• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

A. Program Studi Akuntansi

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh: Deo Benedicto NIM: 162114107

PROGAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

i

PENGARUH KOMPETENSI MORAL DAN SIFAT

MACHIAVELLIAN TERHADAP INTENSI

WHISTLEBLOWING

(Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh: Deo Benedicto NIM: 162114107

PROGAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

iv

LEMBAR PERSEMBAHAN

“Segala sesuatu tidak ada yang kebetulan, semua telah dirancang dengan apik oleh Tuhan”

Mazmur 18:33

“Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata”

Kupersembahkan Untuk Tuhan Yesus Kristus Bapak Syamsu Purnama Widada dan Ibunda Veronika Siregar Kakak Panutan Yosua Astutakari Adik Syaveria Stevani, Adik Prasetia Henohk Immanuel Yang selalu menyemangati, Victoria Tiara Devi Seluruh Keluarga dan Teman-Teman

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Literatur ... 9 1. Whistleblowing ... 9 2. Intensi ... 11 3. Kompetensi Moral ... 12 4. Sifat Machiavellian ... 16 B. Penelitian Terdahulu ... 22 C. Perumusan Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

C. Teknik Pengumpulan Data ... 27

D. Variabel Penelitian ... 28

x

BAB IV GAMBARAN UMUM PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI USD ... 39

A. Program Studi Akuntansi ... 39

1. Sejarah ... 39

2. Struktur Organisasi ... 40

3. Visi dan Misi ... 41

4. Tujuan ... 42

5. Sasaran ... 42

B. Universitas Sanata Dharma ... 43

1. Visi dan Misi ... 43

2. Nilai-nilai Dasar ... 44

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deksripsi Data ... 45

B. Analisis Data ... 47

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 47

2. Uji Instrumen Penelitian ... 55

3. Uji Asumsi Klasik ... 59

4. Uji Regresi Linear Berganda... 61

C. Pembahasan ... 66 1. Kompetensi Moral ... 67 2. Sifat Machiavellian ... 68 BAB VI PENUTUP ... 70 A. Kesimpulan ... 70 B. Keterbatasan ... 70 C. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN ... 75 BIOGRAFI PENULIS ... 122

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1—Tahap-Tahap Perkembangan Moral ... 15

Tabel 3.1—Penafsifan Data ... 31

Tabel 3.2—Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 32

Tabel 5.1—Rincian Pendistribusian dan Pengembalian Kuesioner... 46

Tabel 5.2—Data Jumlah Responden Berdasarkan Angkatan ... 47

Tabel 5.3—Data Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 5.4—Statistik Deskriptif Penelitian ... 48

Tabel 5.5—Penafsiran Data Penelitian ... 49

Tabel 5.6—Data Kuesioner Kompetensi Moral ... 49

Tabel 5.7—Data Kuesioner Sifat Machiavellian ... 52

Tabel 5.8—Data Kuesioner Intensi Whistleblowing ... 54

Tabel 5.9—Hasil Uji Validitas ... 56

Tabel 5.10—Hasil Uji Reliabilitas ... 58

Tabel 5.11—Hasil Uji Normalitas ... 59

Tabel 5.12—Hasil Uji Multikolinearitas ... 60

Tabel 5.13—Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 61

Tabel 5.14—Hasil Uji ANOVA ... 62

Tabel 5.15—Hasil Uji F ... 63

Tabel 5.16—Koefisien Regresi ... 64

Tabel 5.17—Hasil Uji t ... 65

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1—Model Penelitian ... 25

Gambar 4.1—Struktur Organisasi Program Studi Akuntansi USD ... 40

Gambar 5.1—Score Kompetensi Moral... 51

Gambar 5.2—Score Sifat Machiavellian ... 53

xiii

PENGARUH KOMPETENSI MORAL DAN SIFAT MACHIAVELLIAN TERHADAP INTENSI WHISTLEBLOWING

(Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma)

Deo Benedicto NIM: 162114107 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kompetensi moral dan sifat

machiavellian terhadap intensi whistleblowing. Penelitian ini menggunakan metode

survei. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma yang telah atau sedang menempuh mata kuliah Teologi atau Filsafat Moral dan Pengauditan Forensik. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan skala Likert empat poin. Data penelitian diolah untuk menguji kelayakan instrumen penelitian dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan untuk menguji kelayakan model regresi linear digunakan uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda yang dilihat dari tabel ANOVA, koefisien regresi, dan koefisien determinasi.

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa kompetensi moral dan sifat machiavellian berpengaruh positif terhadap intensi whistleblowing.

xiv ABSTRACT

THE EFFECT OF MORAL COMPETENCE AND MACHIAVELLIAN CONTROL ON WHISTLEBLOWING INTENTION

(Case Study On Accounting Students of Sanata Dharma University)

Deo Benedicto NIM: 162114107 University of Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

The purpose of this research is to examine the effect of moral competence and machiavellian control on whistleblowing intention. This research used a survey research method. The respondents of this research are Accounting students of

Sanata Dharma University, who have taken Moral of Theology or Moral of

Philosophy courses and Forensic Auditing courses. The sampling method in this research is purposive sampling method.

The instrument used in this research is a questionnaire with Likert four scales. The research data are processed to find out the feasibility of the research instrument using validity test and reliability, the research used normality test, multicollinearity test, and heteroskedasticity test. The hypothesis were tested using multiple regression analysis, seen from the table of ANOVA, regression coefficient, and coefficient of determination.

The result of the multiple regression analysis show that moral competence and machiavellian has positive influence toward whistleblowing intention.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terjadinya perkembangan global saat ini, menuntut semua orang untuk melakukan pembaruan dan perubahan di setiap aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi akan mempengaruhi semua orang, khususnya generasi muda yang akan menentukan arah bangsa bahkan dunia di kemudian hari. Mahasiswa adalah salah satu generasi penerus yang harus sensitif terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Perubahan dapat menyebabkan terjadinya persoalan pada pelanggaran etika, sehingga mahasiswa dituntut bertindak kearah yang lebih baik dan melakukan tindakan berdasarkan etika yang berlaku di lingkungannya. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan mengenai perilaku etis dan moralitas untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.

Salah satu perkembangan yang terjadi saat ini adalah perkembangan di bidang teknologi. Produk-produk dari perkembangan teknologi memberikan berbagai macam dampak positif pada kehidupan manusia, yaitu mempermudah, menghemat waktu, memberikan efisiensi dan efektifitas pada pekerjaan. Selain dampak positif, perkembangan teknologi juga dapat memberikan dampak negatif, salah satunya adalah mempermudah seseorang untuk melakukan pelanggaran atau kecurangan.

Banyak orang telah mengetahui bahwa di sekitarnya telah terjadi pelanggaran atau kecurangan, namun sangat sedikit yang sadar untuk melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak yang berwenang. Hal tersebut sesuai dengan survei Institute Business Ethics (IBE) pada tahun 2007, yang menyatakan bahwa satu dari empat orang mengetahui terjadinya tindakan pelanggaran atau kecurangan, namun lebih dari 52% orang yang mengetahui pelanggaran memilih untuk diam dan tidak melakukan sebuah tindakan atas pelanggaran tersebut. Keengganan untuk melaporkan pelanggaran disebabkan karena kurangnya pemahaman moral dan menunjukkan rendahnya kompetensi moral yang dimiliki individu (Yanti, 2017).

Selain mempermudah pelaku pelanggaran, dampak negatif lainnya dari perkembangan teknologi adalah perubahan gaya hidup. Riset yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia pada tahun 2014, menyatakan bahwa 79% dari jumlah remaja di Indonesia merupakan konsumen layanan internet dan semakin meningkat sekitar 70% dari seluruh jumlah remaja yang berusia 16-19 tahun. Individu yang mengkonsumsi layanan internet secara berlebihan menyebabkan individu cenderung tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya atau memiliki kepribadian antisosial. Individu yang memiliki kepribadian antisosial dapat menimbulkan sifat machiavellian, karena sifat

moralitas konvensional dan memiliki komitmen ideologis (Christie dan Geis, 1970).

Pelanggaran yang terjadi akibat perkembangan teknologi dapat dicegah dengan adanya whistleblowing system (sistem pelaporan pelanggaran). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2008, whistleblowing merupakan sebuah pengungkapan perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan, tidak bermoral, melanggar hukum dan dapat merugikan organisasi atau pemangku kepentingan. Menurut Elias (2008), whistleblowing dapat dilakukan dari dalam maupaun luar diri individu. Whistleblowing yang dilakukan dari dalam diri individu, ketika individu melaporkan pelanggaran yang terjadi kepada atasannya, sedangkan whistleblowing yang dilakukan dari luar diri individu, ketika individu memberitahukan pelanggaran yang terjadi kepada masyarakat, karena pelanggaran tersebut dapat merugikan masyarakat.

Kompetensi moral dan sifat machiavellian pada individu akan mempengaruhi intensinya untuk melakukan whistleblowing. Kompetensi moral yang tinggi menyebabkan individu dapat mengidentifikasi tindakan yang salah berdasarkan pedoman etika dan melakukan pelaporan atas perbuatan yang salah tersebut kepada pihak yang berwenang. Sifat

machiavellian pada individu menyebabkan individu cenderung membuat

keputusan berdasarkan kepentingan diri sendiri tanpa dipengaruhi orang lain. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan secara rasional, tidak menggunakan emosional, dan mampu mempengaruhi orang lain untuk

mencapai keinginannya, sehingga individu dengan sifat machiavellian akan melakukan pelaporan atas pelanggaran tanpa penggaruh dari orang lain (Riandi, 2017).

Kompetensi moral dan sifat machiavellian sangat penting untuk dimiliki semua orang, khususnya profesi akuntan. Pada kenyataanya akuntan sering kali dihadapkan dengan kasus-kasus pelanggaran atau kecurangan yang menimbulkan dilema etis dan membutuhkan pemahaman moral yang tinggi. Akuntan merupakan profesi yang memberikan jasa pembuatan laporan keuangan yang dibutuhkan oleh publik dan pemangku kepentingan. Untuk menjaga kepercayaan publik atas jasa yang diberikan, akuntan harus menjaga kualitas jasa, ketaatan pada peraturan dan kesadaran pada perilaku praktik akuntansi dengan menjalankan kode etik profesi akuntan (Agoes, 2009). Oleh karena itu, akuntan harus memiliki integritas yang tinggi kepada organisasi ketika terjadi sebuah pelanggaran, yaitu dengan melakukan pelaporan pelanggaran.

Kompetensi moral dan sifat machiavellian dapat diperoleh akuntan sejak menempuh pendidikan di lembaga pendidikan, sehingga pemahaman mengenai moralitas harus diberikan kepada calon akuntan, yaitu mahasiswa Program Studi Akuntansi. Lembaga pendidikan seperti universitas, harus menciptakan mahasiswa Program Studi Akuntansi yang cedas dan berkarakter. Oleh karena itu, mahasiswa Program Studi Akuntansi tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan sesuai bidang akuntansi, namun juga mempelajari pengetahuan mengenai perilaku etis

dan moralitas. Pengetahuan mengenai moralitas dan perilaku etis tidak hanya dipelajari, namun harus diterapkan pada kehidupan sehari-hari, sehingga lembaga pendidikan harus menciptakan lingkungan yang mendukung terciptanya mahasiswa Program Studi Akuntansi yang bermoral sesuai dengan moralitas dan pedoman perilaku etis yang telah dipelajari.

Salah satu lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan mengenai moralitas dan perilaku etis kepada mahasiswa Program Studi Akuntansi adalah Universitas Sanata Dharma. Pengetahuan mengenai moralitas diberikan kepada mahasiswa, karena Universitas Sanata Dharma memiliki motto dan nilai-nilai dasar yang diterapkan sebagai pedoman dalam mencapai suatu tujuan. Nilai-nilai dasar Universitas Sanata Dharma yaitu (1) Mencintai kebenaran, (2) Memperjuangkan keadilan, (3) Menghargai kebenaran, dan (4) Menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia, sedangkan motto Universitas Sanata Dharma adalah “cerdas dan humanis”. Universitas Sanata Dharma tidak hanya memberikan pengetahuan akademis namun juga memberikan pengetahuan mengenai moralitas yang diberikan dengan mewajibkan seluruh mahasiswa Program Studi Akuntansi untuk menempuh mata kuliah Teologi Moral atau Filsafat Moral sebagai syarat kelulusan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Universitas Sanata Dharma, kepada mahasiswa Program Studi Akuntansi sebagai calon akuntan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kompetensi moral berpengaruh terhadap intensi

whistleblowing?

2. Apakah sifat machiavellian berpengaruh terhadap intensi

whistleblowing?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kompetensi moral berpengaruh terhadap intensi whistleblowing.

2. Untuk mengetahui apakah sifat machiavellian berpengaruh terhadap intensi whistleblowing.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambahkan pengetahuan tentang whistleblowing dan kaitannya dengan kompetensi moral dan sifat machiavellian pada mahasiswa Program Studi Akuntansi.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang intensi whistleblowing dan kaitannya dengan kompetensi moral dan sifat machiavellian.

3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak yang akan melakukan penelitian dengan topik akuntansi keperilakuan khususnya whistleblowing.

E. Sistematika Penelitian Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi permasalahan dalam penelitian. Bab ini berisi tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II Kajian Pustaka

Bab ini menjelaskan kajian pustaka yang digunakan peneliti sebagai landasan untuk melakukan penelitian ini. Bab ini berisi teori-teori atau tinjauan pustaka, penelitian terdahulu dan rumusan hipotesis serta model penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan jenis penelitian, objek penelitian, metode penelitian, teknik pengambilan data, variabel penelitian dan teknik analisis data penelitian.

Bab IV Gambaran Umum Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Bab ini memberikan penjelasan yang spesifik mengenai objek penelitian, yaitu Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Bab V Analisis dan Pembahasan

teknik analisis data yang digunakan dan interprestasi hasil penelitian.

Bab VI Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, keterbatasan penelitian dan saran-saran bagi pihak yang berkepentingan.

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Literatur 1. Whistleblowing

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2008),

whistleblowing merupakan pengungkapan perbuatan yang melawan

hukum, perbuatan tidak etis, tidak bermoral atau tindakan yang dapat merugikan organisasi atau pemangku kepentingan yang dilakukan oleh anggota kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Whistleblowing dapat dilakukan oleh individu atau kelompok yang melakukan pelaporan atas tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok lainnya. Individu atau kelompok yang melakukan pelaporan atas pelanggaran disebut whistleblower.

Terdapat dua saluran untuk melakukan pelaporan pelanggaran, yaitu internal whistleblowing dan eksternal whistleblowing (Husniati, 2017). Internal whistleblowing merupakan pelaporan pelanggaran yang dilakukan individu atau kelompok kepada pihak-pihak yang berada di dalam organisasi seperti manajer, pimpinan organisasi, dewan direksi atau komite khusus pelaporan pelanggaran di dalam organisasi. Sedangkan eksternal whistleblowing merupakan pelaporan pelanggaran kepada organisasi atau instansi berwenang yang berada diluar organisasi dan dapat mengambil tindakan atas pelanggaran

tersebut, seperti Kepolisian, KPK, BPK, atau instansi berwenang lainnya. Organisasi perlu memiliki whistleblowing system untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran yang terjadi dalam organisasi tersebut. Menurut Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (KNKG, 2008), whistleblowing system memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi organisasi kepada pihak yang harus menanganinya secara aman; b. Timbulnya keengganan untuk melakukan pelanggaran dengan

semakin meningkatnya ketersediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran, karena kepercayaan terhadap sistem pelaporan yang efektif;

c. Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran; d. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran

secara internal terlebih dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat publik;

e. Mengurangi resiko yang dihadapi organisasi, akibat dari pelanggaran baik dari segi keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja dan reputasi;

f. Mengurangi biaya dalam menangani akibat terjadinya pelanggaran;

g. Meningkatnya reputasi perusahaan dimata pemangku kepentingan (stakeholder), regulator dan masyarakat umum; dan

h. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal serta untuk merancang tindakan perbaikan yang diperlukan.

2. Intensi

Intensi berasal dari kata intentional yang berarti sebuah tindakan yang disadari dan dilakukan atas kemauan atau niatan diri sendiri, dengan kata lain sebuah tindakan yang dilakukan secara sengaja. Intensi merupakan sebuah perjuangan yang dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan (Chaplin, 2004). Menurut Ajzen (1991), semakin kuat intensi individu dalam suatu tindakan, maka semakin kuat pula keinginannya untuk melakukan tindakan tersebut. Intensi dapat diartikan sebagai disposisi tingkah laku yang dilakukan pada waktu dan kesempatan yang tepat, kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan (Kreshastuti dan Andri, 2014). Individu akan memiliki niatan dalam dirinya sebelum melakukan hal yang ingin dilakukan. Ketika individu telah memiliki niatan dan meyakini bahwa suatu perilaku dapat diterima lingkungan sekitarnya dan berdasarkan kontrol dirinya sendiri, maka dapat dikatakan individu tersebut memiliki intensi untuk menunjukkan suatu perilaku.

3. Kompetensi Moral

Kompetensi moral menunjukkan kemampuan individu untuk membedakan suatu tindakan yang benar atau salah, berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan diterapkan dalam tindakan (Yanti Dkk, 2017). Menurut Lind (1999), moralitas didefinisikan melalui beberapa draf hal-hal yang harus dilakukan dan sebaiknya dihindari. Hal-hal tersebut antara lain: jangan membunuh, mencuri, berzina, berbohong dan mengingini apa yang dimiliki orang lain. Kompetensi moral dapat dijelaskan menggunakan pendekatan teori kognitif yang didasarkan pada teori perkembangan moral. Perkembangan moral tidak ditentukan oleh pendapat atau pertimbangan-pertimbangan khusus, namun dengan menilai cara berpikir mengenai dasar-dasar moral untuk membuat suatu keputusan. Tahap-tahap perkembangan moral ditentukan atas dasar nilai-nilai yang terdapat pada keputusan moralnya (Kohlberg, 1995). Perkembangan moral terdiri atas beberapa tahap atau tingkatan sebagai berikut:

a. Pre Conventioning Reasoning

Pada tahap perkembangan moral pre conventioning

reasoning, individu tidak memperhatikan nilai-nilai moral yang

berlaku di masyarakat. Tindakan yang dilakukan berdasarkan imbalan, hadiah atau hukuman yang berlaku di lingkungannya. Terdapat dua tingkatan pada tahap perkembangan moral ini, yaitu:

1) Tahap 1: Orientasi pada Hukuman

Hukuman dan rasa hormat tidak dipersoalkan terhadap kekuasaan yang lebih tinggi. Akibat yang ditimbulkan sebuah tindakan yang dilakukan akan menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan tersebut. Tindakan dilakukan untuk menghindari hukuman, dengan arti tindakan yang mengakibatkan hukum adalah tindakan yang salah.

2) Tahap 2: Orientasi pada Hadiah atau Imbalan

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental dapat memberikan kepuasan terhadap individu sendiri. Terdapat unsur kewajaran terhadap hubungan timbal balik dan persamaan pembagian. Tindakan dilakukan untuk mendapatkan hadiah atau imbalan.

b. Conventioning Reasoning

Pada tahap conventioning reasoning, perkembangan moral individu ditandai dengan ketaatan pada aturan-aturan yang dianggap benar, namun tidak menaati aturan yang berasal dari luar dirinya (aturan masyarakat). Tahap perkembangan moral ini memiliki dua tahapan, yaitu:

3) Tahap 3: Orientasi Anak Baik

Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetuji

oleh orang lain. Perilaku atau tindakan sering kali dinilai berdasarkan niat dan ungkapan “ia bermaksud baik”. Tindakan dilakukan untuk memberikan kesenangan pada orang lainnya.

4) Tahap 4: Orientasi pada Otoritas

Pada tahap ini, orientasi untuk melakukan sebuah tindakan adalah peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah dengan menjalankan tugas dan memperhatikan rasa hormat kepada otoritas.

c. Post Conventioning Reasoning

Tingkatan perkembangan moral paling tinggi dalam teori Kohlberg adalah tahapan post conventioning reasoning. Individu yang telah sampai pada tahap ini akan melakukan tindakan berdasarkan pemahaman dirinya. Tindakan dilakukan individu dengan mengenali prinsip moral yang sudah melekat pada dirinya dan kemudian diterapkan dalam sebuah tindakan. Tahapan perkembangan moral ini adalah sebagai berikut:

5) Tahap 5: Orientasi pada Kontrak Sosial

Tindakan yang benar didefinisikan dari hak-hak bersama dan ukurannya telah diuji serta disepakati secara bersama oleh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai-nilai dan pendapat pribadi

serta suatu tekanan pada prosedur untuk mencapai sebuah kesepakatan.

6) Tahap 6: Orientasi pada Prinsip Etika

Tindakan dilakukan dengan prinsip etika dan suara hati yang didasarkan pada pemahaman logis, menyeluruh, universal dan konsisten. Prinsip tersebut bersifat abstrak, yaitu prinsip universal mengenai keadilan, hubungan timbal-balik atau persamaan hak asasi manusia, dan rasa hormat terhadap harkat dan martabat manusia.

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Moral

Level Sublevel Ciri-ciri

Tingkat 1 (Pre Conventioning Reasoning) Orientasi pada Hukuman Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman Orientasi pada Hadiah atau Imbalan

Menyesuaikan diri untuk memperoleh hadiah atau pujian dari orang lain

Tingkat 2 (Conventioning

Reasoning)

Orientasi Anak Baik

Menyesuaikan diri untuk menghindari celaan orang lain

Orientasi pada Otoritas

Mematuhi peraturan sosial untuk menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan bersalah karena tidak melakukan kewajiban Tingkat 3 (Post Conventioning Reasoning) Orientasi pada Kontrak Sosial

Tindakan dilakukan atas dasar prinsip yang disepakati bersama masyarakat demi kehormatan diri

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Moral (lanjutan)

Level Sublevel Ciri-ciri

Tingkat 3 (Post Conventioning Reasoning) Orientasi pada Prinsip Etika Tindakan didasarkan atas prinsip etika yang diyakini oleh diri sendiri untuk menghindari penghukuman diri Sumber: Etika Bisnis dan Profesi (Agoes, 2009)

4. Sifat Machiavellian

Sifat machiavellian merupakan sebuah sifat yang cenderung menyebabkan individu membuat sebuah keputusan berdasarkan kepentingan dirinya sendiri. Individu dengan sifat machiavellian melakukan sebuah tindakan dengan rasional dan tidak emosional. Pelatihan mengenai etika dan moralitas dapat memberikan pengaruh yang besar bagi individu dengan sifat machiavellian (Riandi, 2017). Penelitian mengenai kepribadian mach atau machiavellian yang dilakukan individu dengan kepribadian mach yang tinggi melakukan banyak manipulasi atau bujukan kepada orang lain untuk mencapai tujuannya (Robbins, Stephen dan Timothy, 2008). Sifat machiavellian merupakan kepribadian antisosial yang dapat berkembang kearah yang positif maupun negatif. Perkembangan positif pada individu dengan sifat machiavellian dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Berinteraksi secara langsung dengan individu lainnya, bukan secara tidak langsung;

b. Situasi yang dihadapi memiliki sedikit peraturan, dan

Dokumen terkait