• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1.4 Proporsi Anak SD Kelas V-VI Berdasarkan Kebiasaan

Gambar 5.4 Diagram Lingkaran Distribusi Proporsi Anak SD Kelas V-VI Berdasarkan Kebiasaan Menggosok Gigi

Berdasarkan gambar 5.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan kebiasaan menggosok gigi, proporsi tertinggi adalah pada anak yang memiliki kebiasaan cukup yaitu 44,8%, pada anak yang memiliki kebiasaan kurang yaitu 28,9% dan proporsi yang terendah adalah anak yang memiliki kebiasaan baik yaitu 26,3%.

Menggosok gigi dengan cara yang baik dan benar juga mampu mengurangi plak di permukaan gigi sehingga dapat menurunkan angka kejadian karies gigi. Hal ini dilihat dari frekuensi, waktu dan teknik menggosok gigi (Andlaw, dkk, 1992). Waktu yang tepat untuk menggosok gigi adalah 2 menit.Para ahli berpendapat bahwa dalam menggosok gigi 2 kali sehari sudah cukup karena pembersihan sisa makanan kadang-kadang tidak sempurna dan ada

44,8%

28,9% 26,3%

Kebiasaan Menggosok Gigi

Cukup

Kurang

Baik Keterangan:

45

kemungkinan bahwa bila ada yang terlewat pada pagi hari, pada waktu malam hari dapat dibersihkan (ADA, 2016).

5.1.5 Distribusi Proporsi Anak SD Kelas V-VI Berdasarkan Penggunaan Pasta Gigi Yang Mengandung Fluor

Berdasarkan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor pada anak SD kelas V-VI di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan tahun 2016 diketahui bahwa semua anak (100%) menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor.

Secara teori ion fluoride sangat efektif dalam mempertahankan permukaan gigi terhadap serangan asam. Fluoride bekerja dengan 3 cara. Fluoride dapat memperlambat perkemangan lesi karies, meningkatkan ketahanan email terhadap asam dan meningkatkan proses remineralisasi. Akhirnya kadar fluor yang tinggi dapapt menghambat metabolisme bakteri. Dosis optimal untuk mencapai hasil yang baik sangat bervariasi. Penggunaan pasta gigi berfluor (1000 ppm) telah terbukti dapat mengurangi frekuensi karies walaupun tanpa bahan suplemen fluor lainnya (Tarigan, 2013).

Penggunaan fluor bukan hanya terdapat di pasta gigi saja, namun dapat diperoleh dari tablet fluor, fluoride buatan dalam air minum, obat kumur-kumur, dan dapat juga diperoleh dengan cara pengolesan topikal fluor yang dilkukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan. Kadar fluor juga penting dalam menurunkan kejadian karies. Kadar fluor yang diperlukan dalam pasta gigi untuk anak-anak adalah 500 ppm (Berg and Slayton, 2009).

46

5.1.6 Distribusi Proporsi Anak SD Kelas V-VI Berdasarkan Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik

Gambar 5.5 Diagram LingkaranDistribusi Proporsi Anak SD Kelas V-VI Berdasarkan Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik

Berdasarkan gambar 5.5 dapat dilihat bahwaberdasarkan kebiasaan makan makanan kariogenik proporsi tertinggi adalah kebiasaan sedang yaitu71,0%dan proporsi terendah adalah kebiasaan makan makanan kariogenik tinggi yaitu5,3%. Makanan kariogenik adalah makanan manis dan lengket yang dapat menyebabkan karies gigi seperti biskuit, permen, buah kering (manisan), minuman ringan, dan es krim. Makanan ini dapat menghasilkan penurunan pH yang sangat tajam, sekitar 4 (Frencken, dkk., 1999).

Anak-anak umur 9 tahun sudah mulai memilih makanan sendiri dan sudah memiliki makanan kesukaan sendiri seperti,pizza, es krim, kue basah dan kue kering (Allen, dkk., 2010). Makanan-makanan tersebut termasuk jenis makanan kariogenik. Anak yang berisiko karies tinggi sering mengonsumsi

71,0% 23,7%

5,3%

Kebiasaan Makan Makanan kariogenik

Sedang Rendah Tinggi Keteranga

47

makanan dan minuman manis diantara jam makan utama (Tinanoff, 2002). Penelitian Ludwig dan Bibby (1957) menunjukkan bahwa makanan dan minuman yang bersifat fermentasi karbohidrat lebih signifikan memproduksi asam, diikuti oleh demineralisasi email. Tidak semua karbohidrat benar-benar kariogenik. Karbohidrat kompleks seperti gandum relatif lebih tidak berbahaya karena tidak sempurna dihancurkan di dalam rongga mulut, tetapi molekul karbohidrat yang rendah dengan mudah bersatu dengan plak dan dimetabolisme secara cepat oleh bakteri (Nurhaliza, 2013).

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Karies Gigi

Gambar 5.6 Diagram Batang Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak SD Kelas V-VI

82,0 79,2 18,0 20,8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Perempuan Laki-laki P ro po rsi ( %)

Jenis Kelamin dengan Kejadian Karies Gigi

Karies Tidak Karies Keteranga

48

Berdasarkan gambar 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi karies lebih banyak terdapat pada anak berjenis kelamin perempuan yaitu 82,0% daripada anak berjenis kelamin laki-laki yaitu 79,2%. Proporsi tidak karies lebih banyak terdapat pada anak berjenis kelamin laki-laki yaitu 20,8% daripada anak berjenis kelamin perempuan yaitu 18,0%.Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,713 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian karies gigi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meishipada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011 yang menggunakan desain cross sectionalmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian karies gigi dengan nilaip = 0,255.

Anatomi gigi pada anak laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan pada gigi molar. Gigi anak perempuan lebih lama mengalami erupsi dibandingkan dengan gigi anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan lebih rentan terhadap karies. Karies gigi bukan terjadi karena satu faktor saja, tetapi dari beberapa faktor. Karies gigi tidak hanya dipengaruhi faktor host (gigi), substrat (makanan), agen (mikroorganisme) dan waktu. Karies juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti keturunan, ras, usia, makanan, vitamin, unsur kimia, saliva dan plak . Plak berhubungan dengan perkembangan karies gigi. Untuk mengontrol plak ada beberapa hal yang hal yang harus diperhatikan, yaitu pemilihan sikat gigi yang baik, cara menggosok gigi yang baik, frekuensi dan lamanya menggosok gigi serta penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor (Nurhaliza, 2015).

49

5.2.2 Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Kejadian Karies Gigi

Gambar 5.7 Diagram Batang Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak SD Kelas V-VI

Berdasarkan gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi karies tertinggi terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan cukup yaitu 100,0%, kemudian kebiasaan menggosok gigi kurang yaitu 97,0% dan terendah pada anak yang memiliki kebiasaan baik yaitu 70%. Proporsi anak yang tidak mengalami karies paling banyak terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan baik (70%), kemudian pada anak yang memiliki kebiasaan kurang (3,0%) dan paling sedikit terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan cukup (0,0%). Untuk kebiasaan menggosok gigi yang kurang jika dibandingkan dengan kebiasaan menggosok gigi yang baik menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p= 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi. Ratio prevalence kejadian karies gigi pada anak yang memiliki kebiasaan kurang jika dibandingkan dengan anak yang memiliki kebiasaan baik

97 100 30 3 0 70 0 20 40 60 80 100 120

Kurang Cukup Baik

P ro p o rs i (% )

Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Kejadian Karies Gigi

Karies Tidak Karies Keteranga

50

adalah 3,232 (95% CI= 1,865-5,602)

Untuk kebiasaan menggosok gigi yang kurang jika dibandingkan dengan kebiasaan menggosok gigi yang baik menggunakan uji uji chi square tidak layak dilakukan karena ada sel yang memiliki nilai expected-nya kurang dari lima ada 50% jumlah sel. Untuk itu uji alternatif yang dilakukan adalah Fisher’s Exact diperoleh nilai p= 0,393 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi kurang dengan kejadian karies gigi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho pada anak di SDN 02 Gumpang Kecamatan Kartasura, Sukoharjo pada tahun 2015 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi dengan nilai p = 0,001.

Dari hasil kuesioner peneliti melihat bahwa sebagian besar anak menggosok gigi setiap hari tetapi cara menggosok gigi yang salah, yaitu sebanyak 77,2%anak menggosok gigi dengan cara yang tidak tentu.Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan anak tidak mengerti teknik menggosok gigi yang benar dan waktu yang tepat untuk menggosok gigi, dan ada juga anak yang malas menggosok gigi sehingga anak yang memiliki kebiasaan cukup memiliki karies gigi yang tinggi.

Hasil penelitian pada anak SD kelas V-VI di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan menunjukkan bahwa 26,3% anak memiliki kebiasaan menggosok gigi kurang. Kebiasaan menggosok gigi kemungkinan dapat dipengaruhi oleh orang tua yang sudah sejak kecil mengajarkan anaknya untuk menggosok gigi. Penelitian yang dilakukan oleh Sariningrum (2009) pada anak

51

balita dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap orangtua dengan kejadian karies gigi pada anak dengan nilai p= 0,008.Guru sekolah juga memiliki peran untuk mengajarkan dan mengajak anak menggosok gigi setiap hari serta orangtua yang rutin mengajak anaknya untuk memeriksaan gigi ke dokter gigi/ puskesmas ada kemungkinan memiliki pengaruh kepada anak sehingga anak memiliki kebiasaan baik menggosok gigi. Penyuluhan kesehatan gigi sangat penting dilakukan di sekolah- sekolah oleh petugas kesehatan agar anak-anak sejak dini mengerti teknik dan waktu menggosok gigi yang baik dan benar sehingga menurunkan risiko untuk terjadinya karies gigi pada anak.

5.2.3 Hubungan Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi

Gambar 5.8 Diagram Batang Hubungan Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi

66,7 82,7 77,8 33,3 17,3 22,2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Tinggi Sedang Rendah

P

ro

po

rsi (

%)

Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi

Karies Tidak Karies Keteranga

52

Berdasarkan gambar 5.8 dapat dilihat bahwa proporsi kariespaling banyak terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogeniksedang yaitu 82,7%, kemudian kebiasaan makan makanan kariogenik rendah yaitu 77,8% dan yang paling sedikitterdapat pada anak yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik tinggi yaitu 66,7%. Pada anak yang tidak mengalami karies proporsi paling banyak terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik tinggi yaitu 33,3%, kemudian kebiasaan makan makanan kariogeni rendah yaitu 17,3% dan proporsi paling sedikit terdapat pada anak yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik sedangyaitu 17,3%.

Untuk kebiasaan makan makanan kariogenik yang tinggi jika dibandingkan dengan kebiasaan makan makanan kariogenik rendah menggunakan uji chi square tidak layak dilakukan karena ada sel yang memiliki nilai expectednya kurang dari lima ada 50% jumlah sel. Untuk itu uji alternatif yang dilakukan adalah Fisher’s Exact yangdiperoleh nilai p= 0,616 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi.

Untuk kebiasaan makan makanan kariogenik yang tinggi jika dibandingkan dengan kebiasaan makan makanan kariogenik sedang menggunakan uji chi square tidak layak dilakukan karena ada sel yang memiliki nilai expectednya kurang dari lima ada 50% jumlah sel. Untuk itu uji alternatif yang dilakukan adalah Fisher’s Exact yangdiperoleh nilai p= 0,806 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi.

53

Hasil penelitian tidak berhubungan karena faktor penyebab karies tidak hanya dilihat dari kebiasaan makan makanan kariogenik. Makanan kariogenik adalah makanan manis dan legket yang dapat menyebabkan karies gigi (Arisman, 2004). Makanan kariogenik yang paling banyak dikonsumsi anak SD kelas V-VI adalah eskrim (76,3%) yang dikonsumsi 1-3 kali seminggu dan yang dikonsumsi setiap hari paling banyak adalah pop ice. Makanan kariogenik sering sekali meninggalkan sisa di sela-sela gigi. Sisa Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email (Berg dan Slayton, 2009).

Faktor lain yang memungkinkan menyebabkan karies adalah saliva. Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap penyakit karies. Selain itu fungsi saliva juga sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Seseorang dengan sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali, misalnya karena aprialismus, terapi radiasi kanker ganas dan xerostomia, memiliki persentase karies gigi yang tinggi (Tarigan 2013).

Saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan penyakit karies gigi. Faktor- faktor yang memengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain laju aliran, saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva. Keadaan pH dan buffer saliva memengaruhi keberadaan karies di dalam rongga mulut. Semakin rendah pH saliva maka karies semakin tinggi (Kidd, 1991). Derajat keasaman (pH) saliva yang rendah (sekitar pH 5,5) mendukung pertumbuhan bakteri Streptococcus

54

mutans dan Lactobacillis dan dalam waktu yang lama akan melakukan demineralisasi email dan menyebabkan karies gigi (Nurhaliza, 2015).

Dokumen terkait