II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Program Saintifikasi Jamu
Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.003/MENKES/PER/I/2010. Permenkes ini mengatur mengenai Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Berdasarkan Permenkes ini, Saintifikasi Jamu diartikan sebagai pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Jamu diterjemahkan sebagai obat tradisional Indonesia.
Permenkes tersebut juga mengatur agar jamu dapat digunakan, harus memenuhi kriteria aman, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada, serta memenuhi persyaratan mutu (pasal 4). Sedangkan jamu atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau bahan yang sudah ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu (pasal 5).
Pemanfaatan jamu digunakan dalam pengobatan komplementer alternatif yaitu pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Ilmu pengetahuan biomedik diterjemahkan sebagai ilmu yang meliputi anatomi, biokimia, histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yang dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik (pasal 1).
Berdasarkan Permenkes No.003/MENKES/PER/I/2010, Saintifikasi Jamu hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapat ijin, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta (pasal 6). Fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan meliputi klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu (B2TOOT) Balitbangkes, klinik jamu, Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional, Balai Kesehatan Tradisional masyarakat/Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat, serta rumah sakit yang ditetapkan. Stratifikasi klinik jamu terdiri dari tipe A dan B. Masing-masing dibedakan berdasarkan ketersediaan tenaga dokter, asisten apoteker, tenaga kesehatan komplementer, diploma pengobat tradisional, serta tenaga administrasi selain ketersediaan ruangan pelayanan dan konsultasi, ruang racik dan penyimpanan jamu, ruang apotek dan laboratorium. Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter atau dokter gigi maupun praktik berkelompok dokter atau dokter gigi. Klinik jamu harus memiliki rujukan pasien dengan rumah sakit. Sedangkan dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan jamu harus memiliki surat bukti registrasi dan surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif dari Kepala Dinkes kabupaten/kota (pasal 7).
Dalam Buku Saku Saintifikasi Jamu (2011), untuk melakukan pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu dibentuk Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
Program Saintifikasi Jamu berusaha memberikan pembuktian ilmiah jamu agar dapat digunakan di fasilitas kesehatan, salah satunya memfokuskan penelitian pada empat ramuan formula jamu untuk gejala hiperglikemia,hipertensi, hiperkolesterolemia dan hiperurisemiasebagaimana yang dilakukan Hadi dkk (Badan Litbang Kesehatan, 2011).
Menurut Hadi dkk (2011) formula tanaman jamu yang dapat digunakan untuk membantu menurunkan kadar gula darah (diabetes melitus) adalah herba sambiloto sebanyak 5 gr, herba brotowali sebanyak 5 gr, rimpang temulawak 3 gr, rimpang kunyit 3 gr, dan herba meniran sebanyak 3 gr. Untuk membantu penurunan tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat menggunakan formula ramuan jamu yang mengandung herba seledri sebanyak 5 gr, herba pegagan sebanyak 3 gr, daun kumis kucing sebanyak 3 gr, rimpang temulawak sebanyak 3 gr, rimpang kunyit sebanyak 3 gr, dan herba meniran sebanyak 3 gr. Formula tanaman obat untuk menurunkan asam urat menggunakan ramuan daun tempuyung sebanyak 2 gr, kulit kayu secang sebanyak 5 gr, daun kepel sebanyak 3 gr, rimpang temulawak sebanyak 3 gr, rimpang kunyit sebanyak 3 gr, serta herba meniran sebanyak 3 gr.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ramuan jamu yang digunakan untuk anti hipertensi dapat menurunkan tekanan darah (TD) secara bermakna setelah pemberian selama 28 hari dengan TD sistolik subyek menurun rata-rata 20 mmHg dan TD diastolik subyek rata-rata-rata-rata 10 mmHg. Namun pada hari ketujuh TD sistolik sudah terlihat menurun sebesar 7 mmHg dan TD diastolik menurun sebesar 5 mmHg. Dilihat dari segi keamanan, ramuan jamu ini tidak mengganggu atau mengubah fungsi faal hati dan faal ginjal. Ramuan jamu anti hiperglikemia dapat menurunkan kadar gula darah secara bermakna setelah pemberian selama 28 hari. Hasil penelitian mencatat rata-rata kadar gula darah sewaktu (GDS) subyek hiperglikemia sebelum diintervensi jamu sebesar 288±69,4 mgdL. Setelah diintervensi jamu rata-rata nilai kadar GDS subyek hiperglikemia pada hari ketujuh menurun sebesar 18 mgdL. Selanjutnya pada hari ke 28 menurun sebesar 68 mgdL dibandingkan hari
ke-0. Dilihat dari segi keamanan, ramuan jamu ini tidak mengganggu/mengubah fungsi faal hati dan faal ginjal.
Untuk pemberian jamu anti hiperurisemia memperlihatkan ada penurunan kadar hiperurisemia mulai hari ke-14. Dilihat dari segi keamanan dari hasil pemeriksaan keamanan jamu dengan pemeriksaan laboratorium faal hati dan faal ginjal, ditemukan peningkatan 50 % dari angka awal sebelum pemberian jamu namun masih dalam batas normal. Untuk pengobatan kolesterol dengan pemberian jamu pada hari keempat belas sudah ada penurunan kadar kolesterol (Hadi dkk, 2011).
Menurut Hadi dkk (2011) penggunaan temulawak, meniran, dan kunyit digunakan sebagai ramuan jamu Analgetic Antiinflamasi Immunomodulator (AAI). Temulawak berkhasiat untuk menyegarkan tubuh, melancarkan metabolisme serta menyehatkan fungsi hati. Kunyit berkhasiat untuk melancarkan pencernaan, sedangkan meniran dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Ada beberapa penelitian lain yang menghasilkan ramuan jamu yang digunakan di Klinik Saintifikasi Jamu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Saryanto dkk (2011) yang telah melakukan uji pra klinis manfaat dan uji toksisitas akut ramuan jamu penurun kolesterol darah pada heban coba yang terdiri dari jati londo, kemuning dan kelembak. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar kolesterol darah serta formula tersebut aman di gunakan.
Dalam penelitian yang lain, Saryanto, Fitriana dan Katno (2011) melakukan uji pra klinis manfaat dan uji toksisitas akut ramuan penurun asam urat pada heban coba yang terdiri dari ekstrak secang, daun kepel, dan tempuyung. Hasil penelitian membuktikan terjadi penurunan kadar asam urat darah rata-rata 3-4 mg/dl. Formula ini pun aman digunakan.
Kemudian Triyono (2012) melakukan penelitian mengenai aktifitas penurunan gula darah (anti diabetes) pada tanaman obat pare, sambiloto dan brotowali pada hewan coba. Hasil penelitian menunjukkan setelah 8 hari terjadi rata-rata penurunan kadar gula darah pada hewan coba (tikus putih) setelah diberi ekstrak pare sebesar 56,9 mg/dL, setelah diberi ekstrak sambiloto turun sebesar 106,8 mg/dL dan setelah diberi ekstrak brotowali turun sebesar 110,6 mg/dL.