga diberi pemahaman mengenai defisit neurologis yang diderita, mencegah komplikasi imobilitas (misalnya pneumonia,

deep vein thrombosis dan emboli paru, dekubitus, dan kontraktur otot), dan diberi

instruksi-instruksi untuk mengatasi defisitnya (Smith, et al., 2007).

2.2 Terapi Latihan 2.2.1 Definisi

Terapi latihan adalah salah satu alat yang mempercepat pemulihan pasien dari cedera dan penyakit yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan-gerakan aktif maupun pasif (Gardiner, 1964). Terapi latihan adalah kegiatan fisik yang reguler dan dilakukan dengan tujuan meningkatkan atau mempertahankan kebugaran fisik atau kesehatan dan termasuk di dalamnya fisioterapi dan okupa sional terapi (Kwakkel, et al., 2004).

2.2.2 Latihan Pasif

Gerak pasif dihasilkan oleh kekuatan “eksternal” ketika otot-otot tidak bisa berkontraksi atau otot berelaksasi secara volunter untuk melakukan pergerakan (Gardiner, 1964). Dengan kata lain gerak pasif adalah gerak yang digerakkan oleh orang lain (Soeparman, 2004). Pada latihan gerak pasif dibantu oleh Fisioterapis maupun oleh keluarga atau pengasuh penderita (Mulyatsih dan Ahmad, 2008). Latihan pasif dilakukan sedini mungkin walaupun pasien belum sadar.Menurut

(29)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.2.2.1 Latihan Pasif Anggota Gerak Atas 1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu 2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku

3) Gerakan memutar pergelangan

4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan 5) Gerakan memutar ibu jari

6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari tangan

2.2.2.2 Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah 1) Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha 2) Gerakan menekuk dan meluruskan lutut

3) Gerakan latihan pangkal paha 4) Gerakan memutar pergelangan kaki

2.2.3 Latihan Aktif

Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri (Gardiner, 1964 dan Soeparman, 2004). Latihan aktif dilakukan bila kondisi pasien telah stabil dan kooperatif (Mulyatsih dan Ahmad, 2008).

Menurut Mulyatsih dan Ahmad (2008), latihan aktif pada penderita stroke meliputi,

Latihan I:

1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh menggunakan tangan yang sehat ke arah atas.

2) Letakkan kedua tangan di atas kepala. Kembalikan tangan ke posisi semua (ke bawah).

Latihan II:

1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh melewat dada

(30)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2) Kembalikan ke posisi semula. Latihan III:

1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh ke atas kepala. 2) Kembalikan ke posisi semula.

Latihan IV:

1) Tekuk siku yang lemah/ lumpuh menggunakan tangan yang sehat. 2) Luruskan siku, kemudian angkat ke atas.

3) Letakkan kembali tangan yang lemah di tempat tidur. Latihan V:

1) Pegang pergelangan tangan yang lemah/ lumpuh menggunakan tangan yang sehat, angkat ke atas dada.

2) Putar pergelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar. 3) Kembalikan ke posisi semula.

Latihan VI:

1) Tekuk dan luruskan jari-jari yang lemah dengan tangan yang sehat. 2) Lakukan gerakan memutar ibu jari yang lemah dengan tangan yang sehat.

Latihan VII:

1) Anjurkan penderita meletakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang lemah. 2) Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat bersentuhan

dengan pergelangan kaki yang lemah.

3) Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan.

Latihan VIII:

1) Angkat kaki yang lemah menggunakan kaki yang sehat ke atas sekitar 3 cm. 2) Ayunkan kaki sejauh mungkin ke arah ke kanan dan ke kiri. Kembali ke

posisi semula dan ulangi lagi.

Bila tidak ada komplikasi dan memungkinkan, pada hari ketiga posisi kepala tempat tidur ditinggikan secara bertahap, mulai dari 45°, 60°, dan akhirnya

(31)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

duduk berjuntai tanpa bersandar di tempat tidur, dan bila pasien telah mampu duduk minimal 30 menit pada hari berikutnya pasien dilatih duduk di kursi roda, selanjutnya dilatih berdiri dan berjalan.

2.2.4 Neuroplastisitas dan Perkembangan Refleks Primitif pada Bayi 2.2.4.1 Neuroplastisitas

Neuroplastisitas adalah perubahan dalam aktivasi otak yang merefleksikan kemampuan adaptasi otak (Wilbert, 2008). Setelah lesi susunan saraf pusat, misalnya stroke, terjadi proses penyembuhan anatomis melalui mekanisme

“neuroplastisitas” yang meliputi (Hamid dan Wahani, 1992 dan Bruno-Petrina, 2007):

1) Axonal sprouting and synaptogenesis

Axon saraf nornal di sekitar lesi membentuk sinaps-sinaps fungsional.

2) Unmasking

Aktivasi jalur laten (yang tidak difungsikan dalam keadaan sebelum lesi) tapi bisa diaktifkan ketika jalur yang dominan gagal atau mengalami kerusakan. 3) Neurogenesis

Meskipun penelitian tentang proses neurogenesis masih terbatas pada hewan coba, para ahli percaya hal yang serupa juga terjadi pada manusia.

Kesembuhan anatomis tersebut tidak spontan membawa kesembuhan fungsional karena untuk “aktivitas otak” memerlukan pengalaman dan pemahaman tertentu serta spesifik menurut tempat dan tugasnya (spesialisasi). Oleh karena itu, harus diadakan suatu program latihan relearning melalui (Hamid dan Wahani, 1992):

1. memberikan stimulus sebanyak mungkin pada bagian yang sakit

(32)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.2.4.2 Perkembangan Refleks Primitif pada Bayi

Untuk memahami aplikasi terapi latihan metode neurodevelopmental

approach (NDA), perlu mengenal perkembangan refleks primitif serta reaksi

tegak atau righting reflex dan reaksi keseimbangan di dalam proses tumbuh kembang seorang bayi.

Tabel 2.1 Tahap perkembangan bayi/ anak menurut Fiorentino.

Level Maturasi

Yang penting diingat adalah tahapan latihan penderita harus mengikuti tahapan perkembangan refleks di atas. Refleks primitif mungkin pada fase awal dimanfaatkan, tetapi selnjutnya ditekan, digantikan refleks yang lebih tinggi, yaitu reaksi tegak dan reaksi keseimbangan (Hamid dan Wahani, 1992).

2.2.5 Program Rehabilitasi

(33)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.2.5.1 Pelaksanaan Terapi Latihan pada Stadium Dini (Akut)

Stadium dini adalah stadium awal terjadinya stroke. Permasalahan yang timbul pada stadium dini antara lain: kelemahan otot (flaksid), penurunan tonus otot (hipotonus), hilangnya gerak tunggal, hilangnya reaksi keseimbangan (Soeparman, 2004). Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada stadium dini, dikenal dua metode latihan:

1) Pendekatan Unilateral

Pendekatan unilateral disebut juga pola tradisional atau compensatory

rehabilitation (Hamid dan Wahani, 1992). Pendekatan latihan ditujukan pada sisi

yang sehat supaya dapat mengkompensasi sisi yang sakit, sedangkan sisi yang sakit dibiarkan karena dianggap sudah tidak berfungsi lagi. Akibatnya otot yang sehat menjadi hipertonus, pola gerak semakin tidak normal, dan timbul kondisi

asimetri (hemiplegic gait) (Hamid dan Wahani, 1992 dan Soeparman, 2004).

2) Pendekatan Bilateral

Pendekatan bilateral disebut juga neurodevelopmental approach (NDA) (Hamid dan Wahani, 1992). Prinsipnya, metode latihan ini diarahkan pada kedua sisi tubuh, baik sisi yang sakit maupun sisi yang sehat. Pengaturan posisi di ruangan harus diatur sedemikian rupa sehingga bagian yang sakit jangan berada di dekat dinding. Hal ini bertujuan agar sisi yang sakit mendapatkan stimulasi dengan sentuhan atau pijatan pengunjung, saudara, fisioterapis, atau tenaga medis lain (Soeparman, 2004). Pola NDA terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada pola tradisional. Keunggulan pola NDA didukung kuat oleh konsep dan hasil-hasil penelitian mengenai neuroplastisitas dan konsep perkembangan refleks yang berhubungan dengan perkembangan motorik pada manusia (Hamid dan Wahani, 1992).

Berikut bentuk terapi latihan gerak yang diberikan pada stadium dini: a. Gerak pasif.

(34)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

c. Perubahan posisi telentang ke miring, dari kiri ke kanan, dan sebaliknya. d. Bergeser ke atas dan ke bawah.

e. Bergeser ke kiri dan ke kanan. f. Bangkit duduk di tepi tempat tidur. g. Latihan keseimbangan duduk.

h. Latihan pindah dari tempat tidur ke kursi, dan sebaliknya. i. Latihan berdiri, dilanjutkan latihan keseimbangan berdiri.

Latihan di atas sangat berguna jika diberikan setiap hari, dua atau tiga kali. Setiap latihan sepuluh menit dan progresivitas latihan disesuaikan dengan kondisi

penderita (Soeparman, 2004).

2.2.5.2 Pelaksanaan Terapi Latihan pada Stadium Lanjut (Pemulihan)

Pada stadium ini, kondisinya sudah lebih stabil, tekanan darah sudah tidak

naik-turun, serta peningkatan tonus otot sudah mulai tampak. Menurut Soeparman (2004), ada beberapa metode yang dapat diterapkan:

1) Metode Bobath

Metode ini berasumsi bahwa penderita stroke seolah-olah kembali pada usia bayi sehingga pertumbuhan dan perkembangannya sesuai dengan pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu, pasien stroke harus dilatih mulai dari posisi berbaring, miring, tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan secara berurutan. Di samping itu untuk mengatasi tonus otot yang yang berlebihan, berikan posisi inhibisi (menghambat reaksi postural abnormal), fasilitasi reaksi postural yang normal, dan melatih kembali (relearning) gerakan-gerakan terkoordinasi dan terarah.

2) Metode Brunnstrom

Metode ini dilandasi dengan gerakan asosiasi dan refleks-refleks primitif yang ada pada bayi. Misalnya, gerak asosiasi yang paling sederhana pada lengan

(35)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

sebaliknya. Contoh gerak refleks primitif, seperti kepala menunduk diikuti kedua siku fleksi, dan sebaliknya.

3) Metode Janet Roberta S.

Metode ini dilandasi dengan teori bahwa otak mempunyai kemampuan mengungkap kembali kejadian yang pernah dialami jika diberikan latihan gerak yang berulang-ulang. Dengan latihan akan timbul saluran-saluran baru di dalam sel-sel otak. Oleh karena itu, metode latihan dilakukan dengan cara melakukan aktivitas tertentu. Selanjutnya, komponen yang salah pada aktivitas itu dianalisis.

Setelah diketahui harus dikoreksi sampai hilang atau berkurang.

Soeparman (2004) menggunakan latihan “Senam stroke” pada penderita stroke stadium lanjut (pemulihan). Senam stroke didasari oleh perpaduan ketiga metode latihan di atas. Implikasinya dapat dilihat dari pengaturan posisi,

berbaring, merangkak, berlutut, berdiri, berjalan, gerakan lengan maupun tungkai yang simetris/ asimetris, dan memanfaatkan gravitasi dalam mengembangkan reaksi sensasi yang ada pada sendi dan otot (proprioseptif).

Tahap-tahap senam stroke dikelompokkan dalam tiga kelas yang disesuaikan dengan kondisi penderita. Hal ini bertujuan agar penderita dapat mengikuti setiap gerakan senam berdasarkan kemampuan fisiknya. Berikut pembagian tiga kelas tersebut:

Kelas 1: bagi penderita yang belum mampu duduk stabil.

Kelas 2: bagi penderita yang mampu duduk stabil di kursi dengan sandaran. Kelas 3: bagi penderita yang mampu berdiri stabil tanpa alat bantu.

(36)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

1) Penderita stroke yang sudah berjalan mendapat program latihan sejak dini dengan posisi maupun pola gerak yang benar.

2) Dapat membantu proses pengembalian aktivitas motorik atau relearning

motor activity.

3) Memotivasi penderita yang ingin mengejar ketinggalan dari rekan-rekan yang sudah lebih maju.

4) Mudah melakukan pengawasan.

(37)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Variabel independen penelitian ini adalah kemampuan motorik awal

penderita stroke iskemia, sedangkan variabel dependen adalah outcome (kemampuan motorik setelah empat minggu terapi latihan) penderita stroke iskemia.

3.2 Definisi Operasional

Stroke adalah penderita dengan gambaran klinis berupa gangguan fungsi serebral fokal maupun global yang timbul tiba-tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian. Pada stroke iskemia tampak gambaran hipodens pada CT scan otak (Ritarwan, 2002).

Hemiparesis adalah kelemahan pada sebelah badan (Wilbert, 2008).

Kemampuan

motorik awal

Outcome

(kemampuan

motorik setelah

4 minggu)

Terapi latihan Hemiparesis

(38)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Terapi latihan adalah kegiatan fisik yang reguler dan dilakukan dengan tujuan meningkatkan atau mempertahankan kebugaran fisik atau kesehatan dan termasuk di dalamnya fisioterapi dan okupasional terapi (Kwakkel et al., 2004). Secara teknis terapi latihan pada penelitian ini adalah latihan-latihan gerakan aktif maupun pasif yang dilakukan secara reguler dan terprogram di URM RSUP H.Adam Malik Medan.

Kemampuan motorik awal adalah kemampuan motorik saat subjek pertama kali masuk dalam penelitian.

Outcome adalah kemampuan motorik setelah subjek melakukan terapi latihan selama empat minggu di URM RSUP H.Adam Malik Medan.

Kemampuan motorik dinilai dengan menggunakan indeks Barthel dan

Manual Muscle Testing (MMT) (Dickstein, 1986 dan Ritarwan, 2002). Indeks

Barthel adalah kuesioner untuk menilai kemandirian fungsional penderita

(lampiran 4) menggunakan skala ordinal 0-100. MMT (lampiran 3) untuk menilai tonus otot saat subjek dalam posisi supinasi menggunakan skala ordinal dengan nilai 0-5 (Dickstein, 1986). Pada penelitian ini MMT dinilai pada 38 kelompok otot (lampiran 3), maka rentang skor MMT adalah 0-190.

Data subjek penelitian adalah kuesioner mengenai data pribadi dan gambaran klinis penderita stroke iskemia yang menjadi subjek penelitian sebagaimana tercantum dalam lampiran 2.

3.3Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan rerata nilai indeks Barthel awal dengan setelah empat minggu diterapi latihan pada penderita stroke iskemia.

(39)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian prospektif observasional (kohort) tanpa kelompok kontrol.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di URM dan di Bagian Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan karena RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Sumatera Utara dan rumah sakit pendidikan dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan penelitian ini. Penelitian ini

dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2009 sampai 2 Agustus 2009.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi sasaran adalah semua penderita stroke iskemia yang berobat di Bagian Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan yang sudah dilakukan pemeriksaan CT scan otak. Populasi terjangkau adalah penderita stroke iskemia, rawat inap maupun rawat jalan, yang melakukan terapi latihan di URM RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi secara non-random dengan teknik consecutive sampling (Sastroasmoro dan Ismael, 2008).

Kriteria inklusi:

1. diagnosis stroke iskemia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan neurologis dan didukung oleh CT scan otak.

2. penderita mengalami hemiparesis.

(40)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Kriteria eksklusi adalah:

1. kelumpuhan yang bukan disebabkan serangan stroke, misalnya penyakit Parkinson, fraktur, dislokasi, rheumatoid arthritis, dan Acquired Immuno

Deficiency Syndrome (AIDS)

2. afasia

Ketika dalam proses pengambilan data subjek penelitian, didapatkan referensi bahwa lama menderita stroke ternyata mempengaruhi pola perbaikan

motorik penderita stroke. Perbaikan motorik terutama terjadi pada enam bulan pertama (Kwakkel, 2004). Selain itu, setelah mengukur kemampuan motorik pada penderita stroke iskemia yang sudah lebih dari enam bulan, nilai perbaikan motorik yang terjadi jauh berbeda dengan penderita stroke iskemia yang kurang

dari enam bulan. Oleh karena itu, peneliti menambahkan satu keriteria eksklusi lagi untuk menghindari bias, yaitu serangan stroke dialami enam bulan yang lalu atau lebih.

Besar sampel tunggal untuk perkiraan rerata ditentukan berdasarkan rumus (Sastroasmoro dan Ismael, 2008):

= Z x s ² d

: jumlah sampel

: kesalahan tipe I (5%) Z = 1,96

s: simpangan baku kedua kelompok  s = 7,85 (Pinzon, dkk., 2009) d: ketepatan absolut yang diinginkan  d = 3

Jumlah sampel minimal: = 30 orang

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data mengenai jumlah populasi stroke di RSUP

(41)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Data primer adalah data kemampuan motorik penderita stroke iskemia yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan teknik kuesioner dan observasi.

Pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi pertama-tama dilakukan pengukuran kemampuan motorik sebelum terapi latihan, lalu penderita diminta untuk melakukan terapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik Medan selama 45 menit dengan frekuensi tiga kali seminggu, selama empat minggu, dan setelah minggu keempat diukur kembali kemampuan motoriknya. Penentuan lama terapi latihan empat minggu berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Gordon, 2000 dan Eng, 2009).

Data hasil penelitian dicatat pada kuesioner Data Subjek Penelitian yang berisi tentang data pribadi subjek penelitian dan gambaran klinis subjek penelitian yang merupakan modifikasi dari kuesioner Lembar Pengumpul Data Penelitian dalam Ritarwan (2002).

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data penelitian akan dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS versi 10 dengan proses sebagai berikut (Wahyuni, 2007):

a. Editing: memeriksa ketepatan dan kelengkapan data pada kuesioner.

b. Coding: pemberian kode dan penomoran.

c. Entry: memasukkan data ke dalam komputer.

d. Cleaning: memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer

untuk menghindari kesalahan dalam pemasukan data. e. Saving: penyimpanan data.

f. Analysis data: menggunakan statistik deskriptif untuk melihat gambaran

(42)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

BAB 5

HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Rehabilitasi Medik (URM) RSUP H.

Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, Sumatera Utara. URM RSUP Adam Malik berada di lantai 1 gedung C. URM memiliki beberapa sub-bagian, yaitu bagian fisioterapi, bagian okupasional terapi, bagian terapi bicara, dan bagian ortostatik prostetik. Populasi penelitian ini adalah

penderita stroke iskemia yang berkunjung ke Bagian Fisioterapi URM RSUP H.Adam Malik. Bagian ini melakukan pelayanan terapi latihan selama lima hari kerja, yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu, mulai pukul 08.30 hingga pukul 13.00 Wib.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Selama periode pengambilan sampel, yaitu tanggal 1 Juni 2009 sampai 2 Juli 2009, terdapat 61 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria eksklusi, subjek penelitian yang memenuhi syarat dan ikut dalam penelitian tinggal 44 orang, karena 16 orang dieksklusikan dengan alasan serangan stroke lebih dari 6 bulan yang lalu dan 1 orang lainnya dieksklusikan dengan alasan menderita afasia motorik.

5.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa dari 44 subjek penelitian, 25 orang (56,8%) adalah pria dan 19 orang (43,2%) adalah wanita. Rerata usia penderita

(43)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

proporsi kejadian stroke yang terbesar yaitu 15 orang (34,1%). Rentang usia 65-70 tahun sebanyak 11 orang (25%), 59-64 tahun sebanyak 6 orang (13,6%), 47-52 tahun dan 77-82 tahun masing-masing sebanyak 4 orang (9,1%), 41-46 tahun dan 71-76 tahun sebanyak 2 orang (4,5%). Pekerjaan subjek penelitian bervariasi, namun yang paling banyak adalah IRT (25,0%). Pensiunan sebanyak 9 orang (20,5%), wiraswasta 8 orang (18,2%), PNS 7 orang (15,9%), veteran dan pedagang masing 2 orang (4,5%), pegawai swasta dan supir masing-masing 1 orang (2,3%).

Tabel 5.1. Karakteristik demografis penderita stroke iskemia yang diterapi latihan.

Karkteristik Subjek Frekuensi %

1. Jenis Kelamin

5.1.2.2 Kemampuan Motorik Subjek Penelitian

(44)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

orang (38,6%) bergantung penuh pada orang lain, dan 8 orang (18,2%) bergantung sebagian pada orang lain. Setelah empat minggu diterapi latihan, terjadi peningkatan status fungsional sebagai berikut: yang mampu mandiri 33 orang (75%), yang bergantung sebagian pada orang lain 6 orang (13,6%), dan yang bergantung penuh pada orang lain 5 orang (11,4%).

Tabel 5.2. Gambaran kemampuan motorik penderita stroke iskemia yang diterapi latihan.

Karkteristik Subjek Frekuensi %

1. Hemiparesis 2. Nilai Indeks Barthel Awal

< 50 (Bergantung penuh) 3. Nilai Indeks Barthel Akhir

< 50 (Bergantung penuh)

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa pria lebih banyak mengalami hemiparesis dekstra yaitu sebanyak 14 orang (56%), sedangkan hemiparesis sinistra 11 orang (44%). Sebaliknya wanita lebih banyak mengalami hemiparesis sinistra 12 orang (63,2%), sedangkan hemiparesis dekstra 7 orang (36,8%).

Tabel 5.3. Proporsi bagian tubuh yang mengalami hemiparesis berdasarkan jenis kelamin penderita stroke iskemia yang diterapi latihan.

Hemiparesis Total

Dekstra Sinistra

Jenis kelamin Pria 14 11 25

Wanita 7 12 19

Total 21 23 44

(45)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

orang (40%), sedangkan wanita 7 orang (36%). Sebaliknya nilai indeks Barthel 50-70 lebih banyak pada wanita. Nilai indeks Barthel 50-70 lebih banyak pada wanita, yaitu 4 orang (21,1%), sedangkan pria 4 orang (16%).

Tabel 5.4. Proporsi status fungsional awal penderita stroke iskemia yang diterapi latihan berdasarkan jenis kelamin.

Kemampuan Fungsional Total <50 50-70 >70

Jenis kelamin Pria 10 4 11 25

Wanita 7 4 8 19

Total 17 8 19 44

Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa setelah empat minggu diterapi latihan nilai indeks Barthel di atas 70 lebih banyak pada pria, yaitu 11 orang (44%), sedangkan wanita 8 orang (42,1%). Sebaliknya nilai indeks Barthel 50-70 lebih banyak pada wanita, yaitu 3 orang (15,8%), sedangkan pria 3 orang (12%). Nilai indeks Barthel kurang dari 50 juga lebih banyak pada wanita, yaitu 3 orang (15,8%), sedangkan pria 2 orang (8%).

Tabel 5.5. Proporsi status fungsional penderita stroke iskemia setelah empat minggu diterapi latihan berdasarkan jenis kelamin.

Kemampuan Fungsional Total <50 51-70 >70

Jenis kelamin Pria 2 3 20 25

Wanita 3 3 13 19

Total 5 6 33 44

5.1.2.3 Proporsi Faktor Risiko Stroke

(46)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

diabetes mellitus 13 orang (29,5%), riwayat pernah stroke sebelumnya 12 orang (27,3%), dan penyakit jantung 11 orang (25%).

Tabel 5.6. Proporsi faktor risiko stroke yang dimiliki subjek penelitian.

Karkteristik Subjek Frekuensi Persentase

Hipertensi 31 70,5

Diabetes mellitus 13 29,5

Hiperlipidemia 18 40,9

Penyakit jantung 11 25,0

Pernah terserang stroke sebelumnya 12 27,3

Kebiasaan merokok 14 31,8

5.1.3 Hasil Analisis Statistik

5.1.3.1 Analisis Statistik Berdasarkan Nilai Indeks Barthel

Tabel 5.7 memperlihatkan rerata nilai indeks Barthel 44 subjek di awal penelitian adalah 58,18 (SD 28,55). Setelah empat minggu diterapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik, reratanya menjadi 76,70 (SD 23,80). Rerata perbaikan nilai indeks Barthel awal dan setelah empat minggu diterapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik adalah 13,34 sampai 23,70 (IK95%). Analisis statistik dengan uji T dependen menunjukkan nilai P = 0,0001, maknanya: “Bila tidak ada perbedaan rerata nilai indeks Barthel awal dengan akhir penelitian, terdapat kemungkinan sebesar 0,0001 (0,1%) untuk memperoleh perbaikan nilai indeks Barthel 18,52 atau lebih.” Karena nilai <0,05, disimpulkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan dalam hal rerata nilai indeks Barthel awal penelitian

dengan setelah empat minggu diterapi latihan.

(47)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

N Mean Std. Deviation

95% CI of Difference

Nilaip P

Pair 1 Indeks barthel awal

44 58,18 28,55

13,34-23,70 0,0001 Indeks barthel

akhir

44 76,70 23,80

5.1.3.2 Analisis Statistik Berdasarkan Nilai MMT

Tabel 5.8 memperlihatkan bahwa rerata nilai MMT 44 subjek di awal penelitian adalah 104,14 (SD 45,69). Setelah empat minggu diterapi latihan di

URM RSUP Haji Adam Malik, reratanya menjadi 121,00 (SD 43,47).

Rerata perbaikan nilai MMT awal dan setelah empat minggu diterapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik adalah 12,99 sampai 20,73 (IK95%). Analisis statistik dengan uji T dependen menunjukkan nilai P = 0,0001, maknanya: “Bila

tidak ada perbedaan rerata nilai MMT awal dengan akhir penelitian, terdapat kemungkinan sebesar 0,0001 (0,1%) untuk memperoleh perbaikan nilai MMT 16,86 atau lebih.” Karena nilai <0,05 disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam hal rerata nilai MMT awal penelitian dengan setelah empat

minggu diterapi latihan.

Tabel 5.8. Uji T dependen terhadap nilai MMT awal dan setelah empat minggu diterapi latihan.

N Mean Std.

Deviation

95% CI of Difference

Nilai P

Pair 1 mmt awal 44 104,14 45,69

12,99-20,73 0,0001 mmt akhir 44 121,00 43,47

(48)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

5.2.1 Stroke Iskemia

Pada penelitian ini, sekitar 56,8% penderita stroke iskemia yang menjadi subjek penelitian adalah pria. Rerata usia penderita stroke iskemia 60,82 tahun (SD = 9,49). Rentang usia 53-58 tahun memiliki proporsi kejadian stroke yang terbesar (34,1%).

Penelitian Pinzon, dkk.(2009) pada 288 penderita stroke non hemoragik 59,72% adalah pria. Proporsi terbesar usia penderita stroke non hemoragik adalah 45-64 tahun.

Penelitian Bruno-Petrina (2007) menunjukkan bahwa insidensi stroke 19%

lebih tinggi pada pria. Insidensi stroke pada usia kurang dari 65 tahun sebesar 28%. Stroke jarang terjadi pada usia kurang dari 50 tahun, tetapi insidensinya meningkat dua kali lipat per dekade setelah usia 55 tahun.

Berbeda dengan penelitian Bruno-Petrina (2009), pada penelitian ini angka

kejadian stroke cenderung menurun pada usia di atas 70 tahun. Perbedaan ini menunjukkan angka kesakitan yang lebih tinggi dan usia harapan hidup lebih rendah pada subjek penelitian.

Pada penelitian ini, rerata status fungsional di awal penelitian adalah 58,18 (SD = 28,55) dan setelah empat minggu diterapi latihan 76,70 (SD = 23,80). Peningkatan status fungsional setelah empat minggu diterapi latihan sebagai berikut: yang mampu mandiri (nilai indeks Barthel > 70) meningkat menjadi 75%, yang bergantung sebagian 13,6% (nilai indeks Barthel 50-70), dan hanya 11,4% yang bergantung penuh (nilai indeks Barthel < 50).

Penelitian Pinzon, dkk. (2009) menunjukkan bahwa rerata status fungsional pada hari pertama dilakukan fisioterapi 20,91 (SD = 4,26) dan saat keluar rumah sakit 65,00 (SD = 19,64). Status fungsional penderita stroke non hemoragik saat keluar rumah sakit sebagai berikut: 42% bergantung sebagian (nilai indeks Barthel 50-70), 37% mampu mandiri (nilai indeks Barthel > 70) dan 21% bergantung penuh (nilai indeks Barthel < 50).

Rerata status fungsional awal dan akhir pada penelitian ini lebih besar

(49)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

awal pengukuran status fungsional, dimana penelitian ini tidak mengukur status fungsional pada hari pertama terapi latihan, melainkan pada hari pertama subjek masuk dalam penelitian tanpa memandang sudah berapa kali subjek melakukan latihan sebelum penelitian. Selain itu, proporsi penderita stroke iskemia yang mampu mandiri (nilai indeks Barthel > 70) di akhir penelitian ini juga lebih besar daripada penelitian Pinzon, dkk. (2009) (75% vs 37%). Perbedaan status fungsional saat akhir penelitian terkait dengan perbedaan berat stroke serta lama dan frekuensi terapi latihan.

Pada penelitian ini, lebih dari 50% pria mengalami hemiparesis dekstra,

sedangkan pada wanita lebih banyak yang mengalami hemiparesis sinistra (63,2%). Hal ini tidak menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kecenderungan bagian tubuh mana yang mengalami hemiparesis, tetapi semata-mata merupakan gambaran umum penderita stroke iskemia yang diterapi

latihan di URM RSUP H.Adam Malik.

Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa status fungsional pria lebih tinggi daripada wanita, baik di awal penelitian maupun setelah empat minggu diterapi latihan. Setelah empat minggu diterapi latihan. Secara umum, perbaikan status fungsional pria juga lebih tinggi daripada wanita. Hal ini sesuai dengan data dari AHA (2006) yang menunjukkan bahwa outcome penderita stroke wanita lebih buruk daripada pria.

Sekitar 88% penderita stroke akut mengalami hemiparesis. Setelah serangan stroke, Muscle Strength Reflexes (MSRs) menurun atau hilang. Dalam 48 jam, MSRs dan sentakan jari menjadi lebih aktif. Kemudian tonus muncul. Ekstremitas atas cenderung menunjukkan pola aduksi/fleksi, sedangkan ekstremitas bawah cenderung menunjukkan aduksi/ekstensi. Sekitar 70% penderita stroke yang menunjukkan perbaikan motorik tangan dalam 4 minggu memiliki prognosis baik. Proses pemulihan fungsi tangan biasanya selesai dalam 3 bulan. Sedangkan perbaikan motorik ekstremitas bawah biasanya terjadi dalam 43-60 hari (paling lama dalam 3 bulan). Hampir seluruh pemulihan terjadi dalam

(50)

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa proporsi faktor risiko stroke sebagai berikut: hipertensi (70,5%), hiperlipidemia (40,9%), kebiasaan merokok (31,8%), diabetes melitus (29,5%), pernah stroke sebelumnya (27,3%), dan penyakit jantung 25%).

Dalam Misbach (1999) faktor risiko stroke yang dominan yaitu hipertensi (73,9%), merokok (20,45%), pernah stroke sebelumnya (19,9%), penyakit jantung (19,9%), diabetes mellitus (17,3%), dean hiperkolesterolemia (16,4%).

5.2.2 Pengaruh Terapi Latihan Terhadap Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia

Dalam proses pengumpulan data subjek penelitian, peneliti mengukur secara langsung nilai status fungsional dan nilai MMT penderita stroke iskemia yang terapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik Medan. Pengukuran status

fungsional dan MMT merupakan pengukuran yang umum digunakan secara klinis, termasuk di URM RSUP H.Adam Malik Medan. Namun belum ada pencatatan yang sistematis tentang kemampuan motorik penderita stroke yang melakukan terapi latihan di URM RSUP H.Adam Malik Medan sehingga perkembangan kemampuan motorik penderita tidak dapat dipantau secara berurutan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata status fungsional di awal penelitian adalah 58,18 (SD = 28,55), sedangkan setelah empat minggu diterapi latihan 76,70 (SD = 23,80). Rerata perbaikan nilai indeks Barthel awal dan setelah empat minggu diterapi latihan adalah 13,34 sampai 23,70 (IK95%). Analisis statistik dengan uji T dependen menunjukkan nilai P = 0,0001, maknanya: “Bila tidak ada perbedaan rerata nilai indeks Barthel awal dengan akhir penelitian, terdapat kemungkinan sebesar 0,0001 (0,1%) untuk memperoleh perbaikan nilai indeks Barthel 18,52 atau lebih.” Karena nilai P<0,05 disimpulkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan dalam hal rerata nilai indeks Barthel awal penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Bayi/ Anak menurut Fiorentino
Gambar 1 Kerangka konsep
Tabel 2.1 Tahap perkembangan bayi/ anak menurut Fiorentino.
Gambar 3.1 Kerangka konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian hubungan pemeriksaan sputum mikroskopis terhadap foto thoraks adalah dari 115 suspek TB paru ada 54 orang (47.0%) dengan hasil positif pada

Preferensi APS daripada litigasi sebagai alternatif, antara lain karena proses yang lebih cepat, biaya lebih murah, sifatnya informal, kerahasiaan terjamin, adanya

Analisis dengan Optical microscope (OM) berfungsi untuk melihat struktur mikro dari permukaan sampel pelet yang telah disinter hanya pada suhu 900 o C selama 4

Pada dasarnya, kesenjangan digital adalah kesenjangan dari faktor pengaksesan dan pengunaan internet, yang di bedakan oleh status sosial ekonomi, jenis kelamin,

dilarang di dalam aturan perundang-undangan tentang pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pemilu legislatif, dan pilkada sampai dengan adanya dugaan praktik pencucian

Lakukan instalasi Sistem Operasi pada PC Proxy Server menggunakan OS Linux Debian 6 (tanpa GUI), selanjutnya lakukan proses konfigurasi Proxy Server sesuai

LAMPIRAN VII PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 4/VIII/PB/2014 NOMOR : 24 TAHUN 2014

Peran perawat dibutuhkan dalam menentukan pelayanan kesehatan yang optimal bagi penderita skizofrenia.Salah satu pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat. Perilaku