Selama proses peradangan, PCT diproduksi oleh dua alternatif mekanisme yaitu jalur langsung yang diinduksi oleh lipopolisakarida (LPS) atau metabolit toksik dari mikroba dan jalur tidak langsung yang diinduksi oleh berbagai macam mediator inflamasi seperti IL-6, Faktor nekrosis tumor-α (TNF-α), dll.
(Gambar 2)26
Gambar.2 produksi prokalsitonin saat terjadi peradangan dan pada kondisi normal. Sumber : Vijayan AL, vanimaya, Ravindran S, saikant R, etc.
Procalcitonin: a promising diagnosti marker for sepsis and antibiotic therapy.
Journal of Intensive Care .2017; 5:5126
Pada sebuah penelitian mengenai level serum PCT pada penyakit non infeksi didapatkan bahwa PCT meningkat secara progresif beriringan dengan tingkat kerusakan fungsi ginjal. Hal ini menunjukkan penurunan output urin akan menyebabkan menurunnya eliminasi PCT dari ginjal. Selain dikarenakan penurunan eliminasi filtrasi ginjal, terjadi peningkatan kadar PCT yang di produksi dari peripheral blood mononuclear cell (PBMC). TNF-α dan IL-1 diketahui merangsang produksi PCT dan juga PBMC untuk sintesis PCT.
PBMC dan sitokin proinflamasi seperti TNF- α dan interleukin IL-1 yang diaktifkan dianggap sebagai elemen kunci dari proses peradangan yang terjadi pada Chronic kidney disease (CKD) stadium awal, Renal Replacemen Therapy (RRT), dan atherosclerotic Cardiovascular Disease. Oleh karena TNF-a dan IL-1 terbukti menginduksi produksi PCT dan sintesis PCT dari PBMC, maka peningkatan sitokin proinflamasi yang diikuti oleh peningkatan pelepasan PCT dari PBMC aktif, dapat menjadi penghubung antara peradangan dan peningkatan kadar PCT pada penyakit non infeksi terutama CKD dan RRT. 8,27
Prokalsitonin merupakan marker infeksi bakterial yang banyak mendapat perhatian akhir-akhir ini. Ada banyak bukti penelitian yang mendukung manfaat prokalsitonin sebagai biomarker infeksi yang spesifik.
Prokalsitonin merupakan prehormon peptida dari kalsitonin yang dalam kondisi normal disekresikan oleh sel-sel-C kelenjar tiroid yang merespon hiperkalsemia atau sebagai hasil dari karsinoma tiroid medullar. Kondisi
seperti inflamasi terutama infeksi bakteri, sekresi prokalsitonin juga distimulasi oleh berbagai sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α. Produksi prokalsitonin diketahui mengalami penurunan pada infeksi virus kemungkinan disebabkan oleh peningkatan produksi interferon γ. Hal tersebut mengasumsikan prokalsitonin merupakan biomarker yang menjanjikan untuk diagnosis dan prognosis infeksi bakterial yang moderate dan berat serta petunjuk untuk pemberian terapi antibiotik.28
Gambar.3 Algorima PCT untuk pemberian antibiotik
Sumber : Sumber : Vijayan AL, vanimaya, Ravindran S, saikant R, etc.
Procalcitonin: a promising diagnosti marker for sepsis and antibiotic therapy.
Journal of Intensive Care .2017; 5:5126
Penelitian ashraf bakr dkk, tahun 2002 tentang produksi TNF-α dari sel mononuclear (MN) pada pasien SN menyebutkan ada korelasi positif antara produksi TNF-α dan tingkat proteinuria (r = 0,34, P = 0,013), hyperselularity mesangial (r = 0,42, P = 0,028), dan glomerulosklerosis (r = 0,46, P = 0,001). Dengan menggunakan kurva ROC, produksi TNF-α lebih besar atau sama dengan nilai cutt of 50 pg / ml dapat digunakan untuk memprediksi resistensi terhadap terapi steroid (prediktabilitas 93,2%).
Dengan melakukan analisis diskriminatif, produksi TNF-α Bisa digunakan untuk membedakan antara pasien dengan Steroid-Resistant (SR) MCNS, SR focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), dan SR diffuse mesangial proliferation (DMP) (prediktabilitas 100%). Dari penelitian ini disimpulkan, TNF-α dari PBMC mungkin terlibat dalam patogenesis proteinuria dan juga perubahan patologis yang terjadi pada SN29
Prokalsitonin memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan CRP dan LED sebagai marker biologi. Kadar normal prokalsitonin serum adalah <0.05 ng/mL. Kadar prokalsitonin dapat terdeteksi dalam 3-4 jam dan dalam 6-24 jam mencapai kadar tertinggi yang berarti lebih awal bila dibandingkan CRP dan LED. Peningkatan kadar prokalsitonin tidak terlihat pada kondisi inflamasi noninfeksi seperti polimialgia, inflamatory bowel disease, polyarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik, gout dan arteritis temporalis.28,30
Kadar prokalsitonin dapat meningkat sementara pada trauma berat seperti luka bakar berat atau bedah mayor. Beberapa terapi yang dapat menstimulasi sitokin seperti terapi antibodi sel-T, transfusi granulosit atau graft-versus-host. Banyak metode pemeriksaan telah dikembangkan untuk mengukur kadar prokalsitonin termasuk test cepat, semikuantitatif yang dapat memberikan hasil dalam waktu kurang atau 30 menit.30,31
Tabel.1 nilai rujukan kadar prokalsitonin dengan infeksi
Sumber : Chaudhury A, Sachin Sumant GL, Jayaprada R, Kalawat U, Ramana BV. Procalcitonin in sepsis and bacterial infections.J Clin Sci Res 2013;2:216-24.32
Studi sistematika review yang membandingkan PCT dan CRP sebagai marker infeksi bakterial didapatkan bahwa prokalsitonin lebih sensitif 0.88 (95% CI, 0.8-0.93) vs 0.75 (95% CI, 0.62-0.84), dan lebih spesifik 0.81 (95%
CI, 0.67-0.90) vs 0.67 (95% CI, 0.56-0.77), dibandingkan dengan CRP untuk
membedakan antara infeksi bakterial dengan inflamasi yang disebabkan oleh faktor noninfeksi. Nilai Q untuk marker prokalsitonin didapatkan lebih tinggi (0.82 vs 0.73) dibandingkan dengan CRP. Sensitivitas untuk membedakan infeksi bakterial dengan infeksi viral juga lebih tinggi pada prokalsitonin dengan nilai Q yang lebih tinggi (0.89 vs 0.83). Review ini menyimpulkan bahwa akurasi diagnostik PCT sebagai marker infeksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan CRP pada pasien-pasien rawat inap dengan kecurigaan infeksi bakteri.30
Penelitian terkait dengan prokalsitonin sebagai marker infeksi dan faktor resiko relaps pada SNSS masih sangat terbatas. Penelitian tentang peran prokalsitonin dalam membedakan relaps minimal change nephropathy (MCN) dengan poteinuria yang terjadi bersamaan dengan infeksi pada anak. Data kadar prokalsitonin pada pasien MCN yang difollow-up dikumpulkan secara retrospektif pada saat relaps (grup I), selama proteinuria yang disertai dengan infeksi (grup II) dan saat remisi (grup III). Hasil ketiga grup ini secara prospektif dibandingkan dengan pasien yang sehat secara nefrologi dan memiliki infeksi yang sama seperti grup II (grup IV) dan kontrol (grup V).
Perbedaan yang cukup signifikan pada kadar prokalsitonin didapatkan diantara pasien grup I, II dan IV dan dua grup lainnya. Proteinuria berkurang (93%) dengan pemberian antibiotik pada grup II. Perbedaan level PCT signifikan antara grup I dan II. Prokalsitonin memiliki diagnostik prediktif yang lebih tinggi bila dibandingkan CRP pada pasien grup I (relaps) namun sama
baiknya dengan CRP untuk diagnostik prediktif infeksi dan infeksi yang berhubungan dengan proteinuria. Sensitivitas dan spesifisitas pada relaps dan status terkait infeksi untuk prokalsitonin adalah 0.472 dan 0.628 secara berurutan dan untuk CRP adalah 0.183 dan 0.762 secara berurutan. Nilai cut-off optimal untuk memprediksi kambuh atau proteinuria yang disebabkan infeksi oleh uji ROC pada penelitian ini untuk PCT 0.385 dengan sensitivitas 96.2% spesifisitas 49.1% sedangkan untuk CRP 2.065 dengan sensitivitas 53.9% dan spesifisitas 34% menunjukkan bahwa prediktabilitas diagnostik PCT lebih tinggi daripada CRP pada pasien yang kambuh, namun kurang lebih sama untuk PCT dan CRP pada pasien dengan infeksi dan proteinuria terkait infeksi. Penelitian ini menyimpulkan PCT dan CRP dapat di gunakan untuk membedakan proteinuria yg terjadi bersamaan dengan infeksi dari relaps pada sindrom nefrotik.10