• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pertanggung Jawaban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah Tangkap Atau Error In Persona Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Pertanggung Jawaban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah Tangkap Atau Error In Persona Chapter III IV"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK POLRI TERHADAP TERJADINYA SALAH TANGKAP ATAU ERROR IN PERSONA BERDASARKAN KUHAP

DAN UNDANG - UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002

A. Pertanggungjawaban Penyidik Polri terhadap Terjadinya Salah Tangkap atau Error In Persona berdasarkan KUHAP dan Undang-undang No. 2 Tahun 2002

Tanggung jawab merupakan suatu keadaan dimana seseorang wajib

menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa dapat dilakukan penuntutan.

Bertanggungjawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti berkewajiban

menanggung segala akibat dari perbuatan seseorang tersebut yang disengaja maupun

yang tidak disengaja sebagai bentuk perwujudan kesadaran akan kewajiban atas apa

yang telah dibuat, baik perbuatan yang merugikan maupun menyenangkan.123

Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan.

Tanggung jawab merupakan ciri dari sesorang yang beradab karena seseorang

merasa bertanggungjawab sehingga seseorang tersebut menyadari akibat baik atau

buruknya perbuatannya tersebut.

124

123

Kamus Besar Bahasa Indonesia 124

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Lihat Pasal 1 Ayat 1

Salah satu wewenang penyidik adalah melakukan

(2)

penyidikan serta bukti yang cukup, hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Nomor

8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana.

Penyidik dalam hal terjadinya kasus salah tangkap yang dilakukan oleh

penyidik bukan merupakan perbuatan pidana, karena unsur-unsur dari tindak pidana

adalah adanya unsur “kesengajaan” dan dengan sadar melakukan perbuatan yang

melanggar peraturan yang telah ada, dan dengan “dikehendakinya” melakukan

perbuatan pidana. Penangkapan merupakan tugas dan wewenang Polri sebagai

penyidik, dan karena tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh

penyidik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.125

Perbuatan kesalahan yang dilakukan penyidik bukanlah perbuatan yang

dikehendaki oleh penyidik, sehingga mendatangkan kerugian bagi korban, karena

tujuan dari penangkapan oleh penyidik ada untuk mengumpulkan kan bukti-bukti

dalam suatu perkara terhadap pihak terkait untuk dimintai keterangan, hingga

menapatkan titik terang dan menyelesaikan proses penyidikan sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Kitab Hukum Acara Pidana nomor 8 tahun 1981. Dalam

pelaksanaan tugasnya penyidik terkadang kurang menguasai suatu kasus yan ditangan

olehnya. 126

Sering terjadinya hambatan-hambatan dalam lapangan untuk melakukan

proses penyidikan. Seperti kurangnya bukti-bukti yang jelas dalam melakukan

penangkapan terhadap seseorang yang dicurigai. Untuk itu pengawas penyidik dalam

125

Hasil wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar ,wasidik

126

(3)

hal ini berwenang dalam memberikan pengawasan terhadap penyidik yang apabila

jika terjadi penyalahgunaan wewenang melakukan penyidikan, Salah tangkap pada

dasarnya hal yang dapat terjadi pada setiap orang dalam melakukan kesalahan

terhadap pekerjaannya. Kekhilafan yang terjadi pada diri setiap manusia bisa menjadi

faktor pendukung diantara beberapa faktor lainnya. Tetapi yang menjadi masalah

dalam kesalahan tersebut adalah akibat yang terjadi atas perbuatan kesalahan itu

menimbulkan kerugian bagi korban. Sehingga dapat diberikan Sanksi terhadap

penyidik dalam melakukan kesalahan dalam prosedur penangkapan merupakan suatu

pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik dalam melakukan tugas dan

wewenangnya.127Perbuatan pelanggaran oleh Polri sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota

Kepolisian. Pada Pasal 1 ayat 1 defenisi pelanggaran adalah perbuatan yang

dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar

sumpah/janji anggota, sumpah/janji jabatan, Peraturan Disiplin dan atau Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.128

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang

Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia mengatur adanya pelarangan bagi Sanksi yang diberikan kepada

Penyidik yang melakukan kesalahan dapat berupa Pelanggaran Peraturan disiplin dan

Kode etik Profesi. Sehingga harus telaah lebih lanjut kesalahan dari perbuatan

penyidik sanksi apa yang dapat dikenai.

127

Hasil wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar ,wasidik 128

(4)

anggota Kepolisian berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani, yang dapat

merugikan pihak yang terkait, mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan

pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materiil perkara sehingga

menyalahgunakan wewenang dalam melaksanakan tugas-tugasnya

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah

serangkaian norma untuk membina menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib

kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bentuk Pelanggaran

Peraturan Disiplin adalah Ucapan, tulisan atau perbuatan angggota kepolisian Negara

Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin. Sebagaimana dijelaskan

dalam Pasal 1 ayat 3 (tiga) dan 4 (empat) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003.

Peraturan Disiplin diadakan agar tegaknya disiplin dan memelihara tata tertib

dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia, dan

berkewajiban menjaga nama baik instansinya, selalu berupaya untuk melaksanakan

tugas-tugas dengan baik, cermat, bijaksana dan tidak sembrono, serta menjunjung

tinggi Hak Asasi Manusia.129

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menaati peraturan

perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan

maupun yang berlaku secara umum, memberikan perlindungan, pengayoman dan

pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan memperhatikan dan

menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan pengaduan masyarakat dengan

129

(5)

rasa penuh tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003.130

Pelanggaran Peraturan Disiplin berupa ucapan, tulisan, atau perbuatan

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar Peraturan Disiplin.

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah

serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib

kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Disiplin adalah ketaatan

dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia. 131

Pelaksanaan wewenang sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat yang

dilakukan oleh aparatnya terkadang terjadi penyimpangan tindakan anggota Polri dari

yang seharusnya dengan menyalahgunakan kewenangan yang diberikan. Padahal

Polisi yang sehari-hari dihadapkan pada tugas yang tak menentu dan berhadapan

langsung dengan masyarakat, sangat mutlak memiliki kestabilan emosi dan prilaku

baik kepada masyarakat.

.

132

Kesalahan Polri dalam melakukan penangkapan ini merupakan termasuk

dalam pelanggaran disiplin karena menyalahgunakan kewenangannya dalam

melakukan penangkapan dalam proses penyidikan serta kelalaian anggota kepolisian

dalam melaksanakan setiap tugasnya sehingga tidak patuh dalam peraturan disiplin

130

Ibid.,

131

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang disiplin anggota kepolisian Negara Republik Indonesia

132

(6)

anggota Kepolisian.133 Kepolisian sebagai penyidik yang mempunyai wewenang

dalam melakukan penangkapan dalam proses penyidikan, dalam proses penyidikan

dilakukan tahap-tahap yang telah diatur sebaik-baiknya agar pengaturan tugas

penyidik berjalan dengan baik pula, tetapi kesalahan Polri dalam melaksanakan

tugasnya masih saja terjadi, dikarenakan ketidaksesuaian dalam melakukan

tahap-tahap prosedur penangkapan dalam melaksanakan tugasnya seperti kurangnya

kemampuan menguasai pengetahuan akan proses penyidikan.134

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan

pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dijatuhi

sanksi berupa tindakan disiplin dan atau hukuman disiplin sesuai pasal 7 Peraturan

Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Republik

Indonesia. Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan atau tindakan fisik. Sehingga

dalam perbuatan melanggar peraturan disiplin dapat dilakukan tindakan Disiplin Perilaku Polri yang bertindak asal dan cepat sehingga kurang cermat dengan

mementingkan diri sendiri agar penyelesaian tugas penyidikan dapat berakhir dengan

cepat, sehingga hak asasi manusia dikesampingkan, yang mengakibatkan terjadi

penangkapan terhadap seseorang yang tidak bersalah, hal ini tentu saja dapat

merugikan pihak-pihak yang terkait, dan tidak menjaga dan menjunjung tinggi

martabat negara terutama Kepolisian itu sendiri. sebagaimana diatur dalam Pasal 6

Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003.

133

Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 134

(7)

berupa serangkaian teguran lisan dan atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang

dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

hukuman disiplin tersebut merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada Anggota

kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sidang Disiplin. Sidang disiplin adalah

sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin dengan

menempatkan terhukum dalam tempat khusus.135

Sedangkan pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin diatur

Pasal 16 PP Nomor 2 tahun 2003 adalah Ankum atau Atasan Ankum. Sebelum

menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum telah memeriksa terlebih dahulu anggota Kepolisian sebagai pejabat yang berwenang sebagai penyidik sebagaimana

disebutkan dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 mempunyai fungsi sebagai

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Terkait dengan pejabat kepolisian, Pasal 18 menyatakan untuk kepentingan umum

pejabat kepolisian negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat

bertindak menurut penilaiannya sendiri (Ayat 1). Pelaksanaan ayat ini hanya dapat

dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian negara RI (Ayat 2).

Selanjutnya dikatakan dalam Pasal 19, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,

pejabat kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma agama, kesopanan,

kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (Ayat 1).

135

(8)

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran

disiplin, yang kemudian apabila atas pertimbangan Ankum mengenai pelanggaran

disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi

hukuman disiplin, maka pemeriksa dilakukan melalui sidang disiplin. Sidang disiplin

dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada satuan kerja Kepolisian Negara Republik

Indonesia.136

Ankum mempunyai wewenang memerintahkan Provos Kepolisian Indonesia

untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian Indonesia yang disangka

melakukan pelanggaran disiplin. Sebelum melaksanakan sidang disiplin, Ankum

meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum kepolisian

guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin. Satuan kerja yang

berwenang melaksanakan sidang disiplin, susunan keanggotaan dan perangkat sidang

disiplin diatur lebih lanjut dengan Keputusan kapolri. 137

Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu dipertimbangkan situasi dan

kondisi ketika pelanggaran itu terjadi, maksud dari situasi dan kondisi ialah suasana

pada saat pelanggaran tersebut dilakukan, misalnya pada waktu bertugas

mengendalikan unjuk rasa yang cenderung anarkis dan massa yang memprovokasi

tindakan kekerasan. Ankum yang menyelenggarakan sidang disiplin paling lambat

136 Ibid 137

(9)

30(tiga puluh) hari setelah menerima daftar pemeriksaan pendahuluan Pelanggaran

Disiplin dari satuan fungsi Provos.138

Penyelesaikan perkara pelanggaran disiplin dilaksanakan melalui tahapan:

139

a. Laporan atau pengaduan;

b. Pemeriksaan pendahuluan;

c. Pemeriksaan di depan sidang disiplin;

d. Penjatuhan hukuman disiplin;

e. Pelaksanaan hukuman;

f. Pencatatan dalam data Personel Perseorangan.

Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui keberadaannya, setelah melalui

prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka dapat dilakukan

sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar.

Pada pasal 30 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 juga disebutkan:

a. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman

disiplin berhak mengajukan keberatan.

b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam poin a diajukan tertulis kepada

atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan keberatan.

c. Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama 14 (empat belas) hari

setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin.

138

Ibid.,

139

(10)

d. Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari terhukum dan meneruskan

nya kepada atasan ankum.

Selanjutnya dijelaskan pada pasal 31 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun

2003:

a. Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya, maka atasan Ankum

menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan

hukuman disiplin.

b. Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya, maka atasan Ankum

membatalkan putusan yang telah dibuat oleh ankum yang menjatuhkan

hukuman disiplin.

c. Apabila keberatan terhukum diterima sebagian, maka atasan ankum

mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman

disiplin.

d. Atasan ankum berwenang menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian

keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari satuan fungsi

pembinaan hukum kepolisian Negara Republik Indonesia.

e. Putusan atasan ankum sebagaimana dimaksud dalam poin a ditetapkan paling

lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan

f. Surat keputusan atasan ankum terhadap pengajuan keberatan terhukum

sebagaimans dimaksud poin a,b dan c, disampaikan kepada pemohon

keberatan.

(11)

Hukuman disiplin pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 2 Tahun 2003

berupa:

a. Teguran tertulis;

b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;

c. Penundaan kenaikan gaji berkala;

d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;

e. Mutasi yang bersifat demosi;

f. Pembebasan dari jabatan;

g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Proses penyelesaian Pelanggaran Disiplin diatur sebagaimana dalam Pasal 14

Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang disiplin anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia yaitu:

a. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat

diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

b. Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang disiplin.

c. Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan disiplin melalui sidang

merupakan kewenangan Ankum.

Ankum adalah sebutan bagi atasan yang berhak menghukum bawahannya

yang melakukan pelanggaran disiplin, atasan yang karena jabatannya tersebut

diberikan kewenangan menjatuhkan hukkuman disiplin kepada bawahannya yang

(12)

Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin diatur Pasal 15 PP

tentang disiplin anggota kepolisian republik Indonesia adalah:140

a. Atasan langsung;

b. Atasan tidak langsung;

c. Anggota Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan lingkup

tugas dan kewenangannya.

Provos adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hukuman disiplin yang tercantum dalam Pasal 9 berlaku juga sebagaimana

diatur dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 yaitu:

a. Apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhukum tidak

mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan ankum berlaku

pada hari ke 15 (kelima belas).

b. Apabila ada keberatan dari terhukum, maka putusan hukuman mulai

berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu diputuskan.

Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang disiplin atau setelah dilakukan

pencarian terhadap terhukum untuk menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin

tidak ditemukan, maka putusan hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30

(ketiga puluh) terhitung mulai tanggal keputusan itu diputuskan.

140

(13)

Anggota kepolisian yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali

terakhir dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota

kepolisian republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan

hormat dari dinas kepolisia negara republik Indonesia melalui sidang Komisi Kode

Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga kesalahan prosedur

yang dilakukan Polri dalam melakukan penangkapan selain dikenai sanksi pelanggar

disiplin dapat juga dikenai sanksi Kode Etik.141

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara

moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri. Etika profesi kepolisian merupakan

kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta

mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan

Kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.142

Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan

masyarakat. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah

141

Wawancara dengan bapak Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 142

(14)

pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan

Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya. Etika Kenegaraan merupakan

komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh

kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara

Kesatuan Republik Indonesia.143

Berdasarkan Pasal 7 pada Kode etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan

diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya,

dengan tidak melakukan tindakan-tindakan seperti bertutur kata kasar dan bernada

kemarahan, Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas, Bersikap

mencari-cari kesalahan masyarakat, Mempersulit masyarakat yang membutuhkan

bantuan/pertolongan, Merendahkan harkat dan martabat manusia. Hal tersebut juga

termasuk dalam hal terjadinya salah tangkap.

Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik

Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.

144

Penegakan kode etik Profesi pada Pasal 17 Setiap pelanggaran terhadap Kode

Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi moral, berupa :

143 Ibid., 144

(15)

a.Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;

b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara

terbatas ataupun secara terbuka;

c.Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

d.Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian.

Pemeriksaan atas pelanggaran dalam Pasal 18 Kode Etik Profesi Kepolisian

Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur lebih lanjut

dengan Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi dikenakan sanksi moral yang

disampaikan dalam bentuk putusan Sidang Komisi secara tertulis kepada terperiksa,

dimana sanksi moral tersebut bisa berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidak

tebrukti atau pernyataan putusan yang menyatakan terperiksa tebrukti melakukan

pelanggaran Kode Etik Profesi Polri. Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam

Pasal 17 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan

bentuk-bentuk sanksi moral yang penerapannya tidak secara kumulatif, namun sanksi

(16)

terberat sesuai pelanggaran perilaku terperiksa yang dapat dibuktikan dalam Sidang

Komisi.145

Pernyataan penyesalan secara terbatas, yang dimaksudkan adalah pernyataan

meminta maaf secara langsung baik lisan maupun tertulis oleh terperiksa kepada

pihak ketiga yang dirugikan atas perilaku terperiksa. Pernyataan penyesalan secara

terbuka, yang dimaksudkan adalah penyataan meminta maaf secara tidak langsung

oleh terperiksa kepada pihak ketiga sebagai korban yang telah dirugikan melalui

media massa.146

145

Lihat Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

146

Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar

Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi, yang

dimaksudkan adalah anggota Polri yang telah terbukti melanggar ketentuan Kode

Etik Profesi Polri sebanyak 2 (dua) kali atau lebih melalui putusan Sidang Komisi

Kode Etik Polri, kepadanya diwajibkan untuk mengikuti penataran/pelatihan ulang

pembinaan profesi di Lembaga Pendidikan Polri.

Pemeriksaan dalam Sidang Komisi adalah upaya pembuktian terhadap dugaan

telah terjadinya pelanggara Kode Etik Profesi Polri yang didasari oleh proses putusan

sidang yang cermat sehingga tidak menjadi sarana persaingan tidak sehat antar

anggota. Sidang Komisi ini juga merupakan representasi masyarakat profesi dalam

rangka pemuliaan profesi Kepolisian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7

(17)

Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian,

yang dimaksudkan adalah pelanggar dianggap tidak pantas mengemban profesi

kepolisian sebagaimana diatur dalam rumusan tugas dan wewenang kepolisian pada

pasal 14, 15 dan 16 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang

Komisi dapat menyarankan kepada Kasatker setempat agar pelanggar iberikan sanksi

administratif berupa Tour of duty, Tour of area, Pemberhentian dengan hormat, atau

Pemberhentian tidak dengan hormat.

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberikan sanksi

pemberhentian tidak dengan hormat apabila:147

1. Melakukan tindak pidana ;

2. Melakukan pelanggaran ;

3. Meninggalkan tugas atau hal lain.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Pasal 14 mengenai

pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

1. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan

hormat dari dinas Kepolisian negara Republik Indonesia apabila:

a. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga

puluh) hari kerja secara berturut-turut;

b. Melakukan perbuatan dan berprilaku yang dapat merugikan dinas

Kepolisian;

147

(18)

c. Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau

tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang

dilakukannya; atau

2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah

melalui sidang komisi Kode Etik Profesi Kepolisian negara Republik

Indonesia.

Berperilaku merugikan sebagaimana yang disebut dalam Pasal 14 huruf b

dijelaskan berupa:

1. Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan

berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap

sesama anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, penggunaan

kekuasaan diluar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga

dinas atau perseorangan menderita kerugian.

2. Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang

dilakukan didalam atau diluar dinas.

3. Kelakuan atau perkataan di muka khalayak ramai atau berupa tulisan yang

melanggar disiplin.

Pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas Kepolisian Negara

Republik Indonesia, pemberhentian tersebut dilakukan setelah melalui sidang Komisi

(19)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 yang memiliki

kewenangan dalam melakukan pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia adalah Presiden Republik Indonesia untuk pangkat Komisaris Besar Polisi

(Kombes Pol) atau yang lebih tinggi dan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia untuk pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) atau yang lebih

rendah.

Kepolisian sebagai Penegak hukum sudah terlampau lelah mendengarkan

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum di negeri ini.

Untuk keluar dari tuduhan-tuduhan itu maka harus berusaha melakukan pembebasan

dan pencerahan dari cara kerja konvensional, pembebasan dan pencerahan itu

dibutuhkan kerja keras dengan menggunakan pendekatan paradigma hukum progresif

yang sangat peka pada nilai-nilai kebenaran, keadilan juga martabat serta nilai dari

kemanusiaan itu sendiri.148

Tentulah korban (victim) menderita kerugian yang amat dirasakan bisa ringan

bisa berat, bisa menyangkut harta benda dari yang kecil sampai yang besar, dari

penghinaan atau pelecehan nama baik, bisa berbentuk aniaya bahkan penderitaa

korban dapat berakibat kematian.149

Korban kejahatan pasti menderita, namun untuk kurun waktu yang cukup

lama korban terabaikan antara lain karena setelah reaksi korban untuk menuntut atau

diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 WIB 149

(20)

membalas terhadap pelaku kejahatan diambil alih oleh masyarakat dan ditangani

pemerintah lewat mekanisme peradilan pidana, maka untuk jangka lama pula hukum

pidana dan sistem peradilan pidana lebih menyelesaikan pelaku sampai dihukum dari

pada menangani korban.150

Sementara jauh sebelum meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik pada

2006 lalu, pemerintah telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan melalui

UU No. 5 tahun 1998. Dalam konvensi dijelaskan bahwa terminologi ‘penyiksaan’

diterapkan pada individu yang sebagian haknya dibatasi oleh negara, seperti para

tersangka, terdakwa maupun narapidana yang sedang menjalani proses hukum.

Termasuk gugurnya suatu pemeriksaan jika dijalankan lewat tindakan penyiksaan. Secara umum baik konstitusi, dasar negara (Pancasila) maupun UU tentang

Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999 menegaskan hak individu serta kewajiban

negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhinya. Dalam pasal 28I ayat 1

UUD 1945 tegas disebutkan bahwa

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

adalah hak asasi manusiayang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.

(21)

Hal ini didukung dengan panduan normatif aparat kepolisian untuk menjalankan

proses hukum secara profesional, yaitu Aturan Perilaku Aparat Penegak Hukum.151

Dalam konstitusi UUD 1945, juga memuat jaminan perlindungan atas Hak

Asasi Manusia. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya

Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dari konstitusi kita,juga memuat jaminan

perlindungan atas Hak asasi Manusia setidaknya dapat dirangkum materi Pertanggungjawaban atas penegakan hukum tingkat pidana dapat dimintakan

kepada polisi sebagai pribadi pejabat sampai dengan jajaran di bawahnya yang

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebuah kasus secara ceroboh

dan tidak profesional. Fakta adanya kecerobohan dan tidak profesionalnya aparat

hukum bisa dilihat dari kasus-kasus yang dipaksakan, bahkan tersangka dipaksa

ditahan meski kurang bukti. Tidak jarang para tersangka yang telah disandera

kemerdekaannya secara paksa itu akhirnya dilepas begitu saja setelah tidak

ditemukan bukti cukup, tanpa kompensasi apa-apa.

Masyarakat yang menjadi korban tindakan aparat hukum jangan segan-segan

melakukan tuntutan bila hak-hak mereka dirugikan. Kini kita sudah mempunyai

lembaga super bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tidak pidana korupsi, kita

juga memiliki lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pers yang bisa

menjadi alat kontrol di mana saja sehingga masyarakat tidak perlu lagi takut terhadap

tindakan-tindakan melanggar hukum dari penguasa ataupun aparat penegak hukum.

151

diakses pada hari

(22)

perlindungan Hak Asasi Manusia seperti Tanggungjawab Negara dan Kewajiban

Asasi Manusia:

1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

pada pembatasan yang dite tap kan oleh undang-undang dengan

maksud semata-ma ta untuk menjamin pengakuan dan penghormatan

atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk meme nuhi tuntutan

keadilan sesuai dengan nilai-nilai aga ma, moralitas dan kesusilaan,

keamanan dan keter tib an umum dalam masyarakat yang demokratis.

3. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pema juan, penegakan,

dan pemenuhan hak-hak asasi ma nusia.

4. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak

memihak yang pem bentukan, susunan dan kedudukannya diatur

dengan undang-undang.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan

merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi,

demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan

berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan

tanggung jawab Polri yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai

(23)

Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat

yang dilayaninya.

Polri hingga memasuki usianya ke-64 belum sepenuhnya dipercaya

masyarakat sebagai pengayom dan pelindung. Itu terjadi, karena aparat kepolisian

sering menampilkan sosok yang menakutkan, terutama dalam menyelesaikan

persoalan dialami masyarakat yang selalu berbuntut pada kisah KUHP (kasih uang

habis perkara).152

Seseorang yang menjadi korban oleh penyidik dapat menuntut ganti kerugian

atas kesalahan penyidik tersebut,seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 23, Kitab Prestasi yang buruk tersebut jelas berpengaruh pada kinerja pelayanan dan

pengayoman terhadap masyarakat. Bahkan tak jarang sejumlah protes dan kritik yang

muncul baik dari kalangan masyarakat, akademisi, praktisi hukum dan Lembaga

Swadaya Masyarakat justru disikapi negatif dan aroganisme oleh beberapa oknum

Kepolisian. Sehingga masyarakat dalam setiap kali bersinggungan dengan proses

penegakan selalu dijadikan subyek.

Kemudian dijelaskan dalam ayat 12 Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana bahwa Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum tidak

menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau

hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

152

diakses pada hari

(24)

Undang-undang Hukum Acara Pidana, ganti kerugian adalah hak seseorang untuk

mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena

ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan

undang-undang atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang-undang-undang

ini.

Rehabilitasi merupakan hak seseorang jika telah menjadi korban oleh

penyidik yang melakukan kesalahan dalam proses penyidikan sehingga mengalami

kerugian bagi korban, berupa hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam

kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat

penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan,dituntut ataupun

diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan

mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini.153

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau

setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang

selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara

pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang

dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa

153

(25)

suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan.”154

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata

karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya

oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan

martabatnya sebagai manusia. [1] Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir

dengan ras, suku, jenis kelamin, bahasa, budaya, agama dan kewarganegaraan yang

berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun

juga, dan di negara manapun ia berada. Inilah sifat universal dari HAM tersebut. Korban mungkin akan mengalami kesulitan dan penderitaan bila melakukan

hal-hal tersebut di atas, namun Si korban tidak boleh pasrah dan berserah diri saja,

Korban harus perjuangkan hak-hak Si korban. Bila upaya-upaya tersebut gagal maka

mengungkapkan ke media massa (koran, televisi dan lainnya) menjadi salah satu

sarana yang cukup ampuh untuk menekan para oknum. Usahakan sebisa mungkin

Korban memiliki bukti-bukti yang cukup baik saksi-saksi ataupun rekaman

pembicaraan.

155

Sesuai dengan tujuannya maka hukum harus memberikan rasa adil, aman,

damai, tertib, sejahtera dan adanya kapastian hukum dalam masyarakat. Proses-proses

penegakan hukum yang adil pasti berpengaruh positif bagi penegakan dan

154

Satdjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 33 155

(26)

pemenuhan hak asasi manusia. Antara hukum dan hak asasi manusia ternyata

mempunyai hubungan yang sangat erat, karena tanpa hukum hak asasi tidak bisa

ditegakan dan dipenuhi. Hukum harus menjadi instrumen penting yang akan

memberikan jaminan bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena

itu hukum harus bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama dalam

masyarakat. Artinya kepercayaan masyarakat terhadap hukum harus semakin

meningkat, bukan sebaliknya menjadi luntur akibat ulah dari segelintir orang yang

kurang bertanggungjawab.156

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib,

keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan

maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran

hukum, dengan kata lain baik secara preventif maupun represif. Hanya saja yang

menjadi permasalahan adalah terkadang terdapat tindakan – tindakan yang justru

tidak sesuai dengan prosedur yang ada

Praperadilan sebagai salah satu proses hukum yang dapat diupayakan dalam suatu

proses hukum haruslah dilaksanakan sesuai dengan prosedur.

B. Prosedur teknis proses Praperadilan sebagai Upaya Pertanggungjawaban di Polda Sumatera Utara Tanjung Morawa Medan

157

Lembaga Praperadilan merupakan lembaga yang lahir bersamaan dengan

lahirnya KUHAP, dimana lembaga tersebut bukanlah lembaga yang mandiri/berdiri

156

diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib 157

(27)

sendiri (terlepas dari Pengadilan Negeri), melainkan merupakan lembaga yang

menempel pada Pengadilan Negeri, yang secara kasus demi kasus Ketua Pengadilan

Negeri menunjuk seorang hakim Pengadilan Negeri untuk memutus suatu perkara

yang diajukan. Jadi, tidak ada sidang Praperadilan tanpa adanya tuntutan dari

pihak-pihak yang berhak memohon pemeriksaan Praperadilan.158

Tujuan dan maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang

sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai

objek yang diperiksa, penerapan asas aqusatoir dalam hukum acara pidana, menjamin

perlindungan hukum dan kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk

menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan. Yahya Harahap mengemukakan

“lembaga peradilan sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang

dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atas

penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan

Undang-undang.”159

Dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 ada unsur baru yang perlu mendapat

perhatian bagi pelaksana hukum seperti dalam penyidikan, bantuan hukum,

praperadilan, penuntutan, ganti rugi, peninjauan kembali pengawasan pelaksanaan

pengadilan. Namun UU No. 8 Tahun 1981 ini secara potensil lebih baik tetapi

bagaimanapun meminta “kejujuran”pelaksana. Dari pihak kepolisian benar-benar

158

pada hari jumat 1februari 2013 15.30 wib 159

(28)

diharapkan disamping kejujuran harus lebih meningkatkan keterampilan. Polisi yang

selama ini sudah terlalu sibuk sehingga sering menampilkan pandangan yang tidak

menggembirakan masih dibebani lagi dalam Undang-undang ini.160

Praperadilan adalah sebuah relisasi dari eksistensi keberadaan hak asasi

manuasia dimana pra peradilan merupakan sarana Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

butir 10 bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa

dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:161

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan

tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas

permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya

atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penangkapan,

penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan rehabilitasi dan kerugian, artinya

ketika seseorang merasa telah dirugikan dalam beberapa proses diatas maka mereka

berhak untuk menuntut dan mendapatkan keadilan lewat praperadilan. 162

160

B. Simandjuntak, Hukum Acara Pidana dan tindak Pidana Khusus, Tarsito, bandung, 1982, halaman 23

161

Lihat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 10 dan Bab X praperadilan 162

Arhjayati Rahim, ,

(29)

Berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 1981 KUHAP, yang termasuk

dan menjadi lingkup praperadilan meliputi perkara :163

a. Sah atau tidaknya penangkapan;

b. Sah atau tidaknya penahanan;

c. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan;

d. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan;

e. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya

dihentikan pada tingkat penyidikan;

f. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan

pada tingkat penuntutan;

g. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada

tingkat penyidikan;

h. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada

tingkat penuntutan.

Dengan lahirnya lembaga praperadilan menuntut seorang penyidik dalam

melaksanakan penyidikan untuk lebih fokus, teliti, dan profesional dalam

menjalankan fungsinya demi menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam

proses-163

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, bab 5 mengenai wewenang pengadilan untuk mengadili, bagian praperadilan dan

(30)

proses tersebut, karena segala yang di tuntut di ranah praperadialan adalah

kewenagan dan tugas penyidik.164

Sifat praperadilan berfungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa

sebelum seseorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat

berupa pencegahan terhadap tindakan yang merampas hak kemerdekaan setiap warga

negara serta pencegahan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau

terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan

hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan.165

Adapun alasan-alasan sahnya untuk penghentian penyidikan adalah sebagai

berikut: 166

a. Tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat

bukti sah yang cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam

Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti

minimum dari tindak pidana tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan

dan tidak tercapai;

b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa

dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai

164

Wawacara dengan J. Pakpahan Kanit I, Wassidik Polda Sumatera Utara

diakses pada1februari 2013 15.30 wib 166

(31)

tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah

suatu tindak pidana, maka kemudian penyidik menghentikan penyidikan

atas peristiwa tersebut;

c. Penyidikan dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang

memang tidak dapat dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya

dalam hal ini antara lain tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa,

peristiwa tersebut telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap,serta

karena peristiwa hukum tersebut telah kadaluasa.

Saat proses pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang

ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera. Pemeriksaan

perkara praperadilan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.

Berkaitan dengan subjek hukum, yang termasuk dalam subjek hukum

praperadilan adalah setiap orang yang dirugikan. Untuk sah atau tidaknya

penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut

umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebutkan alasannya yaitu untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran

melalui sarana pengawasan.167

(32)

Adapun subjek hukum yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :168

a. Yang berhak mengajukan upaya praperadilan untuk memeriksa sah

tidaknya upaya paksa, tuntutan ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi

adalah:

1. Tersangka;

2. Keluarga tersangka;

3. Ahli waris tersangka;

4. Kuasa hukum tersangka;

5. Pihak ketiga yang berkepentingan.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut

KUHAP dimana pada Pasal 108 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud

dengan Pelapor, yaitu:

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.169

Berdasarkan definisi tersebut, maka seorang Pelapor bisa saja ia sebagai

korban ataupun sebagai saksi atas suatu peristiwa tindak pidana. Maka ia berhak

untuk melaporkan atau mengadukan peristiwa tersebut kepada pihak Kepolisian

setempat, misalnya seperti :170

2.Kepolisian Resor Jakarta Timur/Barat/Utara/Pusat/Selatan (POLRES) 1.Kepolisian Sektor (POLSEK)

168

wib 169

Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 170

(33)

3.Kepolisian Daerah (POLDA)

4.Markas Besar Kepolisian RI (MABES POLRI).

5.Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) bila berkaitan dengan tindak pidana Korupsi

dan Tindak Pidana Suap.

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang

dimaksud dengan laporan dan pengaduan (aduan). Laporan adalah pemberitahuan

yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan

undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan

terjadinya peristiwa pidana.

Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu baik atau kemauannya

sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.

Sedangkan Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang

berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum

seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya disebutkan

dalamPasal 1 angka 25 KUHAP).

Pengertian tersebut menunjukan kepada kita bahwa bila seseorang merasa

dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku

tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum.

(34)

dikarenakan status yang disandang seseorang yang memasukkan laporan atau

pengaduan lebih sering disebut Pelapor.171

Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke Kepolisian, dapat saja

dilakukan dengan sendiri ataupun dengan di dampingi oleh Kuasa

Hukum/Pengacara/Advokat. Bila si Pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri,

maka Pelapor pada saat di Kepolisian akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian

(SPK). Terdapat pula pelaporan atau pengaduan hanya dilakukan oleh Kuasa

Hukum/Advokat nya dengan berbekal Surat Kuasa dari Pelapor sebagai Kliennya.

Pada saat melakukan Pengaduan ke SPK Kepolisian setempat, Dalam

kapasitasnya Pelapor adalah Korban, maka sebelum dibuatkan laporan Pengaduan,

pihak SPK akan melakukan sesi dengar pendapat atau gelar perkara.

Fungsi dari Gelar Perkara tersebut bahwa banyak peristiwa-peristiwa hukum

yang terjadi dan melukai ataupun merampas hak seseorang namun dalam ruang

lingkup Hukum Perdata. Dimana perlu ditegaskan bahwa pemeriksaan di Kepolisian

adalah berada dalam ruang lingkup Hukum Pidana. Sehingga untuk mengeliminir

pengaduan yang bersifat Perdata yang dipaksakan masuk ke Pidana, maka diperlukan

sesi dengar pendapat atau gelar perkara tersebut.

Yang menarik adalah bahwa ternyata pihak Kepolisian pada prinsipnya

dilarang menolak laporan ataupun pengaduan dari masyarakat. Dan memang benar

bahwa setiap peristiwa hukum selalu mengandung 2 (dua) sisi hukum, baik Hukum

Perdata maupun Hukum Pidana, sehingga Bagian SPK haruslah diisi oleh

Petugas-171

(35)

petugas yang mumpuni dan memahami sisi hukum dari setiap pelaporan yang masuk.

Sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah Petugas SPK sebagai

bagian layanan penerimaan Pengaduan dan Pelaporan adalah SDM yang mengerti

tentang Hukum. Hal tersebut belum lagi diperparah dengan kondisi dan situasi

karakter dan mental Petugas yang menjadi satu dengan kultur Kepolisian yang masih

diwarnai oleh kemiliteran dahulu.172

Agar Pengaduan dari si Pelapor tersebut dapat diterima oleh SPK Kepolisian

Pelapor sebelum melakukan pengaduan ke SPK Kepolisian haruslah menyiapkan

terlebih dahulu bukti-bukti. Dan harus diingat, dalam hukum pidana 1 (satu) bukti

bukanlah bukti. Jadi paling sedikit Pelapor harus membawa 2 (dua) alat bukti. Pada

prinsipnya adalah tugas dari Penyidik POLRI untuk mengumpulkan bukti-bukti guna

melengkapi pemberkasan, dan Pelapor hanya membawa bukti awal secukupnya

karena tidak semua Pelapor adalah orang yang mengerti Hukum dan tidak semua

pelapor mampu membayar jasa pelayanan Advokat/Pengacara/Penasehat Hukum.173

1. Keterangan saksi;

Alat bukti tersebut dijelaskan di dalam KUHAP pada Pasal 184, yang

menyebutkan sebagai berikut:

2. Keterangan saksi ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

172 Ibid 173

(36)

5. Keterangan terdakwa.

Pelapor hendaknya membawa 2 (dua) dari alat bukti yang ada tersebut diatas.

Misalnya, bila dikaitkan dengan perkara diatas, Pelapor harus membawa alat bukti

Surat (bisa saja berupa surat perjanjian, bukti transfer, atau apapun yang sifatnya

tertulis) dan Saksi yang menyaksikan dan melihat sendiri peristiwa hukum tersebut.

Bila telah merasa lengkap memiliki bukti-bukti yang valid dan mendukung,

maka Anda dapat melakukan Pelaporan dan/atau Pengaduan ke Bagian Sentara

Pelayanan Kepolisian (SPK)

Sentra Pelayanan Kepolisian atau SPK adalah Petugas Kepolisian yang

bertugas memberikan Pelayanan Kepolisian kepada Masyarakat yang membutuhkan

antara lain :174

1. Menerima segala bentuk Laporan dan Pengaduan Masyarakat;

2. Melakukan penanganan pertama Laporan/ Pengaduan Masyarakat;

3. Melayani masyarakat dalam hal permintaan bantuan tindakan Kepolisian;

4. Melayani dan membantu penyelesaian perkara ringan/ perselisihan antar

warga sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan peraturan/ kebijakan

dalam organisasi Polri.

Prosedur Penerimaan Laporan/ Pengaduan Masyarakat kepada Polri :

1. Masyarakat/ Pelapor dapat datang ke Kantor Polisi terdekat

berdasarkan tempat kejadian perkara yang akan dilaporkan;

2. Masyarakat/ Pelapor akan diterima oleh Petugas SPK;

174

(37)

3. Oleh Petugas SPK masyarakat/ pelapor akan diambil keterangannya

untuk dituangkan dalam format berdasarkan apa yang dilaporkan;

4. Setelah diterima laporannya masyarakat akan diberikan Surat Tanda

Penerimaan Laporan;

5. Masyarakat tidak dipungut biaya apapun.

Tujuan peningkatan pembinaan sikap para penegak hukum mutlak harus

disejajarkan mengikuti tingkat pembaharuan KUHAP. Untuk mencapai tujuan

tersebut, maka secara umum dapat dilakukan dengan jalan antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan pembinaan ketertiban aparat penegak hukum sesuai dengan tugas

dan wewenang masing-masing.

2. Peningkatan pembinaan profesionalisme.

3. Pembinaan peningkatan sikap mental.

Adapun upaya-upaya hukum tersebut antara lain, adalah:175

1. Permohonan pengajuan Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau lebih

dikenal dengan sebutan SP3 bila Anda yakin bahwa Anda tidak bersalah dan

Anda yakin bahwa kasus anda adalah perkara perdata dan bukan pidana;

2. Permohonan pengajuan Surat Penangguhan Penahanan bila Anda merasa

yakin bahwa Anda lebih pantas untuk tidak ditahan;

175

(38)

3. Ajukan Permohonan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri setempat bila

Anda merasa penindakan oleh instansi Penegak Hukum telah melanggar Hak

Azasi Manusia Anda;

4. Perlindungan hukum terhadap korban dan saksi (tidak diatur di dalam

KUHAP namun diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 ttg

Perlindungan Saksi Dan Korban);

5. Laporkan setiap Perilaku Menyimpang Dari Jaksa Penuntut Umum kepada

Kejaksaan Agung atau kepada Komisi Kejaksaan;

6. Upaya Hukum Pihak III Terhadap Deponir Kejaksaan;

7. Pelaporan dan Pengaduan Terhadap Perilaku Menyimpang Hakim;

8. Ajukan Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK) terhadap perkara

yang Anda alami bila terdapat indikasi bahwa Hakim salah dalam menerapkan

Hukum;

9. Laporkan atau ajukan Pengaduan Anda Melalui Bidang Profesi dan

Pengamanan (Propam) POLDA atau MABES POLRI, bila terdapat oknum

POLRI yang melakukan tindakan menurut Hukum adalah terlarang ;

10.Laporkan Perilaku Menyimpang Dari Pengacara/Advokat kepada institusi

advokat yang menaunginya ;

11.Pahami hak-hak Anda bila anda sebagai Terpidana dan ajukan pelaporan ke

Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Direktorat Jendral Lembaga

(39)

BAB IV

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan

1. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa pemeliharaan keamanan

dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini tentu saja

menuntut kinerja tinggi dari Polri sebagai pihak yang bersentuhan langsung

dengan masyarakat dalam pelaksanaan hukum di negara ini. Kepolisian

Negara Republik Indonesia, menjadikan Polri sebagai alat Negara penegak

hukum, penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta sebagai pengayom,

pelindung dan pelayan masyarakat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tugas

bagi Polri, karena satu sisi dibutuhkan keahlian manajerial pada aspek

manajemen yang berkaitan erat dengan masalah-masalah pelaksanaan

koordinasi dan disisi lain dituntut penguasaan tentang penyidikan yang ruang

geraknya senantiasa dibatasi oleh ketentuan hukum yang berlaku. Tindakan

penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat berpengaruh terhadap

(40)

dikarenakan proses penyidikan merupakan langkah awal dalam proses

penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum di Indonesia.

Sistem peradilan pidana merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan

oleh sub sistem-sistem peradilan sebagai lembaga penegakan hukum didalam

melaksanakan tugas, fungsi dan perannya dalam penegakan hukum yang dapat

menjamin rasa keadilan masyarakat, melindungi kepentingan negara, sehingga

tercipta kepastian hukum dan menghargai hak asasi manusia. Terkait dengan

sistem peradilan Pidana di Indonesia, penegakan hukum yang dilaksanakn

oleh alat negara penegak hukum dapat diklasifikasikan menjadi empat

tahapan, yakni penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan putusan.

Penyidikan sebagai tahapan pertama dimulai dari diadakannya penyelidikan,

penindakan, pemeriksaan, sampai dengan penyerahan berkas perkara dan

barang bukti.

2. Salah satu wewenang penyidik adalah melakukan penangkapan terhadap

seseorang yang melakukan tindak pidana dengan melakukan penyidikan serta

bukti yang cukup, hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun

1981 Hukum Acara Pidana. Perbuatan kesalahan yang dilakukan penyidik

bukanlah perbuatan yang dikehendaki oleh penyidik, sehingga mendatangkan

kerugian bagi korban, karena tujuan dari penangkapan oleh penyidik ada

untuk mengumpulkan kan bukti-bukti dalam suatu perkara terhadap pihak

terkait untuk dimintai keterangan, hingga menEpatkan titik terang dan

(41)

kurang menguasai suatu kasus yan ditangan olehnya. Perbuatan pelanggaran

oleh Polri adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota, sumpah/janji

jabatan, Peraturan Disiplin dan atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Sanksi yang diberikan kepada Penyidik yang melakukan

kesalahan dapat berupa Pelanggaran Peraturan disiplin dan Kode etik Profesi.

Sehingga harus telaah lebih lanjut kesalahan dari perbuatan penyidik sanksi

apa yang dapat dikenai.

B. Saran

1. Perlunya mengharapkan sosok penegak hukum yang benar-benar dapat

menciptakan keadilan bagi masyarakat, hal ini disebabkan karena dalam

bertugas kadang kala polisi juga menemukan kendala-kendala yang dapat

membuat terhambatnya penanganan suatu perkara pidana. Ada beberapa

faktor yang dapat menghambat hal tersebut terjadi diantaranya:

a. Kualitas SDM Polri yang tidak memenuhi mutu standar guna memiliki

kualitas tinggi dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum. hal ini

dipengaruhi oleh sistem rekruitmen yang dipengaruhi pihal lain, dalam hal

ini pihak luar, sehingga menyebabkan tiak transparannya proses

rekruitmen itu sendiri.

b. Sarana prasarana yang walaupun terdengar klasik namun pada

(42)

dimiliki polda, imbasnya tentu saja penyidik polsek terkesan

malas-malasan untuk bekerja.

c. Masih adanya oknum-oknum penyidik polri yang masih mengharapkan

imbalan dari pihak yang terkait dengan sebuah kasus pidana agar dapat

memperoleh keirnganan-keringanan tertentu dari pihak polisi. Ulah para

oknim ini tentu saja dapat dinilai sebagai salah satu bentk penyalahgunaan

wewenang yang dimiliki penyidik.

Faktor-faktor diatas tentu saja menurunkan citra penyidik Polri sebagai

penegak hukum yang diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi

masyarakat. Masyarakat pada umumnya mengharapakan sosok penegak

hukum yang benar-benar dapat menciptakan keadilan bagi mereka.

2. Polri umumnya dan penyidik Polri khususnya harus segera mengambil

langkah-langkah cepat dan tepat. Guna menjawab tuntutan masyarakat yang

seiring perkembangan waktu semakin terus bertambah. Langkah tersebut

bukan tidak pernah dilakukan dari tahun ketahun sesungguhnya Polri terus

menerus berbenah diri, namun belum mencapai taraf yang maksimal dan

seperti apa yang diharapkan masyarakat pada umumnya, dan perlu adanya

transformasi budaya ditubuh Polri. Hal yang paling penting untuk dicermati

seorang penyidik polisi adalah transparansi proses penyidikan tindak pidana,

hal ini disebabkan karena banyak nya laporan atau pun komplain dari

(43)

tentu saja mengarah pada sosok penyidik yang mampu dapat melaksanakan

proses penyidikan dengan cepat dan profesioanl. Surat pemberitahuan

perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dimulai dari penerimaan proses

laporan pengaduan dari masyarakat sampai dengan selesainya penanganan

berkas oleh seorang penyidik. Kaitannya dengan SP2HP ini penyidik harus

mampu memberikan laporan kepada korban tindak pidna sesuai dengan

kategori kasus yang dihadapinya. Upaya-upaya yang dilakukan Polri dalam

melaksanakan pembenahan di tubuh Polri secara struktual dan terrorganisir

dengan rapi melalui program-progran percepatan yang telah dilakukan.

Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat harus dilaksanakan disertai dengan

pengawasan dari tingkat paling tinggi hingga paling bawah, dengan harapan

kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Harus adanya tindakan yang

tegas yang diberikan kepada oknum penyidik yang tidak bisa melaksanakan

tugasnya secara profesional, terutama pada oknum penyidik yang masih

mengharapkan imbalan dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tindak

pidana. Perlunya peningkatan sarana prasarana guna menunjang tugas Polri,

termasuk peningkatan taraf pendapatan anggota berupa gaji bagi anggota Polri

Referensi

Dokumen terkait

Keempat function tersebut kemudian dipanggil satu per satu oleh program utama (baris ke-35 sampai ke-53) dimana pada baris ke-37 sampai dengan baris ke-41 adalah kode

Secara garis besarnya PLTU yang ada di Indonesia memnggunakan bahan bakar HSD dan a, dimana memilik kesamaan dari siklusnya tetapi perbedaannya terletak pada Produksi

Tunggakan pajak kendaraan bermotor secara statistik tidak signifikan mempengaruhi Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor tetatapi jika dilihat dari koefisien regresinya

Pengenalan Sistem Iformasi Edisi Revisi.. Analisa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahu berformalin yang diberikan perlakuan dengan cara direbus dalam air mendidih dan direndam dalam air

Penelitian mengumpulkan data-data jenis pajak dan distribusi daerah, kemudian mencari kontribusi dan pertumbuhan setiap jenis pajak dan distribusi daerah terhadap

Aplikasi ini dibuat untuk membantu pihak sekolah dalam proses penilaian kinerja guru berdasarkan periode tertentu yang dapat diakses dimanapun, serta aplikasi sudah menangani

Dari beberapa pendapat di atas maka sastra religi adalah sastra yang didalamnya mepersoalkan dimensi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan dimensi trasedental yang puncaknya