• Tidak ada hasil yang ditemukan

salinitas 15.000 ppm pada berbagai konsentrasi aditif

2. Prosedur Analisis Metil Ester

1. Bilangan Asam Biodiesel/Ester Akil (ASTM D-664)

Sebanyak 19 – 21 ± 0,05 g sampel ditimbang dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat, dititrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Dicatat volume titran yang dibutuhkan (V ml). Perhitungan : Angka asam (Aa) = m N x V x 56,1 mg KOH/g biodiesel dengan :

V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi, ml. N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol.

m = bobot contoh biodiesel ester alkil, g.

Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma).

2. Bilangan Penyabunan dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil (FBI A03- 03)

Sebanyak 4 – 5 ± 0,005 g sampel ditimbang dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Lalu ditambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan kosong secara alami. Kemudian dilakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis sampel. Labu erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan hingga sampel tersabunkan sempurna (biasanya membutuhkan waktu 1 jam). Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, maka diperpanjang waktu penyabunannya. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), dinding dalam kondensor dibilas dengan sejumlah kecil akuades. Kondensor dilepaskan dari labu dan ditambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan dititrasi isi labu dengan HCl 0,5 N hingga warna merah jambu persis sirna. Volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi dicatat.

Perhitungan

Angka penyabunan (As) = 56,1 (B-C)xN mg KOH/g biodiesel m

dengan :

B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko (ml). C = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh (ml). N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N.

m = bobot contoh biodiesel (ester alkil) (g).

Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma).

Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut : Kadar ester (%-b) = s ttl a s A G A A 18,29 ) ( 100 − − dengan :

As = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel. Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel. Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b.

3. Kadar Air dengan Metode Karl Fischer (AOAC 1995)

Alat Karl Fischer dinyalakan, lalu botol titrasi diisi dengan larutan solven. Larutan kemudian dinetralkan dengan larutan titran. Blanko dicari dengan cara menginjeksikan H2O ke dalam pipet microsyringe 50 µL. Sampel ditimbang dengan botol timbang dan dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet tetes. Sampel yang ditimbang tadi dimasukkan ke dalam gelas titrasi yang terdapat pada alat. Sampel dititrasi dengan larutan titran. Titrasi selesai apabila alarm alat berbunyi. Hasil titrasi dibaca di layar sehingga diperoleh kadar air sampel. Kadar air dalam sampel dapat dinyatakan dalam % atau ppm.

.

4. Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat (ASTM D-6584)

Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total, bebas, dan terikat dengan menggunakan metode iodometri-asam periodat. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh yang dianalisis, gliserol total setelah contoh disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih antara gliserol total dan gliserol bebas.

a. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Total

Sampel sebanyak 9,9 – 10,1 ± 0,01 g ditimbang dalam sebuah erlenmeyer lalu ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik. Erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester.

Sebanyak 91 ± 0,2 ml khloroform ditambahkan ke dalam labu takar 1 L dari sebuah buret. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat panas, dan isinya dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar yang berisi khloroform dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai pembilas. Labu takar ditutup rapat dan dikocok dengan kuat selama 30 – 60 detik, kemudian ditambahkan aquades sampai batas takar. Labu takar ditutup kembali dan dicampur isinya dengan cara dibolak-balik. Setelah itu, larutan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.

123

Larutan asam periodat dipipet masing-masing ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400-500 ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 50 ml aquades. Sebanyak 100 ml lapisan akuatik dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat kemudian dikocok perlahan agar tercampur sempurna. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka sebelum penggunaan harus disaring terlebih dahulu.

Setelah 30 menit, ditambahkan 3 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Blanko dilakukan tanpa penambahan lapisan akuatik, melainkan langsung ditambahkan larutan KI dan seterusnya.

b. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Bebas

Sebanyak 9,9 – 10,1 ± 0,01 g sampel ditimbang di dalam sebuah botol timbang. Contoh ini dibilas ke dalam sebuah labu takar 1 L dengan menggunakan 91 ± 0,2 ml khloroform yang diukur dengan buret, kemudian ditambahkan 500 ml aquades dan dikocok kuat selama 30 – 60 detik. Setelah itu, ditambahkan lagi aquades sampai tanda tera, dicampur dengan membolak-balik labu takar, dan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik terpisah sempurna.

Larutan asam periodat sebanyak 2 ml dipipet ke dalam masing-masing 2 – 3 gelas piala 400 – 500 ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 100 ml aquades. Lapisan akuatik 300 ml dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat, kemudian dikocok perlahan. Setelah itu, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka harus disaring terlebih dahulu sebelum penggunaan.

Setelah 30 menit, ditambahkan 2 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna iodium hampir hilang. Setelah itu, ditambahkan larutan indikator pati 2 ml dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Analisis blanko dilakukan dari penambahan 2 ml larutan KI dan seterusnya.

Keterangan :

Gttl = Gliserol total Gbbs = Gliserol bebas Gikt = Gliserol terikat

C = volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh B = volume natrium tiosulfat untuk blanko

N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat a

Dari prosedur = 9,9 – 10,1 ± 0,01 g b

Dari prosedur = 100 ml (untuk gliserol total) dan 300 ml (untuk gliserol bebas)

5. Bilangan Iod (AOCS Cd 1-25)

Sebanyak 0,13 – 0,15 ± 0,001 g sampel ditimbang dalam labu iodium. Ditambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida (atau 20 ml campuran 50 %-v sikloheksan – 50 %-v asam asetat) dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh larut sempurna ke dalam pelarut. Ditambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan kemudian labu ditutup. Kembali labu dikocok- putar agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera disimpan di tempat gelap bertemperatur 25 ± 5 oC selama 1 jam. Sesudah perioda penyimpanan usai, diambil kembali labu dan ditambahkan 20 ml larutan KI dan 150 ml akuades. Sambil selalu diaduk dengan baik, dititrasi isi labu dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru kompleks iodium – pati persis sirna. Volume titran yang dihabiskan untuk titrasi dicatat. Bersamaan dengan analisis di atas, dilakukan analisis blanko.

Perhitungan

Angka iodium contoh biodiesel dapat dihitung dengan rumus : Angka iodium, AI (%-b) = 12,69(B − C) x N

W dengan :

C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh (ml). B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko (ml). N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat.

W = bobot eksak contoh biodiesel yang ditimbang untuk analisis (g).

6. Densitas (SNI 01-2891-1992)

Pada tahap awal ditentukan bobot dari air destilata. Piknometer bersih dan kering diisi dengan air destilasi yang telah dididihkan dan didinginkan pada suhu 20 oC dan disimpan dalam water bath (penangas air) pada suhu konstan 25 oC selama 30 menit. Piknometer diangkat dan dikeringkan kemudian ditimbang. Bobot air ditentukan berdasarkan selisih bobot piknometer berisi air dan bobot piknometer kosong. Pada tahap kedua ditentukan bobot sampel. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer hingga meluap dan dipastikan tidak

125

terbentuk gelembung udara. Bagian luar piknometer dikeringkan dan kemudian ditempatkan piknometer dalam water bath pada suhu konstan 25 oC selama 30 menit. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan dan ditimbang. Bobot sampel dihitung dengan menghitung selisih bobot piknometer berisi contoh minyak atau lemak dan bobot piknometer kosong.

Perhitungan :

Densitas = (Bobot piknometer dan contoh) – (bobot piknometer kosong) Volume air pada 25 oC (ml)

7. Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 01-1904-1990)

Sampel yang telah diaduk ditimbang sebanyak 5 g di dalam erlenmeyer atau botol soxhlet. Ke dalam contoh dimasukkan 30 ml alkohol 95% dan 5 ml KOH 50% kemudian dididihkan di bawah pendingin tegak selama satu jam atau sampai semua minyak/lemak tersabunkan secara sempurna. Sabun yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ekstraksi kemudian dibilas dengan alkohol sampai batas 40 ml, lalu dibilas dengan air panas dan air dingin sampai volume seluruhnya 80 ml. Botol bekas penyabunan dicuci dengan sedikit petroleum eter dan dikembalikan ke dalam labu ekstraksi. Labu dan isinya didinginkan sampai suhu kamar (20-25 oC), lalu ditambahkan 50 ml petroleum eter. Labu ditutup kemudian dikocok selama 1 menit, sambil mengeluarkan gas yang terbentuk selama pengocokan. Selanjutnya labu didiamkan sampai terbentuk dua lapisan cairan. Lapisan petroleum eter dialirkan dan ditampung dalam corong pemisah 500 ml. Ekstraksi diulangi dengan petroleum eter sampai sedikitnya 6 kali sambil dikocok pada setiap kali ekstraksi.

Gabungan ekstraksi ini dicuci 3 kali di dalam corong pemisah masing-masing dengan 25 ml alkohol 10% sambil dikocok. Setelah pencucian, lapisan alkohol ini dibuang dengan hati-hati sehingga lapisan petroleum eter tidak ada yang terbuang. Ekstrak eter dipindahkan ke dalam gelas piala dan diuapkan sampai kering di atas penangas air. Pengeringan disempurnakan sampai mencapai bobot tetap, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Setelah penimbangan, residu ini dilarutkan dalam 50 ml alkohol 95% yang hangat (50 oC) dengan ditambah indikator pp. Campuran tersebut dititrasi degan larutan NaOH 0,02 N sampai tepat terbentuk warna merah jambu. Bobot asam lemak di dalam ekstrak sama dengan jumlah ml NaOH 0,02 x 0,056.

Fraksi tidak tersabunkan dalam contoh dihitung dengan rumus berikut : (BR – BA)

Fraksi tidak tersabunkan = x 100% B

BR = bobot residu (g) BA = bobot asam lemak (g) B = bobot contoh (g) 0,056 = BM NaOH/1000

Lampiran 3. Perhitungan Laju Alir ME Olein dan SO3