waktu Pengujian 1 Pengujian 2 Pengujian 3
METODE PENELITIAN
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1Pembuatan ODF cetirizin HCl
Formula oral dissolving film pada penelitian ini diambil dari formula Mishra dan Amin(2009) yang memformulasikan ODF cetirizin hidroklorida menggunakan berbagai jenis flavoring agent, beragam konsentrasi pemanis tunggal maupun kombinasi sehingga rasa pahit cetirizin HCl dapat tertutupi dengan baik dan rasa sediaan menjadi acceptable.HPMC dengan beragam tingkat viskositas dan konsentrasi digunakan sebagai polimer pembentuk film dan melihat pengaruhnya terhadap waktu hancur film, laju disolusi, serta kapasitas pembentuk film.Formula terbaik dari hasil penelitian Mishra dan Amin kemudian digunakan oleh peneliti untuk dikembangkan lebih lanjut dengan mengkombinasikan polimer HPMC dan pektin dalam perbandingan tertentu.Penentuan konsentrasi perbandingan polimer menggunakan perangkat lunak Design-Expert® versi 7.1.5.
Formulasi ODF dibuat dengan menggunakan metode solvent casting.Dibuat larutan kental polimer pembentuk film, yaitu 400 mg HPMC/pektin dikembangkan di dalam 8 mL air suling selama 10 menit kemudian diaduk hingga terbentuk larutan kental lalu ditambahkan 112 mg PEG 400 (plastisizer), diaduk agar homogen.112 mg aspartam dan 84 mg sorbitol sebagai pemanis dilarutkan dalam 12 mL air suling kemudian ditambahkan 140 mg asam sitrat (saliva stimulating agent), dan 160 mg cetirizin hidroklorida sebagai bahan obat. Larutan diaduk hingga semua bahan terlarut dengan sempurna. Larutan dicampur ke dalam larutan kental polimer sambil diaduk kemudian ditambahkan 1 tetes essens nanas sebagai flavoring agent sekaligus coloring agent, diaduk agar homogen. Campuran kemudian didiamkan pada suhu ruang untuk menghilangkan
gelembung udara. Setelah gelembung udara tidak ada, film dituang ke dalam cetakan dengan ukuran 8x8 cm kemudian film dikeringkan pada lemari pengering selama 24 jam. Setelah kering film dikeluarkan dari cetakan dengan hati-hati kemudian dipotong dengan ukuran 2x2 cm sehingga tiap film mengandung 10 mg cetirizin hidroklorida (Mishra and Amin, 2009). Komposisi dari masing-masing formula dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1.Formula ODF cetirizin HCl
Bahan Formula F1 F2 F3 F4 F5 Cetirizin hidroklorida (mg) 160 160 160 160 160 HPMC (mg) 400 300 200 100 0 Pektin (mg) 0 100 200 300 400 PEG 400 (mg) 112 112 112 112 112 Aspartam(mg) 112 112 112 112 112 Sorbitol (mg) 84 84 84 84 84 Asam sitrat (mg) 140 140 140 140 140
Essens nanasberwarna kuning (mg) qs qs qs qs qs
Air suling (mL) 20 20 20 20 20
Keterangan :
F1 = Formula 1 menggunakan polimer HPMC tunggal (HPMC : pektin = 4 : 0) F2 = Formula 2 menggunakan polimer kombinasi (HPMC : pektin = 3 : 1) F3 = Formula 3 menggunakan polimer kombinasi (HPMC : pektin = 2 : 2) F4 = Formula 4 menggunakan polimer kombinasi (HPMC : pektin = 1 : 3) F5 = Formula 5 menggunakan polimer pektin tunggal (HPMC : pektin = 0 : 4) 3.3.2 Pembuatan pereaksi
3.3.2.1Air bebas CO2
Air dididihkan dalam beker glass selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin kemudian tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Ditjen, POM., 1995)
3.3.2.2 Larutan natrium hidroksida 0,2 N
Sebanyak 8 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air bebas CO2 secukupnya hingga 1.000mL (Ditjen, POM., 1995).
3.3.2.3 Larutan kalium dihidrogen fosfat0,2 M
Sebanyak 27,218 g kalium dihidrogen fosfat dilarutkan dalam air bebas CO2 dandiencerkan sampai 1.000 mL (Ditjen, POM., 1995).
3.3.2.4 Larutan dapar fosfat pH 6,8
Sebanyak 50 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dimasukkan kedalam labutentukur 200 mL, kemudian ditambahkan dengan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 22,4 mL lalu diencerkan dengan air bebas CO2 hingga 200 mL (Ditjen, POM., 1995).
3.3.3 Penentuan panjang gelombang serapan optimum dan penentuan linearitas kurva kalibrasi cetirizin HCl dalam larutan dapar fosfat pH 6,8
3.3.3.1 Pembuatan larutan induk bakuI
Sebanyak 20 mg cetirizin hidroklorida ditimbang secara seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian dilarutkan dengan dapar fosfat pH 6,8. Dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga garis tanda. Konsentrasi teoritis larutan induk baku I (LIB I) adalah 200 μg/mL.
3.3.3.2 Pembuatan larutan induk bakuII
Dipipet 10mL larutan induk baku I, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian dilarutkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8. Dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga garis tanda.Konsentrasi teoritis
larutan induk baku II (LIB II) adalah 20μg/mL.
3.3.3.3 Penentuan panjang gelombang serapan optimum cetirizin HCl dalam larutan dapar fosfat pH 6,8
Dipipet 15mL LIB II, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian dilarutkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8. Dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga garis tanda. Konsentrasi teoritis 12μg/mL.Diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm.
3.3.3.4 Penentuan linearitas kurva kalibrasi cetirizin HCl dalam larutan dapar fosfat pH 6,8
LIB II cetirizin hidrokloridadiambilberturut-turut sebanyak 7,5 mL; 11,25 mL; 15 mL; 18,75 mL dan 22,5 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian dilarutkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8. Dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga garis tandasehingga diperoleh konsentrasi teoritis masing-masing6 μg/mL, 9 μg/mL, 12 μg/mL,
15 μg/mL, dan 18 μg/mL. Serapan masing-masing larutandiukurmenggunakan
spektrofotometer UV padapanjang gelombang maksimum. 3.3.4 Evaluasi karakteristik ODF cetirizin HCl
3.3.4.1 Karakteristik organoleptik
Karakteristik organoleptik sediaan ODFcetirizin hidrokloridaditentukan melalui pengamatan secara visual meliputi homogenitas, warna, bau, tekstur dan rasaoleh 10 orang panelis (Kalyan and Bansal, 2012).
3.3.4.2 Bobot dan ketebalan film
Evaluasi bobot film dilakukan dengan menimbang satu per satu film yang dipilih secara acak sebanyak enam film setiap formula.Berat setiap film tidak boleh menyimpang secara signifikan dari bobot rata-rata (Galgatte, et al., 2013).
Evaluasi ketebalan film dilakukan dengan mengukur ketebalan film pada bagian tengah dan keempat sudutnya menggunakan mikrometer sekrup terhadap enam film setiap formula.Nilai rata-rata ketebalan film dihitung dan standar deviasi harus kurang dari 5% (Kalyan and Bansal, 2012).
3.3.4.3 pHsediaan
Sebuah film diletakkan dalam beker gelas, dilarutkan dengan 5 mL air suling.pH sediaan diukur menggunakan pH meter.Pengukuran dilakukan terhadap enam film setiap formula (Kalyan and Bansal, 2012).
3.3.4.4 Indeksmengembang
Sebuah film ditimbang dan dicatat bobotnya sebagai W0. Film dibiarkan mengembang di dalam 15 mL medium dapar fosfat pH 6,8 pada cawan petri selama 5 detik. ODF diambil dari cawan petri dan dihilangkan airnya dengan kertas saring, kemudian ditimbang.Perendaman diulang hingga diperoleh bobot konstan sebagai Wt. Indeks mengembang dihitung dengan persamaan berikut :
Indeks mengembang (%) = �� −�0
�0
� 100%
Keterangan,Wt : berat film pada waktu t W0 : berat film pada waktu 0
(Reddy and Ramanareddy, 2015) 3.3.4.5 Waktu hancur
Sediaan ODFcetirizin hidroklorida dimasukkanpada masing-masing tabung dari keranjang,digunakan air suling sebagai medium dengan suhu 37 ± 0,5oC kemudian alat dijalankan. Waktu hancur diamati pada masing masing film. Film dikatakan hancur ketika tidak ada lagi film yang tersisa di dalam keranjang (Anand, et al., 2007).
3.3.4.6 Penetapankadarcetirizin HCldalam film
Satu lembar film dilarutkan dengan dapar fosfat pH 6,8 dalam labu ukur 100 mL, 3 mL larutan tersebut kemudian diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga 25 mL. Jumlah cetirizin hidroklorida ditentukan dengan
spektrofotometerpada panjang gelombang maksimum. Rata-rata kandungan obat dari tiga lembar film dihitung (Mohamed, et al., 2011)
3.3.4.7Uji disolusi
Uji disolusi dilakukan dengan alat disolusi tipe dua yaitu metode dayung dengan kecepatan putar 50 rpm, medium disolusi dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 900 mL suhu 37 ± 0,5oC. Sebuah film dimasukkan ke dalam alat disolusi. Larutan diambil sebanyak 5 mL pada detik ke 20, 40, 60, 80, 100 dan 120. Setiap pengambilan larutan diganti dengan medium yang sama sebanyak 5 mL sehingga volumenya tetap. Serapan larutan dihitung pada panjang gelombang maksimum (Anand, et al., 2007).