• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kematian sel terprogram

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Aklimatisasi dan Pre- treatment Mencit

Sebelum perlakuan semua mencit diaklimasi untuk menyesuaikan kondisi laboratorium penelitian selama 2 minggu. Mencit tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 6 ekor mencit. Setiap kelompok mencit dikandangkan dalam kandang yang dimodifikasi (Box plastik dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 20 cm, dan tinggi 15 cm dengan tutup yang terbuat dari anyaman kawat untuk tempat pemeliharaan mencit selama penelitian berlangsung; botol yang dilengkapi dengan saluran air sebagai tempat minum mencit). Bentuk dan kondisi kandang dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.

Gambar 13 Kandang mencit dengan alas kandang berupa serbuk gergaji.

Mencit jantan diberi pakan komersial dan minum secara ad libitum. Pakan komersial yang diberikan berbentuk pelet yang dibeli dari tempat penjualan pakan terdekat. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan mencit maka kandang dan alas sekam dibersihkan dan diganti setiap tiga hari sekali.

Pre-treatment yang diberikan pada mencit berupa pencekokan anthelmentik (Albendazol®) 5% dengan dosis 10 mg/Kg BB dengan dua kali pemberian, dengan selang dua minggu antara pemberian pertama dan kedua, antifungal (Metronidazol®) 50 mg/kg BB selama lima hari berturut-turut, antibiotik (Clavamox®) 125 mg/kg BB selama lima hari berturut-turut (Hrapkiewiez dan Mediana 2007).

3.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

Mencit dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu, 1) kelompok kontrol (NaCl fisiologis 0.9 % atau saline) (K), 2) kelompok perlakuan primer (P), 3) kelompok perlakuan rosela (R), dan 4) kelompok perlakuan rosela primer (RP). Di bawah ini disajikan Tabel 4, pembagian kelompok mencit perlakuan.

Tabel 4 Kelompok mencit perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini Kelompok

mencit Perlakuan

K Mencit kontrol yakni mencit yang tidak diberi radiasi dan NaCl fisiologis 0.9 % (saline) (n=6)

P Mencit primer yakni mencit yang diberi radiasi dan NaCl fisiologis 0.9 % (saline) (n=6)

R Mencit Rosela yakni mencit yang tidak diberi radiasi tetapi diberi ekstrak kelopak rosela (n=6)

RP Mencit rosela primer yakni mencit yang diberi radiasi dan ekstrak kelopak rosela (n=6)

Ket: cekok NaCl fisiologis 0.9 % (saline) pada kelompok kontrol dan ekstrak kelopak rosela dengan dosis 0.2 ml/ekor/ 2 hari. NaCl fisiologis 0.9 % (saline) dan ekstrak kelopak rosela diberikan secara per oral menggunakan sonde lambung.

Semua kelompok diberi perlakuan berdasarkan pembagian kelompok di atas. Masa perlakuan berupa pencekokan rosela dan pemberian paparan radiasi selama 8 minggu. Setelah 8 minggu dilakukan nekropsi pada 3 ekor mencit dari masing-masing kelompok. Tiga ekor sisanya kemudian diberi masa pemulihan tanpa radiasi dan rosella selama 30 hari untuk kemudian dinekropsi. Hasil nekropsi dari masing-masing masa perlakuan akan dibandingkan secara histopatologinya.

3.3.3 Paparan Radiasi

Kelompok mencit yang mendapat radiasi X primer dari mesin sinar-X VR-1020 Medical Corp. Japan, dengan jarak sumber radiasi terhadap mencit dalam kandang 100 cm pada berkas sinar utama. Pemaparan radiasi dilakukan 2 hari sekali dengan dosis perlakuan 0.2 mSv/paparan, waktu paparan per detik selama delapan minggu dengan besar total paparan diukur dengan menggunakan

pen dose MyDrseTM ALOKA CO. LTD Tokyo Japan.

Setelah 8 minggu keseluruhan data besar dosis paparan radiasi sinar-X pada masing-masing kelompok dijumlahkan. Setelah 30 hari masa pemulihan dari

minggu ke-9 sampai minggu ke-12 kelompok mencit perlakuan tidak diberi paparan radiasi dan tanpa pencekokan.

3.3.4 Pemberian Ekstrak Rosela

Mencit yang diterapi dengan ekstrak rosela adalah mencit kelompok R dan RP. Sebelum pemberian ekstrak rosela, mencit direstrain terlebih dahulu secara manual mulai dari belakang telinga sampai dengan dorsal punggung. Ekstrak rosela diencerkan dengan akuadest dengan komposisi 1.5 gram ekstrak dalam 200 ml aquadest, sehingga konsentrasi adalah 7.5 g/ml. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/ml/berat badan atau 0.2 ml/ekor/dua hari dengan menggunakan sonde lambung (Akindahunsi dan Olelaye 2003; Ali et al. 2005). Sonde lambung digunakan secara hati-hati sehingga larutan ekstrak rosela tidak masuk ke dalam saluran pernapasan. Pemberian ekstrak rosela dilakukan setiap dua hari sebelum diradiasi dengan sinar-X. Cara pencekokan ekstrak kelopak bunga rosela dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Pencekokan bahan perlakuan (NaCl dan ekstrak kelopak bunga rosela) pada mencit.

3.3.5 Nekropsi

Setelah mencit kelompok perlakuan 8 minggu dan 12 minggu diberi perlakuan kemudian dilakukan nekropsi pada mencit. Pertama dilakukan penimbangan mencit lalu dianastesi dengan menggunakan kombinasi Ketamin 30 mg/Kg dan Xylazine 5 mg/Kg BBintra peritoneal. Mencit diberi anastesi dengan dosis over dosis (OD) hingga mati. Lalu mencit dinekropsi untuk kemudian diambil sampel usus yang telah ditentukan bagiannya. Kemudian bagian-bagian

usus yang telah diambil dibuka lumennya, setelah itu bagian ujung-ujung usus tersebut disteples pada kertas karton dengan pemukaan dalam dibagian atasnya. Fiksasi kesemua bagian usus yang telah diambil ke dalam larutan Buffer Neutral Formalin atau BNF 10% selama dua hari.

3.3.6 Pembuatan Sediaan Histopatologi

Pembuatan sediaan histopatologi diawali dengan pemotongan tipis pada bagian usus yang telah diawetkan dalam larutan Buffer Neutral Formalin atau

BNF 10% selama dua hari. Bagian usus dipotong dengan lebar 0.5 cm sehingga dapat dimasukkan kedalam Tissue Casset dan dikelompokkan sesuai kelompoknya. Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam sediaan tersebut secara berturut-turut kedalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut II, xylol I, xylol

II, parafin I dan parafin II. Proses perendaman pada setiap bahan dilakukan selama 2 jam dan berjalan secara otomatis dalam alat automatic tissue processor.

Proses dilanjutkan dengan pencetakkan sampel organ dalam paraffin agar membentuk blok jaringan sehingga dapat dipotong menggunakan mikrotom setebal 5 µm. Potongan blok paraffin berbentuk pita (ribbon), diletakan di atas permukaan air hangat 45°C dengan tujuan untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulasi larutan albumin yang berfungsi sebagai perekat. Sediaan selanjutnya dikeringkan dalam inkubator suhu 60°C selama 24 jam.

Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi ke dalam xylol sebanyak dua kali, masing-masing selama dua menit. Sediaan selanjutnya melalui proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 80%, yang masing-masing lamanya 2 menit. Sediaan selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Sediaan yang telah kering diwarnai dengan pewarnaan Mayer’s Hemaktosilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan pewarna Eosin selama dua menit. Sediaan kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebih sebelum akhirnya dikeringkan.

Sediaan kemudian dicelupkan kedalam alkohol 90 % sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2 menit. Sediaan ditetesi perekat

permount, ditutup dengan gelas penutup, dan dibiarkan kering sesuai dengan metode Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sediaan siap dilihat dan setelah perekat kering diamati menggunakan mikroskop cahaya.

Selain pewarnaan Hematoksilin-eosin (HE) seperti yang dijelaskan di atas, dilakukan pula pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) untuk melihat sel goblet lebih jelas. Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) diawali dengan deparafinisasi, kemudian preparat dibilas dengan akuades lalu direndam kedalam larutan asam asetat 1% selama 5 menit dan dibilas kembali dengan akuades. Preparat selanjutnya dioksidasi dalam periodc acid 1% selama 5-10 menit, lalu bilas dengan akuades tiga kali masing-masing 5 menit. Preparat dimasukkan kedalam

schiff reagent selama 15-30 menit, dibilas lagi dengan air sulfit (10 % sodium bisulfat (NaHSO3) 10 ml, 1 N HCl 10 ml dan akuadesilata 200 ml) dengan masing-masing 2 menit selama bilasan pada masing-masing larutan. Setelah itu preparat dibilas dengan air kran mengalir selama 10-15 menit lalu dibilas dengan akuades. Terakhir dilakukan dehidrasi dengan xylol kemudian ditetesi perekat

permount, ditutup dengan gelas penutup, dan dibiarkan kering sesuai dengan metode Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sediaan siap dilihat dan setelah perekat kering diamati menggunakan mikroskop cahaya.

3.3.7 Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan secara deskriptif maupun kuantitatif menggunakan mikroskop dengan perbesaran 200 kali (20x objektif dan 10x okuler) dan 400 kali (40x objektif dan 10x okuler) serta dibuat foto menggunakan

digital eyepiece camera. Pengambilan foto dilakukan sebanyak 10 lapangan pandang pada masing-masing kelompok dengan tiga kali perulangan. Rata-rata luas lapang pandang pada foto dengan perbesaran 200 kali ialah 58 987 µm2 sedangkan pada foto dengan perbesaran 400 kali ialah 243 044 µm2. Pengamatan pada bagian usus tersebut ialah untuk melihat a) persentase kerusakan vili usus b) jumlah kripta usus c) jumlah sel goblet, dan d) tinggi vili usus. Untuk perhitungan jumlah sel goblet maka preparat histopatologi usus diberi pewarnaan khusus yakni

Periodic Acid Schiff (PAS). Perhitungan menggunakan software Image J Launcher.

3.3.8 Analisis Data

Dalam penelitian ini akan diperoleh data dalam bentuk foto, nilai hasil perhitungan kuantitatif perubahan histopatologi dari bagian usus. Nilai data kuantitatif, yang terdiri atas persentase kerusakan vili usus, jumlah kripta usus, jumlah sel goblet dan tinggi vili usus pada mukosa usus halus sebanyak 10 lapangan pandang, yang ditampilkan dalam bentuk Mean +/- Standar Deviation

dan dilanjutkan dengan Ducan test untuk membandingkan antara kelompok. Kesimpulan dalam perbedaan hasil didapatkan dengan metode one-way ANOVA untuk menilai multi kelompok. Nilai P<0.05, ditetapkan hasilnya bermakna atau signifikan berbeda nyata.

Secara singkat metode penelitian ini dapat digambarkan seperti diagram alur pada Gambar 15.

Ekstraksi kelopak bunga rosela

Persiapan dan aklimatisasi hewan coba

Pengelompokan hewan coba

Kelompok K (Kontrol), n=6 Kelompok P (Primer), n=6 Kelompok R (Rosela), n=6

Kelompok RP (Radiasi rosela), n=6

Pretreatment selama 2 minggu Albendazole® 10 mg/kg Clavamox® 125 mg/kg Metronidazole®50 mg/kg Perlakuan; pencekokan dan radiasi

NaCl fisiologis, sinar- X dan ekstrak kelopak bunga rosela

Gambar 15 Alur penelitian yang telah dilaksanankan secara umum. Delapan minggu

perlakuan

Nekropsi @ kelompok n=3

Pemulihan selama empat minggu tanpa perlakuan

Alat bedah minor, Ketamin 30 mg/Kg dan

Xylazine 5 mg/Kg BB intra peritoneal dan

Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%

Nekropsi @ kelompok n=3

Pembuatan dan pembacaan

preparat histopat Perangkat lunak

Image J Launcher

SAS 9.1 dan ANOVA Analisis statistik

Alat bedah minor, Ketamin 30 mg/Kg dan

Xylazine 5 mg/Kg BB intra peritoneal dan

Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%

Radiasi ionisasi memiliki efek yang dikumulasikan dari setiap paparan yang diterima sehingga diperoleh besar dosis total dan hubunganya dengan efek yang terjadi (Hall 2000). Menurut Gorbunov et al. (2010), radiasi ionisasi dapat menyebabkan kerusakan baik fungsi maupun struktur dari suatu sistem tubuh yang peka terhadap radiasi. Sistem tubuh yang peka adalah sistem pencernaan atau gastrointestinal salah satunya usus halus (duodenum). Usus halus merupakan pusat pencernaan makanan, penyerapan nutrisi, dan sekresi endokrin. Menurut Hall (2000), efek akut radiasi terhadap usus halus dapat menimbulkan kerusakan permukaan epitel mukosa usus serta gangguan pencernaan (Gutfeld et al. 2007). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap duodenum usus halus. Parameter yang diamati diantaranya: kerusakan vili, jumlah kripta, jumlah sel goblet, jumlah sel radang, dan tinggi vili.

Dokumen terkait