• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.3 Prosedur Perhitungan

Prosedur yang diperlukan untuk perhitungan waktu sinyal, kapasitas dan tingkat kinerja diuraikan di bawah ini, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

2.3.1 Langkah A : Data Masukan

a. Langkah A-1 : geometrik, pengaturan lalu lintas dan kondisi lingkungan

(formulir SIG-I)

a. Umum

Mengisi tanggal, ditangani oleh, kota, simpang, perihal dan waktu pada judul formulir.

b. Ukuran kota

Memasukkan jumlah penduduk perkotaan. c. Fase dan waktu sinyal

Menggunakan kotak-kotak di bawah judul formulir SIG-I untuk menggambar diagram-diagram fase yang ada (jika ada). Memasukkan waktu hijau (g) dan waktu antar hijau (IG) yang ada pada setiap kotak, dan memasukkan waktu siklus dan waktu hilang total (LTI= ƩIG) untuk kasus yang ditinjau (jika ada).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

d. Belok kiri langsung

Menyatakan pada diagram-diagram fase dalam pendekat-pendekat mana gerakan gerakan belok kiri langsung diijinkan (yaitu belokan yang dapat dilakukan pada semua fase tanpa memperhatikan sinyal lampu lalu lintas).

e. Kode pendekat ( kolom 1 )

Menggunakan Utara, Selatan, Barat atau tanda lainnya yang jelas untuk menamakan pendekat-pendekat tersebut.

f. Tipe lingkungan jalan ( kolom 2 )

Memasukkan tipe lingkungan jalan (Com = komersial, Res = pemukiman, Ra = akses terbatas) untuk setiap pendekat.

g. Tingkat hambatan samping ( kolom 3 )

Mengisi tingkat hambatan samping antara lain adalah sebagai berikut :

Tinggi : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar berkurang oleh karena aktifitas di samping jalan pada pendekat, seperti angkutan umum berhenti, pejalan kaki berjalan sepanjang atau melintas pendekat, keluar masuk halaman di samping jalan dan lain sebagainya.

Rendah : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oleh hambatan samping dari jenis-jenis yang disebut di atas.

h. Median ( kolom 4 )

Dimasukkan jika terdapat median pada bagian kanan dari garis henti dalam pendekat (ya/tidak).

i. Kelandaian ( kolom 5 )

Dimasukkan kelandaian dalam % (naik = + % ; turun = - %). j. Belok kiri langsung ( kolom 6 )

Dimasukkan jika belok kiri langsung (LTOR) diijinkan (ya/tidak) pada pendekat tersebut (tambahan untuk menunjukkan hal ini dalam diagram fase).

k. Jarak ke kendaraan parkir ( kolom 7 )

Memasukkan jarak normal antara garis henti dan kendaraan pertama yang diparkir di sebelah hulu pendekat, untuk kondisi yang dipelajari.

commit to user

l. Lebar pendekat ( kolom 8-11 )

Memasukkan dari sketsa, lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat) bagian yang diperkeras dari masing-masing pendekat (hulu dari titik belok untuk LTOR), belok kiri langsung, tempat masuk (pada garis henti) dan tempat keluar (bagian tersempit setelah melewati jalan melintang).

b. Langkah A-2 : kondisi arus lalu lintas (formulir SIG-II)

a. Jika data lalu lintas rinci dengan distribusi jenis kendaraan untuk masing-masing gerakan beloknya tersedia. Memasukkan data arus lalu lintas untuk masing- masing jenis kendaraan bermotor dalam kend/jam pada kolom (3), (6), (9) dan arus kendaraan tak bermotor pada kolom (17).

b. Menghitung arus lalu lintas dalam smp/jam bagi masing-masing jenis kendaraan untuk kondisi terlindung dan atau terlawan (yang sesuai tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok kanan yang diijinkan) dengan menggunakan emp dari tabel 2.1 di atas serta memasukkan hasilnya pada kolom (4), (5), (7), (8), (10) dan (11).

c. Menghitung arus lalu lintas total QMV dalam kend/jam dan smp/jam pada masing-masing pendekat untuk kondisi-kondisi arus berangkat terlindung dan atau terlawan (yang sesuai tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok kanan yang diijinkan). Memasukkan hasilnya pada kolom (12) - (14).

d. Menghitung masing-masing pendekat rasio kendaraan belok kiri PLT dan rasio belok kanan PRT serta memasukkan hasilnya pada kolom (15).

PLT = ♨T栀 Ƽ

T 栀. Ƽ PRT =

RT栀 Ƽ

T 栀. Ƽ ………….……… (2.24)

Dan (16) pada baris yang sesuai dengan arus LT dan RT.

e. Menghitung rasio kendaraan tak bermotor dengan membagi arus kendaraan tak bermotor QUM kend/jam pada kolom (12) serta memasukkan pada kolom (18). PUM = QU /Q …………... (2.25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

2.3.2 Langkah B : Penggunaaan Sinyal

a. Langkah B-1 : penentuan fase sinyal (formulir SIG-IV)

a. Jika perhitungan akan dikerjakan untuk rencana fase sinyal yang lain dari yang digambarkan pada formulir SIG-I, maka rencana fase sinyal harus dipilih sebagai alternatif permulaan untuk keperluan evaluasi. `

b. Memilih fase sinyal yang sesuai dengan keadaan simpang dan memasukkan ke dalam kotak yang disediakan.

c. Menggambar fase sinyal yang dipilih dalam kotak yang disediakan pada formulir SIG-IV. Masing-masing rencana fase yang akan dicoba memerlukan formulir SIG-IV dan SIG-V tersendiri.

b. Langkah B-2 : waktu antar hijau dan waktu hilang (formulir SIG-III)

a. Menentukan waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada setiap akhir fase dan hasil waktu antar hijau (IG) per fase.

b. Menentukan waktu hilang (LTI) sebagai jumlah dari waktu antar hijau per siklus, dan memasukkan hasilnya ke dalam bagian bawah kolom 4 pada formulir SIG-IV.

c. Untuk analisa operasional dan perencanaan, disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu hilang dengan formulir SIG-III seperti diuraikan di bawah. Pada analisis yang dilakukan bagi keperluan perancangan, waktu antar hijau berikut (kuning + merah semua) dapat dianggap sebagai nilai normal. Waktu antar hijau dapat diasumsikan berdasarkan nilai pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Nilai Normal Waktu antar Hijau

Ukuran Simpang

Lebar Jalan Rata-rata (m)

Nilai Lost Time

(LT) (detik/fase)

Kecil 6-9 4

Sedang 10-14 5

Besar ≥15 ≥ 6

commit to user

2.3.3 Langkah C : Penentuan Waktu Sinyal

a. Langkah C-1 : tipe pendekat

a. Memasukkan identifikasi dari setiap pendekat dalam baris pada formulir SIG-IV kolom 1.

b. Memasukkan nomor dari fase yang masing-masing pendekat atau gerakannya mempunyai nyala hijau pada kolom 2.

c. Menentukan tipe dari setiap pendekat terlindung (P) atau terlawan (O).

d. Membuat sketsa yang menunjukkan arus-arus dengan arahnya (formulir SIG-II kolom 13-14) dalam smp/jam pada kotak sudut kiri atas formulir SIG-IV (pilih hasil yang sesuai untuk kondisi terlindung (tipe P) atau terlawan (tipe O) sebagaimana tercatat pada kolom 3).

e. Memasukkan rasio kendaraan berbelok (PLTOR atau PLT, PRT) untuk setiap pendekat (dari formulir SIG-II kolom 15-16) pada kolom 4-6.

f. Memasukkan dari sketsa arus kendaraan belok kanan dalam smp/jam, dalam arahnya sendiri (QRT) pada kolom 7 untuk masing-masing pendekat (dari formulir SIG-II kolom 14).

b. Langkah C-2 : lebar pendekat efektif

Menentukan lebar efektif (We) dari setiap pendekat berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (WA), lebar masuk (WMASUK) dan lebar keluar (WKELUAR) dari formulir SIG-I (sketsa dan kolom 8-11) dan rasional lalu lintas berbelok dari formulir SIG-IV kolom 4-6 sebagai berikut, dan masukkan hasilnya pada kolom 9 pada formulir SIG-IV. Ketentuan menentukan lebar pendekat dapat dilihat di bawah ini :

1) Untuk pendekat tanpa belok kiri langsung Hanya untuk pendekat tipe P (Terlindung)

Jika W㺸E♨UAR鵐 W 柠 栀1 PRT P♨TR , We sebaiknya diberi nilai baru = WKELUAR

Keterangan :

PRT = Rasio kendaraan belok kanan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST pada formulir SIG-IV kolom 18).

2) Untuk pendekat dengan belok kiri langsung

Lebar efektif (We) dapat dihitung untuk pendekat dengan pulau lalu lintas, penentuan lebar masuk (WMASUK) sebagaimana ditunjukkan pada gambar di bawah, atau untuk pendekat tanpa pulau lalu lintas yang ditunjukkan pada bagian kanan dari gambar. Pada keadaan terakhir WMASUK = WA – WLTOR. Persamaan di bawah dapat digunakan untuk kedua keadaan tersebut.

Gambar 2.7 Pendekat dengan dan tanpa Pulau Lalu Lintas Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

· Jika WLTOR ≥ 2 meter

Langkah 1 : Keluarkan lalu lintas belok kiri langsung QLTOR dari perhitungan selanjutnya pada formulir SIG-IV (yaitu Q = QST + QRT).

Tentukan lebar pendekat efektif sebagai berikut: W e = Min WA - WLTOR

WMASUK

Langkah 2 : Periksa lebar keluar (hanya untuk pendekat tipe P)

Jika W㺸E♨UAR鵐 W 柠 栀1 PRT , We sebaiknya diberi nilai baru sama dengan WKELUAR, dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST pada formulir SIG-IV kolom 18).

commit to user · Jika WLTOR < 2 meter

Langkah 1 : Sertakan QLTOR pada perhitungan selanjutnya. W e = Min WA

WMASUK + WLTOR WA柠 栀1 ॰P♨TR W♨TR

Langkah 2 : Periksa lebar keluar (hanya untuk pendekat tipe P)

Jika W㺸E♨UAR鵐 W 柠 栀1 PRT P♨TR , We sebaiknya diberi nilai baru sama dengan WKELUAR,dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST pada formulir SIG-IV kolom 18).

c. Langkah C-3 : arus jenuh dasar

a. Menentukan arus jenuh dasar (So) untuk setiap pendekat dan memasukkan pada kolom 10.

b. Untuk pendekat tipe P (arus terlindung) :

So = 600 柠W ... (2.26) Keterangan :

So = Arus jenuh dasar We = Lebar efektif pendekat

Gambar 2.8 Arus Jenuh Dasar untuk Pendekat Tipe P Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Untuk pendekat tipe O (arus terlawan), arus jenuh dasar (So) ditentukan dari Gambar C-3:2 MKJI hal 2-51 (untuk pendekat tanpa lajur belok kanan terpisah) dan dari Gambar C-3:3 MKJI hal 2-52 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan terpisah) sebagai fungsi dari We, QRT dan QRTO.

Gambar-gambar tersebut untuk mendapatkan nilai arus jenuh pada keadaan dimana lebar pendekat lebih besar dan lebih kecil daripada We sesungguhnya dan hitung hasilnya dengan interpolasi.

Di bawah ini adalah saran sehubungan dengan penanganan keadaan yang mempunyai arus belok kanan lebih besar daripada yang terdapat dalam diagram. · Lajur belok kanan tidak terpisah

Jika QRTO > 250 smp/jam :

- QRT < 250 : 1. Tentukan Sprov pada QRTO = 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai

S = Sprov - {(QRTO - 250)柠 8} smp/jam

- QRT > 250 : 1. Tentukan Sprov pada QRTO dan QRT = 250 2. Tentukan S sesungguhnya sebagai

S = Sprov - {(QRTO ॰ QRT - 500)柠 2} smp/jam

Jika QRTO < 250 dan QRT > 250 smp/jam : Tentukan S seperti pada QRT = 250. · Lajur belok kanan terpisah

Jika QRTO > 250 smp/jam :

- QRT < 250 : 1. Tentukan Sdari Gambar C-3:3 dengan extrapolasi - QRT > 250 : 1. Tentukan Sprov pada QRTO dan QRT = 250

Jika QRTO < 250 dan QRT > 250 smp/jam : Tentukan S dari Gambar C-3:3 dengan extrapolasi.

d. Langkah C-4 : faktor-faktor penyesuaian

a. Menentukan faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) ditentukan dari tabel di bawah sebagai fungsi dari ukuran kota dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 11.

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

Jumlah Penduduk (dalam juta)

Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

>3,0 1,05

1,0 - 3,0 1,00

0,5 - 1,0 0,94

0,1 - 0,5 0,83

<0,1 0,82

commit to user

Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) ditentukan dari tabel di bawah sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping (tercatat dalam formulir SIG-I) dan rasio kendaraan tak bermotor (dari formulir SIG-II kolom 18). Hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 12.

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian untuk Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan tak Bermotor (FSF)

Lingkunga n Jalan

Hambata Samping

Tipe Fase Rasio Kendaraan tak Bermotor

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥0,25 Komersial (COM) Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,81 Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83 Pemukiman (RES) Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84 Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Terlindung 0,98 0,96 0,94 91 0,88 0,86 Akses Terbatas (RA) Tinggi Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,90 0,75 Sedang Terlindung 1,00 0,98 0,98 0,93 0,90 0,88 Rendah

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Faktor penyesuaian kelandaian (FG) ditentukan dari gambar di bawah sebagai fungsi dari kelandaian (GRAD) yang tercatat pada formulir SIG-I, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 13 pada formulir SIG-IV.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 2.9 Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian (FG) Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Faktor penyesuaian parkir (FP) ditentukan dari gambar di bawah sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama (kolom 7 pada formulir SIG-I) dan lebar pendekat (WA, kolom 9 pada formulir SIG-IV). Hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 14.

FP dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau :

FP = L ⁄ 栀WA 2 柠♨  /g ……….. (2.27) Keterangan :

LP = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) (atau panjang dari lajur pendek)

WA = Lebar pendekat (m)

commit to user

Gambar 2.10 Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Parkir dan Lajur Belok Kiri yang Pendek (FP)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT (dari kolom 6) dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 15. Dengan ketentuan hanya untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dan dapat dihitung dengan rumus : FRT = 1,0 ॰PRT柠 0,26 ………...………… (2.28) Faktor penyesuaian untuk belok kanan sesuai gambar di bawah ini.

Gambar 2.11 Faktor Penyesuaian untuk Belok Kanan (FRT) Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kiri (PLT) seperti tercatat pada kolom 5 pada formulir SIG-IV, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 16. Dengan ketentuan hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dan dapat dihitung dengan rumus :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Faktor penyesuaian untuk belok kiri sesuai gambar di bawah ini.

Gambar 2.12 Faktor Penyesuaian untuk Belok Kiri Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

b. Menghitung nilai arus jenuh yang disesuaikan dengan rumus : S = S 柠 F�Ǵ 柠 FǴ 柠 F 柠 F 柠 FRT柠F♨T smp/jam hijau Memasukkan nilai ini ke dalam kolom 17.

e. Langkah C-5 : rasio arus/arus jenuh

a. Memasukkan arus lalu lintas (Q) yang sesuai dengan masing-masing pendekat pada kolom 18.

b. Menghitung rasio arus (FR) untuk masing - masing pendekat dan memasukkan hasilnya ke dalam kolom 19.

FR =

Ǵ ...(2.30) c. Menghitung rasio arus kritis (FRCRIT) ( = tertinggi) pada masing-masing fase. d. Menghitung rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dari nilai-nilai FR.

IFR = Σ栀FR�RIT ... (2.31) e. Menghitung rasio fase (PR) nasing-masing fase sebagai rasio antara FRCRIT dan

IFR, dan memasukkan pada kolom 20. PR = R =

commit to user

f. Langkah C-6 : waktu siklus dan waktu hijau

Adapun waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.5 Waktu Siklus yang Layak untuk Simpang

Tipe Pengaturan Waktu Siklus (detik)

2 fase 40 - 80 3 fase 50 - 100 4 fase 60 - 130 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.3.4 Langkah D : Kapasitas

a. Langkah D-1 : kapasitas

a. Menghitung kapasitas masing-masing pendekat dan memasukkan hasilnya pada kolom 22.

C = S柠g/c …………..……….………..……….… (2.33) b. Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat, dan memasukkan

hasilnya ke dalam kolom 23.

DS = Q C ... (2.34)

b. Langkah D-2 : keperluan untuk perubahan

Jika nilai derajat kejenuhan (DS) lebih tinggi dari 0,85, ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Untuk menambah kapasitas simpang, perlu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :

a. Pelarangan gerakan belok kanan b. Perubahan fase sinyal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

2.3.5 Langkah E : Perilaku Lalu Lintas

a. Langkah E-1 : persiapan

Mengisikan informasi-informasi yang diperlukan ke dalam formulir SIG-V, meliputi kode pendekat, arus lalu lintas, kapasitas, derajat kejenuhan, dan menghitung rasio hijau untuk masing-masing pendekat.

b. Langkah E-2 : jumlah antrian (NQ1) dan panjang antrian (QL)

Nilai dari jumlah antrian (NQ1)dapat dicari dengan formula : 1) Untuk DS > 0,5, maka:

NQ1 宰 0,25 柠C柠 栀DS 1 ॰ 栀DS 1 ॰ 柠栀 Ǵ , …………...…....(2.35) Keterangan :

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya C = Kapasitas (smp/jam)

DS = Derajat kejenuhan 2) Bila DS < 0,5, maka:

NQ1 = 0 ………...(2.36)

Gambar 2.13 Jumlah Kendaraan Antri (smp) yang Tersisa dari Fase Hijau sebelumnya

commit to user

Jumlah antrian kendaraan dihitung, kemudian dihitung jumlah antrian satuan mobil penumpang yang datang selama fase merah (NQ2) dengan formula :

NQ2 = c柠 R柠 ǴR ……….……….(2.37) Keterangan :

NQ2 = Jumlah antrian smp yang datang selama fase merah DS = Derajat kejenuhan

Q = Volume lalu lintas (smp/jam) c = Waktu siklus (detik)

GR = g/c

Untuk antrian total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan kedua hasil tersebut yaitu NQ1 dan NQ2 :

NQ = NQ ॰ NQ ………...……….…(2.38) Panjang antrian (QL) dihitung dengan formula :

QL = NQ詘.

…………... (2.39) Keterangan :

QL = Panjang antrian NQmax = Jumlah antrian Wmasuk = Lebar masuk

Nilai NQmax diperoleh dari gambar 2.6, dengan anggapan peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5-10% untuk langkah pengoperasian.

c. Langkah E-3 : kendaraan terhenti

a. Menghitung laju henti (NS) untuk masing-masing pendekat yang didefinisikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti berulang dalam antrian) dengan rumus di bawah ini :

NS = 0, 柠䌈柠柠 6 ………... (2.40) Keterangan :

c = Waktu siklus (detik) Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

b. Menghitung jumlah kendaraan terhenti NSV untuk masing-masing pendekat dan memasukkan hasilnya ke dalam kolom 12.

NSV = Q柠NS (smp/jam)

d. Langkah E-4 : tundaan

a. Menghitung setiap tundaan lalu lintas rata-rata (DT) dan memasukkan hasilnya pada kolom 13.

DT = c柠A॰ 䌈 柠 ………...………(2.41) Keterangan :

DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (dtk/smp) c = Waktu siklus yang disesuaikan (detik) A = 0,5 柠 栀1 GR /栀1 GR柠DS

C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp/jam)

Gambar 2.14 Penetapan Tundaan Lalu Lintas Rata-rata (DT) Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

commit to user

b. Menentukan masing-masing pendekat tundaan geometri rata-rata (DG) dan memasukkan hasilnya pada kolom 14.

DGj = 栀1 PǴ 柠PT柠 6 ॰ 栀PǴ 柠 4 ……...……….…………... (2.42) Keterangan :

DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (dtk/smp) PSV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min (NS,1) PT = Rasio kendaraan berbelok pada pendekat

c. Menghitung tundaan rata-rata D (dtk/smp) sebagai jumlah dari kolom 13 dan 14 serta memasukkan hasilnya ke dalam kolom 15.

d. Menghitung tundaan total dalam detik dengan mengalikan tundaan rata-rata kolom 15 dengan arus lalu lintas Q kolom 2 dibagi dengan 3600 serta memasukkan hasilnya ke dalam kolom 16.

e. Menghitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang D1, dengan membagi jumlah nilai tundaan pada kolom 16 dengan arus total QTOTAL dalam smp/jam. D1 = 栀䌈柠

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 42

BAB 3

METODOLOGI

Dokumen terkait