• Tidak ada hasil yang ditemukan

salinitas 15.000 ppm pada berbagai konsentrasi aditif

4. Prosedur Analisis Surfaktan MES

1. Penentuan Bilangan Asam dan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui Titrasi Kationik (Epthon, 1948)

Surfaktan ditimbang 1 ± 0,0010 g dengan neraca analitik dalam gelas piala 100 ml. Ditambahkan 30 ml aquades ke dalam gelas piala, lalu larutan dipanaskan selama 7 – 10 menit dalam penangas sampai larut semua. Setelah larutan dingin lalu ditambahkan indikator phenoplthalein 1% (3 tetes), kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan faktor 1,0603 hingga berwarna merah muda atau pH 7. Volume penitaran dicatat sebagai perhitungan untuk menghitung bilangan asam. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Sementara itu, methylen blue dipipet sebanyak 3 ml dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam gelas ukur asah bertutup gelas 100 ml dan kemudian ditambahkan 5 ml sampel MES hasil pengenceran. Berikutnya, ditambahkan 10 ml kloroform hingga terlihat dua fasa. Campuran dititrasi menggunakan n-cetylpyridium chloride hingga terbentuk warna yang sama biru diantara dua fasa. Titrasi diakhiri dan volume n-cetylpyridium chloride dicatat sebagai volume (V) kationik.

Bilangan Asam dan Bahan Aktif dihitung dengan rumus berikut :

Bilangan Asam = A ml NaOH x faktor NaOH Bobot sampel

Bahan Aktif (%) = V kationik x faktor kationik x BM Surfaktan x 0,1 Bobot sampel x 4,95

2. Pengukuran pH (BSI, 1996)

Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (pH) surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Alat pH-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO2 yang memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai pH dibaca pada pH-meter, pembacaan dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO2. Pengukuran dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk kalibasi.

3. Analisa Warna (Metode Klett)

Sampel sekitar 5 g ditimbang dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 50% etanol sebanyak 9 kali bobot contoh (sekitar 45 ml) dan diaduk hingga larut. Dimasukkan larutan contoh dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada λ 420 nm. Sebagai blanko digunakan larutan standar 50% etanol.

Perhitungan :

4. Pengukuran Tegangan Antar Muka dengan Spinning Drop Interfacial Tensiometer

Pengukuran tegangan antarmuka dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air. Cara pengujian dilakukan dengan membuat larutan surfaktan pada konsentrasi tertentu dengan air formasi. Densitas larutan surfaktan dan minyak bumi diukur. Pengukuran tegangan antarmuka minyak-air dengan menggunakan Spinning Drop Interfacial Tensiometer dilakukan dengan memasukkan minyak bumi sebanyak 0,3 mikron dimasukkan dalam tube yang berisi larutan surfaktan. Kemudian tube dimasukkan dalam alat yang kecepatan putarnya disetting 9000 rpm pada suhu 70 oC, lalu diukur lebar droplet minyak yang terbentuk. Nilai tegangan antar muka dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini.

Y = ¼ ω2 D3∆p, dengan syarat : (L/D >= 4) Keterangan :

y = nilai tegangan antar muka (dyne/cm) ω = kecepatan angular (s-1)

D = radius droplet pada axis (cm)

∆p = perbedaan densitas fluida minyak dan larutan surfaktan (g.cm3)

5. Penentuan Viskositas (SNI 06-4558-1998)

Spindel dipasang ke viskometer, kemudian diturunkan perlahan sehingga spindel masuk ke dalam sampel. Jangan mengisi contoh secara berlebihan. Volume contoh sangat menentukan sistem kalibrasi. Untuk memperoleh contoh yang mewakili, ketinggian cairan harus segaris dengan batang spindel pada garis kira-kira 3,2 mm di atas bagian atas spindel yang meruncing. Viskometer Brookfield model RV, HA, HB dialankan pada 20 rpm, atau untuk model LV pada 12 rpm, dan diamati hasil pembacaan. Bila hasil pembacaan terletak diantara angka 2 dan angka 98 dilanjutkan pengujian. Dicatat tiga pembacaan setiap 60 detik dari setiap temperatur pengujian. Dilakukan prosedur yang sama untuk setiap temperatur pengujian yang diinginkan. Bila pada temperatur pengujian terendah, pembacaan masih diatas angka 98, dikurangi kecepatan spindel dan dilanjutkan pengujian. Bila pembacaan masih di atas angka 98, gunakan spindel lain yang lebih kecil dan diulangi pengujian. Faktor viskositas dikalikan dengan pembacaan viskometer Brookfield untuk mendapatkan viskositas dalam centipoise (cP). Selama pengukuran viskositas jangan mengubah kecepatan putaran spindel karena akan mengubah laju geser.

6. Bilangan Iod (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkankan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan diatas dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15 %. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan

129

Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak.

(B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan : B = ml Na2S2O3 blanko S = ml Na2S2O3 contoh N = normalitas Na2S2O3 G = bobot contoh

12,69 = bobot atom iod/10

7. Pengukuran Densitas Menggunakan Density Meter DMA 4500M

Alat dinyalakan dan dipastikan sel pengukuran dalam kondisi bersih dan kering. Suhu pengukuran diatur pada 70 oC, dan dilakukan kalibrasi. Larutan yang hendak diuji diinjeksikan ke dalam sel pengukuran dan dibiarkan selama beberapa saat hingga suhu 70 oC tercapai, lalu ditekan tombol pengukuran. Ditunggu beberapa saat hingga keluar nilai dan keterangan valid. Nilai yang muncul di layar dicatat.

8. Kestabilan Emulsi (modifikasi ASTM D 1436, 2000)

Stabilitas emulsi diukur antara air dan xylene. Xylene dan air dicampur dengan perbandingan 6 : 4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antar xylene dan air diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Lamanya pemisahan antar fasa sebelum ditambahkan surfaktan dibandingkan dengan sesudah ditambahkan surfaktan.

Penetapan stabilitas emulsi dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan persen pemisahan, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100.

(volume keseluruhan – volume pemisahan)

% stabilitas = x 100

Volume keseluruhan

9. FTIR (ASTM D2357-74)

Sebanyak 3 g sampel diteteskan di dalam pelet KBr pada kondisi ruang

kemudian diukur pada bilangan gelombang antara 400 – 4000 cm-1.