• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 3. Prosedur analisis kimia 1 Kadar Air (Kusnandar et al 2011)

1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya.

2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.

3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:

Kadar air (%bk) = (berat awal – berat setelah pengeringan)x100% berat awal

41

2. Kadar Abu (Kusnandar et al.2011)

Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar abu adalah metode pengabuan kering. Metode ini dilakukan dengan cara mendestruksi pengabuan komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan terjadi. Sampel yang digunakan pada metode pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis. Suhu pengabuan yang dianggap aman dari kehilangan sejumlah mineral karena penguapan adalah 500˚C. Kadar abu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Abu = W2 – W0

--- W2 – W0

Keterangan: W2 = Berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

W0 = Berat cawan kosong (g)

W1 = Berat cawan dan sampel sebelum pengabuan (g)

3. Penetapan kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Kusnandar

et al.2011)

Contoh yang digunakan untuk analisis protein dapat berupa padatan atau cairan. Jumlah contoh yang digunakan sdikit (0,1-0,5 g) yang kira-kira akan membutuhkan 3-10 ml HCL 0,02 N pada saat titrasi. Contoh tersebut dimasukan kedalam labu Kjeldahl. Berturut-turut dimasukan juga sekitar 2 g K2SO4, 50 mg

HgO, 3-5 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih untuk mencegah terbentuknya

gelembung. Labu Kjeldahl tersebut kemudian didihkan di atas pemanas listrik selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Pembentukan cairan jernih menunjukan bahwa semua komponen organik yang terdapat didalam contoh sudah dihancurkan, dan nitrogen sudah terbebas. Setelah didinginkan, lalu ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Pada saat penambahan air harus hati-hati, karena larutan menjadi panas.

Setelah larutan dalam labu dingin kembali, larutan tersebut dituangkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas dengan air 5-6 kali dengan menambahkan air untuk memastikan bahwa tidak ada larutan hasil destruksi yang tertinggal. Pada alat destilasi di bawah kondensor kemudian dipasangkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml lautan H3BO3 dan 2 tetes indikator.

Tambahkan juga air untuk memastikan ujung dari alat destilator terendam larutan asam borat. Kemudian tambahkan 8-10 ml larutan NaOH ke dalam alat destilasi, lalu dilakukan proses destilasi sehingga tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer.

Destilat yang tertampung didalam erlenmeyer kemudian dititrasi di atas

mognetic stirrer dengan menggunakan larutan HCL 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Persen nitrogen pada contoh dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

%N = (ml HCL contoh – blangko) x Normalitas x 14,007 x 100) : mg contoh Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

%Protein = %N X F, dimana F = faktor konversi = 100/(%N dalam protein contoh.

4. Penetapan kadar lemak dengan metode Ekstraksi Soxhlet(Kusnandar

et al.2011)

Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisi kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik seperti heksana, petrolium eter, dan dietil eter. Prisip analisis yaitu lemak diekstrak menggunakan pelarut organik. Setelah pelarutnya diuapkan, lemak dari bahan dapat ditimbang dan dihitung presentasenya.

Prosedur kerja yaitu 5 mg sampel ditimbang dalam erlenmeyer. Kemudian kedalam erlenmeyer ditambahkan 45 ml aquades panas, 55 ml HCl 25%, dan batu didih. Erlenmeyer ditutup dengan gelas arloji kemudian didihkan secara perlahan- lahan selama 30 menit, dan diusahakan volume tetap terjaga. Gelas arloji dibilas dengan aquades sebanyak 100ml. Larutan disaring dengan kertas saring bebas lemak. Erlenmeyer dibilas dengan aquades 3 kali. Endapan dicuci dengan aquades

panas hingga bebas CI dengan cara mereaksikan air saringan dengan AgNO3

0,1M. Residu bersama kertas saringnya dikeringkan selama 16-18 jam pada suhu

100˚C - 105˚C

% Lemak = (Wc - Wa) x 100%

Wb

Wa : berat labu awal

Wb : berat sampel

5. Penetapan kadar karbohidrat dengan metode Karbohidrat by difference (Kusnandar et al.2011)

Di dalam tabel komposisi bahan pangan, kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total by difference, artinya kandungan tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan presentasi komponen lain (air, abu, lemak, dan protein). Bila hasil pengurangan ini dikurangi dengan persentasi serat, maka akan diperoleh kadar karbohidrat yang dapat dicerna.

6. Penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis (Kusnandar et al.2011)

Sebanyak 1 gram sampel dimasukan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0,1 M pH 6 dan dibuat menjdai suspensi kemudian

ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100˚C

selama 15 menit sambil sesekali diaduk.

Sampel diangkat dan didinginkan ditambahkan 20 ml air destilata. pH diatur 1,5 dengan menggunakan HCl. Selanjutnya ditambahkan 100 mg enzim pepsin. Erlenmayer ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang bersuhu

40˚C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml air destilata. pH diatur

menjadi 6,8 dengan NaOH lalu ditambahkan 100 mg pankreatin. Tutup

erlenmeyer dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40˚C

selama 60 menit. Kemudian pH diatur menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan

sampel disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas

1) dan ditambahkan 0,5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2x10 ml air destilata.

1) Residu

Cuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian

43

Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D1). Diabukan

pada suhu 550˚C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang (I1)

2) Filtrat

Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml

etanol 95% hangat (60˚c). Biarkan mengendap selama 1 jam. Disaring

dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambhakan 0,5 gram celite (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95%, 2x10 ml aseton. Dikeringkan pada

suhu 105˚C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah

didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D2). Diabukan pada

suhu 550˚C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang

(I2)

3) Blanko

Blanko diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Perhitungan :

% Serat tidak larut (IDF) = ((D1-I1-B1) x 100 %)/ berat sampel

% Serat larut (SDF) = ((D2-I2-B2) x 100 %)/ berat sampel

% Serat pangan (TDF) = %IDF + %SDF

Keterangan :

D = berat setelah pengeringan

I = berat setelah pengabuan

B = berat blanko bebas abu

7. Penetapan kadar kalium dan natrium dengan metode Spektrometri Serapan Atom (AAS) (Kusnandar et al.2011)

AAS dapat menganalisis mineral dengan sensitivitas tinggi bahkan sampai satuan ppm. AAS berprinsip pada penngukuran sinar yang diserap oleh atom dari unsur-unsur. Prinsip dalam metode ini adalah larutan sampel dari pengabuan basah atau pengabuan kering disebarkan dalam nyala api pada alat AAS, absorbansi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu. Perekasi yang dignakan pada analisis logam dengan metode AAS antara lain : HCl 6N, HCl 3N, dan HCl 0,3N, lantanum klorida 10% w/v, aquades mutu tinggi atau air bebas ion, kertas saring Whatman No.541 dan larutan standar. Larutan stok standar dibuat dengan cara menimbang sejumlah pereaksi. Untuk kalium, perekasi yang digunakan KCl (dikeringkan selama 2 jam pada suhu

105˚C) dengan berat pereaksi 0,476 g per 250 ml larutan. Untuk natrium, perekasi yang digunakan NaCl (dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105˚C) dengan berat

pereaksi 0,636 g per 250 ml larutan. Garam-garam tersebut dilarutkan dalam 25 ml HCl 3N kemudian diencerkan menjadi 250 ml dengan air.

Larutan standar dibuat dengan cara mengencerkan larutan stok standar dengan HCL 0,3N. Jika larutan standar diperoleh suplaier dalam bentuk jadi maka pengenceran dapat langsung dilakukan sesuai dengan konsentrasi yang sesuai dengan kisaran kerja masing-masing logam. Peralatan yang digunakan pada analisis dengan metode AAS antara lain instrumen AAS, alat-alat gelas khusus untuk analisis AAS dan neraca analitik.

Prosedur kerja analisis metode AAS yaitu sebanyak 5-6 ml HCl 6N ditambahkan ke cawan berisi abu. Cawan dipanaskan dengan hati-hatri diatas hot

plate dengan pemanasan rendah sampai kering.Ke dalam sampel ditambahkan 15 ml HCl 3N. Cawan dipanaskan diatas penangas sampai mulai mendidih. Sampel didingkan dan disaring melalui kertas saring, filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu takar yang sesuai. Sebanyak 10 ml HCl 3N dimasukkan ke dalam labu takar. Cawan dicuci dengan air paling sedikit 3 kali, air cucian disaring lalu dimasukkan k dalam labu takar. Labu didinginkan dan diencerkan sampai tanda batas dengan air. Blangko disiapkan dengan menggunakan sejumlahperekasi yang sama.

8. Penetapan kadar NaCl Metode Mohr (Kusnandar et al.2011)

Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi Argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat

tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat

ditentukan.Berdasarkan indikator yang dipergunakan untuk menentukan titik akhir, argentometri dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

a. Cara Mohr (1856) :indikator K2CrO4, titrant adalah AgNO3. Terutama untuk menentukan garam klorida dengan titrasi langsung atau menentukan garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku NaCl berlebih. pH harus diatur agar tidak terlalu asam maupun terlalu basa (berada diantara 6-10).

b. Cara Volhard : indikator Fe3+, titrant KSCN atau NH4SCN. Untuk menentukan garam perak dengan titrasi langsung, atau garm-garam klorida, bromide, iodide, tiosianat, dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku AgNO3 berlebih; juga untuk anion-anion lain yang lebih mudah larut dari AgSCN, tetapi dengan usaha khusus. pH harus cukup rendah, kira-kira 0,3 MH+ agar Fe3+ tidak terhidrolisa.

c. Cara Fajans : indicator adalah salah satu indicator adsorpsi menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+, titrant AgNO3; pH tergantung dari macam anion dan indikator yang dipakai.

Lampiran 4. Lembar uji organoleptik cupcake tepung komposit

Dokumen terkait