• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penyelesaian Sengketa PT. BPRS Puduarta Insani Medan Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional

Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi yang mengalami perselisihan untuk saling berdamai, bermusyawarah untuk mufakat, apabila tidak disepakati

maka diambillah salah seorang ataupun pihak lain untuk menjadi pendamai kedua belah pihak yang bersengketa, apabila belum juga terdapat jalan keluar Islam mengajarkan untuk bertahkim ataupun membawa perkara kepada pengadilan yang adil, pertama yaitu menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahan

penyelesaian kepada badan arbitrase syariah nasional sesuai dengan prosedur yang berlaku, yang kedua, memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

pihak yang bersengketa. Syariah (syari’at) adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam baik berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah suatu lembaga arbitrase yang berprinsip syariah.

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Undang-undang No. 35 Tahun 1999, dan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaa Kehakiman

menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan peradilan yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Namun demikian dalam penjelasannya

memperbolehkan adanya penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, adapun bunyi ketentuan tersebut antara lain : “Pasal ini mengandung arti, bahwa di samping peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan”. Dan “Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesai an perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase”.

Setelah tanggal 29 Oktober 2009, dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, lembaga arbitrase semakin diakui eksistensinya sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 58 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan : “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa”.

Sedangkan Pasal 59 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa :

1. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

2. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

3. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa”.

Badan Arbitrase Syariah Nasional sesuai dengan Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ialah lembaga hakam yang bebas, otonom dan independen, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah perangkat organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagaimana Dewan Syariah Nasional (DSN), Lembaga Pengkajian, Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (LP-POM), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan(YDDP).

Saat ini Badan Arbitrase Syariah Nasional belum memiliki ketentuan peraturan perundang-undangan yang khusus terkait dengan tata cara pelaksanaannya, sehingga dalam menyelesaikan sengketa masih berdasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Bahwa dari hasil wawancara penulis kepada salah satu orang sub bagian Legal pada PT. BPRS Puduarta Insani Medan adalah sebagai berikut:55

1. Bagaimana proses pelaksanaan pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. BPRS Puduarta Insani Medan?

Pelaksanaan pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. BPRS Puduarta Insani Medan melalui beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu tahapan agunan berupa benda tidak bergerak dalam bentuk tanah bersertifikat Hak Hilik (SHM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai diatas tanah negara, semua hal tersebut pengikatannya dilakukan menggunakan Hak Tanggungan (HT).

Bahwa dalam melaksanakan pengikatan agunan agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Meminta kepada calon debitur untuk menyiapkan terlabih dahulu tanda bukti pelunasan pajak kepada instansi terkait.

2. Khusus barang agunan berupa tanah dan bangunan, selama masih dibebani hak tanggungan, debitur berkewajiban menyerahkan bukti pelunasan pajak bumi dan bangunan (PBB) tahunan.

3. Dalam hal barang agunan milik pribadi/perorangan, maka kepada pihak suami dan istri diwajibkan untuk menandatangani akta pemberian hak tanggungan/ pengikatan agunan.

55 Hasil Wawancara Kepada Bapak Hamzah Ali ,Bagian Legal Bank PT. BPRS Puduarta Insani Medan , Pada Tanggal 09 Januari 2017

Bagaimana jika debitur menyerahkan agunan berupa beberapa bidang tanah? Jika debitur menyerahkan agunan berupa beberapa bidang tanah seperti sertifikat hak milik, maka langkah selanjutnya harus dipasang Hak Tanggungan. Pengikatan Hak Tanggungan terhadap tanah selain dapat dilakukan sesuai ketentuan-ketentuan dapat juga dilakukan dengan alternative lain yaitu apabila debitur menyerahkan agunan beberapa objek tanah, maka objek tanah tersebut dapat diikat/dipasang pada satu sertifikat Hak Tanggungan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Hak atas tanah dan kepemilikan yang sama.

2. Lokasi/objek tanah berada pada satu hamparan atau tempat yang tidak terpisahkan dan berada pada satu wilayah kantor pertanahan yang sama. 3. Jangka waktu masing-masing hak tanah khususnya hak guna bangunan,

hak guna usaha, dan hak pakai tidak lebih pendek dari jangka waktu kreditnya.

Bahwa jumlah hutang debitur harus disesuaikan dengan jaminan yang dipasang Hak Tanggungan, sebelum melakukan penandatanganan antara pihak kreditur yaitu PT. BPRS Puduarta Insani Medan dengan pihak debitur harus disebutkan jumlah hutang atau pinjaman yang akan diberikan oleh pihak debitur dan disesuaikan oleh jaminan yang akan dipasang Hak Tanggungan.

2. Apakah jumlah hutang debitur harus disesuaikan dengan jaminan yang dipasang Hak Tanggungan?

Ya, sebelum melakukan penandatanganan antara pihak kreditur yaitu PT. BNI (Persero) Tbk SKC Polonia Medan dengan pihak debitur harus disebutkan jumlah

hutang atau pinjaman yang akan diberikan oleh pihak debitur dan disesuaikan oleh jaminan yang akan dipasang Hak Tanggungan.

3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum kepada kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. BPRS Puduarta Insani Medan?

Bentuk perlindungan hukum kepada kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. BPRS Puduarta Insani Medan bahwa pada waktu pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah dan bangunan ada beberapa janji-janji debitur yang dapat dicantumkan pada akta pemberian Hak Tanggungan. Mengenai janji-janji yang wajib dicantumkan dalam akta pemberian Hak Tanggungan, tidak semua janji yang memberikan perlindungan kepada kreditur tetapi hanya sebagaian besar saja, seperti:

1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk meyewakan objek hak tanggungan dana atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dana atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.

2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Tak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.

3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitur sungguh-sungguh cidera janji.

4. Janji yang memberikan kewenangan pemegang Hak Tanggungan untuk meyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.

5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji.

6. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.

7. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum. 8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau

sebagain dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan.

9. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.

4. Bagaimana tata cara eksekusi Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit terhadap debitur yang wanprestasi di PT. BPRS Puduarta Insani Medan?

Tata cara eksekusi Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit terhadap debitur yang wanprestasi di PT. BPRS Puduarta Insani Medan, yaitu:

1. Mendata barang agunan yang akan dieksekusi.

2. Pihak kreditur membantu memasarkan agunan yang berada di daerah kerjanya.

3. Mengantar calon pembeli yang akan meninjau, melakukan penilaian 6 bulan sekali dan menginformasikan harga penawaran.

4. Penjualan agunan selain dilakukan melalui penawaran tertulis dapat juga dilakukan melalui penawaran terbuka yang disaksikan oleh pejabat bank dan debitu (pemilik agunan).

5. Melakukan negosiasi terhadap debitur secara persuasif.

6. Negosiasi antara calon pembeli dengan pemilik agunan diketahui oleh bank, dalam hal ini bank berkepentingan dalam penetapan harga jual, syarat-syarat penjualan dan hasil penjualan.

7. Melakukan monitoring atas hasil penerimaan penjualan.

8. Hasil penjualan harus digunakan untuk menurunkan out standing kreditnya. 9. Melakukan monitoring penyerahan dokumen atas agunan tersebut.

10.Seluruh biaya biaya yang timbul dari transaksi penjualan agunan menjadi beban debitur.

Hal-hal dalam keadaan ketika terjadi permasalahan yang timbul dalam penyelesaian akan kredit, seorang Legal PT. BPRS Puduarta Insani Medan siap menjalankan tugasnya sebagaimana yang telah di tugaskan oleh pimpinan PT. BPRS Puduarta Insani Medan.

C. Pelaksanaan Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional Terkait Sengketa

Dokumen terkait