• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Prosedur Penelitian

Sebagian besar kerja dan penelitian ini dilakukan dalam kondisi steril untuk menghindari adanya kontaminasi, terutama ketika menggunakan media pertumbuhan dan inokulasi sel ragi. Inokulasi dilakukan di Laminar Air Flow (LAF) yang sebelumnya telah diberi sinar ultraviolet dan disemprot dengan alkohol 70%.

Semua peralatan gelas, kawat ose, YPD ( Yeast Peptone Dextrosa ) cair dan padat harus disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada suhu 121 ͦ C dan tekanan 1 atm selama 15 menit (Widyatmoko, 2012).

Pengukuran koloni mikroorganisme berdasarkan jumlah koloni secara kualitatif menggunakan spektronik 20 dengan = 600 nm. Sedangkan pengukuran secara kuantitatif dengan mengukur kadar timbal menggunakan SSA.

1. Pembuatan Media Yeast Pepton Dekstrosa (YPD) Padat

Sebanyak 2 g glukosa, 1 g yeast extract, 2 g agarosa dan 2 g bacto pepton. Bacto pepton, yeast extract, dan agarosa dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambah akuades hingga volume 70 mL. Glukosa dimasukkan dalam erlenmeyer lain dan ditambah akuades hingga volume 30 mL. Masing-masing

34

larutan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 ͦC selama 10 menit dan tekanan 1 atm, kemudian larutan dicampur di dalam Laminar Air Flow. Media dituangkan pada cawan petri dan ditunggu sekitar 10 menit hingga memadat (Widyatmoko, 2012). Media YPD padat dapat digunakan setelah dua hari untuk melihat ada tidaknya kontaminasi jamur lain.

2. Pembuatan Media Yeast Pepton Dekstrosa (YPD) Cair

Sebanyak 2 g glukosa, 1 g yeast exctract, dan 2 g bacto pepton ditimbang. Bacto pepton dan yeast extract dicampur dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambah akuades hingga volume 70 mL. Glukosa dimasukkan dalam erlenmeyer lain dan ditambah akuades hingga volume 30 mL. Masing–masing larutan disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit dan tekanan 1 atm, kemudian larutan dicampur di dalam Laminar Air Flow. Media YPD cair siap digunakan (Widyatmoko, 2012).

3. Peremajaan Sel Ragi S. cerevisiae

Media YPD padat pada cawan petri disiapkan. Sel ragi alami (wild type S. cereviseae) sebagai sel stok diambil dengan kawat ose steril. Sel yang menempel pada kawat ose digesekkan pada media YPD padat, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari. Sel ragi dalam cawan petri ini

35

berperan sebagai sel stok dan disimpan pada alat pendingin dengan suhu 4oC untuk dapat digunakan pada penelitian selanjutnya ( Widyatmoko, 2012).

4. Pembuatan Kultur Awal (Starter)

Media YPD cair yang telah disterilkan menggunakan autoklaf dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sel ragi pada media diambil menggunakan ose steril, kemudian dimasukkan ke dalam 10 mL YPD cair. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 12 jam (Widyatmoko, 2012).

5. Pengamatan Profil Pertumbuhan Ragi S. cerevisiae

Sebanyak 25 mL media YPD cair dimasukkan dalam 2 buah Erlenmeyer 250 mL yang telah disterilkan terlebih dahulu. Media ditambah dengan starter masing-masing 0,5 mL (dari metode 4). Kultur tersebut diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 125 ppm pada suhu kamar selama 48 jam (erlenmeyer ditutup dengan kapas). Pengukuran OD600 dilakukan pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 16, 24 dan 48. Profil pertumbuhan ragi S.cereviseae diketahui dengan menghubungkan grafik antara waktu kontak dengan OD600 (Widyatmoko, 2012).

6. Pembuatan Larutan Induk Pb2+

Pembuatan larutan induk Pb2+ dilakukan dengan menimbang serbuk Pb(NO3)2 dan dilarutkan dengan akuades hingga larut dalam erlenmeyer.

36

Larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dengan menambahkan akuades hingga tanda batas. Kemudian larutan digojog hingga homogen. Larutan induk ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit dan tekanan 1 atm. Pembuatan larutan induk didasarkan pada perhitungan (Widyatmoko, 2012).

Massa kristal Pb(NO3)2 =

=

= 159,848 mg

7. Pembuatan Larutan Induk Cd2+

Pembuatan larutan induk Cd2+ dilakukan dengan menimbang serbuk CdSO4 dan dilarutkan dengan akuades hingga larut dalam erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dengan menambahkan akuades hingga tanda batas. Kemudian larutan digojog hingga homogen. Larutan induk ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit dan tekanan 1 atm. Pembuatan larutan induk didasarkan pada perhitungan (Widyatmoko, 2012).

Massa kristal CdSO4 =

=

37

8. Pengaruh Variasi Konsentrasi Pb2+ terhadap Pertumbuhan Ragi S. cerevisiae

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai konsentrasi larutan Pb2+ maksimum dengan kondisi sel ragi yang masih dapat hidup dengan baik. Variasi konsentrasi larutan Pb2+ yang digunakan yakni 0; 5; 10; 15; 20 dan 25 ppm (masing-masing dilakukan secara duplo).

Volume larutan Pb2+ yang ditambahkan dapat ditentukan dengan rumus pengenceran berikut.

V1 x C1 = V2 x C2 Keterangan:

V1 : volume larutan Pb2+ yang akan ditambahkan C1 : konsentrasi larutan Pb2+ yang akan ditambahkan V2 : volume total sampel

C2 : konsentrasi larutan Pb2+ total sampel

Volume total sampel yaitu 10 mL termasuk 0,5 mL starter. Melalui rumus di atas, maka akan diperoleh volume larutan Pb2+ yang ditambahkan pada setiap variabel konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 3.

38

Tabel 3. Volume Larutan Pb2+ pada Setiap Variasi Konsentrasi No. Konsentrasi Pb2+ (ppm) VYPD (mL) V Pb2+ (mL) Vstarter (mL) VTotal Sampel (mL) 1. 0 9,5 0 0,5 10 2. 5 9,45 0,05 0,5 10 3. 10 9,4 0,1 0,5 10 4. 15 9,35 0,15 0,5 10 5. 20 9,3 0,2 0,5 10 6. 25 9,25 0,25 0,5 10

Sebanyak 12 buah erlenmeyer yang sudah disterilkan dengan autoklaf diisi dengan media YPD cair sesuai dengan tabel di atas. Setiap dua erlenmeyer diisi masing-masing 9,5 mL; 9,45 mL; 9,4 mL; 9,35 mL; 9,3 mL; dan 9,25 mL. Starter sebanyak 0,5 mL ditambahkan pada masing-masing media cair dan diinkubasi selama 6 jam, kemudian dilakukan pengukuran OD600 setelah media diinkubasi.

Larutan Pb2+ ditambahkan sesuai dengan variasi konsentrasi, setelah media diinkubasi selama 6 jam. Masing-masing kultur diinkubasi kembali menggunakan shaker dengan kecepatan 125 rpm selama 10 jam (sesuai hasil dari profil pertumbuhan ragi) pada suhu kamar. Untuk mengetahui jumlah sel ragi yang mampu hidup dalam media yang telah diberi Pb2+, dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektronik 20. Data yang didapatkan berupa OD600 pada variasi konsentrasi Pb2+. Data ini kemudian digambarkan dalam sebuah grafik yang menjelaskan mengenai konsentrasi Pb2+ optimum dimana kondisi ragi S. cerevisiae masih tumbuh dengan baik.

39

9. Pengaruh Interferensi Variasi Konsentrasi Cd2+ terhadap Pertumbuhan Ragi S. cerevisiae

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai konsentrasi larutan Cd2+ maksimum dengan kondisi sel ragi yang masih dapat hidup dengan baik. Variasi konsentrasi larutan Cd2+ yang digunakan yakni 5; 10; 15; 20 dan 25 ppm (masing-masing dilakukan secara duplo).

Volume larutan Pb2+ yang ditambahkan disesuaikan dari hasil konsentrasi pengaruh variasi konsentrasi Pb2+, sedangkan volume larutan Cd2+ dapat ditentukan dengan rumus pengenceran berikut.

V1 x C1 = V2 x C2 Keterangan:

V1 : volume larutan Cd2+ yang akan ditambahkan C1 : konsentrasi larutan Cd2+ yang akan ditambahkan V2 : volume total sampel

C2 : konsentrasi larutan Cd2+ total sampel

Volume total sampel yaitu 10 mL termasuk 0,5 mL starter, dan 0,15 mL Pb2+. Dengan menggunakan rumus diatas, maka akan diperoleh volume larutan Cd2+ yang ditambahkan pada setiap variabel konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.

40

Tabel 4. Volume Larutan Cd2+ pada Setiap Variasi Konsentrasi

No. Konsen-trasi Cd2+ (ppm) VYPD (mL) VLarutan Cd2+ (mL) VLarutan Pb2+ (mL) VStarter (mL) VTotal Sampel (mL) 1. 5 9,3 0,05 0,15 0,5 10 2. 10 9,25 0,1 0,15 0,5 10 3. 15 9,2 0,15 0,15 0,5 10 4. 20 9,15 0,2 0,15 0,5 10 5. 25 9,1 0,25 0,15 0,5 10

Sebanyak 10 buah erlenmeyer yang sudah disterilkan dengan autoklaf diisi dengan media YPD cair sesuai dengan tabel di atas. Setiap dua erlenmeyer diisi masing-masing 9,3 mL; 9,25 mL; 9,2 mL; 9,15 mL; dan 9,1 mL. Starter sebanyak 0,5 mL ditambahkan pada masing-masing media cair dan diinkubasi selama 6 jam, kemudian dilakukan pengukuran OD600 setelah media diinkubasi. Larutan Cd2+ sesuai dengan variasi konsentrasi dan larutan Pb2+ ditambahkan, setelah media diinkubasi selama 6 jam. Masing-masing kultur diinkubasi kembali menggunakan shaker dengan kecepatan 125 rpm selama 10 jam (sesuai hasil dari profil pertumbuhan ragi) pada suhu kamar. Untuk mengetahui jumlah sel ragi yang mampu hidup dalam media yang telah diberi Pb2+ dengan interferensi Cd2+, dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektronik 20. Data yang didapatkan berupa OD600 pada variasi konsentrasi Pb2+ dengan adanya interferensi Cd2+. Data ini kemudian digambarkan dalam sebuah grafik yang menjelaskan mengenai konsentrasi Pb2+ optimum dimana kondisi ragi S. cerevisiae masih tumbuh dengan baik walaupun dengan adanya interferensi Cd2+.

41

10. Pengaruh Variasi Waktu Kontak terhadap Biosorpsi Ion Pb2+

Sebanyak 12 buah erlenmeyer 100 mL steril dilakukan secara duplo ( 2 kali ulangan ) disiapkan dan diisi dengan media YPD cair steril masing-masing 9,35 mL (berdasarkan konsentrasi optimum pada Pb2+ 15 ppm). Pengambilan media itu dilakukan di dalam Laminar Air Flow dan ditambah dengan 0,5 mL, starter pada media di atas kemudian diinkubasi pada kecepatan 125 rpm selama 6 jam. Kultur ragi diambil 2 mL untuk pengukuran OD600 nya.

Larutan Pb2+ ditambahkan sebanyak 0,15 mL dan diinkubasi pada suhu kamar, masing-masing pada variasi waktu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 jam dengan kecepatan 125 rpm selama 10 jam (waktu kontak optimum). Besarnya OD600 kultur ragi diukur setiap variasi waktu kontak kemudian dibuat grafik yang menghubungkan antara waktu kontak versus OD600.

Masing-masing kultur ragi disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit . Supernatan diambil dengan hati-hati dan ditambah dengan 3 tetes HNO3 pekat. Kandungan logam Pb2+ sisa pada supernatan diukur dengan menggunakan SSA. Konsentrasi akhir Pb2+ akhir dapat diketahui dengan bantuan kurva larutan standar Pb2+, sehingga diperoleh waktu kontak optimum untuk proses biosorpsiion Pb2+ oleh sel ragi S. cerevisiae.

42

11. Pengaruh Interferensi Cd2+ terhadap Penyerapan Ion Pb2+ oleh Sel Ragi S.cereviseae pada Variasi Waktu Kontak

Pada tahap ini sebanyak 12 buah Erlenmeyer 100 mL steril dilakukan secara duplo (2 kali ulangan) disiapkan dan diisi dengan media YPD cair steril masing-masing 9,15 mL. Pengambilan media itu dilakukan dilakukan di dalam Laminar Air Flow ditambah dengan 0,5 mL starter pada media di atas kemudian diinkubasi pada kecepatan 125 rpm selama 6 jam. Kultur ragi diambil 2 ml untuk pengukuran OD600-nya.

Larutan Pb2+ ditambahkan sebanyak 0,2 mL dan larutan Cd2+ ditambahkan sebanyak 0,15 mL dan diinkubasi dengan menggunakan

Waterbatch shaker masing-masing pada variasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 jam dengan kecepatan 125 rpm selama 10 jam (waktu kontak optimum). Besar OD600 kultur ragi diukur pada setiap variasi waktu kontak, kemudian dibuat grafik yang menghubungkan antara waktu kontak versus OD600.

Kultur ragi disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dengan hati-hati dan ditambah dengan 3 tetes HNO3 pekat. Kandungan logam Pb2+ sisa dalam supernatant diukur dengan menggunakan SSA. Konsentrasi Pb2+ akhir dapat diketahui dengan bantuan kurva larutan standar Pb2+, sehingga diperoleh waktu kontak.

43

12. Pengaruh Variasi pH Media terhadap Biosorpsi Ion Pb2+oleh Ragi S. cereviseae

Disiapkan 8 buah erlenmeyer 100 mL dilakukan secara duplo (2 kali ulangan) disiapkan dan diisi dengan media YPD cair yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf masing-masing sebanyak 9,35 mL. Pengambilan YPD cair dilakukan di dalam Laminar Air Flow, kemudian pH media diatur pada variasi 3, 5, 7, dan 9 ditambah dengan HCl atau NaOH. Sebanyak 0,5 mL

starter ditambahkan pada media diinkubasi selama 6 jam (berdasarkan waktu kontak optimum). Kemudian 2 mL diambil dan diukur OD600nya.

Larutan Pb2+ ditambah sebanyak 0,15 mL (konsentarasi optimum) dan diinkubasi dengan kecepatan 125 rpm selama 6 jam (berdasarkan waktu kontak optimum). OD600 kultur ragi diukur untuk setiap variasi pH media versus OD600.

Masing-masing kultur utama ragi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dengan hati-hati dan ditambah dengan 3 tetes HNO3 pekat agar tidak terjadi pengendapan. Kandungan logam Pb2+ sisa dalam supernatant diukur dengan menggunakan SSA. Konsentrasi Pb2+ akhir dapat diketahui dengan bantuan kurva larutan standar Pb2+, sehingga diperoleh pH optimum untuk proses biosorpsi Pb2+ oleh sel ragi S. cereviseae.

44

13. Pengaruh Interferensi Cd2+ terhadap Penyerapan Ion Pb2+ oleh Sel Ragi S. Cereviseae pada Variasi pH Media

Disiapkan 8 buah erlenmeyer 100 mL dilakukan secara duplo (2 kali ulangan) disiapkan dan diisi dengan media YPD cair yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf masing-masing sebanyak 9,15 mL. Pengambilan YPD cair dilakukan di dalam Laminar Air Flow, kemudian pH media diatur pada variasi 4, 5, 7, dan 9 ditambah dengan HCl atau NaOH pekat. Sebanyak 0,5 mL starter ditambahkan pada media diinkubasi selama 6 jam, kemudian 2 mL kutur diambil dan diukur OD600-nya.

Larutan Pb2+ ditambahkan sebanyak 0,2 mL dan larutan Cd2+ ditambahkan sebanyak 0,2 mL dan diinkubasi pada suhu kamar masing-masing pada variasi pH 4, 5, 7, 9 dengan kecepatan 125 rpm selama 10 jam (waktu kontak optimum). OD600 kultur ragi diukur pada setiap variasi suhu inkubasi kemudian dibuat grafik yang menghubungkan antara suhu inkubasi versus OD600.

Masing-masing kultur utama ragi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dengan hati-hati dan ditambah dengan 3 tetes HNO3 pekat agar tidak terjadi pengendapan. Kandungan logam Pb2+ sisa dalam supernatan diukur dengan menggunakan SSA. Konsentrasi Pb2+ akhir dapat diketahui dengan bantuan kurva larutan standar Pb2+ sehingga diperoleh pH optimum untuk proses biosorpsi Pb2+ oleh sel ragi S. cereviseae.

45 E.Teknis Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya dianalisis untuk memperoleh makna. Teknik analisis data dilakukan terhadap data yang meliputi:

1. Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Analisis kuantitatif terhadap hasil pengamatan data absorbansi larutan standar Pb2+ dan larutan sampel dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Penentuan Persamaan Garis Regresi Linier Larutan Standar

Dalam membuat regresi linier, nilai koefisien korelasi (r) sangat penting karena menunjukkan adakah hubungan yang nyata antara x dan y sehingga nilai r harus mendekati angka 1. Apabila nilai r menunjukkan hubungan yang nyata antara data x dan y, persamaan garis baru dapat dipakai untuk menghitung a dan b. Nilai r, a, dan b dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.

r =

∑ − ∑ ∑ n √ ∑ 2− ∑ 2n − (∑ 2∑ 2n )

a =

∑ .∑n.∑ 22− ∑ .∑− ∑ 2

b =

n ∑ − ∑ .∑n.∑ 2− ∑ 2

Keterangan:

46 y : absorbansi larutan standar a : intersep

b : slope

r : koefisien relatif n : frekuensi data

b. Pengujian Linearitas Persamaan Garis Regresi

Persamaan garis regresi yang linier dapat diketahui dengan adanya hubungan yang bermakna antara absorbansi dengan konsentrasi larutan. Linearitas persamaan garis regresi dilakukan dengan menghitung Freg menggunakan rumus: ∑ = ∑ − ∑ = ∑ − 2 ∑ = ∑ − 2 = 22 = ∑ − 22 �� = �� = � − � = �� ��� � = ��

47 = �� Keterangan: N : banyaknya data JK : jumlah kuadrat

RJKreg : rerata jumlah kuadrat regresi RJKres : rerata jumlah kuadrat residu

db : derajat kebebasan

Freg : harga bilangan F garis regresi

Harga Freg hasil perhitungan dibandingkan dengan harga Freg tabel pada taraf signifikansi 1% dengan derajat kebebasan dbreg = 1. Jika harga Freg hitung lebih besar daripada Freg tabel maka persamaan garis regresi dinyatakan linier.

c. Penentuan Efisiensi Biosorpsi Ion Logam Pb2+

Efisiensi biosorpsi ion logam Pb2+ dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

= ��� −�� ℎ�

��� %

Keterangan:

E : efisiensi biosorpsi ion logam Pb2+

Cawal : konsentrasi ion ion logam Pb2+ sebelum biosorpsi. Cakhir : konsentrasi ion ion logam Pb2+

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Profil Pertumbuhan S. Cerevisiae

Pengukuran Optical Density (OD) dilakukan dengan menggunakan

Spectronic 20 pada panjang gelombang 600 nm. Alasan pengukuran sel dengan menggunakan OD600 dikarenakan metode ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan metode lain, yang berupa, tidak memerlukan banyak peralatan gelas, dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Data yang diperoleh dapat disajikan dalam bentuk kurva pertumbuhan, yang menunjukkan gambaran mengenai profil serta kecepatan pertumbuhan dari sel S. cerevisiae. Berdasarkan kurva pertumbuhan ini dapat diketahui kondisi sel S. cerevisiae yang dihasilkan optimum, dimana asupan nutrisi bagi sel S. cerevisiae

masih tersedia dan kultur dari sel telah berada pada kondisi aktif. Sehubungan dengan kondisi tersebut, diharapkan ragi S. cerevisiae yang digunakan dalam penelitian dapat berfungsi sebagai biosorben yang baik.

Sebelum dilakukan pengukuran OD600, ragi S. cerevisiae yang terdapat dalam agar miring diinokulasi menggunakan kawat ose ke dalam media YPD cair dengan inkubasi selama 48 jam. Pengukuran absorbansi terhadap kultur sel dilakukan pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 16, 24 dan 48 jam dengan menggunakan panjang gelombang 600 nm. Nilai yang dihasilkan dari pengukuran OD600 sebanding dengan jumlah sel ragi S. cerevisiae. Untuk nilai OD600 sebesar 1

49 0.1550.175 0.208 0.323 0.587 0.638 0.521 0.495 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 O D 6 0 0 WAKTU (JAM)

menunjukkan bahwa sel ragi yang terdapat di dalam kultur berjumlah sekitar 107 sel/mL. Larutan blanko yang digunakan yaitu media cair tanpa penambahan sel ragi. Data absorbansi kultur sel ragi S. cerevisiae disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Absorbansi Kultur Ragi S. cerevisiae

No. waktu (jam) OD600 Pengenceran (kali) Konsentrasi (Sel/mL) 1. 0 0,155 - 1,55 x 106 2. 2 0,175 - 1,75 x 106 3. 4 0,208 - 2,08 x 106 4. 6 0,323 - 3,23 x 106 5. 8 0,587 10 5,87 x 107 6. 16 0,638 10 6,38 x 107 7. 24 0,521 10 5,21 x 107 8. 48 0,495 10 4,95 x 107

Konsentrasi = OD600 x faktor pengenceran x 107 sel/mL

Data pada Tabel 5. bila dilukiskan dalam bentuk kurva (kurva pertumbuhan) disajikan pada Gambar 7.

50

Berdasarkan Gambar 7diperoleh ilustrasi yang menunjukkan bahwa sel ragi

S. cerevisiae memiliki fase adaptasi pada jam ke-0 sampai jam ke-4 Fase adaptasi terjadi karena sel ragi S. cerevisiae mulai menyesuaikan diri dengan media pertumbuhan baru dan dapat tumbuh dengan baik. Fase selanjutnya yaitu fase pertumbuhan (eksponensial) yang terjadi pada jam ke-6 hingga jam ke-16. Pada fase ini sel S. cerevisiae mulai mengalami pertumbuhan serta perkembangbiakan secara optimal. Setelah mengalami fase pertumbuhan sel S. cerevisiae mengalami fase stationer pada jam ke-16 hingga jam ke-48. Setelah inkubasi selama 48 jam terjadi penurunan jumlah sel ragi yang menunjukkan bahwa sel S. cerevisiae telah memasuki fase kematian. Fasa kematian dapat disebabkan oleh berkurangnya sumber nutrisi yang dapat diserap sel S. cerevisiae, sehingga ragi mengalami penurunan jumlah sel dan mengakibatkan kematian.

Berdasarkan hasil di atas diperoleh informasi yang berhubungan dengan ketepatan waktu dalam penambahan ion logam. Penambahan ion Pb2+ maupun Cd2+ pada kultur sel dapat dilakukan pada jam ke-6. Pada jam ke-6 menunjukkan sel S. cerevisiae telah memasuki fase pertumbuhan. Penambahan ion Pb2+ maupun Cd2+ yang dilakukan sebelum jam ke-6 dikhawatirkan akan mengganggu fase pertambuhan dari S. cerevisiae.

B.Pengaruh Konsentrasi Ion Pb2+ terhadap Pertumbuhan Sel S. cerevisiae Pertumbuhan sel ragi dapat diamati dari nilai OD600 yang mewakili jumlah mikroorganisme dalam suspensi. Data OD600 kultur sel diperlukan untuk

51 0 5 10 15 20 25 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 OD 600 Konsentrasi (ppm) OD 600 awal inkubasi OD600 akhir inkubasi

mengetahui konsentrasi Pb2+ optimum, kondisi yang menunjukkan ragi masih dapat hidup dengan baik. Profil pertumbuhan ragi S. cerevisiae ketika dikontakkan dengan variasi konsentrasi larutan Pb2+ disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. OD600 Kultur Ragi S. cerevisiae pada Variasi Konsentrasi Pb2+ No. Pb2+ (ppm) OD600 awal Rata-rata OD600 akhir Rata-rata Pengence ran Konsentrasi (sel/mL) 1. 0 0,112 0,104 0,132 0,159 10 1,59 x 107 0,096 0,186 2. 5 0,208 0,202 0,296 0,258 10 2,58 x 107 0,196 0,220 3. 10 0,199 0,206 0,230 0,231 10 2,31 x 107 0,212 0,232 4. 15 0,215 0,218 0,271 0,251 10 2,51 x 107 0,220 0,230 5. 20 0,222 0,232 0,292 0,293 10 2,93 x 107 0,242 0,293 6. 25 0,270 0,264 0,281 0,277 10 2,77 x 107 0,258 0,272

Data mengenai pertumbuhan sel S. cerevisiae yang terdapat pada Tabel 6 bila diilustrasikan dalam bentuk grafis disajikan sesuai Gambar 8.

52

Pengukuran OD600 kultur sel S. cerevisiae dilakukan sebelum dikontakkan dengan larutan Pb2+ yaitu pada jam ke-6 yang merupakan fase adaptasi dari S. cerevisiae, dan pada jam ke-16 setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+ selama 10 jam. Dari pengukuran OD600 dapat diperoleh konsentrasi ion Pb2+ maksimum, namun kondisi ragi S. cerevisiae masih dapat hidup dengan baik.

Rerata besarnya OD600 kultur sel ragi sebelum maupun setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+ menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan sel S. cerevisiae. Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ion Pb2+ menyebabkan semakin kecil rerata OD600. Semakin kecil rerata OD600 ini dapat disebabkan adanya ion Pb2+ dalam media yang dapat menghambat pertumbuhan sel S. cerevisiae.

Pada konsentrasi Pb2+, 0 sampai dengan 20 ppm nilai OD600 mengalami peningkatan dan menurun pada konsentrasi 25 ppm. Konsentrasi maksimum Pb2+ pada penelitian ini adalah 20 ppm dengan nilai OD600 sebesar 0,293. Pada konsentrasi tersebut sel S. cerevisiae masih tumbuh dengan baik. Untuk penelitian selanjutnya menggunakan konsentrasi ion Pb2+ sebesar 15 ppm, hal ini karena jika menggunakan konsentrasi ion Pb2+ sebesar 20 ppm sel S. cerevisiae berada pada fase pertumbuhan maksimum dan akan menyebabkan pertumbuhan ragi S. cerevisiae tidak optimal. Konsentrasi 15 ppm ini digunakan untuk mengetahui efisiensi biosorpsi ion Pb2+ variasi waktu kontak dan pH media tanpa dan adanya interferensi Cd2+ pada tahapan selanjutnya.

53

C.Pengaruh Interferensi Variasi Konsentrasi Cd2+ terhadap Pertumbuhan Ragi S. cerevisiae

Pertumbuhan sel ragi dapat diamati dari nilai OD600 yang mewakili jumlah mikroorganisme dalam suspensi. Data OD600 kultur sel diperlukan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan S. cerevisiae yang medianya mengandung konsentrasi Pb2+ optimum dari penelitian sebelumnya sebesar 15 ppm, serta dengan adanya interferensi Cd2+. Profil pertumbuhan ragi S. cerevisiae ketika dikontakkan adanya dengan variasi konsentrasi larutan Cd2+ yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. OD600 Kultur Ragi S. cerevisiae dengan Interferensi Variasi Konsentrasi Cd2+ No. Cd 2+ (ppm) OD600 awal Rata-rata OD600 akhir Rata-rata Pengen-ceran Konsentrasi (Sel/mL) 1. 5 0,121 0,119 0,133 0,145 10 1,45 x 107 0,116 0,156 2. 10 0,178 0,187 0,216 0,218 10 2,18 x 107 0,196 0,220 3. 15 0,190 0,196 0,200 0,211 10 2,11 x 107 0,202 0,222 4. 20 0,186 0,208 0,241 0,246 10 2,46 x 107 0,230 0,251 5. 25 0,214 0,223 0,243 0,248 10 2,48 x 107 0,232 0,253

Data mengenai pertumbuhan sel S. cerevisiae yang terdapat pada Tabel 7 bila diilustrasikan dalam bentuk grafis disajikan sesuai Gambar 9.

54 5 10 15 20 25 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 OD 600 Konsentrasi Cd2+ OD 600 awal inkubasi OD 600 akhir inkubasi

Gambar 9. Grafik Hubungan Kultur Ragi Interferensi Variasi Konsentrasi Cd2+ OD600.

Pengukuran OD600 kultur sel S. cerevisiae dilakukan sebelum dikontakkan dengan larutan Pb2+ dan Cd2+ yaitu pada jam ke-6 yang merupakan fase adaptasi dari S. cerevisiae, dan pada jam ke-16 setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+ dan Cd2+ selama 10 jam. Dari pengukuran OD600 dapat diperoleh konsentrasi ion Pb2+ maksimum walaupun dengan adanya variasi interferensi Cd2+, namun kondisi ragi S. cerevisiae masih dapat hidup dengan baik.

Rerata besarnya OD600 kultur sel ragi sebelum maupun setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+ menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan sel S. cerevisiae. Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ion Cd2+ menyebabkan semakin besar rerata OD600.

Pada konsentrasi Cd2+, 5 sampai dengan 25 ppm nilai OD600 mengalami peningkatan. Konsentrasi maksimum Cd2+ pada penelitian ini adalah 25 ppm

55

dengan nilai OD600 sebesar 0,248. Pada konsentrasi tersebut sel S. cerevisiae masih tumbuh dengan baik. Untuk penelitian selanjutnya menggunakan konsentrasi ion Cd2+ sebesar 20 ppm, hal ini karena jika menggunakan konsentrasi ion Cd2+ sebesar 25 ppm sel S. cerevisiae berada pada fase pertumbuhan maksimum dan akan menyebabkan pertumbuhan ragi S. cerevisiae tidak optimal. Konsentrasi 20 ppm ini digunakan untuk mengetahui efisiensi biosorpsi ion Pb2+ pada variasi waktu kontak dan pH media dengan interferensi Cd2+.

D.Pengaruh Waktu Kontak terhadap Efisiensi Biosorpsi Ion Pb2+

Profil pertumbuhan ragi S. cerevisiae saat dikontakkan dengan larutan Pb2+

Dokumen terkait