• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.4 Prosedur analisis

3.4.1 Rendemen (Hadiwiyoto 1993)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung rumus:

3.4.2 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1982)

Uji organoleptik untuk sampel KPI lele dumbo afkir adalah uji skoring. Panelis adalah 30 orang mahasiswa S1 dan S2 program studi Teknologi Hasil Perairan IPB, yaitu dengan memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel yang lainnya. Parameter penilaian yang diujikan adalah bau. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 1.

Uji organoleptik untuk sampel bubur MP-ASI adalah uji skoring dengan panelis khusus, yaitu 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi (6-24 bulan). Panelis memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Parameter yang diujikan meliputi kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kelengketan dalam mulut, bau, rasa, dan kesukaan keseluruhan. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 2.

3.4.3 Daya serap air ( Beuchat 1977)

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan kedalam tabung sentrifus lalu ditambah dengan 10 mL akuades, kemudian diaduk dengan spatula dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifus pada 3.000 rpm selama 30 menit. Volume air bebas atau yang tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

3.4.4 Daya serap minyak (Beuchat 1977)

Sebanyak 1 g sampel dan 10 mL minyak nabati dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu diaduk dengan spatula selama 1 menit. Setelah didiamkan selama 30 menit, tabung disentrifus pada 3000 rpm selama 30 menit. Volume minyak yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

3.4.5 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992)

Sebanyak 10 g sampel diukur volumenya dengan gelas ukur 50 mL. Densitas kamba dinyatakan dalam g/mL.

( ⁄ )

3.4.6 Derajat putih (Faridah et al. 2006)

Nilai derajat putih diukur dengan menggunakan Whitenessmeter. Prinsip kerja alat ini, yaitu melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Sampel sebanyak ± 10 g dimasukkan ke dalam

tabung pada tempat yang telah disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor alat dan nilai yang tertera akan meningkat seiring dengan semakin tinggi derajat putih sampel. Sebagai standar digunakan bubuk BaSO4. Derajat putih dihitung menggunakan rumus:

3.4.7 Kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC lalu didinginkan didalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 105 oC selama 5 jam. Cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat kostan. Apabila belum didapatkan berat konstan, cawan porselin dipanaskan lagi ke dalam oven (105 oC) selama 30 menit. Penentuan kadar air menggunakan rumus:

3.4.8 Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan di atas kompor listrik hingga menjadi arang. Cawan porselin berisi sampel yang telah menjadi arang dimasukkan ke dalam muffle

dengan suhu 600 oC selama 6 jam sampai menjadi abu berwarna keputih-putihan,

muffle dibiarkan sampai menunjukkan suhu kamar, kemudian baru dibuka tutupnya. Cawan porselen didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven suhu 105 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga

dingin. Cawan porselen yang telah dingin selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan didalam oven (105 oC) kemudian ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Sebanyak 150 mL kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama delapan jam, apabila pelarut sudah terlihat jernih menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak kemudian dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak setelah itu dikeringkan dalam oven 105 oC selama 30 menit. Labu lemak kemudian ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus:

3.4.10 Kadar protein (AOAC 1995)

Pengujian kadar protein dilakukan melalui tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan pengujian kadar protein adalah sebagai berikut :

a. Destruksi

Sampel ditimbang sebanyak 1-5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambah dengan kjeldahl tab selenium dan 10 mL H2SO4. Labu diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 400 oC di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi kemudian didinginkan dan diencerkan dengan akuades secara perlahan hingga mencapai 100 mL.

b. Destilasi

Hasil dekstruksi dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Erlenmeyer 125 mL berisi 25 mL larutan H3BO3 (asam borat) dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil red 0,1% dalam alkohol dan 1 bagian

brown cresol green (BCG) 0,1% dalam alkohol) diletakkan sesaat sebelum destilasi dimulai. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. sampel hasil destruksi ditambahkan ke dalam larutan NaOH 8-10 mL kemudian dilakukan destilasi sampai berwarna hijau kebiruan.

c. Titrasi

Titrasi hasil destilasi menggunakan larutan HCl 0,01 N hingga larutan berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :

3.4.11 Kadar karbohidrat (by difference)

Kandungan karbohidrat dihitung dengan metode by difference dengan rumus:

3.4.12 Pengukuran nilai pH (AOAC 1995)

Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. pH meter selanjutnya dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer 7 dan dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 mL, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, dan nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.

3.4.13 Daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977)

Penentuan daya cerna protein in vitro menggunakan larutan multienzim (tripsin, kemotripsin dan peptidase) yang dilarutkan dalam air destilat. Larutan multienzim tersebut kemudian diletakkan di dalam ice bath dan diatur pHnya hingga mencapai pH 8,0 dengan penambahan HCl atau NaOH 0,1 N.

Sampel disuspensikan ke dalam air destilat hingga mencapai konsentrasi 6,25 mg protein/mL. Sebanyak 50 mL suspensi dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian diatur hingga mencapai pH 8 dengan menambahkan HCl atau NaOH 0,1 N. Sampel ditaruh dalam penangas air bersuhu 37 oC dan diaduk dengan

magnetic stirer selama 5 menit, ditambahkan 5 mL larutan multienzim (dicatat sebagai menit ke 0) ke dalam larutan suspensi protein sambil tetap diaduk, kemudian pH suspensi sampel dicatat pada menit ke-10. Daya cerna protein dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Y = daya cerna protein %

X = pH sampel pada menit ke-10

3.4.14 Komposisi asam amino (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam gelas piala 25 mL, kemudian ditambahkan HCl 6 N sebanyak 10 mL. Gelas piala dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100 oC. Sampel disaring dan diambil filtratnya. Filtrat ditambahkan 5 mL larutan pengering (metanol, picolotiocianat, trietilamin) kemudian dikeringkan. Larutan derivatisasi (metanol, Na-asetat, dan trietilamin) ditambahkan dan sampel didiamkan selama 20 menit. Larutan asetat 1 M sebanyak 200 mL ditambahkan dan sampel siap diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC sebagai berikut, temperatur pada suhu ruang kolom yang digunakan adalah pico tag 3,9 x 150 mm, kecepatan aliran 1,5 mL/menit, batas tekanan 3000 psi, program gradien, fase gerak asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M, dan detektor sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Keterangan FP = Faktor konversi

BM = Berat molekul

3.4.15 Total kalsium (Reitz et al. 1987)

Pengukuran total kalsium dilakukan menggunakan alat atomic absortion spechtrophotometer (AAS). Perlakuan pendahuluan dilakukan dengan pengabuan basah. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi dari larutan standar Ca dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8 ppm sehingga akan didapatkan suatu persamaan regresi (Y= ax + b) selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel.

Sampel sebanyak 1 g ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlemenyer 100 mL dan ditambahkan 5 mL HNO3, didiamkan selama satu jam pada suhu ruang dan dalam ruang asam dibiarkan semalaman. Larutan sampel kemudian ditambahkan 2-3 tetes HClO4 dan HNO3 pekat dengan perbandingan 2:1 sambil terus dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning muda dan larutan berwarna jernih. Sampel didinginkan lalu ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat, kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit agar sampel larut lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 mL.

Sampel hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42 kemudian diambil 1 mL dan diencerkan sampai 100 mL. Hasil pengenceran diambil 0,1 mL kemudian ditambahkan 4,9 mL akuades dan 0,05 mL larutan klorida. Sampel dicampur dengan alat vortex kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan dibaca nyala api atomasi AAS pada panjang gelombang 422,7 nm. Absorbansi yang terbaca kemudian dikonversi pada kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi kalsium sampel. Kandungan kalsium dalam sampel dihitung dengan rumus:

Keterangan FP = Faktor pengenceran

Dokumen terkait