• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pemungutan dan Pengelolaan Pajak Rumah Indekos di Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo

B LANDASAN TEORI 1.Pengertian Pajak

1. Prosedur Pemungutan dan Pengelolaan Pajak Rumah Indekos di Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo

Definisi Pemungutan sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undang undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Dareah dan Retribusi Daerah, yaitu: suatu rangkaian kegiatan mulai dari menghimpun data objek dan sebjek pajak, penentuan besarnya pajak terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya

Pendaftaran

Pendaftaran yang bertujuan untuk menjaring subjek pajak ini dapat dilakukan oleh fiscus, dalam hal ini Pejabat atau Petugas Pajak dari BPKD Kabupaten Sukoharjo (Official Assesment System) atau oleh Wajib Pajak sendiri (Self Assesment System).

Pendaftaran diawali dengan penyuluhan oleh petugas pajak dari BPKD Kabupaten Sukoharjo tentang peranan pajak dalam menunjang pembiayaan pembangunan daerah, kemudian dilanjutkan dengan pengisian formulir dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya, selanjutnya pengusaha hotel atau penginapan akan memperoleh NPWPD sebagai bukti pengusaha hotel atau penginapan tersebut dikukuhkan sebagai Wajib Pajak.

NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah ) adalah Suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai identitas (pribadi atau badan) dalam kepengurusan perpajakan.

Penghapusan NPWPD:

WP (pribadi) meninggal dunia atau pindah WP (badan) telah dibubarkan secara resmi Obyek pajak sudah tidak ada

WP (pribadi / badan) sudah tidak memenuhi syarat sebagai WP Pendataan

Pendataan adalah kegiatan (baik yang dilakukan oleh fiscus atau WP) untuk menghitung objek pajak dan perhitungan jumlah pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pendataan diawali dengan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. SPTPD harus disampaikan kepada Bupati paling lambat 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.

Kendala yang dihadapi petugas pajak pada saat pendataan antara lain respon Wajib Pajak yang kurang baik serta pemberian data yang kurang relevan oleh Wajib Pajak

Penetapan adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak berdasarkan data-data SPTPD dari Wajib Pajak.

Berdasarkan SPTPD Bupati menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan:

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) apabila: Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang

terutang kurang atau tidak dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnnya pajak.

SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan, dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan

dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) Diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabakan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil

Diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda 2% setiap bulan.

Kendala yang dihadapi oleh fiscus dalam melaksanakan penetapan adalah wajib pajak enggan bahkan tidak mau menandatangani Surat Ketetapan Pajak.

Pembayaran

Pembayaran pajak dilakukan oleh Wajib Pajak setelah dilakukan penetapan dan penghitungan pajak yang terutang.

Pembayaran dapat dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD).

Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas, tetapi dapat diangsur dalam waktu tertentu serta dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, dengan persyaratan sebagai berikut:

Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati, melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dengan menyebut sekurang-kurangnya:

tanggal, bulan dan tahun surat permohonan, nama dan alamat hotel/penginapan,

nama dan alamat pemilik hotel/penginapan, Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD), besarnya pajak terutang,

pembayaran angsuran atau batas waktu penundaan pembayaran yang dimohonkan,

alasan permohonan angsuran/penundaan yang jelas, tanda tangan dan nama terang wajib pajak/pemohon.

Permohonan tersebut disampaikan selambat-lambatnya 7 hari setelah SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) diterima dan dibuktikan dengan tanda terima.

Pembayaran angsuran dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas Penerima sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam keputusan persetujuan Bupati dengan menggunakan SSPD. Bupati selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat 15 hari Bupati tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan.

Berdasarkan data-data yang diperoleh penulis, prosedur dalam pembayaran pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tetapi dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan peraturan. Hal ini dikarenakan Wajib Pajak tidak bersedia membayar pajak sebesar 5% dari jumlah pembayaran, umumnya Wajib Pajak hanya bersedia membayar separuhnya atau pembayaran pajak didasarkan atas negosiasi antara fiscus dan Wajib Pajak. Fiscus melaksanakan negosiasi karena tidak mau mengambil resiko dengan menerapkan peraturan yang berlaku, lebih baik membayar pajak meskipun sedikit daripada tidak membayar sama sekali.

Kendala yang dihadapi dalam proses pembayaran pajak rumah indekos yaitu:

Wajib Pajak kurang mendukung adanya Pajak Rumah Indekos, hal ini dikarenakan Wajib Pajak telah membayar iuran kepada aparat desa setempat setiap bulannya.

Adanya pengaruh dari Wajib Pajak lain untuk tidak membayar pajak, karena diluar wilayah Kabupaten Sukoharjo untuk rumah indekos tidak dipungut pajak.

Adanya pengaruh dari aparat desa setempat, dalam hal ini adalah kepala desa, untuk tidak membayar Pajak Rumah Indekos.

Adanya perdebatan antara dewan dan eksekutif yang menganggap pajak rumah indekos tidak layak untuk dipungut.

Penagihan

Penagihan adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Penagihan akan dilakukan apabila SKPD tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Tetapi penagihan tidak akan dilakukan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan.

Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

Proses penagihan Pajak Daerah dilakukan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya dan melebihi jatuh tempo yang telah ditetapkan. Adapun tahapan penagihan pajak adalah sebagai berikut:

Surat Teguran yaitu surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Apabila utang pajak yang tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilunasi samapi melewati 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

Surat Paksa yaitu surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.

Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan beban biaya penagihan paksa sebesar Rp 25.000,00, utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yaitu surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.

Apabila utang pajk belum dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan beban biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000,00 Lelang yaitu setiap penjualan barang di muka umum dengan cara

penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara.

Proses penagihan pajak dilakukan bila Wajib Pajak benar-benar melalaikan kewajibannya dalam membayar pajak. Sesuai dengan Perda Kabupaten Sukoharjo seharusnya penagihan dilakukan dengan melibatkan satpol PP dan Badan Hukum yang berwenang, tetapi dalam pelaksanaannya penagihan hanya dilakukan oleh Petugas Pajak dari BPKD. Hal ini disebabkan antara lain karena terbatasnya jumlah anggota tim pemeriksa pajak serta Wajib Pajak yang bersikap seolah-olah cuci tangan, maksudnya yaitu Wajib Pajak bersedia menerima peraturan-peraturan yang berlaku tetapi tidak mau melaksanakan, yaitu membayar pajak yang terutang.

Pelelangan dalam pelaksanaannya belum pernah dilakukan oleh BPKD Kabupaten Sukoharjo, hal ini disebabakan oleh terbatasnya jumlah aparat pajak dan tidak adanya lembaga yang khusus

menangani tentang pelelangan, serta dari pihak fiscus sendiri kesulitan dalam menentukan objek yang akan dilelang.

Pembukuan dan Pelaporan

Pengusaha Hotel, khususnya pengusaha rumah indekos wajib menyelenggarakan pembukuan secara tertib, teratur, dan benar sesuai dengan norma pembukuan yang berlaku untuk menghitung besarnya pajak yang terutang.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak

Besarnya penetapan dan penerimaan pajak dihimpun dalam buku catatan pajak yang kemudian akan dibuat daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan pajak yang kemudian akan dilanjutkan dengan laporan realisasi hasil penerimaan tunggakan pajak sesuai dengan masa pajak.

Dalam pelaksanaannya sangat jarang atau bahkan tidak ada wajib pajak hotel khususnya wajib pajak rumah indekos yang menyelenggarakan pembukuan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran wajib pajak dalam memahami arti pentingnya pajak dalam menunjang pembangunan daerah, sehingga sebagian besar wajib pajak

menganggap pajak adalah beban karena wajib pajak tidak menikmati secara langsung manfaat dari pajak.

Pemeriksaan dan penyidikan

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data atau keterangan lain untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan pajak dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan Daerah

dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan Pajak Daerah

Sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pemeriksaan pajak yaitu:

Interpretasi peraturan yang tidak benar Kesalahan hitung

Penggelapan atau manipulasi data Tunggakan pajak

Kendala yang dihadapi oleh fiscus dalam melaksanakan pemeriksaan pajak yaitu:

Wajib Pajak bersikap kurang terbuka, dalam arti Wajib Pajak memberikan respon yang kurang baik terhadap fiscus.

Wajib Pajak tidak bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh fiscus. Bila Wajib Pajak bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh fiscus, data tersebut tidak akurat atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana perpajakan yang terjadi, dan guna menemukan tersangka serta mengetahui besarnya pajak terutang yang diduga digelapkan.

Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pajak mempunyai wewenang antara lain:

menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut; meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain, berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti

pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;

memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;

memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

menghentikan penyidikan;

melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

WP Mengisi

SPTPD

Paling lambat 15 hari

SKPD SSPD Menerbitkan BUPATI SKPD Paling Lama 30 Hari Surat teguran Surat Paksa Surat Perintah Melaksanakan Pernyataan Penetapan Tanggal Pelelangan Lelang 7 hari sejak jatuh tempo > 21 hari > 2 X 24 Jam > 10 hari Diserahkan pada WP Bagan 2.1

PROSEDUR PEMBAYARAN PAJAK HOTEL (PAJAK RUMAH INDEKOS) MENURUT PERDA KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2003

48 Bagan 2.1

PROSEDUR PEMBAYARAN PAJAK HOTEL (PAJAK RUMAH INDEKOS) MENURUT PERDA KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2003

WP Mengisi

SPTPD

Paling lambat 15 hari

SKPD SSPD

Menerbitkan BUPATI

7 hari sejak jatuh tempo

Diserahkan pada WP

Paling lama 30 hari STPD

Surat Teguran

Surat Paksa

Surat Perintah Melaksanakan Pernyataan

Penetapan Tanggal Pelelangan

Lelang

> 21 hari

> 2 X 24 Jam

> 14 hari

49

Efektifitas Penerimaan Pajak Rumah Indekos di Kabupaten Sukoharjo Tingkat efektifitas suatu pajak dapat diukur dengan cara membandingkan realisasi yang dicapai dengan target yang telah ditentukan. Penerimaan akan dikatakan efektif apabila realisasi yang dicapai lebih besar dari target yang ditentukan dan penerimaan dikatakan tidak efektif apabila target yang ditentukan lebih besar daripada realisasi yang dicapai. Tingkat penerimaan dapat diukur dengan menggunakan rumus:

P=

X100% Tr R Keterangan: P = Penerimaan Pajak R = Realisasi Penerimaan Tr = Target

Realisasi merupakan hasil pungutan dari penerimaan Pajak Rumah Indekos,sedangakan target pajak rumah indekos adalah kemampuan maksimal yang dicapai dari penerimaan pajak pumah indekos. Target penerimaan ditetapkan dengan memperhatikan realisasi penerimaan dari tahun sebelumnya yang sekaligus menunjukkan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu.

Pajak Rumah Indekos dikatakan efektif apabila selisih dari realisasi penerimaan dengan target yang dianggarkan mengalami selisih positif (lebih dari 100%) dan dikatakan tidak atau kurang efektif apabila

selisih dari realisasi dengan target yang dianggarkan mengalami selisih negatif (kurang dari 100%).

Rasio Realisasi Pajak Rumah Indekos terhadap target yang telah ditentukan

Tabel 2.2

Daftar Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Rumah Indekos Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2003-2005 Tahun Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) Sisa Kurang (Rp) Sisa Lebih (Rp) Rasio Penerim aan (%) 2003 1.000.000 2.380.000 - 1.380.000 238 2004 2.250.000 4.000.000 - 1.750.000 177,78 2005 4.000.000 4.690.000 - 690.000 117,25 Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo (data diolah) Keterangan : Realisasi tahun 2003 adalah data 6 bulan terakhir (Juli s/d Desember) Perhitungan untuk Tahun 2003:

Target satu tahun = Rp 1.000.000,00 x 2 = Rp 2.000.000,00 Realisasi satu tahun = Rp 2.380.000,00 x 2

= Rp 4.670.000,00

Tingkat efektifitas penerimaan Pajak Rumah Indekos P = Tr R

x

100% Contoh perhitungan: Tahun 2003 = 100% 000 . 000 . 2 000 . 760 . 4 x = 238% Tahun 2004 = 100% 000 . 250 . 2 000 . 000 . 4 x

= 177.78% Tahun 2005 = 100% 000 . 000 . 4 000 . 690 . 4 x = 117,25%

Berdasarkan tabel dan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa realisasi penerimaan Pajak Rumah Indekos dari tahun ke tahun mengalami kenaikan tetapi rasio penerimaan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2003 target yang ditetapkan sebesar Rp 2.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 4.760.000,00. Tahun 2004 target yang ditetapkan sebesar Rp 2.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 4.000.000,00. Untuk tahun 2005 target yang ditetapkan sebesar Rp 4.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 4.690.000,00. Kecenderungan penurunan rasio penerimaan dapat dibuktikan dengan penurunan prosentase penerimaan tiap tahunnya. Pada tahun 2003 rasio penerimaan sebesar 238% dari target yang ditetapkan dengan selisih lebih sebesar Rp 1.380.000,00. Tahun 2004 rasio penerimaan turun menjadi 177,78% dari target yang ditetapkan dengan selisih lebih sebesar Rp 1.750.000,00. Tahun 2005 dengan selisih lebih sebesar Rp 690.000,00 rasio penerimaan turun menjadi 117,25%. Penurunan rasio penerimaan ini disebabkan karena sebagian besar Wajib Pajak yang melalaikan kewajiban perpajakannya. Tetapi berdasarkan data dan perhitungan diatas, penerimaan Pajak Rumah Indekos sudah termasuk dalam kategori efektif, karena mempunyai selisih positif dari target yang ditetapkan.

Kontribusi Pajak Rumah Indekos terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2003-2005

Pajak Rumah Indekos merupakan salah satu komponen pajak penyumbang terhadap Pendapatan Asli Daerah. Meskipun sumbangan Pajak Rumah Indekos masih relatif sangat kecil, tetapi diharapkan akan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Rumah Indekos terhadap Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 2.3

Daftar Realisasi Penerimaan Pajak Rumah Indekos dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah

Tahun Anggaran 2003-2005 Tahun Anggaran Realisasi Pajak Rumah Indekos (Rp) Realisasi Pendapatan Asli Daerah (Rp) Rasio Penerimaan Pajak Rumah Indekos terhadap Realisasi Penerimaan PAD (%) 2003 4.760.000 19.929.269.513 0,024 2004 4.000.000 21.875.845.841 0,018 2005 4.690.000 33.590.630.519 0,014

Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo (data diolah) Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Rumah Indekos memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo. Selama tiga periode, Pajak Rumah Indekos memberikan kontribusi rata-rata sebesar 0,019%. Rasio Penerimaan Pajak Rumah Indekos terhadap Pendapatan Asli Daerah tiap tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2003 Pajak Rumah Indekos memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,024%,

pada tahun 2004 kontribusi yang diberikan turun menjadi 0,018 kemudian pada tahun 2005 kontribusi Pajak Rumah Indekos menurun menjadi 0,014%. Penurunan kontribusi ini disebabkan karena Wajib Pajak Rumah Indekos melalaikan kewajiban perpajakannya dan kurang tegasnya peraturan pemerintah daerah serta kurangnya pengawasan dari fiscus terhadap subjek dan objek Pajak Rumah Indekos sehingga penggalian potensi Pajak Rumah Indekos kurang optimal.

Hambatan yang Dihadapi oleh Pemerintah Daerah Dalam Melakukan Pemungutan dan Pengelolaan Pajak Rumah Indekos

Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh fiscus dalam melaksanakan pemungutan pajak antara lain:

Rendahnya tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak

Wajib Pajak beranggapan bahwa pajak adalah beban. Mereka tidak menyadari bahwa hasil pembangunan daerah yang mereka nikmati dibiayai dari pajak yang mereka bayar sehingga Wajib Pajak menjadi enggan membayar kewajiban perpajakanya karena Wajib Pajak tidak langsung menikmati hasil pembayaran pajak secara langsung.

Adanya provokator dari Wajib Pajak lain

Banyak rumah indekos baru yang belum atau bahkan sengaja tidak mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak menghasut Wajib Pajak lain untuk tidak membayar pajak.

Wajib Pajak tidak mendukung rumah indekos dikenakan pajak

Wajib Pajak beranggapan bahwa Pajak Rumah Indekos tidak layak untuk dipungut sebab rumah indekos tidak menyediakan

fasilitas-fasilitas mewah seperti hotel. Wajib Pajak membandingkan dengan hotel yang memang menyediakan fasilitas-fasilitas yang memang layak untuk dipungut pajak. Disamping itu juga mengingat kebutuhan Wajib Pajak yang semakin banyak sementara Wajib Pajak sudah membayar iuran kepada kepala desa setempat membuat Wajib Pajak merasa terbebani bila masih harus mambayar pajak.

Kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang Peraturan Daerah

Setiap ditetapkan peraturan-peraturan baru, Wajib Pajak menerima tetapi dalam pelaksanaannya Wajib Pajak selalu menghindar. Wajib Pajak tidak memahami peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tentang aturan-aturan, sanksi-sanksi serta manfaat dan tujuan membayar pajak, salah satunya disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari BPKD pada Wajib Pajak.

Wajib Pajak memberikan data yang tidak kompeten atas omzet penerimaannya

Wajib Pajak dalam setiap pemeriksaan tidak memberikan data yang sesungguhnya, karena mereka takut apabila memberikan data yang sesungguhnya maka pajak yang harus mereka bayar semakin besar dengan begitu pendapatan mereka semakin sedikit karena dikurangi untuk membayar pajak.

Terbatasnya anggota tim pemeriksa pajak

Anggota tim pemeriksa pajak yang jumlahnya terbatas menyebabkan Wajib Pajak menunggak pembayaran pajak terutang.

Pembayaran Pajak Rumah Indekos hanya sebatas partisipasi

Mengingat kebutuhan pribadi Wajib Pajak yang semakin bertambah tiap harinya membuat Wajib Pajak merasa tarif 5% yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah memberatkan mereka. Pada umumnya Wajib Pajak hanya bersedia membayar separuh atau atas dasar negosiasi dengan fiscus.

Upaya yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Hambatan yang Terjadi

Sosialisasi kepada Wajib Pajak mengenai arti pentingya membayar pajak dalam menunjang pembangunan daerah.

Memberikan keringanan pembayaran pajak yang terutang dengan cara diangsur dan memberikan tenggang waktu pelunasan pajak yang terutang.

Melakukan pendekatan kepada Wajib Pajak khususnya bagi Wajib Pajak yang tidak membayar pajak kemudian dilanjutkan dengan penagihan. Memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan

atas ditetapkannya peraturan daerah apabila Wajib Pajak mempunyai alasan yan tepat.

Pihak BPKD melakukan survei lapangan untuk mengetahui keadaan Wajib Pajak yang sebenarnya.

Memberikan surat tagihan dan surat teguran pada Wajib Pajak agar segera

Dokumen terkait