• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE PENELITIAN

3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kimia, fisika dan mikrobiologi. Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar abu tak larut asam, kadar sulfat, kekuatan gel, kadar protein dan TVBN. Analisis fisika yang dilakukan meliputi rendemen, ketebalan film, persentase pemanjangan dan kuat tarik film serta laju transmisi uap air film; sedangkan analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah TPC.

3.4.1 Rendemen

Analisis rendemen dilakukan dengan cara membandingkan berat tepung karaginan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen dihitung berdasarkan rumus :

Rendemen (%) = Berat karaginan kering

Berat rumput laut kering x 100%

3.4.2 Kadar air (Metode Gravimetri, AOAC 1995)

Sampel karaginan yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1-2 gram dalam botol timbangan yang telah bersih dan kering dan diketahui beratnya. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama waktu tertentu tergantung jenis bahannya. Untuk bahan-bahan yang relatif kering seperti biji-bijian, kedelai, kacang-kacangan memerlukan waktu 3-5 jam, sedangkan bahan-bahan basah memerlukan waktu 24 jam. Makin besar kandungan air dalam suatu bahan pangan makin lama waktu pemanasan yang diperlukan. Pengeringan dilakukan selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang; perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan yang dihitung dengan rumus :

Kadar air(%) = Berat awal − akhir

3.4.3 Kadar abu (Metode Gravimetri, AOAC 1995)

Analisis kadar abu dilakukan dengan cara memanaskan sampel hingga menjadi abu menggunakan muffle furnace. Pertama-tama, krus porselen dengan tutupnya dipijarkan dalam muffle furnace kemudian didinginkan dalam oven dan dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin. Krus yang telah dingin ditimbang untuk mengetahui berat krus kosong.

Sampel karaginan kering ditimbang dalam krus porselen yang telah diketahui beratnya (kira-kira 2 gram), selanjutnya dipanaskan di atas kompor listrik sehingga bahan menjadi arang. Kemudian dipijarkan dalam muffle suhu 600 oC selama  6 jam sampai menjadi abu berwarna keputih-putihan, biarkan

muffle sampai menunjukkan suhu kamar, kemudian baru dibuka tutupnya. Krus

didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven suhu 105 oC selalam 1 jam kemudian dimasukkan ke dalameksikator hingga dingin. Krus yang telah dingin selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (% db)= Berat abu (g)

Berat sampel kering (g) x 100%

3.4.4 Kadar abu tak larut asam (FMC 1977)

Karaginan yang telah diabukan kemudian didihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan kertas saring tidak berabu (kertas saring Whatman 42). Kertas saring diabukan seperti prosedur di atas lalu didinginkan dalam oven suhu 105 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam esikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar abu tak larut asam dihitung dengan rumus :

Kadar abu tak larut asam (%) = Berat abu

3.4.5 Kadar sulfat (AOAC 1995)

Karaginan sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Sebanyak 25 ml larutan H2O2 (1:10) ditambahkan dan direfluks selama 5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan yang diperoleh dipindahkan kedalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian ditambahkan 10 mL larutan BaCl2 (tetes demi tetes sambil diaduk) diatas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut :

Kadar Sulfat (%) =

P x BM SO4 BM BaSO4

Berat sampel x 100% P = berat endapan BaSO4 (garam)

3.4.6 Viskositas (FMC 1977)

Larutan karaginan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur hingga mencapai suhu 75 oC. Viskositas diukur menggunakan alat viscometer pada saat suhu larutan mencapai 75 oC. Pembacaan dilakukan setelah 1 menit putaran penuh untuk spindel no 1. Viskositas yang terukur mempunyai satuan poise (1 poise = 100 centipoise).

3.4.7 Kekuatan gel (FMC 1977)

Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama 2 jam. Gel dalam cetakan dimasukkan kedalam alat ukur (Rheoner RE-3305) sehingga plunger yang akan bersentuhan dengan gel berada ditengahnya. Plunger diaktifkan dan dilakukan pengamatan.

3.4.8 Ketebalan film (ASTM 1983)

Ketebalan film diukur dengan jangka sorong yang mampu mengukur ketebalan dengan ketelitian 0,001 mm. Ketebalan sebuah film diukur pada lima tempat yang berbeda. Dari lima tempat tersebut kemudian di rata-rata.

3.4.9 Kuat tarik dan persen pemanjangan (ASTM 1983)

Daya rentang dan persen pemanjangan diukur dengan Testing Machine MPY (tipe : PA-104-30, Ltd. Tokyo, Jepang). Daya rentang ditentukan berdasarkan beban maksimum dan persen pemanjangan dihitung pada saat film pecah atau sobek.

Kuat tarik kgf/cm2 = Gaya Luas 3.4.10 Laju transmisi uap air (ASTM 1967)

Laju transmisi uap air diukur dengan menggunakan water vapor

transmition rate tester bargerlahr metode cawan. Tutup cawan diletakkan

sedemikian rupa sehingga bagian yang beralur menghadap ke atas. Film diletakkan ke dalam tutup cawan, lalu cincin karet diletakkan untuk sealing ke dalam, ditutup hingga cincin tersebut menekan film.

Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g kemudian diletakkan dalam

humidity chamber, ditutup lalu kipas angin dijalankan. Cawan ditimbang tiap hari

pada jam yang sama dan ditentukan pertambahan berat cawan. Nilai laju transmisi uap air ditentukan dengan rumus :

WVTR g/m2/hari =g x 24 t x a 3.4.11 TPC (Fardiaz 1993)

Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Campuran diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Kemudian dilakukan prosedur serupa untuk pengenceran 10-3 dan seterusnya hingga

pengenceran 10-5. Agar steril dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut. Contoh diratakan di atas permukaan medium agar menggunakan batang gelas steril dan diinkubasi pada suhu 10 oC selama 5 hari. Jumlah koloni dihitung berdasarkan rumus :

Jumlah Koloni (kol/g) =Koloni yang terhitung x 1

Faktor Pengenceran

3.4.12 Kadar protein (AOAC 1995)

Pengujian kadar protein dilakukan dalam tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan pengujian kadar protein adalah sebagai berikut :

a. Destruksi

Labu diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 400 oC di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi kemudian didinginkan dan diencerkan dengan akuades secara perlahan hingga mencapai 100 ml.

b. Destilasi

Sebanyak 10 ml hasil dekstruksi dipipet dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. Tambahkan sampel hasil destruksi dengan 8-10 ml larutan NaOH kemudian lakukan destilasi sampai berwarna hijau kebiruan.

c. Titrasi

Titrasi hasil destilasi menggunakan larutan HCl 0,01 N hingga larutan berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :

Kadar protein (%) = Kadar N x 6,25

3.4.13 Derajat keasaman (pH) (AOAC 1995)

Pengukuran pH dilakukan menggunakan pHmeter digital. Sebelum digunakan, alat pHmeter dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu. Selanjutnya dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4 lalu dicelupkan pada buffer pH 7 dan dibiarkan sesaat hingga stabil.

3.4.14 TVBN (AOAC 1995)

Analisis TVBN dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 100 gram dan ditambah dengan 300 ml larutan TCA 7% kemudian dihaluskan. Larutan disaring dengan kertas saring hingga didapat filtrat jernih. Lakukan destilasi, destilat ditampung dengan 15 ml HCl 0,01 M. Tambahkan beberapa tetes indikator merah fenol ke dalam destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,01 M hingga berwarna merah muda.

3.4.15 Struktur mikroskopis menggunakan SEM (Toya et al. 1986)

Scanning electron microscope (SEM) merupakan mikroskop yang bekerja

dengan prinsip pancaran elektron diradiasi terhadap specimen. Sampel yang akan diuji menggunakan SEM harus dalam keadaan kering, bisa ditempel pada

specimen holder dengan ukuran 8 mm, bebas dari kotoran dan tidak berminyak. Specimen holder dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan

debu-debu pengotor kemudian sampel ditempelkan. Spesimen selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) dari emas-paladium (Au : 80% dan Pd : 20%) dengan menggunakan mesin ion sputter JFC-1100. Pemberian coating bertujuan agar sampel atau spesimen yang akan dipotret menggunakan SEM dapat menghantarkan listrik. Ketebalan coating adalah 400 Å. Spesimen yang telah dicoating dimasukkan ke dalam specimen chamber pada mesin SEM untuk dilakukan pemotretan.

3.4.16 Uji organoleptik (SNI 2006)

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji skoring menggunakan 30 orang panelis non standar. Pengujian dilakukan pada ruangan khusus organoleptik yaitu Laboratorium Organoleptik program studi THP IPB. Sampel yang akan diamati diberi kode sesuai dengan tabel kode contoh. Lembar pengujian skoring mengacu pada lembar penilaian sensori udang kupas rebus beku. Tiap panelis diminta untuk mengisi skor sampel yang diamati pada lembar yang tersedia. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan diurutkan dari besar ke kecil untuk selanjutnya diuji menggunakan uji Krusskal Wallis.

Dokumen terkait