• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini memuat beberapa kesimpulan dan saran dari seluruh uraian yang telah dibuat pada bab-bab sebelumnya.

Tabel 1. Lama penggunaan battere tiap-tiap stasiun

Lokasi Pusung L Babadan Plawangan Maron Deles Selo

Seismograf RTS-PTS6 RTS-PTS3 RTS-PTS3 RTS-PTS3 RTS-PTS3 RTS-PTS3 Seismometer L4C 1Hz V L4C 1Hz H L4C 1Hz H L4C 1Hz V L4C 1Hz V L4C 1Hz V L4C 1Hz V L4C 1Hz V

AMP/ Gain AS110-72

AS110-72 AS110-72

AS110-72 AS110-72 AS110-72 AS110-72 AS110-72

Frekuensi VCO- DCR 1360 Hz 2040 Hz 2720 Hz 1700 Hz 2040 Hz 2380 Hz 2720 Hz 3060 Hz Frekuensi VHF- MHz 167.7555- 167.500 165.809 164.500 164.0093 163.6054 167.500 Battery Jumlah/ lama

4/ 3 bulan + solar 2/1 bulan 1/ 20 hari 2/ 35 hari 2/ 35 hari 1/3bulan + solar

Tabel 3. Tipe-tipe gempa Gunung Merapi yang digunakan sampai saat ini.

Tipe Ciri Frekuansi

Dominan (Hz) Keterangan Versi Shimozoru Versi Minakami

VTA Gelombang P dan S nampak jelas 5 – 8 Volcano tektonik hiposenter > 2,5 km dari puncak

Tidak tercatat

Tipe A

VTB Gelombang P nampak jelaas, Gelombang S tidak

5 – 8 Volcano tektonik hiposenter > 1,5 km dari puncak

Tipe B Tipe A dangkal

MP Kurang impulsive daripada VT, dengan amplitudo yang sama akan lebih panjang, peluruhan amplitude cepat terhadap jarak stasiun

3 – 4 Terkait dengan pertumbuhan kubah lava

Type 4 – many phase

LF Frekuensi rendah monokromatis seragam di semua stasiun, durasi pendek

1 – 2 Tipe B Tipe B

LHF LF yang diikuti VTB Hanya teramati aktivitas 1990

– 1992

Tidak Terekam

Kombinasi tipe B diikuti tipe A

Tremor Seperti LF dengan durasi panjang 1 – 2 Tremor

Guguran Durasi panjang 60 – 180 s 1 – 20 Berhubungan dengan kubah lava

Tipe 5, tipe 1,tipe 2

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Sejarah Singkat Monitoring Gunungapi Merapi

Gunungapi Merapi secara administratif terletak di antara empat kabupaten yaitu Kab. Magelang di sektor Barat, Kab. Boyolali di sektor Utara dan Timur, Kab. Klaten di sektor Tenggara dan Kotamadya Yogyakarta di sektor Selatan, adapun secara geografis berada di koordinat 7°32’30”S dan 110°26’30”E. Berdasarkan tataan tektoniknya, gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia menunjam di bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol vulkanisme di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. G. Merapi muncul di bagian selatan dari kelurusan dari jajaran gunungapi di Jawa Tengah mulai dari utara ke selatan yaitu Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi dengan arah N165°E. Kelurusan ini merupakan sebuah patahan yang berhubungan dengan retakan akibat aktivitas tektonik yang mendahului vulkanisme di Jawa Tengah. Aktivitas vulkanisme ini bergeser dari arah utara ke selatan, dimana G. Merapi muncul paling muda.

Progo

0 150 km

Gambar 2. 1. Peta lokasi G. Merapi yang terletak di Jawa Tengah (PVMBG, 2000)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Sebelum tahun 1920-an Indonesia belum serius mengintensifkan penelitian-penelitian terhadap gunungapi. Baru pada tahun 1982 Direktorat Vulkanologi bekerjasama dengan USGS (United States Geologycal Survey) telah memasang suatu jaringan seismik dengan Sistem Telemetri Radio (RTS). Dengan jaringan ini segala aktivitas letusan tahun 1984 sampai sekarang dapat diketahui dengan mudah. (Ratdomopurbo, 2000 ).

II. 2 Sensor Seismik

Dalam pemonitoringan gunungapi Merapi, BPPTK menggunakan banyak cara seperti pemantauan seismik, visual, dan geokimia. Untuk pemantauan seismik menggunakan seperangkat seismograf. Seismograf merupakan alat pencatat gempa yang pada dasarnya berfungsi untuk mencatat getaran gelombang gempa bumi. Pada prinsipnya seismograf merupakan alat yang peka terhadap getaran maka segala jenis getaran akan terekam. Hasil rekaman seismograf disebut seismogram.

Sensor seismik merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur pergerakan tanah ketika terjadi suatu guncangan/ getaran. Berdasarkan gerakan ini maka dapat dianalisa variabel-variabel fisikanya. Misalnya adalah variabel kinetiknya : perpindahan, kecepatan, dan percepatan.

Tidaklah mudah untuk mengukur pergerakan tanah dengan menggunakan sensor seismik (seismograf), kesulitan ini dapat diakibatkan karena;

1. Pengukuran dilakukan dengan obyek yang bergerak, di samping itu sensor juga bergerak terhadap tanah. Berdasarkan prisip inersia, maka dapat dianalisa percepatan tanah yang terjadi. Sedangkan nilai kecepatan dan perpindahan hanya dapat diperkirakan saja.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Berikut ini adalah gambar seismometer sederhana,

Gambar 2. 2(a) Prinsip inersia dari seismometer (Instrumentation in Earthquake Seismology, 2002)

Pada prinsipnya jika bumi bergetar, maka semua benda yang ada di atas bumi akan turut bergetar, sehingga jika pada suatu daerah akan dilakukan observasi terhadap gerak-gerak bumi maka tempat observasi tersebut harus diam (nisbi ) letaknya terhadap tempat di sekelilingnya.

Berdasarkan atas pengertian inilah alat seismograf yang akan mencatat getaran gempa mempunyai suatu bagian yang disebut ”massa stasioner” (massa diam) artinya meskipun tempat disekelilingnya bergetar maka bagian ini akan tetap diam.

Gerak relatif dari massa terhadap tanah kemudian disebut sebagai fungsi gerak tanah yang dicerminkan oleh resonansi yang dihasilkan oleh gerak pegas, sehingga frekuensi resonansinya dirumuskan sebagai;

(1) Dimana; k = konstantan pegas m = massa benda spring mass Measure of mass displacement damping m k

fo

p

2

1

=

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Sekarang ini sensor mekanik hanya dibuat berdasarkan frekuensi resonansi sekitar 1.0 Hz (short period sensor). Sensor dapat mengukur frekuensi yang lebih rendah didasarkan pada Force Balanced Accelerometer (BCA).

Gambar 2. 2(b) Prinsip sederhana dari Force Balanced Accelerometer (BCA) (Instrumentation in Earthquake Seismology, 2002)

Force Balanced Accelerometer (BCA) mempunyai feedback coil yang dapat memberikan gaya yang sama serta berlawanan dengan gaya inersia terhadap percepatan yang akan diukur.

Di dalam tranducer sendiri terdapat capasitor (C). Agar alat atau massa menjadi lebih stabil lagi maka terdapat suatu pegas yang berfungsi sebagai peredam (dumping). Getaran yang terjadi pada tanah dicatat sebagai suatu pergeseran relatif dari suatu titik (strain). Akibat pergeseran tanah yang ada maka timbul getaran dan getaran ini diubah menjadi pulsa listrik dengan adanya lilitan kawat. Lilitan kawat bekerja dengan prinsip induksi elektromagnetik. Pencatatan datanya dapat terjadi secara digital maupun analog. Kertas pencatatannya dengan menggunakan kertas foto atau dengan kertas biasa.

Getaran menyebabkan perubahan fluks magnenik. Ketika terjadi perubahan medan magnetik maka akan dapat diketahui nilai distribusi arus yang mengalir di dalamnya (hukum Ampere dalam bentuk diferensial).

spring

mass Volt out ~

acceleration Displacement tranducer R C Force coil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Curl B = µo j (1a)

(Dasar-dasar Fisika Universitas,1994) Dimana,

B = medan magnetik (Tesla) µo = permeabilitas magnetic j = rapat arus

kemudian fluks dari kerapatan arus dapat dinyatakan sebagi arus listrik. Dengan adanya faktor nilai hambatan (Ohm) maka dapat ditentukan keluaran seismometer yang berupa nilai voltase / tegangan keluaran.

Hukum Ohm;

V = I R (1b)

(Dasar-dasar Fisika Universitas,1994) Dimana,

V = tegangan (Volt) R = hambatan (ohm) I = arus listrik (A)

III.3 Jaringan Seismik Gunungapi Merapi

Monitoring gunungapi Merapi dilakukan dengan memantau melalui stasiun-stasiun yang tersebar di sekitar gunungapi Merapi. Sampai saat ini terdapat empat stasiun seismograf di Merapi, yaitu: di bukit Pusonglondon (PUS) ketinggian 2.625 m di atas permukaan laut (dpl), bukit plawangan (PLA) pada 1.276 m dpl, Deles (DEL) pada 1.487 m dpl dan di Klatakan (KLA) pada 1.918 m dpl. Stasiun-stasiun tadi tetap dipertahankan jumlahnya sebanyak empat buah yaitu syarat minimal untuk perhitungan pusat gempa (hiposenter). Sebelumnya terdapat stasiun di Gemer (GEM), di lereng barat pada ketinggian 1.318 m dpl, yang hilang karena terlanda awanpanas pada saat letusan bulan Juli 1998.

Seluruh data dari semua stasiun seismograf dipancarkan ke Yogyakarta dan dicatat dalam kertas seismogram maupun dalam komputer. Sistem seismograf

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

yang ada di gunung Merapi di bedakan menjadi dua yaitu unit lapangan dan unit penerima. Unit lapangan terdiri dari semua peralatan yang dipasang di lapangan yang terdiri dari sensor, amplifier, VCO dan pemancar.

Sensor seismograf (seismometer atau geophone) merupakan inti dari seismograf. Seismometer yang dipakai dari tipe elektromagnetik, sensor kecepatan, dengan massa 1 kilogram dan frekuensi 1 Hz. Setiap 1 mm/ detik nilai out put dari seismometer diatur sebesar 50 miliVolt, sebagai contoh apabila terdapat kecepatan gerak tanah sebesar 1 mm/s pada kabel keluaran akan terukur tegangan sebesar 50 mV. Besarnya tegangan keluaran tergantung dari gerak tanah. Karena pada umumnya getaran tanah sangat kecil, maka tegangan keluaran seismometer diperkuat dengan amplifier. Di gunungapi Merapi digunakan penguatan sinyal sebesar 72 dB (desibel), dengan kata lain penguatan sinyalnya mencapai 2000 x nilai sinyal awal. Sinyal yang telah diperkuat dimasukkan dalam VCO (pengubah tegangan ke frekuensi suara) sebelum dipancarkan dengan gelombang Very high Frequency (VHF) ke Yogyakarta. Pancaran menggunakan daya yang cukup rendah sekitar 100 miliWatt. Walaupun daya cukup rendah, karena jalur transmisi radio dari Merapi ke Yogyakarta terbuka maka tidak ada hambatan dalam pengiriman datanya. Transmisi data menggunakan transmisi analog, yang berarti bahwa transmitter beropersi secara terus menerus memancarkan gelombang radio yang membawa sinyal seismik.

Unit penerima dari seismograf terdiri dari radio penerima, demodulator dan rekorder. Dengan radio penerima, sinyal dari seismometer di lapangan dapat diterima rekorder. Dengan radio penerima, sinyal dari seismometer di lapangan dapat diterima berupa sinyal analog dan kemudian dengan demodulator sinyal tersebut dipisahkan dari sinyal pembawanya (carier) sehingga kemudian dapat dicatat dalam kertas seismogram, sinyal dari seismometer di lapangan juga dicatat dengan komputer PC lain dengan pencatatan menggunakan kertas seismogram.

Peranan pos pengamatan sangat diperlukan dalam mitigasi bencana letusan. Oleh karena itu pemantauan seismik dari pos diperlukan sehingga pengamat dapat setiap saat mengetahui kondisi aktivitas Merapi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

II. 4 Seismik

Pemantauan seismik Gunungapi Merapi dimulai pada tahun 1924 dengan adanya seismograf mekanik Wiechert yang dipasang di lereng Barat sekitar 9 km dari puncak untuk mengetahui peningkatan aktivitas menjelang erupsi Nopember 1930. Seismograf elektromagnetik mulai digunakan pada tahun 1969 yaitu menggunakan seismograf Hosaka yang menggunakan kabel agar dapat diletakkan di tempat-tempat yang lebih representatif.

Pada tahun 1982 terbentuk sebuah jaringan seismograf yang mengelilingi tubuh gunung yang terdiri atas tujuh stasiun sensor periode pendek. Sensor yang digunakan adalah produk dari Mark Product tipe L4C dengan faktor redam 0,8 dan konstanta tranduksi 50 mV/mm/s. Stasiun sensor menggunakan daya batere dengan pengisian solar panel. Sinyal dikirim ke BPPTK Yogjakarta dengan telemetri radio VHF. Di BPPTK sinyal ini kemudian direkam pada kertas seismogram rekorder VR-68 produk Sprengnether, dan juga disimpan dalam data digital menggunakan digitizer Guralp DM24 dengan laju cuplik 100 Hz. Seismogram kertas dianalisa secara rutin setiap harinya untuk mengetahui jumlah kegempaan, dan parameter-parameter gempanya sedangkan lokasi gempa dihitung dengan menggunakan sinyal digital untuk kemudahan pembacaan waktu.

(MERAPI, 2009). II. 5 Jaringan Seismik (instrumentasi)

Jaringan seismik gunung Merapi yang terdiri dari 6 stasiun seismograf yaitu Telemetri SPRENGNETHER, menggunakan frekuensi VHF dengan daya pancar sekitar 100 mWatt. Geophone yang digunakan adalah tipe L4C Mark- Product. Untuk pencatatan dilakukan di Yogyakarta yang berjarak sekitar 25-30 Km dari jaringan seismik Merapi.

Pencatatan menggunakan recorder drum VR-65 dengan kecepatan putar drum (kecepatan rekam) sebesar 120 mm/menit. Oleh karena kondisi lokal seismograf yang tidak sama maka beberapa seismograf mempunyai pembesaran elektronis yang berbeda. Termasuk di dalamnya tiga stasiun seismik dengan sistem Telemetri digital yang terletak di Juranggrawah, Pasar Bubar dan Labuhan. Di stasiun Labuhan digunakan seismometer Broadband (merupakan jenis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

seismograf yang bekerja pada bentangan frekuensi 0,0001 Hz – 1,0 Hz) merk Streckeisen tipe STS2, sedangkan dua lainnya digunakan seismometer periode pendek produk Mark tipe L43D. Akuisisi dan layout data seismik digital serta kuantifikasi sinyal gempa seperti RSAM dan SSAM menggunakan sistem Earthworm dan Swarm.

Gambar 2. 5. Skema Seismograf RTS Gunungapi Merapi (Ratdomopurbo, 1999) Keterangan :

S = Seismometer

AMP = Amplifier seismometer (AS- 110, Sprengnether)

VCO = Pengubah tegangan ke frekuensi (TC-10, Sprengnether)

T/R = Pemancar / penerima gelombang VHF (T.F/R.F, Monitron Corp.) DCR = Pengubah frekuensi ke tegangan (TC-20, Sprengnether)

TS = Sistem pewaktuan (TS-250, Sprengnether)

Vr = Perekam Analog (Kertas seismogram; VR-65, Sprengnether)

Sinyal seismik sebagai getaran tanah, oleh seismometer diubah menjadi sinyal tegangan pada kutub-kutub koil seismometer. Seismometer L4C seperti juga sensor seismik elektromagnetik lainnya merupakan sensor kecepatan, dalam arti bahwa out put dari seismometer berbanding langsung dengan kecepatan gerak tanah (bukan amplitudo gerak tanah). Dengan demikian hubungan antara out put seismometer dan amplitudo gerak tanah adalah fungsi frekuensi getaran tanah.

Unit lapangan S AMP VCO T Base stasion DCR VR T R

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Out put seimometer L4C yang dipakai dimodifikasi menurut standar USGS sebesar 50 mv/mm/s berarti jika terdapat kecepatan gerak tanah sebesar 1 mm/detik maka out put seismometer akan sebesar 50 mV.

Sinyal seismometer ini disuapkan pada amplifier seismometer AS-110 yang mempunyai perbesaran 72 dB. Melalui proses modulasi pada VCO TC-10 (5V/125Hz) sinyal diubah ke frekuensi suara dalam jangkauan 1000 sampai 3100 Hz. Frekuensi tersebut dipancarkan melalui transmitter dalam frekuensi VHF (160-170 MHz) dan diterima di kantor Yogyakarta.

Dengan diskriminator TC-20, sinyal frekuensi yang diterima dubah kembali menjadi sinyal tegangan lagi. Gabungan VCO, transmitter, receiver, dan diskriminator memperkecil sinyal dari amplifier seismometer AS-110 sebesar 1/5x. Out put dari diskiminator kemudian disuapkan ke VR-65 yang merupakan sistem pencatat seismogram dan amplifier galvanometer. VR-65 mempunyai sensitivitas yang diatur sebesar 50 mV/mm dan putaran seismogram sebesar 120 mm/menit (dapat diubah). Tanda waktu diperoleh dari sistem pewaktuan TS-250 dengan tanda menit (durasi 1 menit) dan tanda jam (durasi 2 detik). Untuk kaliberasi jam dipakai sinyal waktu WWVT (radio broadcasting receiver) pada gelombang 10 atau 15 MHz. Selain alat-alat yang dioperasikan, masih terdapat alat-alat cadangan seperti PTS3, PTS6, VCO, diskriminator. Untuk bagian yang tidak mempunyai cadangan (dari data tahun 1987) yaitu transmitter dan receiver. Dengan memakai sistem telemetri maka ketepatan waktu pada masing-masing seismogram bukan merupakan masalah lagi. Pengujian peralatan seismik dilakukan untuk menjaga perekaman data seismik dengan baik.

Dalam pengoperasian di lapangan menggunakan battery/ accu jenis 65AH-MF. Jika menggunakan battery lama penggunaan tiap-tiap stasiun tidak sama (lihat tabel 1). Dalam tabel ini juga terdapat daftar alat-alat seismograf telemetri di BPPTK sampai tahun 1987. Untuk model Babadan, Plawangan, dan Selo penggantian battery, dilakukan oleh petugas yang ada di pos-pos lokasi tersebut sedang untuk lokasi lainnya dikerjakan oleh petugas dari kantor BPPTK Yogyakarta. Penggantian battery bersamaan dengan dilakukannya kliberasi. (Ratdomopurbo, 2000).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

II. 6 Karakteristik dari stasiun seismograf

Sebagian besar stasiun seismik terletak di tanah yang cukup tebal, kecuali untuk stasiun Deles yang dipasang pada sebuah aliran lava. Terlihat bahwa frekuensi VCO-DCR di stasiun Deles lebih besar dibandingkan stasiun lainnya. Staiun Plawangan yang terletak diatas bukit Plawangan 6 Km arah selatan dari gunung Merapi yang strukturnya berupa lapisan basalt. Salah satu dari keistimewaan stasiun ini adalah ia memiliki amplikasi tanah hampir dua kali lebih besar dibanding stasiun yang lain.

Untuk menghitung besarnya amplikasi tanah dapat diukur menggunakan data teleseismik. Ada dua faktor yang mempengaruhi amplitudo yang teramati dalam seismograf yaitu instrumen dan amplikasi dari tanah:

Ao = Ar x G x Cg x Ci (2)

Dimana,

Ao = amplitudo yang terbaca pada seismograf Ar = amplitudo yang sebenarnya

G = nilai gain dari seismograf Cg = faktor amplikasi tanah Ci = faktor kalibrasi instrumen

Ci merupakan koreksi terhadap perbesaran elektronik, yang menyatakan besarnya penyimpangan perbesaran instrumen dari perbesaran referensi. Faktor Ci ini dihitung menggunakan generator portabel dengan frekuensi sinusoidal sebesar 5 Hz. Untuk mengkalibrasi stasiun dengan cara menyuapkan gelombang sinus 5 Hz amplitudo 250 µVpp pada input amplifier seismometer, kemudian membaca simpangan pada seismograf. Untuk kalibrasi di lapangan dipakai signal sebesar 250 µVpp ( 4 mm pada seismogram ), sedang untuk kalibrasi VR-65 dipakai signal sebesar 250 mVpp ( 5 mm pada seismogram VR-65 50 mV/mm ). Jika semua berfungsi baik amplitudo dari gelombang sinusoidal terukur dari 2 mm, 4 mm, puncak ke puncak dan faktor akan sama dengan 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Jadi semua faktor yang diperoleh dari instrumen, maka amplitudo sebuah gempa jauh di sebuah stasiun dengan stasiun yang lain adalah rasio Gt, seperti yang telah diketahui nilai G dan faktor kalibrasi Ci bisa dihitung maka besarnya nilai CG dapat dihitung untuk setiap stasiun.

Gt = G x Cg x Ci (3)

Ao = Ar x Gt (4)

Gambar 2.6(a) Peta stasiun-stasiun seismik Gunung Merapi. Stasiun transmisi analog ditandai dengan simbol silang, sedangkan stasiun transmisi digital ditandai dengan

simbol lingkaran. Tampak juga pos-pos pengamatan (MERAPI, 2009).

Pos pengamatan:

1. Pos Pengamatan Kaliurang (sisi selatan, 864 m dpl). Jarak dari puncak 6,0 km Posisi geografi 7o36,05’ LS & 110o25,48’ BT. Instrumen seismograf 1 komponen. Pengamat Gunungapi 3 (tiga) orang.

2. Pos Pengamatan Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Posisi geografi 7o31,57’ LS & 110o24,63’ BT. Instrumen seismograf 1 komponen, EDM, Infrasonic. Pengamat Gunungapi 3 (tiga) orang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3. Pos Pengamatan Krinjing (sisi barat daya), jarak dari puncak 6 km. Desa Krinjing, Kab. Magelang, Jawa Tengah . Pos ini cadangan apabila Pos PGA Babadan terancam bahaya, tidak ada Pengamat Gunungapi, tidak ada instrumen.

4. Pos Pengamatan Jrakah (sisi barat laut, 1.335 m dpl). Desa Jrakah, Kab. Boyolali. Posisi geografi 7o29,83’ LS & 110o27,29’ BT. Instrumen seismograf 1 komponen. Pengamat Gunungapi 3 (tiga) orang. Pos Pengamatan Selo (sisi utara, 1.760 m dpl). Desa Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah . Posisi geografi 7o29,94’ LS & 110o27,43’ BT. Instrumen seismograf 1 komponen. Pengamat Gunungapi 2 (dua) orang.

Jaringan seismik gunungapi Merapi bagi gempa-gempa jauh (teleseismik) dianggap sebagai suatu titik karena Ci dan G diketahui maka Cg (yaitu ukuran berapa besar lokasi seismograf meredam / menguatkan sinyal seismik) untuk tiap-tiap stasiun seismograf dapat dihitung dengan mengamati besarnya amplitudo terbaca untuk gempa-gempa teleseismik.

Tanpa memperhatikan perbesaran instrumen, ”ratio” perbesaran total (Rg), yaitu perbandingan besar Gt pada stasiun satu dan lainnya, dihitung dari perbandingan antara amplitudo gempa teleseismik terbaca pada setiap stasiun seismograf dibagi dengan amplitudo terbaca rata-rata. Ratio (Rg) ini dapat dipakai untuk melihat perbandingan perbesaran pada masing-masing stasiun seismograf. Contoh untuk melihat besar Rg, Cg dan posisi seismograf masing-masing stasiun.

Pada stasiun Plawangan untuk harga (Cg=2.3), cukup besar dibandingkan stasiun yang lainnya. Penyebabnya karena stasiun Plawangan terletak di bukit Plawangan yang dimana di bukit itu diduga berpengaruh menguatkan sinyal terhadap gempa-gempa yang sampai di Plawangan (amplifying effect). Dengan adanya amplifying effect ini maka jika ada gempa tektonik terasa di Plawangan belum tentu terasa di tempat lain dan sekitarnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Gambar 2. 6 (b) Peta distribusi instrument Gunungapi Merapi (Ratdomopurbo, 2000:195).

Tabel 2. Posisi stasiun ditentukan berdasarkanpeta topografi Gunung Merapi dan sekitarnya, (Ratdomopurbo, 2000)

Stasiun Seismograf Rg Cg Posisi terhadap Puncak Elevasi (m) Jarak Datar (m) Azimuth

Pusunglondon 1.04 0.87 0.89 75.6 o 2625

Deles 0.77 0.13 2.98 142.2o 1487

Plawangan 2.58 2.3 5.06 198o 1296

Klathakan 0.97 0.82 1.69 301.8o 1918

Stasiun DEL mempunyai faktor penguatan tanah (Cg) kecil maka perbesaran instrument seismografnya sendiri diperbesar 5 kali dari perbesaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

seismograf lainnya (referensi). Untuk menghitung magnitude dan energi gempa digunakan stasiun DEL, pengambilan referensi didasarkan lokasi DEL karena:

(a) Mempunyai tingkat gangguan (background noise level) sangat rendah karena terletak pada lava flow.

(b) Jaringan seismik Gunung Merapi letaknya tidak terlalu jauh atau pun dekat dengan puncak sehingga gempa dangkal/dalam, kurang lebih diperlakukan sama (Ratdomopurbo, 2000).

II.7 Klasifikasi Gempa Vulkanis Gunungapi Merapi

Berdasarkan data sinyal gempa dari jaringan stasiun seismik telemetri yang dipasang pada tahun 1982 yang diikuti dengan kejadian erupsi pada Juni 1984, diusulkan klasifikasi baru yang sampai sekarang masih digunakan dalam penentuan aktivitas Gunungapi Merapi. Berikut adalah rangkuman tentang tipe-tipe gempa vulkanis Gunungapi Merapi (tabel 3), dan contoh bentuk gelombangnya dalam seismogram digital (Gambar 2. 7).

Gambar 2. 7. Bentuk gelombang tipe-tipe Gunungapi Merapi hasil rekaman stasiun Pusunglondon (PUS) yang berjarak horisontal sekitar 1 Km dari kubah lava

(Ratdomopurbo, 2000)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Direktorat Vulkanologi menggunakan klasifikasi gempa vulkanik Minakami yang sudah dimodifikasi dengan penemuan-penemuan baru, gempa-gempa tersebut antara lain :

1. Gempa Vulkanik Type A (HF- deep)

Adalah gempa vulkanik yang mempunyai kedalaman lebih dari 2 km di bawah puncak gunung. Frekuensi dominan yang diamati seismogram kertas berkisar antara 5 – 8 Hz. Awalan dari gempa yang tajam dan jelas ini dibedakan dengan gempa lainnya adanya phase P dan S yang jelas.

2. Gempa vulkanik type B (HF – shallow)

Adalah gempa vulkanik frekuensi tinggi dengan kedalaman kurang dari dua Km di bawah kawah. Bentuk mirip dengan type A, hanya phase P dan S tidak dapat dibedakan. Stasiun Pusunglondon (PUS) paling dekat dengan puncak, pencatat gempa ini dengan amplitudo paling besar.

3. Gempa fase banyak (Multiphase)

Fase banyak dikemukakan oleh “Shimozuru” 1969 untuk menyebutkan gempa-gempa yang terjadi selama pertumbuhan kubah lava. Frekuensi antara 1.5 Hz. Dan digunakan sejak 1989, yang sebelumnya belum pernah terjadi. 4. Gempa frekuensi rendah (LF)

Adalah gempa frekuensi rendah yang bersumber dangkal, amplitudo yang tercatat paling besar di stasiun PUS. Frekuensi antara 1.5 Hz. Dan digunakan sejak 1989, yang sebelumnya belum pernah terjadi.

5. Gempa LHF

Gempa ini terdiri atas dua bagian, yang pertama berfrekuensi rendah dan yang beberapa titik kemudian disusul dengan bagian kedua yang berfrekuensi tinggi.

6. Tremor

Tremor Gunung Merapi mempunyai frekuensi 1 – 2 Hz. Durasi bervarasi dari orde beberapa menit sampai beberapa jam. Sehingga hanya dengan

Dokumen terkait