• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Tesis : Infektifitas Fage Litik dari Limbah Cair Rumah Tangga terhadap Enteropathogenic Escherichia coli Resisten Antibiotik

Nama : Rina Hidayati Pratiwi NIM : P051070041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. dr. Sri Budiarti Dr. Ir. Iman Rusmana

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi

Dr. Ir. Muhammad Jusuf Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 hingga Juni 2009 ini ialah Infektifitas Fage Litik dari Limbah Cair Rumah Tangga terhadap

Enteropathogenic Escherichia coli Resisten Antibiotik. Judul ini dipilih karena

EPEC K1.1 merupakan bakteri yang resisten terhadap antibiotic, penyebab diare, yang mekanisme penyebarannya secara water borne dan food borne, sehingga diperlukan alternatif pencarian fage yang infektif dan ramah lingkungan untuk digunakan sebagai biokontrol pencemaran air dan makanan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. dr. Sri Budiarti; selaku ketua komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, nasihat, masukan, arahan, dan dana penelitian. 2. Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana; selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan sebagian bahan penelitian. 3. Ibu Dr. Anja Meryandini, MS; selaku penguji di luar komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan penyempatan waktunya. 4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Jusuf selaku ketua program studi atas diizinkannya penelitian di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB, IPB, Darmaga.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc; selaku Direktur Program Diploma IPB yang telah memberikan kesempatan dan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi ke Sekolah Pascasarjana IPB.

6. DIKTI melalui DIPA-IPB yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

7. Mbak Dewi; selaku teknisi di laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB IPB Darmaga.

8. Ibu Dr. Endang; selaku peneliti di laboratorium SEM, LIPI Cibinong. 9. Rusdi; selaku asisten peneliti di laboratorium TEM dan Histologi, Lembaga Eijkman.

10. Teman-teman satu program studi, beda program studi, dan satu tempat penelitian yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Selaksa cinta dan terima kasih penulis persembahkan untuk ibu, bapak, kakak, adik atas perhatian, dukungan, dan doa yang senantiasa diberikan; orang tua angkatku Bapak Dr. Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc atas doanya; serta semua pihak yang turut membantu dan mendukung atas terlaksananya penelitian dan studi penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 1982 sebagai anak kedua dari pasangan Muchtar Ichwan dan T. Pudjias Tuti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) diperoleh dari Ditjen DIKTI.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR .. ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Manfaat Penelitian ... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Penyakit Diare ... 4 2.2 Karakteristik EPEC ... 5 2.3 Karakteristik Fage ... 7 2.4 Penelitian dan Aplikasi Fage ... 11 3 METODE ... 13 3.1 Metode Penelitian ... 13 3.2 Waktu dan Tempat ... 13 3.3 Bahan dan Alat ... 14 3.4 Peremajaan Isolat ... 14 3.5 Isolasi dan Purifikasi Fage ... 14 3.6 Penentuan Kisaran Inang Fage ... 16 3.7 Kuantifikasi Fage (Penentuan PFU) ... 16 3.8 Karakterisasi Fage Hasil Isolasi ... 17 3.9 Pengamatan Morfologi Fage dengan TEM ... 18 4.0 Efektifitas Lisis Sel EPEC K1.1 oleh Fage ... 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20 4.1 Hasil ... 20 4.2 Pembahasan ... 27 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 35 5.1 Simpulan ... 35 5.2 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN ... 42

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil kuantifikasi dari keempat isolat fage ... 22 2 Konsentrasi protein keempat isolat fage ... 22

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alir tahapan metode penelitian ... 13 2 Pola keragaman plak fage ... 20 3 Kisaran inang fage ... 21 4 Kisaran berat molekul protein fage pada SDS-PAGE ... 23 5 Morfologi fage FB4 ... 23 6 Kurva efektifitas lisis sel EPEC K1.1 oleh FB4 ... 24 7 Morfologi kerusakan EPEC K1.1 karena infeksi FB4 selama

25 menit ... 25 8 Morfologi kerusakan EPEC K1.1 karena infeksi FB4 selama

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Pembuatan pereaksi Bradford untuk pengukuran konsentrasi protein ... 43 2 Komposisi bahan untuk membuat gel pengumpul dan gel pemisah ... 43 3 Komposisi larutan stok SDS-PAGE ... 44 4 Prosedur pewarnaan perak ... 45 5 Kurva standar protein ... 46

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu food borne disease dan water borne

disease (Salyers & Whitt 1994) yang banyak menimbulkan masalah kesehatan di

Indonesia dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Mekanisme penyebaran food borne disease dan water borne disease terjadi akibat patogen penyebab penyakit berada dalam makanan dan air yang telah tercemar sehingga dapat menyebabkan penyakit infeksi bila terminum atau termakan oleh manusia atau hewan. Salah satu bakteri penyebab diare yang umum ditemukan dalam tanah dan air dan dapat mencemari makanan ialah bakteri Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) (Jay 1978; Jay et al. 2005).

Di Indonesia, bakteri EPEC terdapat 55% pada sampel feses bayi dan anak-anak penderita diare yang tercuplik di daerah Purwodadi Jawa Tengah, Depok, Ciamis, dan Ciawi Jawa Barat serta Sambas Kalimantan Barat (Budiarti 1997). Diantara galur EPEC yang diisolasi, terdapat EPEC K1.1 yang memiliki serotipe O142, melekat pada sel HEp-2. Studi selanjutnya dilaporkan bahwa EPEC K1.1 menghasilkan protease ekstraseluler dan mampu mendegradasi musin (Budiarti dan Mubarik 2006). Bakteri EPEC K1.1 bersifat resisten terhadap tetrasiklin dan ampisilin (Budiarti 1998). Beberapa bakteri EPEC yang resisten terhadap antibiotik dapat mencemari sumber air minum dan makanan sehingga diperlukan pencarian biokontrol yang ramah lingkungan untuk mengatasi pencemaran air dan makanan.

Fage litik memberikan suatu metode alami dan non toksik untuk mereduksi dan mengontrol pertumbuhan bakteri patogen manusia karena fage adalah bagian dari gastrointestinal dan ekosistem lingkungan (Ackermann & Dubow 1987). Fage dapat diambil dari limbah, tinja, tanah, air, jaringan tubuh yang terserang penyakit, atau produk dari pabrik susu. Berdasarkan penelitian Ogunseitan et al. (1992), fage yang sangat umum di lingkungan dengan konsentrasi besar telah terdeteksi berada di sampel limbah cairan, yaitu sebesar 3.16 x 106 fage dalam 1 ml air. Menurut Travis (2008) dalam Curious Cat Science and Engineering Blog, rata-rata terdapat 50 juta virus dalam tiap milliliter air

limbah. Penemuan yang telah dilakukan puluhan tahun yang lalu menunjukkan bahwa jumlah virus sangat berlimpah di dalam lingkungan alami perairan sehingga pengisolasian fage dalam penelitian ini dilakukan pada lingkungan perairan terutama pada limbah. Sumber fage yang paling baik dan paling umum ialah habitat inang (Pelczar & Chan 1988). Limbah merupakan habitat bakteri fekal (coliform) dan diduga di dalam limbah juga banyak mengandung kolifage atau galur fage bakteri koliform yang berbeda.

Aplikasi fage terhadap biokontrol pencemaran makanan diantaranya fage spesifik E. coli O157 yang diberikan pada daging (Kudva et al. 1999; Flynn et al. 2004), fage spesifik Salmonella dan Campylobacter yang diberikan pada ayam (Goode et al. 2003), fage spesifik Yersinia enterocolitica yang diberikan pada babi (Skurnik 1984; Strauch et al. 2001a), fage spesifik Lactococcus garviae dan

Pseudomonas plecoglossicida yang diberikan pada ikan (Park & Nakai 2003; Park

et al. 2000). Sedangkan terhadap sanitasi air, secara in vivo di Bangladesh telah

diaplikasikan fage spesifik E . coli patogen dalam bentuk tablet pada air minum (Ochman & Selander 1984).

Penggunaan fage litik sebagai agen biokontrol bakteri Listeria

monocytogenes penyebab penyakit Listeriosis telah diaplikasikan di sejumlah

negara seperti di Netherland, Eropa, dan di Amerika Serikat. Fage di negara tersebut digunakan pada produk makanan keju dan daging kemudian berlanjut produk daging unggas, ikan dan mentega (Carlton et al. 2005). Fage spesifik

Listeriamonocytogenes sudah ditemukan sejak tahun 2004 dan mulai digunakan

serta dikeluarkan produknya oleh Exponential Biotherapies Incorporated (EBI)

Food Safety pada bulan Juli 2006 dengan nama LISTEXTM P100 (Hagens &

Offerhaus 2008). Selanjutnya pada tahun 2006, FDA dan USDA telah mengizinkan penggunaan produk fage LISTEXTM P100 terhadap produk makanan daging dan unggas yang terkontaminasi Listeriamonocytogenes dan penggunaan fage pada kulit ternak yang terkontaminasi Salmonella (Fortuna et al. 2008).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui adanya fage litik dari limbah cair rumah tangga yang mampu melisis bakteri EPEC K1.1.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai biokontrol pencemaran air dan makanan sehingga dapat mencegah penyakit diare (water borne dan food borne disease).

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Diare

Diare atau gastroenteritis adalah suatu masalah kesehatan di masyarakat dari keadaan tidak sehat dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan serius. Dari hasil analisis penelitian Irianto (2000), dapat diketahui bahwa rentang frekuensi diare adalah tiga hingga delapan kali dengan rata-rata 4.33 kali selama sehari semalam. Kematian akibat diare umumnya disebabkan oleh mencret yang terjadi tak berkesudahan sehingga penderita kehilangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yang menyebabkan dehidrasi. Tingkat keparahan diare diantaranya ditunjukkan dari tingginya frekuensi mencret dalam satu hari. Ketepatan perkiraan tingkat keparahan yang akan terjadi pada penderita sangat menolong dalam upaya program pencegahan yang akan dilakukan.

Diare dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pendidikan para ibu, jabatan/ kedudukan, kesehatan pribadi, sanitasi lingkungan, dan status gizi anak-anak di bawah usia lima tahun atau lebih (Amhira 2004). Berdasarkan hasil analisis multivariat penelitian Waraouw (2002), faktor resiko keluhan diare seperti penghuni rumah yang berlokasi di daerah rawan banjir sebesar 1:43 kali (95% CI:1.15-1.79), kondisi fisik rumah tidak baik sebesar 1.23 kali (95% CI:1.03-1.46) dan jumlah balita lebih dari 1 sebesar 0.83 kali (95% CI:0.071-0.98).

Definisi resmi dari medis tentang diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari. Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai akibat dari proses digesti atau karena masukan cairan yang berlebihan sehingga membuat makanan yang dicerna terdiri atas banyak cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air lalu meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak atau "inflame", penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair atau diare (http://id.wikipedia.org/wiki/Diare). Gangguan bakteri dan parasit kadang- kadang menyebabkan tinja mengandung darah dan penderita merasakan demam tinggi.

Karakteristik EPEC

Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) termasuk dalam kelompok

enterobacteriaceae, bersifat gram-negatif, anaerobik-fakultatif, bentuk sel batang, menghasilkan protease ekstraselular, tidak membentuk spora, metabolisme fermentatif, dan motil dengan flagella peritrikus (Pelczar & Chan 1988).

Escherichia coli tersebar luas di alam sebagai parasit intestinal dan flora normal

dalam mamalia dan burung. Galur-galur tertentu yang patogen jika menginfeksi manusia dan hewan maka dapat menimbulkan infeksi septikimia dan diare (Greenwood et al. 1995).

Bakteri EPEC termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dengan habitat alami di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas (Nataro & Kaper 1998). Bakteri ini merupakan salah satu dari enam virotipe E. coli yang dapat menyebabkan diare. Istilah Escherichia coli Enteropatogenik dikemukakan oleh Neter pada tahun 1950-an berdasarkan pada uji serotipe. Serotipe penting E. coli yang termasuk ke dalam EPEC ialah O26, O55, O86, O111, O119, O125, O126, O127, O128ab, dan O142 (Levine 1987). Bakteri gram negatif ini berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif dengan ukuran lebar 1.1 - 1.5 µm dan panjang 2.0 - 6.0 µm, motil dengan flagela peritrikus. Berdasarkan Bergey’s

Manual of Determinative Bacteriology (1974) ciri biokimia dari bakteri ini ialah:

memiliki kemampuan memfermentasi laktosa; dapat menghidrolisis asam amino triptofan menjadi indol dan asam piruvat melalui kerja enzim triptofanase; dapat memfermentasi glukosa dan menghasilkan banyak sekali asam laktat, asetat, suksinat, dan format disamping CO2, H2, dan etanol; tidak dapat membentuk 2,3-

butanadiol dari reaksi VP (Voges-Proskauer), dan tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya. Pada media EMB (Eosin Methylene Blue) bakteri ini menunjukkan warna hijau metalik (kilap logam).

Kemampuan suatu bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi yang dimilikinya. Faktor virulensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh bakteri untuk dapat bertindak sebagai bakteri patogen (Inglis 1996). Faktor virulensi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: faktor virulensi yang memungkinkan bakteri untuk berkolonisasi, seperti pili; flagela;

motilitas dan kemotaksis; protease ekstraseluler; serta faktor virulensi yang mengakibatkan kerusakan pada inang diantaranya eksotoksin dan endotoksin (Levine et al. 1985). Faktor virulensi yang terlibat dalam patogenisitas EPEC meliputi adhesin (Hicks et al. 1998), intimin (Kenny et al. 1997), protein-protein sekresi (Esp) (Jarvis et al. 1995), dan bundle-forming pili (bfp) (Giron et al. 1991). Bakteri EPEC membutuhkan plasmid-borne bundle forming pili (bfp) tipe IV untuk pelekatan dan autoagglutinasi (Jay et al. 2005).

Patogenesis EPEC terdiri atas tiga tahap, tahap pertama yaitu non intimate

binding yang diperantarai pili (bfp); tahap kedua, adhesi bakteri pada sel inang

mencetuskan tranduksi sinyal, yang berhubungan dengan aktivasi kinase tirosin sel inang dan menyebabkan kenaikan level Ca2+ intraseluler sel inang; tahap ketiga, yaitu intimate binding dan actin rearrangement yang ekstensif di sekitar bakteri. Pada banyak penderita, apabila dilihat dengan mikroskop elektron, EPEC melekat erat dengan permukaan mukosa dan sebagian dikelilingi oleh pedestals

(attaching and effacing) pada permukaan enterosit. Pada area perlekatan EPEC

tersebut brush border mikrovili sel-sel mukosa menjadi hilang. Fungsi absorbsi pada sel-sel mukosa menjadi rusak sehingga akan terjadi diare (Knutton et al. 1987).

Galur EPEC bersifat patogenik (yang berarti mereka dapat menyebabkan penyakit dalam usus kecil dan usus besar). EPEC menyerang dan membuat radang lapisan dari usus kecil dan usus besar, selanjutnya membentuk luka dan menghancurkan mikrofili saluran pencernaan (Donnenberg & Whittam 2001). Penyakit ini dicirikan oleh diare tanpa darah atau lendir, muntah yang berlanjut dengan dehidrasi yang akibatnya menimbulkan kematian (Farmer III et al. 1987). EPEC menyebabkan diare berair atau berdarah. Diare berair umumnya disebabkan oleh perlekatan bakteri dan perubahan integritas usus secara fisik. Diare berdarah disebabkan oleh perlekatan bakteri dan proses perusakan jaringan yang akut, mungkin disebabkan oleh racun yang mirip dengan racun Shigella dysenteriae,

yang disebut juga verotoxin.

Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban,

saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah. Sanitasi yang buruk merupakan penyebab banyaknya kontaminasi bakteri

E. coli patogenik dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E. coli

mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E. coli

terjadi pada air tanah yang biasanya banyak disedot oleh penduduk di perkotaan (Adisasmito 2007).

Air merupakan suatu vektor transmisi bagi mikroorganisme dalam melakukan penyebaran penyakit. Berdasarkan hasil uji mikrobiologis, air yang digunakan untuk minum banyak menunjukkan terkontaminasi bakteri fekal. Kualitas air minum dapat dijadikan suatu standar minimal untuk air yang digunakan dalam makanan sehingga air yang telah tercemar bakteri patogen dapat mempengaruhi kualitas suatu makanan (Pawsey 2002).

Bakteri EPEC biasanya diperoleh dengan meminum air yang tercemar atau memakan makanan-makanan yang tercemar seperti sayur-sayuran, unggas, dan produk-produk susu. Air adalah media yang mempunyai resiko cukup besar terjadinya penyakit bawaan air (water borne disease) dan penyakit bawaan makanan (food borne disease). Pengolahan air harus dilakukan sebagai upaya pemutus rantai penularan penyakit khususnya yang dibawa oleh air. Makanan yang sering menjadi penyebab kasus EPEC yaitu daging sapi dan ayam mentah, namun semua makanan yang terpapar pada kontaminasi kotoran dapat sangat dicurigai terkontaminasi EPEC (http://www.cfsan.fda.gov/~mow/intro.html).

Karakteristik Fage

Bakteriofage disebut juga dengan fage, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan Felix d’Herelle dari Pasteur Institute pada tahun 1917. Twort melihat bahwa koloni bakteri kadangkala mengalami lisis; sifat ini dapat ditularkan dari satu koloni ke koloni lainnya. Filtrat koloni yang diencerkan dan difiltrasi dengan membran filter tetap saja melisiskan koloni. Namun, bila filtrat ini dipanaskan kemampuan melisiskan ini hilang. Dari berbagai ciri ini Twort berkesimpulan bahwa agen penyebab lisis ialah virus. D’Herelle menemukan hal yang sama pada tahun 1917, sehingga diberi nama fenomena Twort-d’ Herelle (Pelczar & Chan 1988).

Fage merupakan parasit obligat intraselular yang dapat menggandakan diri di dalam bakteri dengan menggunakan beberapa atau semua mesin biosintetik sel inang. Fage juga secara metabolisme tak berdaya dan hanya dapat bereproduksi setelah menginfeksi sel inang bakteri yang cocok. Bakteriofage bersifat sangat spesifik dan tidak bersifat toksik terhadap binatang dan tumbuhan. Seperti pada virus umumnya, bakteriofage mengandung asam nukleat DNA berantai tunggal atau ganda dan RNA berantai tunggal yang diliputi selubung protein atau kapsid. Kapsid terdiri atas subunit kapsomer, sedangkan kapsomer terdiri atas subunit protomer. Fage T-genap terdiri atas kepala dan ekor. Kepala mengandung DNA disertai poliamina, protein internal, dan peptida yang sederhana. Bagian ekor terdiri atas tabung heliks yang dilalui DNA fage sewaktu proses infeksi. Tabung ini dilapisi selaput yang dapat berkontraksi. Bagian dasar tabung dihubungkan dengan lempeng dasar berbentuk heksagonal. Sudut lempeng dasar ini memiliki struktur paku ekor pada sudutnya yang dihubungkan dengan serabut ekor. Struktur ini merupakan alat untuk melekatkan diri pada dinding sel inang.

Fage khususnya kolifage dianggap merupakan indikator polusi karena sifat daya tahan virus di dalam air dan air limbah. Suatu indikator E. coli yang membawa plasmid faktor F digunakan sebagai inang. Hasilnya menunjukkan sejumlah kolifage pada makanan dapat ditentukan dalam 16 jam pengujian dan bahwa kolifage memberikan metode yang cepat dalam menandakan adanya kontaminasi fekal pada makanan (Melnick 1984 dalam Pierson & Stern 1986).

Fage mempunyai 2 bentuk yaitu kubus atau heliks. Bentuk kubus ini terlihat sebagai polihedra, sedangkan bentuk heliks terlihat sebagai batang. Fage polihedral berbentuk ikosahedral yang berarti bahwa kapsid memiliki 20 bidang permukaan berbentuk segitiga. Bila unit kapsomer pada kapsid dikelilingi oleh 5 kapsid lainnya, maka bentuk ini disebut penton. Pada fage berbentuk batang, kapsomer ditata sebagai heliks dan bukan sebagai tumpukan cincin.

Fage berdasarkan sistem klasifikasi dari the International Committee on

Taxonomy of Viruses (ICTVdB Index of Viruses 2000), dimasukkan dalam

kelompok/ ordo I, yaitu Caudovirales dengan ciri fage yang memiliki DNA

ke dalam famili Myoviridae, jika fage tersebut berekor pendek maka dimasukkan ke dalam famili Podoviridae, dan jika fage tersebut berekor seperti tabung yang meruncing maka dimasukkan ke dalam famili Siphoviridae.

Fage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, memiliki 2 tipe yaitu litik dan lisogenik. Cara reproduksi bakteriofage litik terdiri atas 5 tahap, yaitu tahap adsorpsi, tahap penetrasi, tahap sintesis, tahap pematangan, dan tahap lisis. Bila fage litik menginfeksi sel bakteri maka fage akan bereplikasi di dalam sel inang membentuk sejumlah fage baru kemudian akan membuat sel inang pecah dan akan menginfeksi sel inang lainnya (Tortora et al. 2006).

Pada tahap adsorpsi, ujung ekor melekat pada sel melalui reseptor khusus pada permukaan sel. Proses perlekatan ini bersifat spesifik yang berarti bahwa reseptor dan fage bersifat sebagai pasangan. Reseptor dapat berupa lipopolisakarida, flagela, pili, karbohidrat, atau protein membran dinding sel. Proses infeksi hanya dapat terjadi bila ada adsorpsi. Bila bakteri kehilangan kemampuannya untuk mensintesis reseptor, maka fage tidak dapat melekatkan dirinya, sehingga bakteri menjadi resisten terhadap infeksi fage. Adsorpsi pada tahap awal bersifat ’dapat balik’ yang berarti bahwa fage dapat terlepas bila ujung serabut ekornya saja yang melekat pada permukaan sel dan bersifat ’tidak dapat balik’ bila cengkraman ekornya yang melekatkan diri pada sel inang.

Penetrasi fage ke sel inang bersifat mekanikal. Proses ini dipermudah dengan adanya digesti struktur permukaan oleh lisozim yang terdapat dalam ekor fage atau aktivasi enzim inang oleh fage.

Pada fage T-genap penetrasi berjalan sebagai berikut:

a. Serabut ekor melekatkan dirinya pada sel dan mencengkramkan dirinya pada dinding sel.

b. Selaput pada ekor berkontraksi dan mendorong isi ekor menembus dinding sel dan membran sel.

c. Fage melepaskan DNA-nya. Proses ini dapat disamakan dengan pengeluaran vaksin melalui suntikan.

Selubung protein yang membungkus kepala dan ekor tetap berada di luar sel. Fage T1 dan T5 yang tidak memiliki selaput kontraktil juga

melepaskan asam nukleat dengan cara melekatkan diri diantara lapisan membran dalam dan lapisan membran luar.

Pada fage tahap transkripsi terjadi dalam beberapa tahap melalui gen fage yang disebut sebagai:

a. gen awal pertama (immediate early genes) b. gen awal kedua (delayed early genes) c. gen akhir (late genes)

Penamaan ini didasarkan pada kurun waktu gen berfungsi (Lay & Hastowo 1992). Pada tahap sintesis, sintesis mRNA bakteri dan protein terhenti seketika setelah DNA fage masuk. DNA bakteri didegradasikan menjadi penggalan pendek. Sintesis mRNA fage segera dimulai setelah infeksi. DNA fage meningkat setelah suatu tenggang waktu, diikuti oleh protein fage, kapsid awal dan kapsid dewasa yang infeksius. Transkripsi terjadi seketika dengan menggunakan RNA polimerase bakteri. Proses ini menggunakan gen awal pertama yang berfungsi untuk menyandi nuklease yang menguraikan DNA inang. Nukleotida hasil penguraian ini digunakan oleh fage untuk mengubah enzim polimerase RNA bakteri sehingga terjadi transkripsi gen dari fage. Perubahan RNA polimerase bakteri menghasilkan DNA fage seperti 5-hidroksilmetilsitosin (menggantikan sitosin pada DNA bakteri). Proses ini terjadi melalui gen awal kedua. Enzim

Dokumen terkait