• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Berikut tahapan-tahapan dalam pengolahan data:

a. Pemetaan Episenter

Pada tahap ini dibuat pemetaan episenter untuk menghasilkan peta seismisitas wilayah Selatan Jawa Barat dan Banten yang disesuaikan dengan lintang serta bujur dari data gempa BMKG dan USGS.

b. Pembagian Segmen Irisan Vertikal

Pada tahap ini membagi segmen irisan daerah yang tegak lurus terhadap trench (palung laut) dengan persamaan [5]:

𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0 (1)

Dengan a, b dan c adalah konstanta.

c. Pengeplotan Episenter Gempa Pada Setiap Segmen Irisan Vertikal

Data diplot pada persamaan 1 untuk menghitung jarak episenter X terhadap garis yang sejajar dengan trench menggunakan rumus empiris:

𝑎X1 + 𝑏𝑌1 + 𝐶

26

𝑎, 𝑏, 𝑐 : Bujur episenter

𝐷 : Jarak episenter dalam derajat dalam km

Analisis pola subduksi didapat dari grafik hubungan jarak X dan kedalaman Y menggunakan metode least square dan menggunakan persamaan parabola [4] :

𝑌 = 𝐴 + 𝐵X + 𝐶X2 (4)

Dengan A, B dan C adalah Konstanta. Sedangkan Analisis patahan dilakukan jika terdapat titik gempa yang tidak terletak pada zona subduksi pada grafik hubungan jarak X dan kedalaman Y.

d. Sudut penunjaman

Menghitung sudut penunjaman didapat dari turunan pertama persamaan parabola dari masing-masing segmen :

𝑡𝑎𝑛 𝖺 = 𝑌′ = 𝐵 + 2𝐶X (5)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Peta distribusi gempa atau biasa disebut sebagai peta seismisitas merupakan suatu peta yang digunakan untuk menampilkan persebaran gempa bumi disuatu daerah dari pandangan atas kertas. Software utama yang digunakan dalam membuat peta seismisitas adalah Generic Mapping Tools (GMT). Peta seismisitas dibuat dengan cara mengumpulkan data gempa bumi dalam kurun waktu beberapa tahun.

Gambar 4. Peta Seismisitas Daerah Jawa Barat dan Banten

27

28

Gambar diatas menunjukkan hubungan antara kedalaman dan magnitudo gempa bumi. Dimana sesuai keterangan diatas, bahwa warna merah menunjukkan gempa dangkal dengan kedalaman 0 hingga 60 kilometer, warna kuning menunjukkan gempa menengah dengan kedalaman 60 hingga 300 kilometer dan warna hijau menunjukkan gempa dalam dengan kedalaman 300 hingga 600 kilometer. Sedangkan besar lingkaran menunjukkan tingkat magnitudo yang ada pada sumber gempa bumi.

Gambar 5. Pembagian Segmen Irisan

Gambar diatas menunjukkan pembagian segmen irisan vertikal menggunakan software GMT (Generic Mapping Tool). Daerah penelitian dibagi menjadi tiga segmen irisan vertikal dengan arah tegak lurus terhadap subduksi sehingga dapat diketahui arah penunjaman lempeng, jarak, serta persebaran gempa bumi dengan benar. Segmen irisan A-A’ berada pada di perbatasan Jawa barat dan Jawa Tengah. Segmen irisan B-B’ berada di Jawa Barat. Segmen irisan C-C’ berada di antara pulau Jawa dan pulau Sumatera (Selat Sunda). Adapun koordinat masing-masing irisan vertikal dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Koordinat Pembagian Segmen

Lintasan Koordinat 1 Koordinat 2 Panjang (Km) Lebar (Km)

A-A’ 106.7 – 9.85 108.2 – 4.8 650 Km 75 Km B-B’ 105.7 – 9.45 107.2 – 4.5 650 Km 75 Km C-C’ 104.7 – 8.85 106.2 – 4.2 650 Km 75 Km

Tabel diatas menjelaskan bahwa setiap segmen irisan memiliki ukuran panjang 650 km dan lebar 75 dengan koordinat yang bersesuaian.

4.2 Analisis

A. Segmen Irisan A-A’

Gambar dibawah menunjukkan segmen irisan A-A' berada di paling timur daerah Jawa Barat yang berdekatan dengan daerah Jawa Tengah.

Pada daerah ini dilihat pola subduksi dengan melihat persebaran gempa bumi segmen irisan A-A' dan mencari sudut penunjamannya.

30

Gambar 6. Peta Segmen Irisan Segmen A-A’

Terdapat 10.766 data gempa bumi yang tersebar di segmen A-A’

dengan kedalaman mencapai 673 kilometer. Dari hasil analisis dan perhitungan diperoleh nilai koefisien sebagai berikut :

A = -55.1534 B = 0.549566 C = -0.00183

Persamaan garis pola subduksi diperoleh dari hasil subtitusi nilai koefisien tersebut ke persamaan parabola.

Y = -55.1534 + 0.549566 X – 0.00183 X2

Adapun persamaan garis pola subduksi itu ditandai dengan warna merah pada gambar 7.

Gambar 7. Pola Subduksi Irisan Segmen A-A’

Hubungan jarak episenter (km) dan kedalaman (km) ditunjukkan pada gambar diatas. Pada segmen A-A’ dikedalaman 0 km hingga 400 km terlihat bahwa gempa bumi tersebar merata. Kemudian pada kedalaman lebih dari 400 km hingga 600 km jarang terjadi gempa bumi dan pada

32

ini dapat diindikasikan bahwa adanya zona seismic gap pada segmen tersebut.

Gambar diatas menunjukkan bahwa segmen A-A’ memiliki pola subduksi yang curam. Hal ini dikarena persebaran hiposenter mencapai lebih dari 200 km dengan kedalaman maksimal 673 Km. Pada daerah dengan sudut yang curam, gempa bumi umumnya terjadi di dalam zona subduksi atau di daerah interplate (zona benioff). Hal ini dikarenakan trench terletak jauh dari daerah tersebut. Namun demikian, daerah dengan sudut penunjaman landai, gempa bumi terjadi di pertemuan subduksi atau di daerah interplate (zona megathrust). Pada daerah ini sering terjadi gempa bumi yang berbahaya bagi kehidupan manusia.

Turunan fungsi pertama persamaan parabola digunakan untuk menganalisa besarnya sudut penunjaman.

Y’ = B + 2CX

tan 𝖺 = 𝑌 = 0. 549566 + 2(− 0. 00183)X Tabel 2. Sudut Penunjaman Irisan Segmen A-A’

Kedalaman Jarak Sudut Alfa

50 290.8979378 27.20930088 100 367.3587978 38.43984927 150 423.176388 44.93767065 200 469.374671 49.40087187 250 509.682585 52.73067198

Tabel 2. Sudut Penunjaman Irisan Segmen A-A’ (Lanjutan)

Kedalaman Jarak Sudut Alfa

300 545.904715 55.34476199 350 579.0777712 57.47040567 400 609.8625025 59.24426014 450 638.7107233 60.75443232 500 665.9475501 62.06075458 550 691.8161811 63.20553381 600 716.5041749 64.21967198 650 740.1597919 65.12635183

Hubungan antara jarak, kedalaman dan sudut yang dibentuk dapat terlihat pada tabel diatas. Gempa yang semakin dalam dan jarak penunjaman dari palung semakin jauh maka akan terbentuk sudut yang semakin besar.

Pada segmen A-A’ persebaran gempa bumi tidak merata karena segmen ini terletak berdekatan dengan Jawa Tengah yang mempunyai penunjaman diskontinu. Maka dari itu akan ditemukan pada kedalaman atau jarak tertentu tidak terjadi gempa bumi. Sehingga segmen A-A’

memiliki zona subduksi diskontinu.

34

B. Segmen Irisan B-B’

Gambar 8. Peta Segmen Irisan Segmen B-B’

Gambar diatas, segmen irisan B-B' berada di daerah Jawa Barat.

Pada daerah ini akan dilihat pola subduksi dengan melihat persebaran gempa bumi segmen irisan B-B' dan mencari sudut penunjamannya.

Terdapat 4537 data gempa bumi yang tersebar di segmen B-B’ dengan kedalaman mencapai 494 kilometer.

Dari hasil analisis dan perhitungan diperoleh nilai koefisien sebagai berikut :

A = -39.54333421 B = 0.31298207 C = -0.001178457

Persamaan garis pola subduksi diperoleh dari hasil subtitusi nilai koefisien tersebut ke persamaan parabola.

Y = -39.54333421 + 0.31298207 X – 0.001178457 X2

Adapun persamaan garis pola subduksi itu ditandai dengan warna merah pada gambar 9.

Gambar 9. Pola Subduksi Irisan Segmen B-B’

Hubungan jarak episenter (km) dan kedalaman (km) ditunjukkan pada gambar diatas. Pada segmen B-B’ dikedalaman 0 km hingga 180 km terlihat bahwa gempa bumi tersebar merata. Hal itu terjadi karena pada segmen ini jalur subduksi terletak di kedalaman dangkal. Sehingga gempa

Irisan B-B'

36

bumi sering terjadi di kedalaman dangkal dan jarang terjadi gempa bumi pada daerah yang jauh dari jalur subduksi. Namun, jika terjadi gempa pada daerah yang jauh dari subduksi maka akan terjadi di kedalaman yang sangat dalam.

Gambar diatas menunjukkan bahwa segmen B-B’ memiliki pola subduksi yang landai. Hal ini disebabkan karena persebaran hiposenter mencapai kurang dari 200 km. Pada daerah dengan sudut yang curam, gempa bumi umumnya terjadi di dalam zona subduksi atau di daerah interplate (zona benioff). Hal ini dikarenakan trench terletak jauh dari daerah tersebut. Namun demikian, daerah dengan sudut penunjaman landai, gempa bumi terjadi di pertemuan subduksi atau di daerah interplate (zona megathrust). Pada daerah ini sering terjadi gempa bumi yang berbahaya bagi kehidupan manusia.

Turunan fungsi pertama persamaan parabola digunakan untuk menganalisa besarnya sudut penunjaman.

Y’ = B + 2CX

tan 𝖺 = 𝑌 = 0. 31298207 + 2(−0. 001178457)X Tabel 3. Sudut Penunjaman Irisan Segmen B-B’

Kedalaman Jarak Sudut Alfa 50 295.6034512 20.99330622 100 395.3489415 31.75011667 150 466.5054422 38.1861614

Hubungan antara jarak, kedalaman dan sudut yang dibentuk dapat terlihat pada tabel diatas. Gempa yang semakin dalam dan jarak

penunjaman dari palung semakin jauh maka akan terbentuk sudut yang semakin besar.

Pada Segmen B-B’ letaknya tepat berada di Jawa Barat yang memiliki zona subduksi pendek, terlihat bahwa lempeng menunjam hingga kedalaman 180 km dengan sudut penunjaman 20° - 38°.

C. Segmen Irisan C-C’

Pada gambar dibawah mrnunjukkan segmen irisan C-C' berada di perbatasan daerah Sumatera dan Jawa Barat. Pada daerah ini akan dilihat pola subduksi dengan melihat persebaran gempa bumi segmen irisan C-C' dan mencari sudut penunjamannya.

Gambar 10. Peta Segmen Irisan Segmen C-C’

38

Terdapat 6081 data gempa bumi yang tersebar di segmen B-B’

dengan kedalaman mencapai 215 kilometer. Dari hasil analisis dan perhitungan diperoleh nilai koefisien sebagai berikut :

A = -22.29313586 B = 0.078599719 C = -0.000447979

Persamaan garis pola subduksi diperoleh dari hasil subtitusi nilai koefisien tersebut ke persamaan parabola.

Y = -22.29313586 + 0.078599719 X – 0.000447979 X2

Adapun persamaan garis pola subduksi itu ditandai dengan warna merah pada gambar 10.

Gambar 11. Pola Subduksi Irisan Segmen C-C’

Hubungan jarak episenter (km) dan kedalaman (km) ditunjukkan pada gambar diatas. Pada segmen C-C’ dikedalaman 0 km hingga 100 km terlihat bahwa gempa bumi tersebar merata. Hal ini disebabkan gempa bumi terdistribusi pada zona subduksi khususnya pada daerah slab antara

Irisan C-C'

bidang kontak lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia sehingga sering terjadi gempa bumi di kedalaman yang dangkal.

Gambar diatas menunjukkan bahwa segmen C-C’ memiliki pola subduksi yang landai. Hal ini disebabkan karena persebaran hiposenter mencapai kurang dari 200 km. Pada daerah dengan sudut yang curam, gempa bumi umumnya terjadi di dalam zona subduksi atau di daerah interplate (zona benioff). Hal ini dikarenakan trench terletak jauh dari daerah tersebut. Namun demikian, daerah dengan sudut penunjaman landai, gempa bumi terjadi di pertemuan subduksi atau di daerah interplate (zona megathrust). Pada daerah ini sering terjadi gempa bumi yang berbahaya bagi kehidupan manusia. Sehingga segmen C-C’ terjadi di daerah interplate (Zona Megathrust).

Turunan fungsi pertama persamaan parabola digunakan untuk menganalisa besarnya sudut penunjaman.

Y’ = B + 2CX

tan 𝖺 = 𝑌 = 0. 078599719 + 2(−0. 000447979)X

Tabel 4. Sudut Penunjaman Irisan Segmen C-C’

Kedalaman Jarak Sudut Alfa 50 356.4040337 13.29381192 100 518.3162667 20.87398045

Hubungan antara jarak, kedalaman dan sudut yang dibentuk dapat terlihat pada tabel diatas. Gempa yang semakin dalam dan jarak

40

penunjaman dari palung semakin jauh maka akan terbentuk sudut yang semakin besar.

Pada Segmen C-C’ letaknya tepat berada di Selat Sunda yang memiliki zona subduksi pendek, terlihat bahwa lempeng menunjam hingga kedalaman 215 km dengan sudut penunjaman 13° - 20°.

D. Tingkat Kerawanan Gempa Bumi berdasarkan Pola Subduksi

Di selatan Jawa Barat dan banten, garis subduksi terletak di kedalaman 1 km hingga 60 km (kedalaman dangkal). Hal ini mengakibatkan sudut yang terbentuk sangat dangkal dan gempa bumi sering terjadi pada daerah ini. Namun pada segmen A-A’ yang berdekatan dengan Jawa Tengah akan jarang terjadi gempa bumi pada kedalaman lebih dari 300 km. Hal ini dikarenakan Jawa Tengah memiliki bentuk zona penunjaman diskontinu. Maka dari itu akan ditemukan pada kedalaman atau jarak tertentu tidak terjadi gempa bumi. Sehingga persebaran gempa bumi pada daerah ini tidak merata dan akan terbentuk sudut yang sangat curam.

Dengan demikian, jika sudut yang terbentuk dangkal atau landai maka jarak dengan permukaan bumi sangat dekat. Hal ini mengakibatkan gempa bumi yang terjadi akan sangat merusak kehidupan manusia.

Namun jika sudut yang terbentuk curam maka gempa yang terjadi tidak terlalu membahayakan kehidupan manusia.

41

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada segmen A-A’, pola subduksi yang terbentuk yaitu tukik dan curam serta memiliki bentuk pola penunjaman diskontinu. Sedangkan pada segmen B-B’ dan C-C’ memiliki bentuk pola penunjaman pendek serta memiliki pola subduksi yang landai.

2. Besar sudut penunjaman yang dibentuk pada segmen A-A’,B-B’ dan C- C’ berturut-turut adalah sekitar 27°- 65°, 20° - 38° dan 13° - 20°.

3. Pola subduksi yang landai menunjukkan bahwa gempa bumi yang terjadi sangat merusak karena jarak dengan permukaan bumi sangat dekat. Sedangkan pola subduksi yang curam menunjukkan bahwa gempa yang terjadi tidak terlalu membahayakan karena jarak dengan permukaan bumi sangat jauh. Namun pada segmen A-A’ yang memiliki pola subduksi yang curam terdapat zona seismic gap yang akan terjadinya gempa megathrust.

5.2 Saran

Saran sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya yaitu daerah penelitian diperluas dan pembagian segmen lebih banyak untuk memperkuat hasil penelitian yang akurat sehingga dapat dibuatkan peta zonasi rawan bencana tsunami untuk kepentingan mitigasi bencana.

42

42 DAFTAR PUSTAKA

[1] P. Penelitian, P. Perumahan, P. B. Penelitian, P. Kementerian, P. Umum, and P. Rakyat, PETA SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017. .

[2] S. Rohadi, “Studi seismotektonik sebagai indikator potensi gempabumi di wilayah indonesia,” pp. 111–120, 2008.

[3] S. Widiyantoro, E. Gunawan, A. Muhari, N. Rawlinson, J. Mori, and N. R.

Hanifa, “Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia,” Sci. Rep., pp. 1–11, 2020, doi:

10.1038/s41598-020-72142-z.

[4] K. Pandeglang and P. Jawa, “Potensi rendaman tsunami di wilayah lebak banten,” no. 2, pp. 9–18, 2017.

[5] J. Fisika, F. Matematika, P. Alam, and U. N. Surabaya, “SELATAN JAWA BARAT DENGAN METODE SEGMEN IRISAN VERTIKAL Anis Yulia Amanati Asnawi , Madlazim Abstrak,” vol. 03, no. 1, pp. 11–20, 2014.

[6] G. Andriyani, S. Kahar, M. Awaluddin, and I. Meilano, “KAJIAN REGANGAN SELAT BALI BERDASARKAN DATA GNSS KONTINU,” pp. 1–12, 2011.

[7] I. Muflihah, “DISTRIBUSI DAN POLA SESAR DAERAH KEPALA BURUNG ( PAPUA BARAT ),” pp. 91–98.

[8] R. T. Saman, H. L. Sianturi, R. K. Pingak, K. Kupang, and T. Kabupaten,

“KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG,” vol. 2,

43 no. 2, 2017.

[9] P. M. E. I. Mei, S. Dawid, and G. Pasau, “PENENTUAN LOKASI

PERGERAKAN MAGMA GUNUNG API SOPUTAN BERDASARKAN STUDI SEBARAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK,” 2014.

[10] B. Mustafa, J. T. Sipil, and U. Andalas, “Analisis gempa nias dan gempa sumatera barat dan kesamaannya yang tidak menimbulkan tsunami,” vol. 2, no. 1, pp. 44–50, 2010.

[11] B. M. Hutapea, “Analisis Hazard Gempa dan Usulan Ground Motion pada Batuan Dasar untuk Kota Jakarta,” vol. 16, no. 3, pp. 121–132, 2009.

[12] T. Azhar et al., “TELESEISMIC DOUBLE DIFFERENCE UNTUK ANALISIS POLA,” pp. 101–107, 2016.

[13] E. P. Saptorini, P. Studi, L. Pesawat, F. Teknik, U. N. Bandung, and E.

Detector, “PEMBUATAN SIMULASI PENDETEKSI GETARAN,” vol. 8, no. 3, pp. 51–61, 2020.

[14] M. M. Meq, P. Embara, and S. D. Nugroho, “Bulletin of Scientific Contribution,” vol. 18, no. April, pp. 1–12, 2020.

[15] S. A. Garini, E. Rahmawati, J. Fisika, F. Universitas, and N. Surabaya,

“RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI DI SULAWESI TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEIGER DAN COUPLED VELOCITY-HYPOCENTER Abstrak,” vol. 03, pp. 107–112, 2014.

[16] F. Mipa and U. Mulawarman, “PENENTUAN TITIK EPICENTER DAN HYPOCENTER SERTA PARAMETER MAGNITUDE GEMPABUMI BERDASARKAN DATA,” vol. 3, pp. 1–8, 2020.

44

44

[17] S. Upaya, M. Bencana, and G. Bumi, “Pemodelan Sumber Gempa Di Wilayah Sulawesi Utara Earthquake Source Modeling of North Sulawesi Region As,” J. Ilm. Sains, vol. 11, no. 2, 2011.

[18] R. M. Widyarta, W. Setyonegoro, J. Arifin, P. S. Geofisika, U. Indonesia, and J. Barat, “Sistem informasi dan analisa gempabumi menggunakan jisview pada studi kasus gempabumi tasikmalaya,” pp. 15–23, 2020.

[19] W. Erlangga, J. T. Sipil, and U. I. Indonesia, “KARAKTERISTIK DAN PARAMETER SUBDUKSI SUMBER GEMPA PULAU,” vol. XXV, no.

2, 2020.

[20] Ibrahim Gunawan dan Subarjo, “Buku Seismologi.” 2014.

[21] K. Kunci, “Gempa Bumi, Tsunami Dan Mitigasinya,” J. Geogr., vol. 7, no.

1, 2010, doi: 10.15294/jg.v7i1.92.

[22] K. Carita and D. A. N. Kecamatan, “Analisis Kerusakan Tutupan Lahan Akibat Bencana Tsunami Selat Sunda Di Kawasan Pesisir Pantai Kecamatan Carita Dan Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang,” J.

Geod. Undip, vol. 9, no. 1, pp. 146–155, 2019.

[23] B. Marwanta, “Tsunami Di Indonesia Dan Upaya Mitigasinya,” Alami:

Jurnal Teknologi Reduksi Risiko Bencana, vol. 10, no. 2. 2005.

Lampiran

Script Segmen Irisan Vertikal

set F=koordinat_pembagian_segmen3.ps

psbasemap -JM18c -X2.4 -Y-3 -R103/109/-10.5/-3.5 -Ba2g2WSne -K > %F%

grdimage indo.nc -R -Iiluminasi.nc -JM -Celev2.cpt -K -O >> %F%

pscoast -JM -R -K -P -O -Dh -IX -Lf104.3/-10/15/200+l+jr --

LABEL_FONT_SIZE=8p -Tf108.2/-4.2/0.5i/2 --HEADER_FONT_SIZE=7.5p -- HEADER_OFFSET=0.05i >> %F%

psxy -R -JM -W1.1 -O -K sesar_garis_balai2.gmt>> %F%

psxy -R -JM -W0.9 -O -K pantai.gmt>> %F%

psxy -R -JM -W1.1 -Sf0.8i/0.07i+l+t -Gblack -O -K sesar_subduksi.gmt>> %F%

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.014}" gempa1.txt | psxy -JM -R -Ckedalaman.cpt - Sci -W1 -P -O -K >> %F%

echo 106.7 -9.85 A> line.dat

echo 108.2 -4.8 A'>> line.dat

46

psxy line.dat -JM -R -W1 -Wblack -P -O -K >> %F%

pstext line.dat -JM -R -P -O -K >> %F%

echo 105.7 -9.45 B> line.dat

echo 107.2 -4.5 B'>> line.dat

psxy line.dat -JM -R -W1 -Wblack -P -O -K >> %F%

pstext line.dat -JM -R -P -O -K >> %F%

echo 104.7 -8.85 C> line.dat

echo 106.2 -4.2 C'>> line.dat

psxy line.dat -JM -R -W1 -Wblack -P -O -K >> %F%

pstext line.dat -JM -R -P -O -K >> %F%

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dangkal.txt | project -Q -C106.7/-9.85 -E108.2/-4 -Fpz -W-75/75 > cross.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_menengah.txt | project -Q -C106.7/- 9.85 -E108.2/-4 -Fpz -W-75/75 > cross1.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dalam.txt | project -Q -C106.7/-9.85 - E108.2/-4 -Fpz -W-75/75 > cross2.dat

psbasemap -JX15/-5 -X0 -R0/680.09/-10/750 -Ba50:"Jarak (km)":/:"Kedalaman (km)":50WSne --LABEL_FONT_SIZE=18p -P -O -K -Y-7 >> %F%

echo 0 -10 A> teks.dat

echo 680.09 -10 A'>> teks.dat

pstext teks.dat -JX -R -P -O -Gwhite -N -K >> %F%

psxy cross.dat -JX -R -Sci -W1 -Gred -P -O -K >> %F%

psxy cross1.dat -JX -R -Sci -W1 -Gyellow -P -O -K >> %F%

psxy cross2.dat -JX -R -Sci -W1 -Ggreen -P -O -K >> %F%

echo 105.7 -9.45 B> line.dat

echo 107.2 -4.5 B'>> line.dat

psxy line.dat -JM -R -W1 -Wblack -P -O -K >> %F%

pstext line.dat -JM -R -P -O -K >> %F%

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dangkal.txt | project -Q -C104.7/-8.85 -E106.2/-3.75 -Fpz -W-75/75 > cross.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_menengah.txt | project -Q -C104.7/- 8.85 -E106.2/-3.75 -Fpz -W-75/75 > cross1.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dalam.txt | project -Q -C104.7/-8.85 - E106.2/-3.75 -Fpz -W-75/75 > cross2.dat

48

psbasemap -JX15/-5 -X0 -R0/680.09/-10/550 -Ba50:"Jarak (km)":/:"Kedalaman (km)":50WSne --LABEL_FONT_SIZE=18p -P -O -K -Y-7 >> %F%

echo 0 -10 B> teks.dat

echo 680.09 -10 B'>> teks.dat

pstext teks.dat -JX -R -P -O -Gwhite -N -K >> %F%

psxy cross.dat -JX -R -Sci -W1 -Gred -P -O -K >> %F%

psxy cross1.dat -JX -R -Sci -W1 -Gyellow -P -O -K >> %F%

psxy cross2.dat -JX -R -Sci -W1 -Ggreen -P -O -K >> %F%

echo 104.7 -8.85 C> line.dat

echo 106.2 -4.2 C'>> line.dat

psxy line.dat -JM -R -W1 -Wblack -P -O -K >> %F%

pstext line.dat -JM -R -P -O -K >> %F%

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dangkal.txt | project -Q -C102.7/-7.85 -E104.2/-3.5 -Fpz -W-75/75 > cross.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_menengah.txt | project -Q -C102.7/- 7.85 -E104.2/-3.5 -Fpz -W-75/75 > cross1.dat

gawk "{print $4, $3, $5, $6*0.02}" gempa_dalam.txt | project -Q -C102.7/-7.85 - E104.2/-3.5 -Fpz -W-75/75 > cross2.dat

psbasemap -JX15/-5 -X0 -R0/680.09/-10/550 -Ba50:"Jarak (km)":/:"Kedalaman (km)":50WSne --LABEL_FONT_SIZE=18p -P -O -K -Y-7 >> %F%

echo 0 -10 C> teks.dat

echo 680.09 -10 C'>> teks.dat

pstext teks.dat -JX -R -P -O -Gwhite -N -K >> %F%

psxy cross.dat -JX -R -Sci -W1 -Gred -P -O -K >> %F%

psxy cross1.dat -JX -R -Sci -W1 -Gyellow -P -O -K >> %F%

psxy cross2.dat -JX -R -Sci -W1 -Ggreen -P -O -K >> %F%

Dokumen terkait