• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan sebagai berikut : a. Perancangan Kemasan

Perkiraan kapasitas dan dimensi kemasan, kapasitas ditentukan berdasarkan kemasan yang digunakan untuk pasar ekspor . Dimensi kemasan ditentukan berdasarkan ukuran buah, jumlah layer, tipe kemasan, dan tebal bahan yang digunakan.

b. Alpukat yang telah diperoleh dari kebun, dibersihkan, kemudian disortasi. Alpukat yang dipilih tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya serta memiliki ukuran yang seragam.

c. Alpukat kemudian dimasukkan ke dalam 8 buah kemasan karton dengan kapasitas masing-masing 5 kg alpukat, yaitu 2 kemasan tanpa ventilasi (tipe 1), 2 kemasan ventilasi tipe circle (tipe 2), 2 kemasan ventilasi tipe oblong (tipe 3) dan 2 kemasan ventilasi searah sekat (tipe 3).

d. Buah alpukat disusun secara teratur atau dikenal dengan pattern pack dengan arah vertikal, dan dibentuk dalam dua layer (tumpukan).

18 e. Buah dalam kemasan karton tersebut disusun pada meja stimulator untuk simulasi

transportasi.

f. Penggetaran pada simulasi tersebut dilakukan selama 2 jam pada arah vertikal berdasarkan jarak tempuh pendistribusian buah alpukat dari Sukabumi menuju Jakarta, amplitudo yang digunakan sebesar 5.34 cm dan frekuensi 3.44 Hz. Ilustrasi gerakan pada jalan sebenarnya dan pada simulasi meja getar ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. ilustrasi gerakan pada (a) Angkutan truk (b) Meja simulasi getar (Hayati, 2009) g. Setelah perlakuan simulasi transportasi, kemudian dilakukan pengamatan kerusakan

mekanis untuk mengetahui jumlah dan persentase alpukat yang mengalami kerusakan akibat guncangan selama simulasi transportasi

h. Tahap selanjutnya pasca simulasi transportasi, kemasan buah alpukat disimpan pada suhu ruang 28 oC dan suhu dingin 8 oC ( berdasarkan kebutuhan kondisi penyimpanan alpukat menurut Winarno (2002) ). Kemudian dilakukan pengukuran suhu dalam kemasan dan suhu lingkungan. Penyimpanan pada suhu ruang 28 oC dilakukan selama 6 hari, sedangkan pada suhu 8 oC selama 12 hari untuk selanjutnya dilakukan pengamatan setiap 3 hari sekali. Waktu penyimpanan pada masing-masing suhu penyimpanan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Adapun data-data yang diambil selama pengamatan adalah pengukuran dan pengamatan terhadap kerusakan mekanis, kekerasan, total padatan terlarut, dan susut bobot. Penyimpanan pada suhu 8 oC ini bertujuan agar masa simpan buah alpukat dapat bertahan lebih dari seminggu. Diagram alir prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 10.

19 Gambar 10. Diagram alir prosedur penelitian

Perancangan 4 tipe kemasan

Pengemasan Tipe 1

Simulasi Transportasi

t = 2 jam A = 5.34 cm f = 3.44 Hz ∑kardus = 8 buah

Pengamatan kerusakan mekanis

Penyimpanan pada suhu 28 oC

Pengukuran Fisiologis Susut bobot, Kekerasan, Uji total

padatan terlarut Pengamatan :

Kerusakan Selama Penyimpanan Memar kulit, Pecah/retak kulit, busuk

Penyimpanan pada suhu 8 oC

Pengemasan Tipe 2 Pengemasan Tipe 3 Pengemasan Tipe 4

Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan dan lingkungan

Alpukat dibersihkan dan di sortasi ( ukuran seragam, tidak terdapat luka atau goresan)

Pengolahan data

Kemasan yang direkomendasikan

20

E.

Perhitungan, Pengamatan, dan Pengukuran

1. Dimensi dan Berat Buah

Dimensi buah alpukat diukur menggunakan penggaris dan jangka sorong, pengukuran dilakukan untuk mengetahui diameter minor, diameter mayor buah dan untuk mengetahui tinggi buah dari bawah sampai ujung buah . Berat buah diukur menggunakan timbangan metler PM-4800.

2. Penentuan Dimensi Kemasan

Dimensi kemasan dihitung berdasarkan nilai dimensi buah dan ketebalan kemasan. Lebar dan panjang kemasan diperoleh dari penjumlahan seluruh diameter mayor buah alpukat dengan tebal dinding vertikal kemasan yang terdapat pada sisi panjang dan lebar, baik dinding outer maupun inner. Sedangkan tinggi kemasan diperoleh dari penjumlahan tinggi alpukat yang dikalikan jumlah tumpukan layer dengan tebal dinding horisontal kemasan, baik dinding outer maupun dinding inner kemasan pada sisi panjang. Sedangkan persentase luasan ventilasi dihitung berdasarkan luasan dinding vertikal kemasan.

Formula untuk menghitungan dimensi outer kemasan:

P = TDMBP + TDOV + TDVIP + TB ...(1) Dimana : P = Panjang kemasan

TDMBP = Total diameter mayor buah pada sisi panjang TDVO = Total tebal dinding vertikal outer

TDVIP = Total tebal dinding vertikal kemasan inner pada sisi panjang TK = Tebal tekukan

L = TDMBL + TDOV + TDIVL + TB ...(2) Dimana : L = Lebar kemasan

TDMBL = Total diameter mayor buah pada sisi lebar TDOV = Total tebal dinding vertikal outer

TDVIP = Total tebal dinding vertikal kemasan inner pada sisi lebar TK = Tebal tekukan

T = TTB + TTAIP ...(3) Dimana: T = Tinggi kemasan

TTBT = Total tinggi buah pada sisi tinggi TTAIP = Total tebal alas inner pada sisi tinggi Formula menghitungan dimensi inner kemasan:

P = TDMBP + TDVIP ...(4) Dimana: P = Panjang kemasan

TDMBP = Total diameter mayor buah pada sisi panjang

TDVIP = Total tebal dinding vertikal kemasan inner pada sisi panjang

L= TDMBL + TDOV + TDIVL ...(5) Dimana: P = Lebar kemasan

TDMBP = Total diameter mayor buah pada sisi lebar TDOV = Total tebal dinding vertikal inner

21 3. Sebaran Suhu Dalam Kemasan

Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan selama penyimpanan menggunakan thermocouple dan Hybrid Recorder. Jumlah titik pengukuran suhu yang dilakukan yaitu sebanyak 5 titik pada masing-masing kemasan diletakkan pada sepanjang diagonal kemasan, dan1 titik pengukuran suhu lingkungan. Pengukuran suhu dititik tersebut untuk melihat sebaran suhu dalam masing-masing tipe kemasan. Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan berada di bagian layer bawah, seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

(a) (b)

Gambar 11. Bagian dalam kemasan (a) dan posisi titik pengukuran suhu (b).

Pengujian sebaran suhu dilakukan pada dua perlakuan suhu ruang penyimpanan yaitu suhu ruang tropis 280

C dan suhu ruang penyimpanan 8 o

C. Fokus utama dari pengujian ini adalah menentukan waktu yang dibutuhkan kemasan agar dapat mencapai suhu ruang penyimpanan, dan bagaimana sebaran suhu pada titik-titik sampel koordinat yang dipilih setelah suhu dalam kemasan stabil.

4. Susut Bobot

Susut bobot merupakan perbedaan berat komoditas sebelum dan setelah aktivitas pemanenan. Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Penurunan susut bobot berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

...(7)

dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram) 5. Kekerasan

Pengukuran kekerasan adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas tekstural produk buah segar. Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60mm/menit, dengan diameter jarum 5 mm. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu bagian tengah, bagian bawah, dan bagian atas. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Pengukuran kekerasan ini dilakukan

22 tiap tiga hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak layak konsumsi lagi. Nilai pengukuran dapat dilihat pada alat yang dinyatakan dalam kg-force.

6. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Cairan dari daging buah yang telah dihancurkan, diletakkan pada prisma refraktormeter, kemudian dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktormeter dibersihkan dengan aquades. Angka yang tertera pada refraktormeter menunjukan kadar total padatan terlarut (°Brix) yang mewakili rasa manis. Pengukuran total padatan terlarut setiap 3 hari sekali dengan perlakuan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel.

7. Kerusakan Mekanis

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis alpukat bertujuan untuk melihat cacat yang dialami oleh alpukat setelah kegiatan simulasi transportasi. Pengamatan dilakukan secara visual berdasarkan adanya luka gores, memar, dan pecah pada buah.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagai berikut:

KM = (JAR/TBA) x 100% ...(8) Dimana :

KM = Kerusakan mekanis (%) JAR = Jumlah alpukat rusak (buah) TBA = Total buah alpukat (buah)

Klasifikasi kerusakan pada alpukat adalah luka memar yang terjadi akibat adanya benturan antar produk dengan dinding alat pengemasan atau tekanan sesama produk, luka gores terjadi akibat adanya gesekan antar produk dengan kemasan atau dengan sesama produk, dan luka pecah terjadi akibat adanya tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal produk, atau dapat juga karena guncangan selama proses pengangkutan.

8. Kerusakan selama penyimpanan

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan alpukat selama penyimpanan bertujuan untuk melihat kerusakan fisik dan biologis yang dialami oleh alpukat selama penyimpanan didalam kemasan. Pengamatan dilakukan secara visual berdasarkan adanya luka memar, pecah, perubahan warna, dan kebusukan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan selama penyimpanan yang terjadi adalah sebagai berikut:

K = (JMRs/TBMs) x 100% ...(9) Dimana :

K = Kerusakan selama penyimpanan (%)

JARs = Jumlah alpukat rusak selama penyimpanan (buah) TBAs = Total buah alpukat yang disimpan (buah)

F.

Kesetaraan Simulasi Transportasi

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persaman di bawah ini:

Input fm = frekuensi meja getar (Hz) Am = amplitudo meja getar (cm)

23 Ft = frekuensi truk (Hz)

Amplitudo rata-rata getaran bak truk (At)

At = ∑ (Ni x Ai)/ ∑ (Ni)……….…..…….…….(10) Dimana :

Ni = jumlah kejadian amplitude ke-i

Ai = amplitudo getaran vertical truk di jalan luar kota pada saat i (cm) Luas satu siklus bak truk jalan kota ( Lt )

Lt = ∫ Sin WT Tt dTt ………..….…(11) Dimana :

Tt = 1/ft Tt = periode truk (detik/getaran)

Wt = 2π/Tt Wt = kecepatan sudut truk (getaran/detik)

Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam (Lt (0.5)) Lt(0.5) = t x f x Lt………..………….…...(12) Dimana :

t = lama penggetaran (0.5 jam) Luas satu siklus getaran vibrator (Lm)

Lm = A ∫T o P Sin WT dT ……….….…...(13)

Dimana :

Tm = 1/fm Tm = Periode meja getar (detik/getaran)

W = 2π/Tm Wm = Kecepatan sudut meja getar (getaran/detik) Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam (Gm)

Gm = t x fm ………..………....…....(14) Dimana :

T = lama penggetaran (1jam)

Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam (Lm(1))

Lm(1) = Gm x Lm ………..………(15)

Kesetaraan panjang jalan selama 30 menit dengan 30 km =

x 30 km ………...……(16)

G.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan factorial dengan dua kali ulangan perlakuan. Factor perlakuan yang digunakan adalah K (tipe kemasan), yaitu K1 (kemasan tanpa ventilasi), K2 (kemasan ventilasi tipe circle), K3 (kemsasan ventilasi tipe oblong) dan K4 (kemasan ventilasi searah sekat). Sedangkan faktor perlakuan suhu (T), yaitu T1 (suhu ruang), T2 (suhu 8 oC). Kombinasi perlakuan dua factor tersebut adalah K1T1, K1T2, K2T1, K2T2, K3T1,

24 Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah :

Yijk = µ + Ki + Tj (KT)ij + Cijk ……….………(17) Dimana : Yijk = Pengamatan perlakuan K ke i dan T ke j pada ulangan ke k

µ = Nilai rata-rata harapan Ki = Perlakuan K ke i Tj = Perlakuan T ke j

(KT)ij =Interaksi K ke i dan T ke j

Cijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan K ke i dan T ke j pada ulangan ke k

i = 1,2,3,4 (jenis kemasan) j = 1,2 (suhu)

k = 1,2 (ulangan)

Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf f = 0.05

25

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Kemasan Alpukat Hasil Rancangan

Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya kerusakan yang terjadi. Sementara pengaruh yang lain seperti RH dan suhu dapat diatasi dengan modifikasi kecil dari rancangan yang ada (Maezawa, 1990). Kemasan alpukat untuk pasar lokal berbeda dengan kemasan untuk tujuan ekspor. Untuk pasar lokal, pendistribusian alpukat dari kebun ke pedagang pengumpul menggunakan karung-karung plastik atau peti kayu albasia dengan kapasitas 40-50 kg dan diangkut dengan truk. Sedangkan untuk kemasan ekspor umumnya menggunakan kotak karton berventilasi. Bentuk peti kemasan ada tiga jenis yaitu kemasan kapasitas 5.7 kg, 11.3 kg, dan 14.5 kg. Namun umumnya pasar dunia menyukai kemasan dengan kapasitas 5 kg. Setelah dilakukan grading, didalam peti buah hanya disusun selapis saja dan setiap buah diberi penyekat karton berbentuk H atau bentuk Z dengan tujuan agar tidak terjadi gesekan antar buah (Supriyono,2003).

Pada proses pendistribusian buah sering terjadi kerusakan akibat penanganan selama transportasi sehingga buah mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan yang memacu proses pelayuan. Kerusakan fisik yang terjadi seperti adanya memar, luka tusukan, terpotong, lecet, dan bagian yang pecah. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk). Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa perbaikan terhadap penanganan buah alpukat yaitu perancangan kemasan karton buah alpukat dengan penambahan lubang ventilasi, layer dan sekat - sekat antar buah, serta penyimpanan pada suhu dingin untuk mengurangi kerusakan mekanis dan kerusakan fisik buah alpukat selama distribusi.

Informasi yang dibutuhkan dalam perancangan kemasan adalah dimensi, berat, dan jumlah buah yang dikemas. Tahap selanjutnya adalah memilih bahan kemasan dengan karakteristik tertentu yang disesuaikan dengan kondisi buah dan menentukan tipe kemasan. Pemilihan tipe kemasan yang tepat berdampak pada meningkatnya efektifitas dan efisiensi kemasan (Sukmana, 2011). Alpukat memiliki beberapa jenis varietas, namun alpukat yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan kemasan adalah alpukat mentega ras Mexico, dan termasuk alpukat kecil dengan berat 100-225 g. Data rataan dimensi dan berat buah alpukat ditunjukkan pada Tabel 8. Sample dimensi dan berat masing-masing buah alpukat dicantumkan pada Lampiran 1.

Tabel 8. Data rataan dimensi dan berat buah alpukat

No. Data Pengukuran Rataan

1 Berat (gram) ± 172.51

2 Tinggi (cm) ± 8.46 3 Diameter (cm) ± 6.66

Perancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi diutamakan pada penentuan dimensi kemasan yang dinyatakan dalam tiga macam dimensi yaitu dimensi dalam (inner dimension), dimensi pola (design dimension) dan dimensi luar (outer dimension). Dari data diatas, kemasan hasil rancangan berukuran (pxlxt) adalah 370 mm x 230 mm x 210 mm dengan dua layer. Perhitungan perancangan dimensi kemasan karton terdapat pada Lampiran 2. Desain kemasan memiliki perkiraan

26 berat bersih alpukat 5-6 kg, dengan kapasitas 30 buah yaitu pada masing-masing layer sebanyak 15 buah. Kemasan karton yang digunakan yaitu tipe Regular Slotted Container (RSC). Tipe RSC merupakan kemasan distribusi yang paling banyak digunakan karena memiliki bentuk yang sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material, karena bahan yang digunakan minimal tetapi volumenya

maksimal walaupun tidak memiliki kekuatan yang baik. Jenis karton gelombang yang digunakan yaitu

double wall board sehingga kemasan karton dapat lebih kokoh dan dapat menahan tumpukan lebih banyak, serta dapat meredam goncangan yang terjadi selama poses transportasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Silvia (2006) bahwa tipe kemasan peti karton yang banyak digunakan di Indonesia adalah tipe RSC dan FTC dengan ventilasi tipe oblong ventilation dan circle ventilation selain itu tipe flute kemasan yang digunakan yaitu tipe flute AB karena banyak digunakan untuk kemasan distribusi, seperti dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Flute AB kemasan outer

Selain kemasan outer, terdapat kemasan inner berupa tambahan sekat karton dengan dua layer. Penambahan inner bertujuan untuk membatasi kontak antar buah alpukat yang berpotensi menimbulkan kerusakan mekanis buah. Sekat-sekat antar buah ini dibuat dari karton tipe flute BC. Buah alpukat disusun secara teratur dengan arah vertikal agar dapat mengurangi kerusakan mekanis akibat benturan pada dinding kemasan, dan memperkecil ukuran kemasan. Pola susunan alpukat dalam kemasan ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Penyusunan buah alpukat dalam kemasan tumpukan bawah

Kemasan untuk produk holtikultura terutama untuk buah-buahan sangat membutuhkan lubang ventilasi, karena buah-buahan selama proses pematangan menghasilkan gas etilen dan panas respirasi. Jika gas etilen dan panas respirasi terakumulasi mengakibatkan proses pematangan buah semakin cepat berdampak pada penurunan mutu dan umur simpan buah. Adanya ventilasi ini menyebabkan

27 sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga dapat menghindari kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Hidayati,1993).

Oleh karena itu selain penambahan sekat, masing-masing kemasan juga diberi lubang ventilasi. Gambar 14 menunjukkan empat jenis rancangan kemasan alpukat yaitu kemasan berventilasi tipe circle, tipe oblong, ventilasi searah sekat, dan kemasan tanpa ventilasi. Penentuan luas ventilasi kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan penurunan kekutan kemasan. Penggunaan ventilasi dan hand hold sebesar 2% dari bidang vertikal kemasan akan mengurangi kekuatan kemasan karton sebesar 10 % dari kemasan tanpa ventilasi dan hand hole (Singh, 2008). Luasan lubang ventilasi yang digunakan dalam perancangan sebesar 2% dari total luasan dinding kemasan, karena penggunaan ventilasi dan hand hole melebihi 2 % dapat mengurangi kekuatan tekan vertikal kemasan yang cukup signifikan. Selain kemasan outer yang diberi lubang ventilasi, kemasan inner atau sekat-sekat antar buah juga diberi lubang ventilasi agar udara didalam kemasan tetap mengalir walaupun adanya sekat. Perhitungan luasan ventilasi kemasan terdapat pada Lampiran 3.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14. Rancangan Kemasan Alpukat model (a) tanpa ventilasi, (b) tipe ventilasi circle, (c) ventilasi oblong, dan (d) ventilasi searah sekat.

B.

Pola Kestabilan Suhu Dalam Kemasan

Suhu merupakan salah satu faktor penting pada sistem kemasan produk holtikultura, karena suhu mempengaruhi proses respirasi produk. Oleh karena itu dalam perancangan kemasan untuk produk hasil pertanian diperlukan ventilasi yang cukup untuk mengeluarkan panas hasil metabolisme. Dengan ventilasi sirkulasi udara dalam kemasan menjadi lebih baik dan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Hidayati, 1993). Udara dalam kemasan perlu

28 disirkulasikan agar suhunya merata. Suhu dalam kemasan selama penyimpanan dapat bervariasi karena peningkatan suhu akibat mengambil panas dari komoditi atau adanya kebocoran pada beberapa bagian dalam ruang penyimpanan.

Penentuan sebaran suhu dalam kemasan saat penyimpanan digunakan untuk mengetahui kemampuan kemasan dalam beradaptasi terhadap suhu penyimpanan. Buah alpukat, pisang, nangka, jambu, mangga, papaya, dan markisa termasuk kedalam buah klimakterik (Winarno,2002). Buah klimakterik merupakan buah yang masih mengalami proses pematangan, dan mengalami peningkatan respirasi. Sehingga untuk menghambat proses respirasi, diperlukan penyimpanan dingin yang sesuai. Oleh karena itu, suhu dalam kemasan harus sesuai dengan suhu ruang penyimpanan yang diharapkan. Kebutuhan untuk sirkulasi udara yang cepat terutama pada saat penyesuaian suhu produk dengan suhu penyimpanan dingin untuk menghilangkan panas lapangan. Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan

Gambar 16. Sebaran suhu dalam kemasan pada awal penyimpanan suhu ruang Gambar 16. menunjukkan pola sebaran suhu masing-masing kemasan dan suhu lingkungan pada penyimpanan suhu ruang selama 24 jam dari awal penyimpanan. Dari grafik dapat dilihat bahwa semua perlakuan kemasan menunjukkan pola sebaran suhu yang sama, terjadi peningkatan sampai waktu tertentu, kemudian turun kembali mengikuti penurunan suhu lingkungan. Pada menit ke-265 hingga menit ke-415 terjadi peningkatan suhu lingkungan, namun tidak diikuti oleh suhu masing- masing kemasan. Fluktuasi suhu dalam kemasan tersebut disebabkan pengaruh suhu lingkungan atau

26,0 27,0 28,0 29,0 30,0 31,0 32,0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 S u h u ( ˚C waktu ( menit ) K1T1 K2T1 K3T1 K4T1 TLingkungan

29 ruangan berpendingin (AC) yang tidak kontinyu. Suhu kemasan tanpa ventilasi lebih tinggi dari suhu kemasan berventilasi, karena tidak terjadinya pertukaran udara dari lingkungan ke dalam kemasan atau sebaliknya. Oleh karenaa itu, suhu didalam kemasan tidak dapat bergerak bebas keluar dan menyebabkan terjadinya suhu yang tinggi di dalam ruang kemasan.

Suhu pada perlakuan K1T1 yaitu kemasan tanpa ventilasi, membutuhkan waktu yang paling lama untuk mencapai suhu yang stabil yaitu 540 menit (9 jam). Hal ini terjadi karena proses pemindahan udara lingkungan ke dalam kemasan atau udara dalam kemasan ke lingkungan sulit terjadi karena tidak adanya ventilasi. Untuk perlakuan K2T1 (kemasan dengan ventilasi tipe circle) waktu yang dibutuhkan yaitu 265 menit (± 4 jam), K3T1 (ventilasi tipe oblong) memerlukan waktu 210 menit (3.5 jam), dan K4T1 (ventilasi searah sekat) memerlukan waktu 495 menit (± 8 jam) pada kestabilan suhu berkisar 28-29.1 oC.

Dengan demikian pola perubahan suhu lingkungan lebih cepat daripada suhu dalam kemasan. Hal ini disebabkan oleh udara pada bagian lingkungan lebih bebas dari pada pergerakan udara dalam kemasan. Keadaan ventilasi berpengaruh pada proses perubahan suhu dalam kemasan terhadap suhu lingkungan untuk mencapai kondisi seimbang. Adanya ventilasi pertukaran udara lebih mudah dilakukan daripada tanpa ventilasi (Adhinata, 2008).

Gambar 17. Sebaran suhu dalam kemasan pada awal penyimpanan suhu 8 oC Gambar 17. menunjukkan pola sebaran suhu masing-masing kemasan dan suhu lingkungan pada penyimpanan suhu dingin. Pengukuran suhu dilakukan dari awal penyimpanan (suhu 27 oC) hingga mencapai suhu 8 oC, dimana tiap kemasan membutuhkan waktu yang berbeda untuk mencapai suhu optimum yang diharapkan. Suhu pada perlakuan K1T2 yaitu kemasan tanpa ventilasi, membutuhkan waktu yang paling lama untuk mencapai suhu pendingin yang diharapkan. Pada perlakuan tersebut diperlukan waktu 1120 menit (± 18 jam) untuk mencapai kondisi suhu 8 o C yang stabil. Hal serupa untuk kemasan tanpa ventilasi pada penyimpanan suhu ruang, proses pemindahan udara lingkungan ke dalam kemasan atau udara dalam kemasan ke lingkungan sulit terjadi karena tidak adanya ventilasi. Untuk perlakuan K2T2 (kemasan dengan ventilasi tipe circle) waktu yang dibutuhkan yaitu 715 menit (± 12 jam), K3T2 (ventilasi tipe oblong) selama 580 menit (± 10 jam), dan K4T2 (ventilasi searah sekat) selama 915 menit (± 15 jam) untuk mencapai kestabilan suhu pendingin yang diharapkan. Kestabilan suhu awal penyimpanan yang didapat berkisar pada suhu 7.4 - 8 oC. Suhu pada kemasan dengan tipe ventilasi oblong, lebih cepat mencapai suhu penyimpanan yang diharapkan. Semakin cepat suhu dalam kemasan mencapai kondisi ruang penyimpanan, maka laju respirasi buah dapat diperlambat, sehingga dapat memperpanjang umur simpan buah tersebut.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 0 200 400 600 800 1000 1200 Su hu ˚C Waktu (menit) K1T2 K2T2 K3T2 K4T2 TLingkungan

30 Dari keempat tipe kemasan, ternyata kemasan dengan ventilasi tipe oblong merupakan kemasan yang paling cepat menyesuaikan suhu kemasan di dalamnya dengan suhu lingkungan. Perbedaan waktu kemasan ventilasi tipe oblong dengan ventilasi circle dalam menyesuaikan dengan suhu lingkungan tidak begitu jauh. Kemasan dengan ventilasi tipe oblong paling cepat menyesuaikan dengan suhu lingkungan dikarenakan kemasan tersebut memiliki lubang ventilasi pada empat bagian sisinya yaitu bagian depan belakang dan samping kiri dan kanan, sehingga dengan adanya lubang ventilasi di empat bagian sisinya lebih memudahkan terjadinya pertukaran udara dan penyebaran udara didalam kemasan. Grafik sebaran suhu masing-masing kemasan pada awal penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6.

C.

Pengaruh Tipe Ventilasi Terhadap Sebaran Suhu dalam Kemasan

Suhu tiap kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang mengalami kenaikan dari awal penyimpanan hingga akhir penyimpanan, seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Hal ini disebabkan alpukat selama penyimpanan terus mengalami respirasi, sehingga timbul panas di dalam ruang kemasan. Suhu yang paling tinggi yaitu pada kemasan tanpa ventilasi (K1T1) karena panas hasil respirasi alpukat tidak dapat keluar dari dalam ruang kemasan, sehingga terjadi akumulasi panas di

Dokumen terkait