BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.1. Proporsi Kejadian Diare
Gambar 5.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.1. dapat dilihat bahwa proporsi yang terbesar yaitu kejadian diare sebesar 61,0 % dan proporsi terkecil tidak diare sebesar 39,0 %.
Diare adalah buang air besar dengan ditandai meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan konsistensi tinja yang lembek-cair dengan atau tanpa lendir dan darah selama 1 minggu.4
Penelitian yang dilakukan oleh Eka putri ramadhani dkk25 terhadap 135 bayi di Puskesmas Kuranji Padang menemukan kejadian diare sebanyak 56 bayi (41,5%).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tuti jatiningrum dkk26 terhadap 100 anak di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado, dijumpai anak mengalami diare sebanyak 50 anak (50,0%).
5.2. Analisis Bivariat
5.2.1. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.2. Diagram Batang Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 5.2. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada tingkat pendidikan Ibu yang rendah yaitu 80,6% dan terendah pada tingkat pendidikan tinggi yaitu 50,7 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada tingkat pendidikan ibu tinggi yaitu 49,3% dan terendah pada tingkat pendidikan rendah yaitu 19,4%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,003 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan Ibu
dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori tingkat pendidikan ibu tinggi dan rendah adalah 1,588 (95% CI=1,197– 2,107).
Kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan yang memiliki Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikan rendah memiliki
RP sebesar 1,588 dengan 95% CI (1,197–2,107). Artinya anak yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan rendah memiliki kemungkinan resiko 1,588 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan tinggi.
Dari hasil uji statistik dapat dilihat bahwa pendidikan orang tua terutama ibu sangat berpengaruh terhadap kesehatan anak. Sejalan dengan hasil penelitian Widya ayu permata (2011)27 yang mendapatkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi maka kejadian diare pada anak balita akan menjadi rendah, sedangkan pada ibu yang berpendidikan rendah maka kejadian diare akan menjadi tinggi.
Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.18
5.2.2. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.3. Diagram Batang Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.3. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok ibu yang bekerja yaitu 88,2% dan terendah pada ibu yang tidak bekerja yaitu 35,2 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada ibu yang tidak bekerja yaitu 64,8% dan terendah pada ibu yang bekerja yaitu 11,8%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori ibu yang bekerja dan tidak bekerja adalah 2,508 (95% CI=1,722-3,651). Artinya anak yang memiliki ibu yang bekerja memiliki kemungkinan resiko 2,508 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu yang tidak bekerja.
Hal ini sejalan dengan penelitian Setyanto (2006)28 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita umur 6-24 bulan di rawat inap di Puskesmas Wirosari I Kabupaten Grobongan dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu (p=0,024) dengan kejadian diare.
Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada anak. Pekerjaan orang tua, terutama ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Ibu yang baik dapat menjaga dan dan melakukan tugas tugas dirumah, memperhatikan perawatan anak baik makanan atau kesehatan, membina dan membimbing anak. Ibu yang bekerja biasanya kurang cepat memberikan penanganan terhadap anak yang sakit (diare) karena kesibukan dari pekerjaannya, dan waktu luang ibu untuk memeriksakan anaknya ke tenaga kesehatan juga tidak ada karena kesibukannya tersebut. Seorang ibu yang bekerja juga akan sedikit mempunyai kesempatan untuk memberikan ASI kepada anaknya dibanding dengan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya akan lupa memberikan ASI kepada anaknya sehingga anak tidak mendapat cukup ASI (gizi) yang dapat berdampak pada kesehatannya, sehingga tidak menutup kemungkinan anak tersebut akan mudah terkena diare.29
5.2.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.4. Diagram Batang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 5.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok ibu dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu 67,5% dan terendah pada ibu dengan tingkat pengetahuan baik yaitu 40,0 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada ibu tingkat pengetahuan baik yaitu 60,0% dan terendah pada ibu yang tingkat pengetahuan rendah yaitu 32,5%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,014 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori tingkat pengetahuan ibu baik dan kurang adalah 1,688 (95% CI=1,020– 2,792). Artinya anak yang memiliki ibu yang tingkat pengetahuan kurang memiliki
kemungkinan resiko 1,688 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu yang tingkat pengetahuan baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardi (2012)30 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada batita di wilayah kerja Puskesmas Baranglompo kecamatan Ujung Tanah Makassar dengan jumlah sampel 220 batita. Dari hasil penelitiannya diperoleh hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu (p=0,036) dengan kejadian diare pada batita.
Dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang diare, seorang ibu cenderung kesulitan untuk melindungi dan mencegah balitanya dari penularan diare. Pengetahuan yang rendah ini menyebabkan masyarakat mempunyai pandangan tersendiri dan berbeda terhadap penyakit diare. Pengetahuan yang rendah tentang ASI dan kolostrum juga menyebabkan ibu seringkali membuang ASI dan kolostrum karena dianggap tidak bermanfaat sehingga anak tidak mendapat ASI yang cukup.
5.2.4. Hubungan Umur dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.5. Diagram Batang Hubungan Umur dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 5.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok anak usia <18 bulan yaitu 66,7% dan terendah pada kelompok anak usia ≥18 bulan yaitu 54,2 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada anak berusia≥18 bulan yaitu 45,8% dan terendah pada anak usia <18 bulan yaitu 33,3%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,191 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Edy Marjuang (2012)31 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (p=0,440) antara umur dengan kejadian diare pada anak balita.
5.2.5. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.6. Diagram Batang Hubungan Jenis kelamin dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada anak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 66,0% dan terendah pada anak laki yaitu 56,9 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada anak laki-laki yaitu 43,1% dan terendah pada anak perempuan yaitu 34,0%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,344 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Asni olyfta (2010)32 tentang Analisis kejadian diare di pada anak balita di kelurahan tanjung sari medan selayang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (p=0,085) antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak balita.
5.2.6. Hubungan PMT dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.7. Diagram Batang Hubungan PMT dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
Berdasarkan gambar 5.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok pemberian PMT ≤6 bulan yaitu 80,5% dan terendah pada kelompok PMT >6 bulan yaitu 7,1 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada kelompok PMT >6 bulan yaitu 92,9% dan terendah pada kelompok PMT ≤6 bulan yaitu 19,5%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna pemberian PMT dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori pemberian PMT ≤6 bulan dan >6 bulan adalah 11,273 (95% CI=2,952–43,051). Artinya anak yang diberi PMT ≤6 bulan memiliki kemungkinan resiko 11,273 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang diberi PMT >6 bulan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Asmaini33 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas Kopelma Banda Aceh dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara usia pemberian MP-ASI (p=0,005) dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) saat ini kebanyakan diberikan pada saat usia dini. Selain adanya faktor pengetahuan ibu yang rendah, hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan pada masyarakat sehingga pemberian makanan tambahan dilakukan pada terlalu dini. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia penyebab utama kematian pada balita adalah diare, yaitu sebesar 25,2%. Salah satu faktor risikonya adalah pemberian MP-ASI dini.1
Pemberian susu formula makanan pendamping ASI cair dan yang diberikan pada bayi kurang dari 6 bulan cenderung dengan intensitas atau frekuensi yang sangat tinggi sehingga dapat membahayakan dan berakibat kurang baik pada anak, yang dampaknya adalah kerusakan pada usus bayi. Karena pada umur demikian usus belum siap mencerna dengan baik sehingga pertumbuhan berat badan bayi terganggu. Pemberian makanan tambahan terlalu dini dapat mengakibatkan bayi lebih sering menderita diare, mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak, dan produksi ASI Ibu menurun.34
Pemberian makanan pendamping selain ASI (MP-ASI) dapat mulai di lakukan setelah bayi berusia 6 bulan. MP-ASI dapat berupa bubur tim, sari buah, maupun biskuit. Pemberian MP-ASI baik jenis, porsi, dan frekuensinya tergantung dari usia dan kemampuan bayi.
5.2.7. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.8. Diagram Batang Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.8. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok pemberian imunisasi yang tidak lengkap yaitu 84,2% dan terendah pada kelompok imunisasi tidak lengkap yaitu 55,8 %. Sedangkan proporsi tidak diare tertinggi pada kelompok imunisasi lengkap yaitu 44,2% dan terendah pada kelompok imunisasi tidak lengkap yaitu 15,8%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,022 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori imunisasi lengkap dan tidak lengkap adalah 1,509 (95% CI=1,151–1,978). Artinya anak yang mendapat imunisasi tidak lengkap memiliki kemungkinan resiko 1,509 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap.
Hal ini sejalan dengan penelitian Hardi dkk (2012)30 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada batita di wilayah kerja Puskesmas Baranglompo kecamatan Ujung Tanah Makassar dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor imunisasi (p=0,038) dengan kejadian diare pada batita.
Imunisasi merupakan bagian dari pemantauan kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang optimal. Pencegahan penyakit infeksi salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi. Dengan imunisasi yang lengkap dan teratur akan timbul kekebalan spesifik yang mampu mencegah penularan, wabah, sakit berat, cacat atau kematian akibat penyakit-penyakit tersebut.35 Definisi imunisasi lengkap disini adalah anak sudah
mendapatkan imunisasi BCG, Polio 3 dosis, DPT 3 dosis, HepatitisB 3 dosis dan imunisasi campak sebelum umur 12 bulan. Setelah diimunisasi lengkap masih bisa tertular penyakit-penyakit tersebut, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya, dan jarang menularkan pada bayi-balita lain sehingga tidak terjadi wabah. Dengan pemberian imusisasi dasar secara lengkap diharapkan dapat memberikan kekebalan pada anak serta menurunkan angka kejadian penyakit seperti diare yang sering menyerang bayi dan balita.
5.2.8. Hubungan Pemberian ASI eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan.
Gambar 5.9. Diagram Batang Hubungan Pemberian ASI eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 5.9. di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diare tertinggi pada kelompok tidak ASI eksklusif yaitu 80,5% dan terendah pada kelompok diberikan ASI eksklusif yaitu 7,1%. Sedangkan proporsi tidak diare
tertinggi pada kelompok diberikan ASI eksklusif yaitu 92,9% dan terendah pada kelompok tidak ASI eksklusif yaitu 19,5%.
Berdasarkan hasil analisis statistik uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan. Ratio prevalence diare pada kategori pemberian ASI eksklusif dan tidak ASI eksklusif adalah 11,273 (95% CI=2,952–43,051). Artinya anak yang tidak ASI eksklusif memiliki kemungkinan resiko 11,273 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI eksklusif.
Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyuni dan Imelda (2013)6 mengenai hubungan pengetahuan, sikap ibu dan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Langsa kota, Desa Paya Bujuk Blang Pase tahun 2013 dengan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi dengan nilai p=0,002 (p<0.05).
Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan, kemudian setelah 6 bulan bayi dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai berumur dua tahun.10
Bayi yang baru lahir tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik seperti orang dewasa. Tubuh bayi belum mampu untuk melawan bakteri atau virus penyebab penyakit. Pada umumnya, tubuh bayi dilindungi oleh antibodi yang diterima melalui
air susu ibu. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula.2 Menurut Wahyuni,6 semakin banyaknya ibu yang mau memberikan ASI eksklusif pada bayinya menyebabkan semakin sedikit bayi yang mengalami kejadian diare. Penelitian lain juga menyimpulkan bila dalam dua bulan kehidupan bayi tidak mendapat ASI eksklusif, maka bayi beresiko meninggal 25 kali lebih besar akibat diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Distribusi proporsi berdasarkan karakteristik Ibu di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014 tertinggi yaitu umur <35 tahun (63,8%), tingkat pendidikan tinggi (65,7%), bekerja (63,8%), dan pengetahuan baik (70,5%).
6.1.2. Distribusi proporsi berdasarkan karakteristik Anak di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014 tertinggi yaitu umur <18 bulan (54,3%), jenis kelamin laki-laki (55,2%), PMT ≤6 bulan (73,3%), dan imunisasi lengkap (81,9%).
6.1.3. Distribusi proporsi berdasarkan Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014 tertinggi adalah tidak ASI eksklusif (73,3%)
6.1.4. Distribusi proporsi berdasarkan Kejadian Diare di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2014 tertinggi adalah anak yang mengalami diare (61,0%).
6.1.5. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan Ibu dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
6.1.6. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan Ibu dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
6.1.7. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan Ibu dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
6.1.8. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014
6.1.9. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan di Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014.
6.1.10. Untuk menghindari terjadinya diare pada anak, maka Ibu harus memberikan makanan tambahan (PMT) setelah bayi berusia > 6 bulan, memberikan imunisasi dasar lengkap, dan memberikan ASI secara eksklusif.
6.2. Saran
6.2.1 Bagi ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan harus memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan.
6.2.2. Disarankan kepada pihak Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan agar melakukan penyuluhan terhadap ibu untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif dan kolostrum, manfaat pemberian oralit dan zink untuk penanganan diare pada anak, akibat pemberian susu formula pada anak <6 bulan, pemberian imunisasi dasar
lengkap, dan pemberian makanan tambahan setelah bayi berusia 6 bulan untuk mencegah dan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare.
6.2.3. Bagi peneliti lain diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada anak usia 12-24 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
2. Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Tersedia dari URL: http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Diare_Final.pdf .
3. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan: Jakarta.
4. Depkes RI. 2013. Data dan Informasi Tahun 2013. Jakarta.
5. Dinas Kesehatan Kota. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan.
6. Wahyuni, S dan Imelda. 2013. Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa
Kota, Desa Paya Bujuk Blang Pase Tahun 2013. Skripsi.
7. Febri, Ayu bulan dan Marendra, Zulfito. 2008. Buku Pintar Menu Bayi.Jakarta Selatan : PT. Wahyu Media. Cetakan II.
8. IDAI. 2010. Indonesia Menyusui. Jakarta : Penerbit IDAI.
9. Suradi, Rulina. 2001. Spesifitas Biologis Air Susu Ibu. Sari Pediatri, Vol 3, No. 3 : 125-129.
10.Roesli, Utami. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex Komputindo.
11.Jannah, Nurul. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
12.LINKAGES. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja : Satu-satunya Sumber Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini. Diakses tanggal 16 Agustus 2006.
13.Maritalia, Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
14.Soetjiningsih. 1997. ASI: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
15.Depkes RI. 2007.ASI Eksklusif, Bayi Cerdas Ibu pun Sehat. Jakarta.
Website:
16.Saleh, Amal. 2011. Faktor-Faktor yang menghambat Praktik ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan tahun 2011. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
17.Novita, D. 2008. Hubungan Karakteristik Ibu, Faktor Pelayanan Kesehatan, Immediate Breastfeeding dan Pemberian Kolostrum dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok Tahun 2008.
Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
18.Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
19.Prasetyono, D. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif, Pengenalan Praktek dan Kemanfaatannya.Jogyakarta: Diva Press.
20.IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Jilid II. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. URL:
21.Widjaja. 2008. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.
22.Kemenkes RI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
23.Hidayat, aziz alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk kebidanan. Jakarta: salemba medika
24. Profil Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan. 2013. Medan
25.Putri, eka, dkk.2013.Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Skripsi.Unand.
UR
26.Jatiningrum,tuti dkk.2013.Hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare akut pada anak di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi.
UR 27.Permata,widya.2011. Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu
terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pondok Labu. skripsi.Universitas Pembangunan Nasional. UR 28.Setyanto.2006.Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
Kabupaten Grobongan di Kecamatan Blang Pidie Aceh Barat Daya.Skripsi.Universitas Muhammadiyah
Semarang.URL:http://digilib.unimus.ac.id
29.Pudjiadi, S.2000.Ilmu Gizi Klinis pada Anak. FKUI. Jakarta diakses:06-Februari-2008
30. Hardi,amin dkk.2012.Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada batita di Puskesmas Barang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Skripsi. Universitas
Hasanuddin.Makassar.URL:
31.Marjuang,edy.2012.Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul. Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan.
UR
32.Olyfta,asni.2010.Analisis kejadian diare di pada anak balita di kelurahan