• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Sintesis crosslink Epoxy-containing RTV silicone rubber menggunakan hardener polyaminoamide

a. Masukkan resin epoksi 57 %wt (11,4 gram) ke dalam reaktor. Aduk secara perlahan-lahan.

b. Tambahkan resin poliaminoamida sebanyak 38 %wt (7,6 gram) ke dalam reaktor.

c. Resin RTV silicone rubber 5%wt (1 gram) ditimbang dan dimasukkan ke dalam reaktor (wadah aluminium).

d. Tambahkan katalis Sn-kompleks kemudian campuran diaduk selama 5 menit.

e. Tuang campuran dalam cetakan yang telah disediakan.

f. Masukkan campuran dalam oven pada temperatur 200oC selama 1 jam. g. Setelah 1 jam, campuran yang telah curing dikeluarkan dan didinginkan

pada temperatur ruang.

h. Lakukan pengujian dan karakterisasi terhadap terhadap termoset yang telah curing tersebut.

i. Buat juga spesimen dengan jumlah RTV silicone rubber 10, 15 dan 20 wt%, poliaminoamida 36, 34 dan 32 wt%, dan epoksi 54, 51, 48 wt%. Pencampuran dan perubahan warna sampel dapat dilihat pada Gambar 3.18. Perubahan warna termoset epoksi/PAA/RTV silicone rubber setelah pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3.19.

3.3.2 Sintesis crosslink epoxy/polyaminoamide-phthalic anhydride

a. Timbang poliaminoamida-phthalate anhydride sebanyak 40wt%. Masukkan dalam reaktor.

b. Tambahkan resin epoksi (60wt%) ke dalam reaktor. Campuran diaduk selama 5 menit.

c. Tuang campuran ke dalam cetakan yang telah disediakan.

d. Masukkan campuran ke dalam oven pada temperatur 50oC 2 jam, 70oC 1 jam, 100oC 1 jam, dan 140OC 1 jam.

79

j. Termoset yang telah curing diuji dan dikarakterisasi. Pencampuran dan perubahan warna sampel dapat dilihat pada Gambar 3.20. Perubahan warna termoset epoksi/PAA/PA setelah pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.18 Pengaruh penambahan RTV silicone rubber terhadap perubahan warna Epoksi/PAA; (a) 0wt% RTV silicone rubber, (b) 5wt% RTV silicone

rubber, (c) 10wt% TV silicone rubber, (d) 15wt% RTV silicone rubber, dan (e)

80

Gambar 3.19 Termoset epoksi/PAA/xwt%RTV silicone rubber setelah dipanaskan pada temperatur 200oC, 1 jam; (a) 0wt% RTV silicone rubber, (b)

5wt% RTV silicone rubber, (c) 10wt% TV silicone rubber, (d) 15wt% RTV

silicone rubber, dan (e) 20wt% RTV silicone rubber

Gambar 3.20 Pengaruh penambahan PA terhadap perubahan warna Epoksi/PAA; (a) 0wt% PA, (b) 5wt% PA, (c) 10wt% PA, (d) 15wt% PA, dan (e) 20wt% PA

81

Gambar 3.21 Termoset epoksi/PAA/xwt%PA setelah dipanaskan pada temperatur bertahap 50oC 2 jam, 70, 100 dan140oC masing-masing 1 jam serta curing 200oC tanpa penambahan PA; (a) 0wt% PA, (b) 5wt% PA, (c) 10wt% PA, (d) 15wt%

PA, dan (e) 20wt% PA

Campuran termoset epoksi/PAA/RTV silicone rubber ditambahkan katalis organologam Sn-kompleks dan diaduk hingga distribusi pencampuran merata. Penambahan katalis Sn-kompleks bertujuan untuk mengaktifikan gugus –OR pada RTV silicone rubber sehingga dapat berikatan dan membentuk polimer. Setelah dilakukan pengadukan, material dengan maupun tanpa penambahan tertentu RTV

silicone rubber dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada temperatur 200oC

selama 1 jam. Pemilihan temperatur curing pada 200oC didasarkan pada diagram TTT termoset epoksi termodifikasi rubber (Gambar 2.39) yang dikemukakan oleh Aronhime dan Gillham, 1986. Dari Gambar 2.39 diapat dilihat bahwa temperatur Tg ∞ berada pada rentang 150 – 200oC. Dengan penambahan rubber, maka Tcure

maksimum terdapat pada temperatur 200oC. Penelitian terdahulu juga telah memberikan parameter temperatur completion curing pada rentang antara 140 – 240oC (Ming, 2008). Gambar 2.40 menunjukkan diagram TTT dari resin epoksi murni. Pemilihan temperatur cure (Tcure) harus berada diatas temperatur transisi

82

gelas (Tg) dan di bawah temperatur degradasi (Td), atau dengan kata lain Td > Tcure

> Tg. Data temperatur hasil TGA ketika mengalami degradasi yang diperoleh juga menentukan temperatur yang dipilih. Dari hasil TGA (Tabel 4.7) menunjukkan Td

> 250oC sehingga pemanasan temperatur sampai 200oC masih stabil untuk termoset epoksi/PAA/RTV silicone rubber. Peneliti juga telah melakukan uji pendahuluan (lampiran 11) berupa pengujian mekanik terhadap termoset epoksi/PAA/RTV

silicone rubber pada temperatur pemanasan yang berbeda-beda dan memperoleh

hasil bahwa kekuatan tarik maksimum berada pada temperatur 200oC. Waktu pemanasan 1 jam dianggap telah cukup untuk mengalami completing curing. Hal ini didasarkan pada rentang diagram TTT yaitu dari 5 – 100 menit. Soni (1991) melakukan proses curing pada temperatur 180oC selama 3 jam.

Selain menggunakan RTV silicone rubber, penelitian ini juga menggunakan

phthalic anhydride (PA) sebagai material tambahan pengganti RTV silicone rubber. Sintesis Epoksi/PAA/PA dilakukan dengan cara mencampurkan PAA

dengan larutan 10% PA dalam pelarut aseton. Seperti sintesis menggunakan RTV

silicone rubber, perbandingan antara Epoksi/PAA dibuat konstan (60/40).

Campuran PAA/PA kemudian diaduk dengan pengadukan manual pada temperatur ruang, 5 menit. Terjadi reaksi eksotermik antara PAA dan PA ketika diaduk dan panas yang dihasilkan semakin tinggi dengan bertambahnya penambahan larutan PA dalam PAA. Temperatur reaksi eksotermik berkisar antara 39 – 50oC. Penambahan wt% larutan PA meningkatkan temperatur campuran. Perubahan temperatur mengindikasikan terjadinya reaksi kimia secara spontanitas antara PAA dan PA. Campuran PA dan PAA yang terbentuk kemudian ditambahkan ke dalam resin epoksi (60wt% dari total wt%) dan diaduk.

Setelah pencampuran terdistribusi secara merata, spesimen kemudian dimasukkan ke dalam oven dan diberikan pemanasan bertahap mulai dari 50oC selama 2 jam, kemudian pemanasan dinaikkan menjadi 70oC selama 1 jam. Setelah itu temperatur oven dinaikkan menjadi 100oC selama 1 jam dan dinaikkan lagi menjadi 140oC selama 1 jam. Pemanasan bertahap yang diberikan didasarkan pada TTT-cure diagram of an Anhydride-cured Epoxy system yang teliti oleh Teil

83

(2004). Kurva diagram TTT anhydride-cured epoxy dapat dilihat pada Gambar 2.41.

Saat dipanaskan pada temperatur 50oC selama 120 menit, spesimen masih berada dalam kondisi liquid. Tujuan pemanasan pada temperatur ini adalah untuk mengeluarkan pelarut aseton secara perlahan agar tidak mengganggu reaksi lanjutan saat pembentukan termoset. Pemanasan 70oC selama 60 menit untuk mengeluarkan pelarut aseton yang berada dalam fase gelatin. Pemanasan lanjutan pada 100oC selama 60 menit untuk mencapai titik vitrifikasi dan mengeluarkan sisa-sisa pelarut aseton yang masih terjebak sebelum terjadi curing secara sempurna. Penambahan temperatur 140oC selama 60 menit bertujuan untuk mencapai titik Tcure dimana spesimen telah curing sempurna. Temperatur 140oC pada penelitian ini dianggap sebagai temperatur curing maksimum. Hal ini didasarkan pada diagram TTT dan juga karena peningkatan temperatur diatas temperatur 140oC menyebabkan spesimen akan terdegradasi. Hal ini dapat dilihat pada data hasil TGA (Tabel 4.6).

84