• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Prosedur Jual Beli Hak Atas Tanah

Berdasarkan PP nomor 24 tahun 1997 pasal 37 menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli , tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, hanya dapat didaftar dengan Akta yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ).

1 . Prosedur jual beli untuk tanah yang bersertipikat :

Syarat-syarat jual beli yang sudah memiliki sertipikat, antara lain :36

a) Penjual dan pembeli datang ke kantor PPAT, mereka masing-masing dapat diwakili oleh seorang kuasa.

b) Surat-surat yang harus diserahkan kepada PPAT yaitu : 1) Sertipikat tanah yang hendak dijual.

2) Surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa obyek tanah yang akan dijual tidak dalam keadaan sengketa kepemilikan atau tidak sedang dijaminkan karena sita pengadilan.

3) Surat tanda bukti pembayaran pendaftaran jual beli yang akan diadakan itu.

__________________________ 

36 Effendi Perangin, Op Cit, hal 13.

4) Setelah menerima surat-surat yang diperlukan, PPAT membuat akta jual beli dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

5) Pengecekan sertipikat di Kantor Pertanahan.

6) Akta jual beli berserta sertipikat dan warkah-warkahnya (KTP, KK, Surat Nikah) yang diperlukan untuk pembuatan akta itu, oleh PPAT segera diserahkan kepada Kantor Badan Pertanahan.

7) Setelah menerima dan memeriksa segala surat yang bersangkutan, selanjutnya pendaftaran jual beli itu dalam buku tanah yang bersangkutan dan pencoretan nama penjual dan pencantuman nama pembeli dalam sertipikat.

2 Prosedur jual beli untuk tanah yang belum bersertipikat

Syarat-syarat jual beli yang belum memiliki sertipikat, antara lain :37

a) Penjual dan pembeli datang ke kantor PPAT , mereka masing-masing dapat diwakili oleh seorang kuasa.

b) Surat-surat yang harus diserahkan kepada PPAT yaitu :

1) Surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa hak atas tanah itu belum mempunyai sertipikat, bahwa obyek tanah yang akan dijual tidak dalam keadaan sengketa kepemilikan atau tidak sedang dijaminkan karena sita pengadilan.

2) Selain surat keterangan atau pernyataan tersebut perlu diserahkan juga surat bukti hak milik (biasanya petuk pajak bumi, letter C, girik) dan keterangan Kepala Desa yang membenarkan surat bukti hak itu, yang dikuatkan oleh Camat.

3) Surat pernyataan penguasaan fisik sporadik yang dibuat oleh yang bersangkutan dengan dihadiri oleh dua orang saksi dan pegawai Kelurahan dan ketahui oleh Kepala Desa.

4) Setelah menerima surat-surat tersebut, maka dapat dibuat akta jual belinya.

5) Saksi harus Kepala Desa dan seorang anggota pemerintahan desa dimana tanah itu terletak dan aktanya dibuat oleh PPAT Camat.

Dapat dikatakan bahwa untuk tanah yang belum bersertipikat ada tahap yang wajib dilengkapi dan diminta oleh kepala desa / kelurahan yaitu adanya surat keterangan asal usul tanah , berita acara hasil peninjauan lokasi, surat pernyataan tidak sengketa ________________________

37 Ibid, hal 21-23.

, surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT) dan peta atau denah lokasi tanah (Gambar Situasi), berdasarkan kelengkapan data administrasi tersebut dapatlah pihak pertanahan menerbitkan sertipikat hak atas tanah dan apabila data dokumen tidak terpenuhi atau tidak sesuai, maka camat selaku PPAT dapat menolaknya dengan alasan data belum lengkap.

 

D. Faktor Kesalahan Dari Terbitnya Sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 Diatas Tanah Pihak Lain Di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.

Penyebab faktor kesalahan terbitnya sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 Aek Ristop, kelurahan Hutatoruan VII, di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara yaitu :

1. Faktor Pejabat yang berwenang atas penerbitan sertipikat.

a) Kesalahan akibat kurang telitinya petugas pertanahan saat menjalankan mekanisme pengurusan sertipikat tanah.

Kekeliruan petugas ini disebabkan kurang menunjangnya data dasar yang dijadikan bahan acuan menetapkan kepemilikan tanah seseorang, peta dasar dan peta pendaftaran yang dijadikan acuan belum lengkap hingga akhirnya tanah yang sudah ada alas haknya dibuat lagi alas hak baru dan diterbitkan sertipikat baru, seperti dalam kasus terbitnya Hak Milik Nomor 1.022.

Timbulnya sertipikat ganda ini pada umumnya terjadi didaerah yang masih kosong dan belum ada bangunan dan dimana pada lokasi tersebut belum

ada peta-peta pendaftaran tanahnya. Untuk wilayah yang bersangkutan belum tersedia peta pendaftaran tanahnya.38

b) Kesalahan saat pengukuran.

Faktor kesalahan dalam penerbitan sertipikat diatas tanah pihak lain, adalah kesalahan saat pengukuran, petugas pertanahan tidak melakukan pengukuran tanah sesuai prosedur dan tidak dihadiri oleh pemilik tanah yang bersangkutan, karena yang paling tahu mengenai tanda batas tanah itu adalah pemilik tanah itu sendiri.

c) Ketidaktelitian dalam hal dokumentasi.

Adanya kesalahan dan ketidakhati-hatian yang disebabkan oleh karena kecerobohan, kesepakatan atau ketidak telitian dalam menerbitkan Sertipikat tanah dari aparat kelurahan, kecamatan dan petugas pendaftran tanah. Artinya aparat dan petugas kurang meneliti dengan seksama dokumen-dokumen yang ada, sedangkan dokumen-dokumen-dokumen-dokumen tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.

d) Adanya Administrasi yang tidak benar di Kelurahan.

Terjadinya karena adanya Surat bukti atau pengakuan hak yang dibuat oleh lurah, ternyata terbukti mengandung ketidakbenaran identitas pemilik tanah yang sebenarnya, dan kantor kelurahan menerbitkan alas baru sebagai dasar diterbitkannya sertipikat Hak Milik No.1.022/Hutatoruan VII.39

________________________

38 Hasil wawancara dengan Bapak Darmagalih Widihastha, Kabid Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Kantor Wilayah Medan, pada tanggal 18 Juli 2014.

39 Ibid.

2. Faktor Itikad tidak baik dari pemohon

Adanya kesengajaan dari pemohon menunjukkan batas yang bukan menjadi haknya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan pemilik tanah yang sebenarnya tidak pernah merasa menjual tanah tersebut. Dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional hanya melakukan pengukuran berdasarkan penunjukan batas yang ditunjuk oleh pemohon yaitu dimana letak dan batas-batas dengan tidak adanya persetujuan tetangga yang berbatasan dengan tanah tersebut.

3. Faktor Ketidakjelasan sejarah asal usul tanah.

 

     a) Peta Pendaftaran Belum terbentuk atau belum lengkap

Data yang dimiliki oleh ahli waris LH,HH dan RH yaitu Alas Hak (Liggerblad) Nomor 107a, Kampung Huta Nagodang, Negeri Hutabarat Partali, Ketjamatan Tarutung, yang telah dikeluarkan dahulu oleh Assisten Wedana/kepala kantor urusan sawah, Kabupaten Tapanuli Utara tertanggal 30 Desember 1959 dengan nomor 149/1959. Akan tetapi peta data tersebut tidak ada terdata pada kantor pertanahan Kabupaten Tarutung. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah. Disebabkan peta pendaftaran belum terbentuk pada kantor pertanahan atau belum lengkap.

b) Tanah Warisan yang dijual oleh pewaris tanpa sepengetahuan ahli waris.

Masalah penerbitan sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, diatas tanah warisan milik pihak lain. Latar belakang masalah tersebut adalah sengketa harta warisan yaitu oleh pemilik tanah sesudah meninggal sebagian para ahli waris lainnya telah menjual bagian

masing-masing dari harta warisannya kepada pihak lain (tidak diketahui oleh ahli waris lainnya), dan pihak pembeli telah melakukan pensertipikatan atas nama pembeli, dan kemudian saat para ahli waris lainnya hendak menjual tanah yang sama, ternyata diketahui tanah tersebut telah dijual sehingga mengakibatkan terjadinya sengketa hak atas tanah diatas tanah dengan letak obyek yang sama sampai dengan diterbitkannya sertipikat.

Kurang berfungsinya aparat pengawas pada kantor pertanahan sehingga memberikan peluang kepada para aparat bawahannya untuk bertindak menyelewengkan dalam arti tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai sumpah jabatannya.

Ketidaktelitian petugas di Kelurahan, di Kecamatan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara sehingga dalam menerbitkan sertipikat Hak Milik Nomor 1.022, dokumen-dokumen pemohon yang menjadi dasar bagi penerbitan sertipikat tidak diuraikan dengan teliti dan seksama yang mungkin saja dokumen-dokumen tersebut belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.40

Masih adanya oknum-oknum yang berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi sehingga tidak dilaksanakannya undang-undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya secara konsekuen dan bertanggungjawab yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Sertipikat palsu atas tanah dapat terjadi didalam wujudnya yang sama

_______________________________

Op.Cit .

fisik sertipikat tersebut asli sejak awalnya, namun isinya atau data-datanya yang didalamnya tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya atau rekayasa. Dari adanya jual beli yang dilakukan dihadapan Camat selaku PPAT yang dokumen-dokumennya juga direkayasa atau keterangan palsu dari penjual atau penghadap, sehingga akta tersebut dapat dinyatakan dibatalkan oleh pengadilan atau dinyatakan palsu berdasarkan isinya. Jika ternyata terbukti dibuat atas dasar keterangan atau dokumen palsu dari para pihak / penghadap Notaris/PPAT tersebut.

E. Kepastian Hukum Pendaftaran Tanah.

Untuk mendapatkan kepastian hukum diperlukan perangkat hukum tertulis, lengkap, jelas dilaksanakan secara konsisten, hal tersebut dapat tercapai melalui pendaftaran tanah. Peraturan pendaftran tanah berlaku sejak dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah belum memberikan hasil yang memuaskan, dan pendaftran tanah diseluruh indonesia yang sampai saat ini masih ada sekitar 40 juta bidang tanah yang belum terdaftar dan merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah disamping kekurangan anggaran, alat dan tenaga serta keadaan obyek tanah-tanahnya sendiri.41

________________________________

41 Pidato Sambutan Bapak Hendarman Supanji, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, tanggal 23 Agustus 2013.

Menurut Zaidar, hal yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah disamping kekurangan anggaran, alat, tenaga. Selain sejumlah besar dan tersebar diwilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftran dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan.42

   

Dalam Pasal 19 UUPA juga mengatakan sertifikat itu adalah sebagai alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempermasalahkan tentang kebenaran sertifikat tanahnya dan jika dia dapat membuktikan ketidakbenaran dari hak atas tanah tersebut maka dapat dibatalkan oleh pengadilan dan kepala BPN dapat memerintahkan hal itu. Namun PP No 24 tahun 1997 pada pasal 24 juga harus di perhatikan bahwa telah menguasai dengan itikad baik sesuatu bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut dapat dilakukan pendaftaran tanah yang dikuasainya tersebut.43

Terhadap penerbitan sertipikat Hak Milik Nomor 1.022/ Hutatoruan VII, tanggal 20 Agustus 2013, yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan di Kabupaten Tapanuli Utara, maka dapat dikatakan dari hasil penelitian belum terwujudnya kepastiaan hukum di daerah tersebut yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti 44 1. Faktor Sejarah Kepemilikan Tanah.

Ketika mengkaji riwayat penerbitan sertipikat Hak Milik Nomor 1.022 ________________________

42 Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006 , hal, 162.

43 A.P. Perlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia Berdasarkan PP No.24 Tahun 1997, cetakan I, Bandung, Mandar Maju, 1994, Ibid. hal.14.

44 Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Opcit. hal. 178-181.

yang ditulis asal hak atas tanah didasarkan pada konversi pengakuan hak atas tanah Milik Adat. Berarti pihak petugas kantor Pertanahan tidak memeriksa status data tanah serta bukti-bukti yang dibawa pemohon dengan teliti saat si pemohon meminta pembuatan sertipikat. Maka dapat dikatakan prosedur pendaftaran tanah tidak dilaksanakan secara mekanisne. Pendaftaran tanah pertama kali meliputi 3 (tiga) bidang, dalam Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu pertama mendaftaran bidang fisik, kedua pendaftaran bidang yurisis dan ketiga pendaftaran penerbitan dokumen tanda bukti hak. Kurangnya perhatian dan kesadaran pemilik tanah dalam hal pendaftaran tanah, masih sering diabaikan dan dianggap tidak menjadi penting sehingga saat ini. Pendaftaran tanah itu tidak dianggap sebagai kewajiban yang dapat memberikan manfaat bagi hak atas tanah.

Apalagi kepemilikannya semula adalah kepemilikan yang bersifat kolektif maka bukti hak tidak menjadi sangat perlu. Sehingga pada ketika itu masyarakat tidak mau mendaftarkan tanah. Dan bukti tanah selalu diabaikan sehingga kepentingan untuk kepastian hukum tidak terwujud dengan baik.

Kenyataan ini benar-benar sangat mempengaruhi kurangnya perhatian dan kesadaran dari pemilik tanah untuk mewujudkan kepastian akan miliknya, sehingga akan terjadi sekarang ini tanah-tanah di Indonesia lebih banyak tidak memiliki kepastian hukum karena lebih banyak belum terdaftar jadinya. Sekalipun memang pendaftaran tanah merupakan barang yang melekat di Indonesia, tetapi karena telah terjadi proses individualisasi yang terus menerus atas hak bersama,

maka sudah seharusnya pendaftaran tanah diterima di masyarakat demi melindungi akan haknya.45

2. Faktor Psikologi Masyarakat.

Masyarakat tidak memahami adanya suatu perbedaan yang berarti antara ada sertipikat dari tanahnya atau dengan tidak ada sertipikat atas tanahnya. Bahkan perlindungan yang diberikan Negara terhadap pemegang sertipikat hampir sama di mata masyarakat dengan yang tidak memiliki sertipikat. Realitas tidak adanya jaminan yang lebih dari Negara ini, melemahkan keinginan masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Orang hanya mau mendaftarkan tanah jika ada keinginan menggunakannya sebagai alat untuk mendapatkan modal dengan mengagunkannya ke lembaga perbankan sehingga makna sertipikat ini belum menjadi perhatian dan minat di hati masyarakat untuk segera mendaftarkannya. Dengan kata lain sertipikat belum menjadi pelindung bagi tanah masyarakat.

3. Faktor Kelemahan Aturan Pendaftaran Tanah.

Sampai saat ini, banyak masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara, kecamatan Tarutung yang tidak tahu tentang aturan pendaftaran tanah. Oleh karena itu secara material aturan pendaftaran tanah seharusnya diharapkan dapat mempercepat pendaftaran tanah terwujud di Negara ini. Tetapi yang ternyata malah bidang tanah terdaftar tidak banyak. Bila dilihat dari sejak adanya aturan tersebut dari ________________________

45 Hasil wawancara dengan Bapak M.Alwy, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Utara, pada tanggal 6 Juni 2014.

tahun 1960 hingga sekarang, banyaknya sengketa tanah yang beragam diseluruh pelosok tanah air hal ini belum bisa terselesaikan. Karena itu dapat dikatakan tidak dijumpai realitas perlindungan hukum atas aturan tersebut, bahkan isi aturan itu tidak dapat dipertahankan untuk memberikan alat bagi pencapaian target terwujudnya sertipikat hak atas tanah di Indonesia.

4. Faktor Pelaksana dan Pelaksanaan.

Masih banyak keluhan masyarakat pada pelaksanaan dari pendaftaran tanah.

Akibat pelaksanaan dianggap tidak tegas, kabur (gelap) dan berbelit-belit. Dan bahkan terjadi lagi beda tafsir dalam melakukan pekerjaannya. Tentu jika ini muncul sudah pasti akan tidak terdorong lagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Masyarakat merasa susah, merasa terbebani dan belum tentu banyak manfaat dari adanya pendaftaran tanah.

Perlakuan dari pelaksana pendaftaran yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik, menjadi faktor tidak terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat. Artinya apa yang dikerjakan oleh Aparat-aparat Negara dalam mendaftar tanah ini dianggap tidak benar secara hukum, sebab mereka yang mau mendaftar kurang mengerti apa isi pendaftaran dan manfaat setelah adanya sertipikat tanah tersebut. Dan ini sebenarnya harus dijelaskan oleh pelaksana pendaftaran tersebut, agar sertipikat tersebut bermakna bagi masyarakat.

5. Faktor Intervensi Undang-Undang Perpajakan (BPHTB dan Biaya Lain).

Sekarang bagi yang ingin mendaftarkan tanah, sudah mengeluh terlebih dahulu, karena dipikirannya mendaftarkan tanah adalah mengeluarkan uang yang

mahal. Pada hal sebenarnya jika dijalankan dengan benar biaya pendaftaran tanah adalah relatif sangat murah. Di samping harus memenuhi biaya pemohon yang ditetapkan aturan pendaftaran tanah masih ada juga biaya-biaya lain atas perintah undang-undang yang tidak dapat diabaikan. Seperti Undang-Undang BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan) yang mewajibkan jika terjadi peralihan dan perolehan hak atas tanah. Semua biaya yang dibebankan dari ketentuan aturan pendaftaran tanah itu sendiri menjadikan orang enggan mendaftarkan tanahnya. Apalagi kejadiannya di daerah pedesaan dan kecamatan.

Keadaan ini menandakan ketidakpastian hukum bagi tanah masyarakat.

Maka harus menjadi perhatian pemerintah agar segera mensosialisasikan apa dan bagaimana pendaftaran tanah serta tujuan dilakukan pendaftaran. Bila dibiarkan akan mendorong tidak yakinnya lagi masyarakat atas bukti hak itu sendiri karena dianggap tidak dapat melindungi hak-hak tanah masyarakat. Apalagi bagi sebagian orang, sertipikat tanah masih dianggap hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu saja sehingga masyarakat masa bodoh atas pendaftaran tanah di Negara ini.

Faktor Dominan yang terjadi di Kecamatan Tarutung Hutatoruan VII yaitu pertama faktor Psikologi Masyarakat, karena masyarakat tersebut merasa tetap memiliki tanah tersebut walaupun tanah-tanah mereka belum terdaftar atau didaftarkan menjadi sertipikat. Tanah yang dimiliki dikecamatan Tarutung, Hutatoruan VII merupakan tanah warisan yang diperoleh secara turun temurun dan tetap masih dipertahankan sesuai adat dan kebiasaan setempat. Faktor yang kedua yang dihadapi di daerah tersebut masyarakat sebagian tidak tahu dan tidak mengerti

proses pendaftaran dan masalah tidak jelasnya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran tanah. Dan banyaknya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam syarat pendaftaran membuat masyarakat menunda mendaftarkan tanah-tanah mereka.

BAB III  

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK TANAH

  Dalam upaya memberikan perlindungan hukum dalam sistem pertanahan nasional, maka pendaftaran hak atas tanah merupakan suatu jalan agar penguasaan atas tanah memperoleh kepastian hukum berdasarkan asas publisitas, untuk itu dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria, ditegaskan bahwa salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Untuk itu penegakan hukum tanpa kepastian hukum akan sia-sia, tetapi dalam penegakan hukum harus memenuhi unsur-unsur disamping kepastian hukum yaitu kemanfaatan dan keadilan. Hal tersebut tidak salah jika didalam penegakan hukum tentang pertanahan dibuka suatu kemungkinan untuk melakukan gugatan terhadap suatu keputusan penerbitan hak atas tanah yaitu dengan diberlakukan sistem publikasi negatif, yang berdampak kepada dibatalkannya sertipikat Hak Milik Nomor 1.022/Hutatoruan VII .

Perlindungan hukum akan diberikan kepada pemilik tanah (LH,HH,RH) sepanjang jelas riwayat kepemilikan hak atas tanah, riwayat alas haknya, data yuridis dan data fisik telah terpenuhi, tentunya dapat dibuktikan melalui pengadilan.

A. Kepemilikan Hak Atas Tanah.

Berdasarkan Pasal 22 UUPA terjadinya hak milik adalah sebagai berikut:

(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan pemerintah;

(2) Selain menurut cara yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hak milik terjadi karena:

a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hak atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah yaitu hak atas tanah yang diproses melalui mekanisme pemberian hak atas tanah.

b. Ketentuan Undang-Undang.

Terjadinya hak milik menurut hukum adat dapat dilakukan dengan cara membuka tanah baru, seperti pembukaan tanah ulayat. Ketentuannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972 memberikan kewenangan kepada para Bupati/Walikotamadya (sekarang Kepala Kantor Pertanahan) dan Camat/Kepala Kecamatan untuk memberi keputusan mengenai permohonan izin membuka tanah.

Suatu hak milik atas tanah yang berasal dari konversi tanah bekas milik adat.

Tanah milik adat pada hakekatnya merupakan tanah hak, akan tetapi menurut hukum tanah nasional yang berlaku di Indonesia pada tanggal 24 September 1960 tanah milik adat dapat menjadi hak milik jika telah dikonversikan. Konversi adalah penyesuaian suatu tanah hak menurut hukum yang lama menjadi sesuatu hak atas tanah menurut hukum yang baru. Penyesuaian hak ini juga terjadi pada hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum Barat (Eigendom, Erfpacht, dan Opstal). Adapun

konversi hak-hak Barat tersebut dapat menjadi hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi UUPA . Pemilik hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Adapun Ciri kepemilikan hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atas tanah yang merupakan haknya.

Kepastian hukum data kepemilikan tanah akan dicapai apabila telah dilakukan Pendaftaran Tanah, karena tujuan Pendaftaran Tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Baik kepastian mengenai subyek tanahnya (yaitu apa haknya, siapa pemiliknya, ada / tidak beban diatasnya) dan kepastian mengenai obyeknya tanahnya, yaitu letaknya, batas-batasnya dan luasnya serta ada/ tidaknya bangunan / tanaman diatasnya.

Selain itu masih ada ketentuan Pasal 23, 32 dan 38 UUPA yang mengharuskan dilaksanakannya pendaftaran tanah oleh pemegang Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Keharusan bagi pemegang hak mendaftarkan tanahnya dimaksudkan agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam arti demi kepastian hukum bagi pemegang haknya. Oleh karena pendaftaran atas setiap peralihan, penghapusan dan pembebanannya, pendaftaran pertama kali atau karena konversi atau pembebanannya akan banyak menimbulkan komplikasi hukum jika tidak didaftarkan, apalagi pendaftaran tersebut merupakan bukti yang kuat bagi

pemegang haknya. 46

Dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, kepada yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997) hanya sertipikat hak atas tanah yang diakui secara hukum sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian

Dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, kepada yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997) hanya sertipikat hak atas tanah yang diakui secara hukum sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian

Dokumen terkait