• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

B. Prosedur Pengembangan

Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan milik Borg&Gall yang menjadi dasar dalam mengembangkan model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis anak tunarungu kelas V. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk dan menguji keefektifan produk sesuai pada fungsi validasi. Produk yang dihasilkan berupa model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis anak tunarungu kelas V. Secara sistematis prosedur pengembangan dari model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan

60

kemampuan berpikir logis anak tunarungu kelas V telah disederhanakan menjadi tiga tahap yakni: 1) Studi Pendahuluan; 2) Pengembangan Produuk; dan 3) Uji Coba Produk. Berikut ini alur pengembangan model.

fd

Gambar 6 Prosedur Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Anak Tunarungu

1. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan menjadi dasar dalam melakukan penelitian pengembangan. Tahapan ini terdiri dari dua kegiatan yaitu studi lapangan dan

Tahap 1 Studi Pendahuluan

Studi Literatur Mengkaji referensi dan

jurnal

Studi lapangan

Pengumpulan data kemampuan berpikir logis (obervasi&wawancara) Pengumpulan data model pembelajaran

berbasis proyek

Analisis kebutuhan pengembangan model pembelajaran berbasis proyek

untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis

Penyusunan model

Validasi model

Revisi model Tahap 2 Pengembangan

Uji coba awal

Uji coba lapangan

Uji operasional/efektifitas

Revisi final Tahap 3 Uji Coba

61

studi literatur. Studi lapangan bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan model pembelajaran, kemampuan berpikir logis anak tunarungu, kegiatan pembelajaran yang hendak ditingkatkan dan kendala yang dihadapi guru ketika proses pembelajaran. Sedangkan studi literatur bertujuan untuk mendukung hasil temuan studi lapangan dengan mengkaji literatur yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Khususnya teori, konsep dan temuan penelitian terbaru yang relevan(Fraenkel et al., 2012: 38).

Tahap ini penulis melakukan studi lapangan di dua sekolah yaitu SLB B Karnnamanohara dan SLB N 1 Bantul. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara, observasi dan penentuan materi. Kondisi pada studi di lapangan dapat dilihat dari kemampuan berpikir logis anak tunarungu dalam suatu proses pembelajaran. Seperti penggunaan model pembelajaran yang digunakan saat mata pelajaran ilmu pengetahuan alam materi cuaca. Hasil temuan studi pendahuluan menjadi dasar dalam perencanaan penelitian pengembangan ini. Hasil ini menjelaskan analisis kemampuan berpikir logis anak tunarungu dan pengembangan model pembelajaran berbasis proyek yang sesuai dengan karakteristik anak tunarungu.

2. Pengembangan Produk

Tahap ini merumuskan arah dari pengembangan model pembelajaran berdasarkan kajian yang ditemui di studi lapangan. Tahap pengembangan ini merupakan gabungan dari tahap planning dan juga development of the

62

penyusunan produk pengembangan berupa model pembelajaran berbasis proyek. Produk pengembangan ini dilanjutkan dalam penyajian materi pada buku panduan, desain buku panduan dan produk akhir buku panduan.

Tahap pengembangan ini sesuai dengan perencanaan penelitian yaitu pemgembangan model pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis anak tunarungu. Kegiatan yang direncanakan dalam pengembangan ini adalah pada proses pelaksanaan model berbasis proyek yang umumnya memiliki 6 proses, direncanakan akan melakukan pengembangan menjadi 8 proses. Proses yang dikembangkan yaitu ;

a. Guru memberikan penjelasan tentang pertanyaan esensial

b. Guru membimbing anak dalam membentuk kelompok proyek dan c. Guru membantu anak menyusun perencanaan proyek.

Setelah pengembangan model pembelajaran berbasis proyek disesuaikan dengan karakteristik anak tunarungu, maka kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis anak. Langkah ini dirancang supaya anak menjadi lebih aktif, kreatif dan kritis dalam melakukan kegiatan yang diberikan. Seluruh kegiatan pembelajaran menyajikan kemampuan berpikir logis sebagai berikut ini ;

1) Penentuan pertanyaan mendasar atau topik yang akan dibahas. Guru menjelaskan materi pelajaran. Gunakan bahasa sederhana dan media kongkret. Siswa mengamati materi dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Berikan beberapa petunjuk agar siswa mau menyampaikan pendapatnya.

63

2) Menjelaskan jawaban pertanyaan, tujuannya mencocokkan jawaban siswa dengan fakta. Selanjutnya guru meminta siswa untuk melaksanakan kegiatan proyek berdasarkan materi tersebut. Kegiatan proyek akan dilakukan dalam beberapa kelompok.

3) Membentuk kelompok untuk membuat proyek. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 2 atau 4 orang. Setiap kelompok terdiri dari siswa kemampuan tinggi dan siswa kemampuan biasa. Tujuannya agar siswa dapat belajar bersama dan bertanggung jawab.

4) Menyusun perencanaan proyek. Setiap kelompok akan memilih kerja proyek yang akan dilakukan. Guru membimbing kelompok untuk menyusun perencanaan proyek seperti alat dan bahan pembuatan proyek serta langkah pelaksanaan proyek.

5) Menyusun jadwal dengan kelompok. Guru dan siswa menyusun jadwal kegiatan proyek dan menulisnya dalam catatan proyek. Catatan proyek berisikan jadwal kegiatan pembuatan proyek dan pengumpulan proyek. Mintalah setiap kelompok untuk membuat mengerjakan proyek sesuai jadwal yang ditentukan.

6) Monitioring. Siswa melakukan kegiatan proyek, guru mengawasi aktivitas siswa selama mengerjakan proyek. Selain itu guru dapat menilai kemampuan berpikir logis dalam bentuk rubrik yang telah ditentukan. 7) Mempresentasikan proyek. Mintalah setiap kelompok untuk

64

berfungsi untuk mengukur ketercapaian proyek. Mintalah kelompok lain untuk berpendapat terhadap proyek dari kelompok lain.

8) Evaluasi pengalaman. Akhir proses pembelajaran guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas proyek yang sudah dijalankan. Mintalah siswa untuk menyampaikan pengalaman selama menyelesaikan proyek. Refleksi menjadi masukan untuk pembelajaran berikutnya.

Penambahan proses pelaksanaan model pembelajaran juga diiringi dengan peningkatan support system. Peningkatan support system berupa media nyata, slide power point dan catatan proyek yang menjadi portofolio saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu dampak pengiring yang dapat dipahami anak yaitu kemampuan berpikir logis dan tanggung jawab selama kerja proyek. Kemampuan ini berkembang melalui kegiatan yang aktif, kreatif serta kritis dan anak dapat menghubungkannya dengan kondisi kehidupan sehari-hari.

3. Validasi Produk atau Model

Validasi Produk meliputi tahap preliminary field testing, main product

revision, main field testing, operational product revision, operational field

testing, final product revision. Tahap ini menyajikan validasi rancangan

produk oleh ahli materi dan ahli praktisi. Validasi model berupa materi pembelajaran dan kemampuan berpikir logis anak tunarungu. Validasi ini akan dinilai oleh ahli materi kemudian proses revisi. Hasil validasi akan dikaji sesuai saran dan masukan sebelum rancangan produk diujicobakan. Pada

65

tahapan ini, uji coba validasi yang dilakukan oleh para ahli bertujuan untuk mengetahui instrumen yang berkualitas dalam penelitian.

Instrumen validasi harus memiliki kriteria valid dan reliabel sehingga data yang didapatkan juga bersifat valid (Fraenkel et al., 2012: 112). Berdasarkan saran dan masukan yang diberikan oleh para ahli, selanjutnya penulis akan melakukan revisi instrumen dan rancangan mengenai model pembelajaran berbasis proyek sesuai dengan penilaian atau disebut juga dengan model hipotetik. Model hipotetik adalah model yang sudah mendapat masukan dari ahli melalui expert judgment. Model hipotetik ini dinyatakan sebagai model yang telah memiliki kelayakan untuk diujicobakan. Tahap selanjutnya adalah uji coba model yang meliputi:

a. Uji coba terbatas

Uji coba terbatas dilakukan setelah tahap pengembangan dan validasi dengan tim ahli. uji coba terbatas bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kejelasan, kemanfaatan, dan respon guru terhadap model pembelajaran yang telah dikembangkan. Pada tahap ini uji coba dilakukan dalam kondisi terbatas yaitu subjek tiga anak tunarungu dan satu orang guru. Subjek akan diminta untuk melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif serta kuantitatif untuk memperbaiki penerapan pada tahap selanjutnya.

66

b. Revisi Model Awal

Tahap ini dilakukan dasi hasil uji coba terbatas, selanjutnya akan dianalisis kekurangan model pembelajaran berbasis proyek selama uji coba terbatas. Kekurangan tersebut kemudian dikaji dan dilengkapi sehingga dapat digunakan untuk uji coba lapangan.

c. Uji Coba Lapangan Luas

Uji coba lapangan luas dilakukan setelah melalui tahapan revisi model awal. Proses ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis proyek berdasarkan saran dan masukan guru selama penelitian. Uji coba lapangan dilakukan dalam kondisi yang lebih luas dengan subjek lima orang anak tunarungu dan satu orang guru untuk melakukan kegiatan dalam pengembangan model.

d. Revisi Uji Coba Lapangan

Tahap ini dilakukan sebagai evaluasi dan revisi pada uji coba lapangan. Revisi uji coba lapangan bertujuan untuk memperbaiki kekurangan pada saat uji coba lapangan.

e. Uji efektivitas

Uji efektivitas dilakukan setalah uji coba lapangan. Uji efektivitas bertujuan untuk mengetahui kefektifan model yang dikembangkan dalam peningkatan kemampuan berpikir logis anak tunarungu. Pada tahap ini tes hasil belajar digunakan untuk menilai pelaksanaan uji efektifitas. Hasil tes ini didapatkan sebelum (pretest) dan sesudah (posttes) penerapan model pembelajaran berbasis proyek.

67

f. Revisi produk final

Sebelum produk ini dikembangkan, maka perlu dilakukan revisi terakhir untuk mengkaji hal-hal yang kurang baik pada saat penelitian uji operasional. Namun, setelah revisi produk final penulis tidak melakukan tahapan diseminasi dikarenakan waktu penelitian yang terbatas.

Dokumen terkait