• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3 Harmonisasi Hukum Persaingan di tingkat regional ASEAN

3.3.3 Progress dalam mencapai harmonisasi hukum persaingan

Di tahun 2015, transaksi perdagangan dan jasa akan menyatu dan berintegrasi dalam satu pasar bersama. Hal ini berarti bahwa pelaku usaha di Indonesia khususnya pelaku usaha yang berkeinginan untuk melakukan ekspansi usaha di ASEAN atau berhubungan dengan pelaku usaha di negara-negara ASEAN lainnya harus memahami hukum usaha yang berlaku di negara-negara

187

Ibid, h.36

188

anggota termasuk hukum persaingan usaha. Usaha untuk menciptakan daya saing melalui hukum dan kebijakan persaingan, ASEAN melalui Sekretariat ASEAN telah melakukan sejumlah aksi. Terdapat perbedaan substansial dalam pengaturan hukum persaingan usaha di negara-negara anggota ASEAN akan menyebabkan kesulitan dalam penerapan hukum persaingan usaha lintas batas negara.

Melalui ASEAN Expert Group on Competition(AEGC) sebagai lembaga struktural di ASEAN yang menangani implementasi hukum persaingan telah menginisiasi dan mempromosikan hal ini. Tercatat hingga saat ini, lima negara ASEAN yang telah memberlakukan hukum persaingan yaitu Indonesia dan Thailand (1999), Singapore dan Vietnam (2004) serta Malaysia (2012), sementara 5 negara lainnya masih dalam tahap legislasi.189

Tindakan pertama pada kebijakan persaingan berkaitan dengan pelaksanaanhukum persaingan di ASEAN Member States (AMS) itu sendiri. Bunyinya: "Berusaha memperkenalkan Kebijakan Persaingan di semua negara anggota ASEAN pada tahun 2015". Tingkat implementasi bisa diukur baik menggunakan interpretasi yang luas atau sempit mengenai "kebijakan persaingan". Berdasarkan implementasi secara sempit itu berarti 5 (lima) dari 10 (sepuluh) AMS telah memberlakukan hukum persaingan nasionalnya. Namun jika interpretasi secara luas diterapkan, maka “kebijakan persaingan” diartikan sebagai setiap kebijakan pemerintah yang mendorong dan memelihara tingkat persaingan

189

Nawir Messi, Kompetisi Menuju Pasar Bebas ASEAN, Jurnal Kompetisi Edisi 42 Tahun 2013,h.5

di pasar, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar telah memiliki aturan tentang persaingan meskipun tidak semuanya.190

Aksi kedua pada kebijakan persaingan berkaitan dengan pembentukan jaringan kebijakan persaingan yang melibatkan AMS. Aksi ini dinyatakan dalam Cetak Biru AEC sebagai: "Membangun jaringan otoritas atau lembaga yang bertanggung jawab untuk kebijakan persaingan untuk melayani sebagai forum untuk mendiskusikan dan mengkoordinasikan kebijakan persaingan."191

Tingkat pelaksanaan tindakan di atas dapat dianggap tinggi berdasarkan pembentukan dan kegiatan ASEAN Experts Group on Competition (AEGC). AEGC yang secara resmi didirikan pada tahun 2007, merupakan wadah ASEAN untuk mengembangkan hukum dan kebijakan persaingan. AEGC adalah badan resmi yang terdiri dari perwakilan dari semua AMS yang dicalonkan oleh Pemimpin Senior Economic Official Meeting (SEOM) dari masing-masing negara. AEGC didirikan dengan mandat untuk mengawasi hal-hal yang termasuk persaingan di ASEAN. Ini termasuk pencapaian tujuan terkait persaingan dalam Cetak Biru AEC. Pada Juni 2012, AEGC telah memiliki sembilan pertemuan sejak didirikan.

Kontribusi yang signifikan dari AEGC dapat dilihat dari kegiatannya yang dilakukan melalui lima kelompok kerja, yaitu:

a)pedoman regional kebijakan persaingan

b) buku tentang kebijakan dan hukum persaingandi ASEAN untuk bisnis

190

Cassey LEE, Op.Cit., h.23-24

c) capacity buiding

d)inti-kompetensi regional dalam kebijakan dan hukum persaingan e) strategi dan alat untuk advokasi kompetisi regional.

Tabel 3.2: AEGC Activities, 2008-2012

2008 2009 2010 2011 2012 Capacity Building 2 6 3 3 5 Policy Dialogue/Conferences/Outreach 1 4 4 1 Sesi Brainstorming 2

Pedoman ASEAN dalam

Kebijakan Persaingan

2 1

Buku Panduan tentang

Kebijakan Persaingan

1 1

Kompetensi dasar kawasan 2 2

Lainnya - Peletakan Yayasan, inventarisasi,

study visit

2 3

Total 5 16 11 6 7

Sumber : AEGC192

Tiga program utama AEGC adalah terbentuknya Regional Guideline, Regional Handbook, dan adanya kegiatan Capacity Building yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing negara AMS. Seperti yang telah diketahui, belum semua AMS memiliki lembaga persaingan dan undang-undang

192

persaingan. Keunikan dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam menyusun pendekatan untuk mewujudkan sebuah lembaga dan undang-undang persaingan pada tahun 2015 sebagai

supporting tools terbentuknya common market di wilayah ASEAN.

Tujuan utama dari kebijakan persaingan adalah untuk mendorong budaya persaingan yang sehat. Untuk mencapai hal ini, beberapa langkah strategis telah diletakkan pada Cetak Biru AEC dengan target pencapaian pada tahun 2015:

a. Upaya untuk memperkenalkan kebijakan persaingan di semua AMSS pada tahun 2015;

b. Membangun jaringan otoritas atau lembaga yang bertanggung jawab untuk kebijakan persaingan untuk melayani sebagai forum untuk mendiskusikan dan mengkoordinasikan kebijakan persaingan;

c. Mendorong kapasitas program pembangunan / kegiatan untuk AMSS dalam mengembangkan kebijakan persaingan nasional;

d. Mengembangkan pedoman regional tentang kebijakan persaingan pada tahun 2010, berdasarkan pengalaman negara dan praktik terbaik internasional dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan persaingan yang sehat.193

Pedoman/guidelines yang telah dibuat oleh AEGC tentunya tidaklah cukup untuk menemukan solusi permasalahan hukum persaingan usaha lintas batas negara di ASEAN nantinya, dikarenakan guidelines hanya mengatur terkait pedoman

193

pedoman saja namun tidak mengatur terkait implementasi untuk menyelesaikan masalah hukum persaingan usaha.

Maka dari itu diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi perbedaan dalam hukum persaingan usaha di ASEAN dalam rangka menghadapi AEC di tahun 2015. Salah satu solusi adalah berupa penerapan asas Comity dalam hukum persaingan usaha. Bentuk penerapan asas ini berupa pembuatan perjanjian multilateral antar negara anggota ASEAN.Isi dari perjanjian ini akan menerapkan

Positive dan Negative Comity. Dalam keberlakuan hukum dalam sebuah negara, di samping melakukan “pemujaan” terhadap hukum nasional, juga terdapat tempat bagi berlakunya hukum asing. Disinilah peran dan posisi asas Comity berlaku.194

Awal penggunaan asas Comity dipelopori oleh Ulrich Huber yang menjelaskan asas Comity : “The high authorities ofeach country offer each other hand”195

(kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memberikan usul terhadap negara lain) Ulrich Huber juga mengatakan:196 Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara tersebut; Semua orang/subjek hukum yang secara tetap/sementara berada dalam teritorial wilayah suatu negara yang berdaulat: (i) merupakan subjek hukum dari negara tersebut, dan (ii) Tunduk serta terikat pada hukum negara tersebut; Namun, berdasarkan prinsip comity, hukum yang berlaku di negara asalnya tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana

194

Gautama Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia (jilid I), Alumni, Bandung, 1979, h.172

195

Joel, R. Paul,The Transformation of International Comity,2008, h.23

196IrinaGetman Pavlova V,”The Concept of “Comity” In Ulrich Huber‟s Conflict Doctrine”, 2012,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberian pengakuan.

Penerapan asas Comity ini tentunya tidak akan membatasi tindakan dari pelaku usaha namun justru akan melindungi berbagai pihak yang berkepentingan di hukum persaingan usaha, antara lain : negara, pelaku usaha bahkan konsumen. Solusi ini akan lebih tepat dilaksanakan sambil menunggu adanya harmonisasi hukum persaingan usaha negara ASEAN, yang bukan perkara mudah mengingat adanya sepuluh negara dengan sistem hukum yang berbeda. Dengan menerapkan asas Comity, tentunya masalah perbedaan sistem hukum di negara ASEAN tidak lagi menjadi masalah yang artinya, negara ASEAN hanya perlu melakukan akseptasi dari perjanjian yang menerapkan asas Comity. Menerapkan asas ini cenderung akan memangkas waktu namun juga tidak mengurangi esensidari harmonisasi dan tujuan untuk menegakkan hukum persaingan usaha. Oleh karena itu menerapkan asas Comity dalam perjanjian multilateral merupakan solusi yang tepat menuju AEC 2015.197

197

Fikri Nur Setyansyah, “Penerapan Asas Comity di Hukum Persaingan Usaha Dalam Rangka ASEAN Economic Community”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2015,

Dokumen terkait