• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur teknis proses Praperadilan sebagai Upaya Pertanggungjawaban di Polda Sumatera Utara Tanjung Morawa Medan

157

Lembaga Praperadilan merupakan lembaga yang lahir bersamaan dengan lahirnya KUHAP, dimana lembaga tersebut bukanlah lembaga yang mandiri/berdiri

156

diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib 157

sendiri (terlepas dari Pengadilan Negeri), melainkan merupakan lembaga yang menempel pada Pengadilan Negeri, yang secara kasus demi kasus Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim Pengadilan Negeri untuk memutus suatu perkara yang diajukan. Jadi, tidak ada sidang Praperadilan tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang berhak memohon pemeriksaan Praperadilan.158

Tujuan dan maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas aqusatoir dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan. Yahya Harahap mengemukakan “lembaga peradilan sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atas penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan Undang-undang.”159

Dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 ada unsur baru yang perlu mendapat perhatian bagi pelaksana hukum seperti dalam penyidikan, bantuan hukum, praperadilan, penuntutan, ganti rugi, peninjauan kembali pengawasan pelaksanaan pengadilan. Namun UU No. 8 Tahun 1981 ini secara potensil lebih baik tetapi bagaimanapun meminta “kejujuran”pelaksana. Dari pihak kepolisian benar-benar

158

pada hari jumat 1februari 2013 15.30 wib 159

diharapkan disamping kejujuran harus lebih meningkatkan keterampilan. Polisi yang selama ini sudah terlalu sibuk sehingga sering menampilkan pandangan yang tidak menggembirakan masih dibebani lagi dalam Undang-undang ini.160

Praperadilan adalah sebuah relisasi dari eksistensi keberadaan hak asasi manuasia dimana pra peradilan merupakan sarana Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:161

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan rehabilitasi dan kerugian, artinya ketika seseorang merasa telah dirugikan dalam beberapa proses diatas maka mereka berhak untuk menuntut dan mendapatkan keadilan lewat praperadilan. 162

160

B. Simandjuntak, Hukum Acara Pidana dan tindak Pidana Khusus, Tarsito, bandung, 1982, halaman 23

161

Lihat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 10 dan Bab X praperadilan 162

Arhjayati Rahim, ,

Praperadilan Sebagai Control Profesionalisme Kinerja Penyidik, diakses Pada 1 februari 2013 15.30 wib

Berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 1981 KUHAP, yang termasuk dan menjadi lingkup praperadilan meliputi perkara :163

a. Sah atau tidaknya penangkapan; b. Sah atau tidaknya penahanan;

c. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan; d. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan;

e. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan;

f. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penuntutan;

g. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan;

h. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penuntutan.

Dengan lahirnya lembaga praperadilan menuntut seorang penyidik dalam melaksanakan penyidikan untuk lebih fokus, teliti, dan profesional dalam menjalankan fungsinya demi menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam

proses-163

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, bab 5 mengenai wewenang pengadilan untuk mengadili, bagian praperadilan dan

proses tersebut, karena segala yang di tuntut di ranah praperadialan adalah kewenagan dan tugas penyidik.164

Sifat praperadilan berfungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa sebelum seseorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat berupa pencegahan terhadap tindakan yang merampas hak kemerdekaan setiap warga negara serta pencegahan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan.165

Adapun alasan-alasan sahnya untuk penghentian penyidikan adalah sebagai berikut: 166

a. Tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti minimum dari tindak pidana tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan dan tidak tercapai;

b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai 164

Wawacara dengan J. Pakpahan Kanit I, Wassidik Polda Sumatera Utara

diakses pada1februari 2013 15.30 wib 166

tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, maka kemudian penyidik menghentikan penyidikan atas peristiwa tersebut;

c. Penyidikan dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya dalam hal ini antara lain tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa, peristiwa tersebut telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap,serta karena peristiwa hukum tersebut telah kadaluasa.

Saat proses pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera. Pemeriksaan perkara praperadilan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.

Berkaitan dengan subjek hukum, yang termasuk dalam subjek hukum praperadilan adalah setiap orang yang dirugikan. Untuk sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya yaitu untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan.167

167 Ibid

Adapun subjek hukum yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :168

a. Yang berhak mengajukan upaya praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya upaya paksa, tuntutan ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi adalah:

1. Tersangka;

2. Keluarga tersangka; 3. Ahli waris tersangka; 4. Kuasa hukum tersangka;

5. Pihak ketiga yang berkepentingan.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut KUHAP dimana pada Pasal 108 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan Pelapor, yaitu:

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.169

Berdasarkan definisi tersebut, maka seorang Pelapor bisa saja ia sebagai korban ataupun sebagai saksi atas suatu peristiwa tindak pidana. Maka ia berhak untuk melaporkan atau mengadukan peristiwa tersebut kepada pihak Kepolisian setempat, misalnya seperti :170

2.Kepolisian Resor Jakarta Timur/Barat/Utara/Pusat/Selatan (POLRES) 1.Kepolisian Sektor (POLSEK)

168

wib 169

Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 170

3.Kepolisian Daerah (POLDA)

4.Markas Besar Kepolisian RI (MABES POLRI).

5.Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) bila berkaitan dengan tindak pidana Korupsi dan Tindak Pidana Suap.

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan laporan dan pengaduan (aduan). Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu baik atau kemauannya sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang. Sedangkan Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya disebutkan dalamPasal 1 angka 25 KUHAP).

Pengertian tersebut menunjukan kepada kita bahwa bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum. Namun di dalam prakteknya, lebih sering digunakan istilah pelaporan, hal tersebut

dikarenakan status yang disandang seseorang yang memasukkan laporan atau pengaduan lebih sering disebut Pelapor.171

Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke Kepolisian, dapat saja dilakukan dengan sendiri ataupun dengan di dampingi oleh Kuasa Hukum/Pengacara/Advokat. Bila si Pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri, maka Pelapor pada saat di Kepolisian akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK). Terdapat pula pelaporan atau pengaduan hanya dilakukan oleh Kuasa Hukum/Advokat nya dengan berbekal Surat Kuasa dari Pelapor sebagai Kliennya.

Pada saat melakukan Pengaduan ke SPK Kepolisian setempat, Dalam kapasitasnya Pelapor adalah Korban, maka sebelum dibuatkan laporan Pengaduan, pihak SPK akan melakukan sesi dengar pendapat atau gelar perkara.

Fungsi dari Gelar Perkara tersebut bahwa banyak peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dan melukai ataupun merampas hak seseorang namun dalam ruang lingkup Hukum Perdata. Dimana perlu ditegaskan bahwa pemeriksaan di Kepolisian adalah berada dalam ruang lingkup Hukum Pidana. Sehingga untuk mengeliminir pengaduan yang bersifat Perdata yang dipaksakan masuk ke Pidana, maka diperlukan sesi dengar pendapat atau gelar perkara tersebut.

Yang menarik adalah bahwa ternyata pihak Kepolisian pada prinsipnya dilarang menolak laporan ataupun pengaduan dari masyarakat. Dan memang benar bahwa setiap peristiwa hukum selalu mengandung 2 (dua) sisi hukum, baik Hukum Perdata maupun Hukum Pidana, sehingga Bagian SPK haruslah diisi oleh

Petugas-171

petugas yang mumpuni dan memahami sisi hukum dari setiap pelaporan yang masuk. Sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah Petugas SPK sebagai bagian layanan penerimaan Pengaduan dan Pelaporan adalah SDM yang mengerti tentang Hukum. Hal tersebut belum lagi diperparah dengan kondisi dan situasi karakter dan mental Petugas yang menjadi satu dengan kultur Kepolisian yang masih diwarnai oleh kemiliteran dahulu.172

Agar Pengaduan dari si Pelapor tersebut dapat diterima oleh SPK Kepolisian Pelapor sebelum melakukan pengaduan ke SPK Kepolisian haruslah menyiapkan terlebih dahulu bukti-bukti. Dan harus diingat, dalam hukum pidana 1 (satu) bukti bukanlah bukti. Jadi paling sedikit Pelapor harus membawa 2 (dua) alat bukti. Pada prinsipnya adalah tugas dari Penyidik POLRI untuk mengumpulkan bukti-bukti guna melengkapi pemberkasan, dan Pelapor hanya membawa bukti awal secukupnya karena tidak semua Pelapor adalah orang yang mengerti Hukum dan tidak semua pelapor mampu membayar jasa pelayanan Advokat/Pengacara/Penasehat Hukum.173

1. Keterangan saksi;

Alat bukti tersebut dijelaskan di dalam KUHAP pada Pasal 184, yang menyebutkan sebagai berikut:

2. Keterangan saksi ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 172 Ibid 173 Ibid

5. Keterangan terdakwa.

Pelapor hendaknya membawa 2 (dua) dari alat bukti yang ada tersebut diatas. Misalnya, bila dikaitkan dengan perkara diatas, Pelapor harus membawa alat bukti Surat (bisa saja berupa surat perjanjian, bukti transfer, atau apapun yang sifatnya tertulis) dan Saksi yang menyaksikan dan melihat sendiri peristiwa hukum tersebut.

Bila telah merasa lengkap memiliki bukti-bukti yang valid dan mendukung, maka Anda dapat melakukan Pelaporan dan/atau Pengaduan ke Bagian Sentara Pelayanan Kepolisian (SPK)

Sentra Pelayanan Kepolisian atau SPK adalah Petugas Kepolisian yang bertugas memberikan Pelayanan Kepolisian kepada Masyarakat yang membutuhkan antara lain :174

1. Menerima segala bentuk Laporan dan Pengaduan Masyarakat; 2. Melakukan penanganan pertama Laporan/ Pengaduan Masyarakat; 3. Melayani masyarakat dalam hal permintaan bantuan tindakan Kepolisian; 4. Melayani dan membantu penyelesaian perkara ringan/ perselisihan antar

warga sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan peraturan/ kebijakan dalam organisasi Polri.

Prosedur Penerimaan Laporan/ Pengaduan Masyarakat kepada Polri :

1. Masyarakat/ Pelapor dapat datang ke Kantor Polisi terdekat berdasarkan tempat kejadian perkara yang akan dilaporkan;

2. Masyarakat/ Pelapor akan diterima oleh Petugas SPK; 174

3. Oleh Petugas SPK masyarakat/ pelapor akan diambil keterangannya untuk dituangkan dalam format berdasarkan apa yang dilaporkan; 4. Setelah diterima laporannya masyarakat akan diberikan Surat Tanda

Penerimaan Laporan;

5. Masyarakat tidak dipungut biaya apapun.

Tujuan peningkatan pembinaan sikap para penegak hukum mutlak harus disejajarkan mengikuti tingkat pembaharuan KUHAP. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka secara umum dapat dilakukan dengan jalan antara lain sebagai berikut: 1. Meningkatkan pembinaan ketertiban aparat penegak hukum sesuai dengan tugas

dan wewenang masing-masing. 2. Peningkatan pembinaan profesionalisme. 3. Pembinaan peningkatan sikap mental.

Adapun upaya-upaya hukum tersebut antara lain, adalah:175

1. Permohonan pengajuan Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau lebih dikenal dengan sebutan SP3 bila Anda yakin bahwa Anda tidak bersalah dan Anda yakin bahwa kasus anda adalah perkara perdata dan bukan pidana;

2. Permohonan pengajuan Surat Penangguhan Penahanan bila Anda merasa yakin bahwa Anda lebih pantas untuk tidak ditahan;

175

diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib

3. Ajukan Permohonan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri setempat bila Anda merasa penindakan oleh instansi Penegak Hukum telah melanggar Hak Azasi Manusia Anda;

4. Perlindungan hukum terhadap korban dan saksi (tidak diatur di dalam KUHAP namun diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 ttg Perlindungan Saksi Dan Korban);

5. Laporkan setiap Perilaku Menyimpang Dari Jaksa Penuntut Umum kepada Kejaksaan Agung atau kepada Komisi Kejaksaan;

6. Upaya Hukum Pihak III Terhadap Deponir Kejaksaan;

7. Pelaporan dan Pengaduan Terhadap Perilaku Menyimpang Hakim;

8. Ajukan Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK) terhadap perkara yang Anda alami bila terdapat indikasi bahwa Hakim salah dalam menerapkan Hukum;

9. Laporkan atau ajukan Pengaduan Anda Melalui Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) POLDA atau MABES POLRI, bila terdapat oknum POLRI yang melakukan tindakan menurut Hukum adalah terlarang ;

10.Laporkan Perilaku Menyimpang Dari Pengacara/Advokat kepada institusi advokat yang menaunginya ;

11.Pahami hak-hak Anda bila anda sebagai Terpidana dan ajukan pelaporan ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Direktorat Jendral Lembaga Pemasyarakatan bila sipir dan Ka Lapas berprilaku menyimpang;

BAB IV

Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan

1. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini tentu saja menuntut kinerja tinggi dari Polri sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam pelaksanaan hukum di negara ini. Kepolisian Negara Republik Indonesia, menjadikan Polri sebagai alat Negara penegak hukum, penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tugas bagi Polri, karena satu sisi dibutuhkan keahlian manajerial pada aspek manajemen yang berkaitan erat dengan masalah-masalah pelaksanaan koordinasi dan disisi lain dituntut penguasaan tentang penyidikan yang ruang geraknya senantiasa dibatasi oleh ketentuan hukum yang berlaku. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana itu sendiri, hal ini

dikarenakan proses penyidikan merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum di Indonesia. Sistem peradilan pidana merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh sub sistem-sistem peradilan sebagai lembaga penegakan hukum didalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya dalam penegakan hukum yang dapat menjamin rasa keadilan masyarakat, melindungi kepentingan negara, sehingga tercipta kepastian hukum dan menghargai hak asasi manusia. Terkait dengan sistem peradilan Pidana di Indonesia, penegakan hukum yang dilaksanakn oleh alat negara penegak hukum dapat diklasifikasikan menjadi empat tahapan, yakni penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan putusan. Penyidikan sebagai tahapan pertama dimulai dari diadakannya penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, sampai dengan penyerahan berkas perkara dan barang bukti.

2. Salah satu wewenang penyidik adalah melakukan penangkapan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana dengan melakukan penyidikan serta bukti yang cukup, hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana. Perbuatan kesalahan yang dilakukan penyidik bukanlah perbuatan yang dikehendaki oleh penyidik, sehingga mendatangkan kerugian bagi korban, karena tujuan dari penangkapan oleh penyidik ada untuk mengumpulkan kan bukti-bukti dalam suatu perkara terhadap pihak terkait untuk dimintai keterangan, hingga menEpatkan titik terang dan menyelesaikan proses. Dalam pelaksanaan tugasnya penyidik terkadang

kurang menguasai suatu kasus yan ditangan olehnya. Perbuatan pelanggaran oleh Polri adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota, sumpah/janji jabatan, Peraturan Disiplin dan atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sanksi yang diberikan kepada Penyidik yang melakukan kesalahan dapat berupa Pelanggaran Peraturan disiplin dan Kode etik Profesi. Sehingga harus telaah lebih lanjut kesalahan dari perbuatan penyidik sanksi apa yang dapat dikenai.

B. Saran

1. Perlunya mengharapkan sosok penegak hukum yang benar-benar dapat menciptakan keadilan bagi masyarakat, hal ini disebabkan karena dalam bertugas kadang kala polisi juga menemukan kendala-kendala yang dapat membuat terhambatnya penanganan suatu perkara pidana. Ada beberapa faktor yang dapat menghambat hal tersebut terjadi diantaranya:

a. Kualitas SDM Polri yang tidak memenuhi mutu standar guna memiliki kualitas tinggi dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum. hal ini dipengaruhi oleh sistem rekruitmen yang dipengaruhi pihal lain, dalam hal ini pihak luar, sehingga menyebabkan tiak transparannya proses rekruitmen itu sendiri.

b. Sarana prasarana yang walaupun terdengar klasik namun pada kenyataannya memang polsek tidak mempunyai peralatan selengkap yang

dimiliki polda, imbasnya tentu saja penyidik polsek terkesan malas-malasan untuk bekerja.

c. Masih adanya oknum-oknum penyidik polri yang masih mengharapkan imbalan dari pihak yang terkait dengan sebuah kasus pidana agar dapat memperoleh keirnganan-keringanan tertentu dari pihak polisi. Ulah para oknim ini tentu saja dapat dinilai sebagai salah satu bentk penyalahgunaan wewenang yang dimiliki penyidik.

Faktor-faktor diatas tentu saja menurunkan citra penyidik Polri sebagai penegak hukum yang diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat. Masyarakat pada umumnya mengharapakan sosok penegak hukum yang benar-benar dapat menciptakan keadilan bagi mereka.

2. Polri umumnya dan penyidik Polri khususnya harus segera mengambil langkah-langkah cepat dan tepat. Guna menjawab tuntutan masyarakat yang seiring perkembangan waktu semakin terus bertambah. Langkah tersebut bukan tidak pernah dilakukan dari tahun ketahun sesungguhnya Polri terus menerus berbenah diri, namun belum mencapai taraf yang maksimal dan seperti apa yang diharapkan masyarakat pada umumnya, dan perlu adanya transformasi budaya ditubuh Polri. Hal yang paling penting untuk dicermati seorang penyidik polisi adalah transparansi proses penyidikan tindak pidana, hal ini disebabkan karena banyak nya laporan atau pun komplain dari masyarakat mengenai masalah penyidikan Polri. Realisasi yang ingin dicapai

tentu saja mengarah pada sosok penyidik yang mampu dapat melaksanakan proses penyidikan dengan cepat dan profesioanl. Surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dimulai dari penerimaan proses laporan pengaduan dari masyarakat sampai dengan selesainya penanganan berkas oleh seorang penyidik. Kaitannya dengan SP2HP ini penyidik harus mampu memberikan laporan kepada korban tindak pidna sesuai dengan kategori kasus yang dihadapinya. Upaya-upaya yang dilakukan Polri dalam melaksanakan pembenahan di tubuh Polri secara struktual dan terrorganisir dengan rapi melalui program-progran percepatan yang telah dilakukan. Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat harus dilaksanakan disertai dengan pengawasan dari tingkat paling tinggi hingga paling bawah, dengan harapan kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Harus adanya tindakan yang tegas yang diberikan kepada oknum penyidik yang tidak bisa melaksanakan tugasnya secara profesional, terutama pada oknum penyidik yang masih mengharapkan imbalan dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tindak pidana. Perlunya peningkatan sarana prasarana guna menunjang tugas Polri, termasuk peningkatan taraf pendapatan anggota berupa gaji bagi anggota Polri tersebut.

Dokumen terkait