• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 47-57)

2. TEORI PENUNJANG

2.6. Jenis-jenis Ergonomic Assessment Method

2.6.2. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

2.6.2.2. Prosedur

Prosedur untuk menggunakan RULA dapat dijelaskan dalam tiga langkah berikut ini:

1. Memilih postur kerja untuk dinilai;

2. Menilai postur dengan menggunakan lembar skor, diagram postur tubuh, dan tabel;

3. Mengonversikan skor-skor yang diperoleh ke satu dari empat level tindakan (action level).

Dibawah ini adalah penjelasan untuk ketiga langkah tersebut:

1. Memilih postur kerja untuk dinilai;

Suatu penilaian RULA mewakili suatu momen/ waktu dalam siklus kerja. Postur kerja yang dipilih untuk dinilai dapat merupakan postur yang paling lama dilakukan atau postur yang paling buruk.

2. Menilai postur dengan menggunakan lembar skor, diagram postur tubuh, dan tabel;

Merekam postur kerja

RULA membagi tubuh menjadi dua kelompok, yaitu: A dan B. Kelompok A terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan sedangkan kelompok B terdiri dari leher, badan, dan kaki. Hal ini memastikan keseluruhan postur tubuh direkam sehingga postur yang tidak biasa atau yang dipaksakan dari kaki, badan, atau leher yang mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dimasukkan dalam penilaian.

Rentang gerakan untuk setiap bagian tubuh terbagi ke dalam beberapa bagian yang ditunjukkan dengan angka. Angka 1 diberikan untuk rentang gerakan atau postur kerja dimana memiliki faktor risiko yang minimal. Angka yang lebih tinggi diberikan untuk rentang gerakan dengan postur yang lebih ekstrem yang menunjukkan terjadinya peningkatan faktor-faktor risiko yang menyebabkan beban pada struktur bagian tubuh.

Kelompok A

Gambar 2.5 menunjukkan diagram pemberian skor untuk postur bagian tubuh yang termasuk dalam kelompok A, dengan bagian untuk merekam gerakan yang dikenal dengan “wrist twist” atau gerakan pronasi (telapak tangan menghadap ke bawah) dan supinasi (telapak tangan menghadap ke atas).

Rentang pergerakan untuk lengan bagian atas dinilai dan diberikan skor. Skor-skor untuk lengan bagian atas adalah:

 1 untuk 200 gerakan ke belakang (extension) dan 200 gerakan ke depan (flexion);

2 untuk gerakan ke belakang (extension) lebih besar dari 200 atau 20-450 gerakan ke depan (flexion);

 3 untuk 45-900 gerakan ke depan (flexion);

 4 untuk 900 atau lebih gerakan ke depan (flexion).

Jika bahu terangkat, skor postur diatas dinaikkan 1. Jika lengan bagian atas digerakkan menjauhi tubuh, skor diatas juga dinaikkan 1. Jika operator bersandar atau berat lengan ditopang maka skor postur diturunkan 1.

Rentang pergerakan untuk lengan bagian bawah diberikan skor sebagai berikut:

 1 untuk 60-1000 gerakan ke depan (flexion);

2 untuk gerakan ke depan (flexion) kurang dari 600 atau lebih dari 1000.

Jika lengan bagian bawah digerakkan di garis tengah tubuh atau di samping, skor postur dinaikkan 1.

Pedoman untuk skor postur pergelangan tangan adalah sebagai berikut:

 1 jika dalam posisi netral;

 2 untuk 0-150 baik flexion (punggung tangan digerakkan ke arah bawah) atau extension (punggung tangan digerakkan ke arah atas).

 3 untuk 150 atau lebih baik flexion (punggung tangan digerakkan ke arah bawah) atau extension (punggung tangan digerakkan ke arah atas).

Jika pergelangan tangan dalam deviasi radial (menggerakkan sisi ibu jari tangan ke sisi dalam lengan bawah) atau ulnar (menggerakkan sisi jari kelingking tangan ke sisi luar lengan bawah), skor postur dinaikkan 1.

Gerakan pronasi dan supinasi dari pergelangan tangan (wrist twist) diberikan skor postur sebagai berikut:

 1 jika pergelangan tangan dalam daerah tengah putaran;

 2 jika pergelangan tangan berada di atau dekat bagian akhir daerah putaran.

Gambar 2.5 Skor Postur Untuk Bagian Tubuh Yang Termasuk Kelompok A

Kelompok B

Rentang pergerakan untuk leher beserta skornya adalah sebagai berikut:

 1 untuk 0-100 gerakan ke depan/ menunduk (flexion);

 2 untuk 10-200 gerakan ke depan/ menunduk (flexion);

 3 untuk 200 atau lebih gerakan ke depan/ menunduk (flexion);

4 untuk gerakan mendongak (extension).

Jika leher diputar, skor postur diatas dinaikkan 1. Jika leher dalam posisi dipatahkan ke arah kanan/ kiri, skor diatas juga dinaikkan 1 (Gambar 2.6).

Rentang pergerakan untuk badan beserta skornya adalah sebagai berikut:

 1 ketika badan sedang dalam posisi duduk dan didukung dengan baik, dengan sudut antara panggul dan badan adalah 900 hingga lebih;

 2 untuk 0-200 gerakan ke depan/ membungkuk (flexion);

 3 untuk 20-600 gerakan ke depan/ membungkuk (flexion);

 4 untuk 600 atau lebih gerakan ke depan/ membungkuk (flexion);

Jika badan diputar, skor postur diatas dinaikkan 1. Jika badan dalam posisi dipatahkan ke arah kanan/ kiri, skor diatas juga dinaikkan 1.

Pedoman untuk skor postur kaki adalah sebagai berikut:

 1 jika bagian tungkai kaki dan kaki didukung dengan baik ketika duduk dengan bobot tubuh terdistribusi secara merata;

 1 jika dalam posisi berdiri dengan bobot tubuh terdistribusi secara merata pada kedua kaki dan dengan tersedianya ruang untuk mengubah posisi;

 2 jika tungkai kaki dan kaki tidak didukung dengan baik atau bobot tubuh tidak terdistribusi secara merata pada kedua kaki.

Gambar 2.6 Skor Postur Untuk Bagian Tubuh Yang Termasuk Kelompok B

Sumber: McAtamney & Corlett, 1993

Merekam skor postur

Dengan menggunakan Gambar 2.5, pengamat dapat merekam skor postur untuk lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan di kotak-kotak yang ditandai dengan huruf A di sisi kiri lembar skor (Gambar 2.7). Dengan cara yang sama, yaitu menggunakan Gambar 2.6, skor postur untuk leher, badan, dan kaki dihitung dan direkam dalam kotak-kotak yang ditandai dengan huruf B pada lembar skor.

Gambar 2.7 Lembar Skor RULA

Sumber: McAtamney & Corlett, 1993

Mengelompokkan skor postur bagian tubuh

Untuk mendapatkan skor tunggal (posture score) dari Kelompok A dan B, digunakan suatu tabel yang dinamakan Tabel A untuk Kelompok A (Tabel 2.2) dan Tabel B untuk Kelompok B (Tabel 2.3).

Tabel 2.2 Tabel A

Sumber: McAtamney & Corlett, 1993

Tabel 2.3 Tabel B

Skor untuk penggunaan otot dan gaya

Suatu sistem skor digunakan untuk mengikutsertakan beban tambahan pada sistem musculoskeletal yang disebabkan oleh kerja otot statis yang berlebih, gerakan repetisi dan keharusan untuk mengerahkan gaya atau mempertahankan beban eksternal ketika bekerja. Skor-skor ini dihitung untuk setiap kelompok (A dan B) dan dituliskan dalam kotak yang telah tersedia pada lembar skor (Gambar 2.7). Setelah skor A dan B didapat dari Tabel 2.2 dan 2.3, skor untuk penggunaan otot dan gaya ditambahkan ke skor A dan B dengan formula sebagai berikut:

Skor A + skor penggunaan otot dan gaya untuk Kelompok A = Skor C

Skor B + skor penggunaan otot dan gaya untuk Kelompok B = Skor D

Ketentuan untuk skor penggunaan otot adalah sebagai berikut:

Jika postur tubuh sebagian besar statis, yaitu dilakukan lebih dari 1 (satu) menit atau postur tubuh dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 (empat) kali per menit, maka tambahkan 1 ke skor postur A atau B.

Sedangkan ketentuan untuk skor penggunaan gaya adalah sebagai berikut:

 0 jika beban atau gaya sebesar 2 kg atau kurang dan kontak dengan beban atau gaya tersebut terputus-putus;

 1 jika beban atau gaya sebesar 2-10 kg dan kontak dengan beban atau gaya tersebut terputus-putus;

 2 jika beban atau gaya sebesar 2-10 kg dan kontak dengan beban atau gaya tersebut statis atau berulang-ulang. Skor juga sebesar 2 jika beban atau gaya sebesar lebih dari 10 kg dan kontak dengan beban atau gaya tersebut terputus-putus;

 3 jika beban atau gaya sebesar lebih dari 10 kg dan kontak dengan beban atau gaya tersebut statis atau berulang-ulang. Skor juga sebesar 3 jika

beban atau gaya sebesar berapapun dengan kontak yang cepat atau suatu tindakan yang menyentak.

3. Mengonversikan skor-skor yang diperoleh ke satu dari empat level tindakan (action level).

Setelah Skor C dan Skor D diperoleh, langkah selanjutnya adalah menggabungkan Skor C dan Skor D untuk mendapatkan skor akhir (grand score) yang akan memberikan gambaran mengenai prioritas untuk melakukan investigasi selanjutnya. Setiap kombinasi yang mungkin dari Skor C dan Skor D diberikan peringkat, yang dinamakan dengan grand score, yaitu dari angka 1-7 berdasarkan perkiraan risiko cidera pada musculoskeletal. Untuk mendapatkan grand score, digunakan suatu tabel yang dinamakan Tabel C (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Tabel C

Ketentuan terhadap grand score yang diperoleh dari Tabel 2.4 di atas dibagi menjadi beberapa level tindakan (action level) sebagai berikut:

 Action level 1

Skor 1 atau 2 menerangkan bahwa postur dapat diterima jika tidak dilakukan atau diulang-ulang untuk suatu periode waktu yang lama.

 Action level 2

Skor 3 atau 4 menerangkan bahwa investigasi selanjutnya dibutuhkan begitu pula dengan perubahan.

 Action level 3

Skor 5 atau 6 menerangkan bahwa investigasi dan perubahan dibutuhkan dengan segera.

 Action level 4

Skor 7 menerangkan bahwa bahwa investigasi dan perubahan dibutuhkan saat ini juga.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 47-57)

Dokumen terkait