• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT

2.7 Biografi Bapak Zul Alinur

2.7.3 Proses Belajar Bermain Alat Musik Bansi

Awal mula Zul Alinur masuk kedalam Sanggar Tigo Sapilin karena jarak dari rumah Zul Alinur berdekatan dengan rumah Bapak Abu Bakar Sidik SH, dimana yang menjadi rumah Bapak Abu Bakar Sidik dijadikan sebagai tempat grup atau Sanggar Tigo Sapilin

untuk latihan bermusik atau pun hal dalam kesenian lainnya, khususnya kesenian Minangkabau. Tigo Sapilin didirikan sekitar tahun 1988.

Abu Bakar Sidik merupakan pendiri Sanggar Tigo Sapilin dan juga sebagai tokoh budayawan Minangkabau, yang pada saat itu ramai dikunjungi orang untuk melihat pertunjukan musik Minangkabau di rumahnya.

Zul Alinur pun diajak bergabung ke Sanggar Tigo Sapilin, dan dari sinilah Zul Alinur mulai belajar dan memainkan alat musik tradisi Minangkabau, khususnya adalah alat musik bansi.

Orang yang pertama kali mengajari Zul Alinur memainkan alat musik bansi adalah orang yang berasal dari Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang, yang sekarang berubah menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) yang bernama Hajizar, yang kebetulan juga tinggal di rumah Bapak Abu Bakar Sidik dan sedang melanjutkan studi Strata Satu (S1) di Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.

Awal mula alat musik yang dipelajari Zul Alinur adalah alat musik talempong, tetapi semangat bermusik Zul Alinur untuk mengetahui alat musik Minangkabau lainnya sangat kuat, sehingga beliau pun mempelajari alat musik bansi.

2.7.4 Pengalaman Saat Dewasa dan Pemain Musik Profesional

Setelah vakum di Sanggar Tigo Sapilin yang dikarenakan oleh pengajar yang tinggal di rumah Bapak Abu Bakar Sidik telah menyelesaikan studi S1nya di Etnomusikologi, kemudian mereka kembali ke Padang, tetapi semangat berkesenian Zul Alinur tidak patah, beliau juga mengembangkan bakatnya dalam menciptakan lagu-lagu pop.

Setelah itu Zul Alinur pun mulai masuk ke Taman Budaya Sumatera Utara dan bergabung dengan rekannya yang bernama Haspan, kemudian mereka membentuk seni orchestra yang bernama Kressendo String Ensambe, dalam grup ini Zul Alinur berperan

sebagai pemusik, khususnya bansi dan juga pengaransemen musik yang sering dibawakan untuk mengisi acara-acara hiburan di kota Medan.

Salah satu acara yang pernah diisi oleh grup tersebut pada saat itu adalah acara Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Perancis yang bertempat di Novotel Medan. Dari Taman Budaya ini lah Zul Alinur mulai mengenal kesenian dari berbagai etnis di Sumatera Utara, baik dari segi musik, tari, dan lagunya.

Setelah lama berkarir didunia kesenian, banyak orang yang telah mengenal Zul Alinur, beliau kerap bergabung dengan grup-grup kesenian lainnya, itu dikarenakan Zul Alinur tidak mempunyai grup yang tetap (tidak terikat kepada satu grup kesenian saja), dari berbagai kelompok kesenian tersebut diantaranya adalah:

Selain sebagai pemusik Minangkabau, bapak Zul Alinur juga sebagai pemusik dan pencipta lagu-lagu Melayu. Banyak lagu-lagu ciptaan Zul Alinur sering di bawakannya pada acara-acara Melayu maupun Minangkabau. Selain itu juga, bapak Zul Alinur sering mengikuti berbagai acara-acara nasional maupun internasional. Diantaranya adalah: Festival Seni Nusantara (Palembang), Temu Zapin Indonesia ( Juli 2010, PekanBaru), Semarak Zapin Serantau (Bengkalis), selain acara-acara nasional yang pernah Zul Alinur ikuti, beliau juga pernah mengikuti acara internasional, yaitu sebagai perwakilan dari Indonesia khususnya

Provinsi Sumatera Utara dalam misi kebudayaan ke beberapa Negara yaitu Jerman, Belgia, Belanda, Luxemburg, disini mereka membawakan musik dan berbagai tari etnis yang ada di Sumatera Utara

Honor atau upah pertama sekali yang diterima oleh Bapak Zul Alinur sebagai pemain musik sebesar Rp 50.000, itu diterimanya sekitar tahun 1988 setelah bergabung di Sanggar Tigo Sapilin. Beliau mengatakan bahwa awalnya dia tidak mempermasalahkan honor nya berapa pun diterimanya, melainkan saya sudah senang kalau saya bisa bermain alat musik tradisi Minangkabau dan melestarikan kebudayaan Minangkabau (wawancara dengan Bapak Zul Alinur,4 April 2016).

BAB III

BANSI DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU DAN DI SUMATERA UTARA

3.1 Cerita Rakyat Tentang Bansi

Awal perkembangan instrument musik Bansi adalah di daerah Pesisir Selatan (Painan), Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Dalam perkembangannya sekarang, alat musik bansi sudah menyebar ke berbagai daerah lain di luar Minangkabau. Alat musik bansi lebih banyak dimainkan secara tunggal sebagai alat untuk menghibur dirinya, sebagai pelipur lara, dan juga sering dimainkan di sawah dan pondok-pondok oleh anak gembala (Efrizal, 1990:62). Dahulunya bansi sangat erat kaitannya dengan kepercayaan gaib. Biasanya bansi dimainkan untuk memikat hati para gadis oleh pemuda yang tertarik dengan anak gadis tersebut. Seorang gadis yang tidak suka kepada seorang pemuda, maka si pemuda tersebut memainkan bansi tersebut yang ditujukan kepada si gadis itu, maka gadis itu pun akan berubah pikirannya menjadi menyukai pemuda tadi karena pengaruh kekuatan magic bansi (Efrizal, 1990:55).

Sejarah Minangkabau pernah mencatat, bahwa dimasa pergerakan Paderi salah satu yang dipertentangkan adalah penggunaan alat musik yang didengar orang lain membawa akibat buruk. Kebanyakan yang tergoda mendengar bunyi bansi, saluang, dan talempong.

Pendengarnya pun lebih dominan kepada perempuan, sehingga muncullah dugaan bahwa alat musik tersebut bagus bunyinya karena diberi pitunang. Pitunang adalah penghubung, pengikat jiwa seseorang yang menggunakan mantera-mantera atau doa-doa kedalam alat musik tersebut. Padahal jika dipikirkan secara mendalam, bahwa bunyi yang harmonis dari alat-alat musik bagi setiap orang yang tinggi nilai apresiasi seninya sepantasnya mengakui keindahan yang dilahirkan alat musik tersebut (Efrizal, 1990:22-23).

3.2 Penggunaan Bansi

Penggunaan alat musik bansi dalam kebudayaan Minangkabau sangatlah beragam, alat musik tersebut bisa digabungkan dengan ensambel musik Minangkabau lainnya, seperti ensambel talempong set dan ensambel musik pop Minangkabau. Alat musik ini juga bisa sebagai alat musik tunggal didalam instrument Minangkabau. Dalam bab ini penulis akan menjelaskan penggunaan bansi dalam kebudayaan Minangkabau.

3.2.1 Alat Musik Tunggal

Penggunaan bansi dalam alat musik tunggal adalah hanya sebagai pembawa melodi, alat musik ini dimainkan tanpa ada alat musik lain yang mengiringinya. Biasanya bansi dimainkan sebagai alat musik tunggal ketika acara malam berinai. Pengertian dari malam berinai adalah malam sebelum hari pernikahan dilaksanakan, acara ini berupa pembuatan daun inai ke kuku si pengantin perempuan yang menandakan bahwa si perempuan sudah mempunyai pasangan dan akan melaksanakan pernikahan di esok harinya.

Dalam hal ini bansi dimainkan sebelum acara malam berinai dimulai, tepatnya setelah selesai adzan sholat Maghrib, yaitu sekitar pukul 20:00 malam. Tujuan dimainkannya bansi tersebut adalah untuk membawa mengingatkan kampung halaman atau yang akrab dikenal dengan sebutan Ranah Minang.

Contoh lagu atau instrumen yang dimainkan sewaktu malam berinai adalah seperti:

Mudi Arau, Andam Oi, Malereng Tabiang, Risaulah dan lain-lain.

Selain sebagai pengisi acara di malam berinai, alat musik ini juga digunakan untuk hiburan pribadi.

3.2.2 Bansi Dalam Ensambel

Penggunaan bansi dalam ensambel musik Minangkabau pada umumnya berperan sebagai pembawa melodi, intro, interlude dan coda pada sebuah lagu. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan penggunaan alat musik bansi dalam ensambel musik Minagkabau.

3.2.2.1 Ensambel Talempong Set

Ensambel talempong set terdiri dari:

1. Talempong Melodi: Talempong melodi mempunyai nada sampai 2 oktaf, ketika bansi dimainkan didalam sebuah lagu atau instrumen, maka talempong set berperan sebagai pengiring akord, dan ketika bansi tidak dimainkan didalam ensambel talempong set, maka talempong melodi lah yang menjadi pembawa melodi dalam lagu atau instrumen tersebut.

2. Talempong dasar: Alat musik ini mempunyai nada yang terdiri dari do-re-mi-fa-sol, talempong dasar dimainkan dengan mengikuti tempo lagu atau sebagai pembawa tempo pada sebuah lagu atau instrumen.

3. Talempong tinggi: Alat musik ini mempunyai nada yang terdiri dari sol-la-le-si-do, talempong tinggi dimainkan berlawanan dari tempo talempong dasar.

4. Canang dasar: Alat musik ini memiliki nada yang terdiri dari do-re-mi-fa-sol, canang dimainkan sebagai nada bass pada ritem talempong melodi.

5. Canang tinggi: Alat musik ini memiliki nada mulai dari sol-la-le-si-do, canang tinggi dimainkan sebagai nada bass pada talempong melodi

6. Gendang sebagai pembawa tempo.

7. Bansi: Alat musik ini memiliki nada mulai dari do-re-mi-fa-sol-la-si-do, dan bisa mencapai 2 oktaf, bansi dimainkan sebagai pembawa melodi dalam sebuah lagu atau instrumen.

3.2.2.2 Ensambel Musik Pop Minangkabau

Penggunaan bansi dalam ensambel musik pop Minangkabau juga tidak jauh berbeda fungsinya dengan penggunaan didalam ensambel talempong set yaitu sebagai pembawa melodi. Dalam ensambel musik pop Minangkabau alat musik yang di gunakan antara lain adalah talempong melodi, talempong dasar, talempong tinggi, bansi, dan alat musik Minagkabau lainnya yang di kolaborasikan dengan keyboard.

Contoh lagu pop Minangkabau antara lain adalah: Pulanglah Uda, Hujan, Malereng Tabiang, Bungo Parawitan, dan lain-lain.

3.3 Fungsi Bansi dalam Kebudayaan Minangkabau

Fungsi bansi dalam kebudayaan Minangkabau ada beberapa fungsi, yang dilihat dari aspek kegunaannya, diantaranya adalah:

1. Fungsi Estetis 2. Fungsi Komunikasi 3. Fungsi Perlambangan 4. Fungsi Hiburan

3.3.1 Fungsi Estetis

Estetis mengacu kepada nilai-nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati melalui mata dan telinga. Musik merupakan suatu karya seni yang menjadi media pengungkapan perasaan seseorang yang diungkapkan melalui alunan nada atau melodi, baik dalam vokal maupun instrumental.

Melalui musik dapat terlaksana dengan baik, ketika seseorang ingin menyampaikan gagasan atau ide tanpa mengharapkan respon secara langsung. Pesan-pesan yang ingin

disampaikan dituangkan ke dalam sebuah lagu ataupun ke dalam sebuah alunan musik yang kemudian dapat dinikmati diri sendiri maupu orang lain.

Berdasarkan hal tersebut, maka alat musik bansi termasuk kedalam penggunaan estetis dikarenakan bansi sebagai penyalur perasaan gembira si pemain.

3.3.2 Fungsi Komunikasi

Musik mampu menyampaikan suatu pesan kepada siapa yang akan dituju yang di latarbelakangi oleh kebudayaan yang membentuk musik tersebut (Merriam 1964:24).

Merriam berpendapat bahwa kemungkinan yang paling jelas adalah komunikasi dihadirkan dengan cara menanamkan makna-makna simbolis kedalam musik secara tidak disadari diakui oleh para warga komunitas tersebut. Penamaan makna-makna simbolis dapat terjadi dalam salah satu dari kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara tidak sadar.

3.3.3 Fungsi Perlambangan

Dalam hal ini, fungsi perlambangan dalam masyarakat Minangkabau, bansi digunakan sebagai tanda sedang berlangsungnya proses pemasangan inai. Kegiatan ini biasanya dilangsungkan pada malam hari setelah selesai sholat maghrib. Ada beberapa lagu yang biasanya dimainkan pada saat prosesi malam berinai. Masyarakat Minangkabau biasanya langsung paham bahwa sedang berlangsung proses pemasangan inai apabila mendengar beberapa lagu seperti: Mudiak Arau, Malereng Tabiang, Palayaran, Andam Oi.

3.3.4 Fungsi Hiburan

Pada setiap masyarakat didunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan,karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan tertentu kepada orang yang mendengarkan (Merriam 1964:224).

Hiburan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi seseorang. Musik merupakan media yang memiliki fungsi menyenangkan hati, membuat rasa puas akan irama, bahasa melodi, atau keteraturan harmoni nya. Seseorang bisa saja tidak memahami teks musik, tetapi ia cukup terpuaskan dan terhibur hatinya dengan pola-pola melodi, atau pola-pola ritme dalam musik tersebut.

Pada awalnya, alat musik Minangkabau dibuat dan dimainkan untuk menghibur diri sendiri dan orang lain disaat rasa sedih, bosan, mengantuk, lelah, sepi datang menghampiri.

Dalam hal ini kita berbicara tentang alat musik bansi, dulunya bansi sering dimainkan di sawah, dikala waktu beristirahat, maka bansi dimainkan untuk menghilangkan rasa sepi, lelah dan sebagainya.

3.4 Bansi dalam Kebudayaan Minangkabau di Medan

Masuknya suku Minangkabau ke kota Medan, tidak serta-merta membawa seluruh kebudayaannya. Dalam hal ini, masuknya bansi ke kota Medan memiliki proses waktu dengan cara diperkenalkan oleh seniman yang berasal dari Minangkabau.

3.4.1 Sejarah Masuknya Bansi di Kota Medan

Menurut bapak Zul Alinur, pertama kali bansi diperkenalkan oleh bapak Hajizar sekitar tahun 1986, beliau merupakan seorang alumni ASKI Padang Panjang dalam rangka melanjutkan studi Strata Satu (S1) di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera

Utara. Dia juga sebagai tenaga pengajar musik tradisi Minangkabau di Departemen Etnomusikologi

Pada masa itu, penggunaan bansi masih hanya sebatas pertunjukan musik. Di luar Departemen Etnomusikologi, bansi diperkenalkan ketika acara halal bihalal di BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau). Dalam berbagai pertunjukan musik Minagkabau di kota Medan, pak Hajizar selalu memainkan bansi tersebut, sebagai cara untuk memperkenalkan bansi kepada masyarakat Minangkabau di kota Medan.

Sekitar tahun 1987, masyarakat mulai menyertakan pertunjukan bansi pada saat kegiatan memasangkan inai di malam hari bagi pengantin wanita sebelum esoknya dilakukan acara pernikahan.

3.4.2 Perkembangan Bansi di Kota Medan

Penggunaan bansi pada saat pemasangan inai masih terus dipakai sampai saat ini, bansi tersebut dimainkan oleh pemusik yang sudah propesional. Dalam perkembangannya di kota Medan, bansi sering di pertunjukkaan pada acara-acara kegiatan tahunan suku Minangkabau, yaitu seperti acara halal bihalal yang dilakukan setelah selesai Hari Raya Idul Fitri.

BAB IV

TEKNIK PERMAINAN BANSI

4.1 Proses Belajar Bansi di Medan

Secara teknis membunyikan bansi dengan nada yang jelas dan konstan menjadi proses paling awal bagi seorang yang sedang belajar memainkan bansi. Meniup dengan tekanan yang kuat akan menghasilkan nada di oktaf yang lebih tinggi, apabila tiupan dengan tekanan yang lemah akan menghasilkan nada di oktaf yang rendah. Disinilah dibutuhkan peran dari seorang pengajar atau guru memandu seorang murid dalam proses membunyikan bansi, sehingga seorang pemain bansi dapat mengendalikan tekanan udara untuk menghasilkan nada yang dibutuhkan.

4.2 Teknik Pernapasan

Selanjutnya, apabila sudah mampu mengendalikan tiupan, maka tahap berikutnya untuk seorang yang belajar memainkan bansi adalah menguasai teknik meniup sambil bernapas (circular breathing). Proses belajar menguasai teknik circular breathing dilakukan dengan menggunakan sedotan. Pada tahap ini biasanya digunakan sebuah wadah yang diisi dengan air (botol / gelas). Disini udara dihembus dengan menggunakan sedotan, dimana salah satu ujung sedotan tersebut dimasukkan kedalam wadah yang telah diisi air, sehingga tekanan udara yang dihembuskan dapat dilihat dari gelembung yang ada didalam air tersebut. Untuk menguasai teknik ini biasanya memakan waktu yang lumayan lama, karena dibutuhkan kemampuan untuk mengatur tiupan agar banyaknya udara yang harus dihirup sebanding dengan udara yang dikeluarkan pada saat meniup sedotan tersebut.

4.3 Teknik Penjarian

Dalam teknik penjarian untuk memainkan bansi, ada delapan buah lubang yang harus ditutup dengan jari. Tujuh buah lubang nada dan satu lubang yang berfungsi mengatur oktaf nada dari bansi tersebut. Ada empat buah lubang yang ditutup dengan menggunakan jari tangan kanan. Lubang pertama ditutup dengan menggunakan jari kelingking, lubang kedua ditutup dengan menggunakan jari manis, lubang ketiga ditutup dengan menggunakan jari bagian tengah, lubang ke empat ditutup dengan menggunakan jari telunjuk. Untuk lubang selanjutnya ditutup dengan menggunakan jari tangan kiri. Lubang ke lima ditutup dengan menggunakan jari manis, untuk lubang ke enam ditutup dengan menggunakan jari bagian tengah, lubang ke tujuh ditutup dengan menggunakan jari telunjuk. Lubang ke delapan yang posisinya berada di sisi bagian bawah bansi ditutup dengan menggunakan ibu jari tangan bagian kiri. Selain jari-jari yang sudah disebutkan tadi, ibu jari tangan bagian kanan berfungsi untuk menahan posisi bansi tersebut.

Gambar 1: Posisi Jari Memainkan Bansi (Dokumentasi Penulis)

4.4 Teknik Penghasilan Bunyi

Dalam permainan alat musik bansi, ada 5 teknik yang harus dikuasai, yaitu :

1. Gariniak: teknik improvisasi yang khas pada musik Minangkabau, teknik ini meliputi penjarian, yaitu dengan cara membuka dan menutup lubang nada dengan cepat pada alat musik yang dimainkan. Teknik gariniak ini mempunyai ciri khas tersendiri bagi setiap pemain alat musik bansi, dikarenakan improvisasi setiap pemain bansi yang berbeda-beda.

2. Saik: pada teknik ini, sama halnya seperti gariniak, saik juga merupakan improvisasi, untuk memainkan teknik ini dengan cara menutup lubang nada secara perlahan-lahan, sehingga menghasilkan legato dan dilakukan secara berulang-ulang.

3. Kalorok: dalam teknik ini, nada yang dihasilkan adalah melodi untuk memberi isi pada sambungan melodi.

4. Pakok: dalam teknik ini, melodi yang dihasilkan untuk menutup sebuah lagu atau dendang, penggunaan pakok tergantung pada dendang yang diiringi.

5. Langkiang: teknik ini menghasilkan nada falseto untuk nada yang melengking

4.5 Nada-Nada Yang Dihasilkan

Apabila seluruh lubang nada ditutup akan menghasilkan nada si (7) rendah.

Gambar 2 : Posisi jari untuk menghasilkan nada Si (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada do (1) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang pertama.

Gambar 3: Posisi jari untuk menghasilkan nada Do (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada re (2) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama dan ke dua.

Gambar 4: Posisi jari untuk menghasilkan nada Re (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada mi (3) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama, ke dua, dan ke tiga.

Gambar 5: Posisi jari untuk menghasilkan nada Mi (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada fa (4) pada bansi, ada sedikit perbedaan dengan lubang nada yang sebelumnya, selain melepas lubang ke empat, lubang ke tiga harus ditutup untuk mendapatkan nada fa (4).

Gambar 6: Posisi jari untuk menghasilkan nada Fa (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada sol (5) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang pertama sampai lubang ke lima.

Gambar 7: Posisi jari untuk menghasilkan nada Sol (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada la (6) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama sampai lubang ke enam.

Gambar 8: Posisi jari untuk menghasilkan nada La (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada si (7) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang pertama sampai lubang ke tujuh.

Gambar 9: Posisi jari untuk menghasilkan nada Si (Dokumentasi Penulis)

Untuk menghasilkan nada do (1) oktaf, maka kita harus membuka semua lubang nada tersebut.

Gambar 10: Posisi jari untuk menghasilkan nada Do oktaf (Dokumentasi Penulis)

4.6 Posisi Pemain

Dalam permainan bansi, ada tiga posis yang harus diperhatikan, yaitu posisi duduk baselo atau bersila, duduk di kursi, dan berdiri.

4.6.1 Duduak Baselo

Pada posisi duduak baselo atau duduk bersila dalam permainan bansi dilakukan pada saat acara malam berinai, posisi pemain bansi berada di dalam rumah dan menghadap ke pintu, supaya dapat melihat tamu atau undangan yang akan datang. Bukan hanya pemain bansi saja yang harus duduak baselo, tetapi semua tamu atau undangan yang berada pada acara malam berinai itu juga harus duduak baselo.

Gambar 11: Posisi duduk bersila atau dudak baselo (Dokumentasi Penulis)

4.6.2 Duduak di Kursi

Pada posisi duduak di kursi atau duduk di kursi dalam permainan bansi, ini dilakukan ketika acara pertunjukan dan hiburan pribadi.

Gambar 12: Posisi pemain duduk di kursi (Dokumentasi Penulis)

4.6.3 Posisi badiri atau berdiri

Pada posisi berdiri atau badiri ini sama halnya seperti pada posisi duduk di kursi, yaitu dilakukan ketika acara pertunjukan dan hiburan pribadi.

Gambar 13: Posisi pemain berdiri (Dokumentasi Penulis)

4.7 Sampel Lagu

Disini penulis menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk visual. Lagu yang dimaksud adalah yang berjudul “Palayaran”. Alasan penulis memilih lagu ini adalah karena sangat popular di masyarakat Minangkabau dan juga sering dimainkan pada acara malam berinai. Disamping itu, lagu ini salah satu lagu yang memiliki karakter yang cocok untuk dimainkan pada Bansi. Didalam lagu ini terdapat empat teknik permainan alat musik Bansi. Berikut adalah hasil transkripsi lagu “Palayaran” yang dimainkan oleh bapak Zul Alinur yang ditranskrip oleh David A Simanungkalit S.Sn. dan penulis.

TRANSKRIPSI LAGU PALAYARAN

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai penutup tulisan ini.

5.1 Kesimpulan

Alat musik bansi Minangkabau termasuk kedalam klasifikasi alat musik aerophone dalam kelompok whistle (rekorder), dimana sumber penghasilan bunyinya berasal dari hembusan udara yang di hembuskan oleh pemainnya. Bansi memiliki 7 buah lubang nada, satu lubang hembusan udara, dan satu lubang pembelah udara. Alat musik ini bisa dimasukkan kedalam solo instrumen dan kedalam ensambel instrumen, fungsinya sebagai pembawa melodi didalam solo instrumen maupun ensambel instrumen.

Dalam hal ini, seperti penjelasan yang telah di uraikan penulis pada bab-bab sebelumnya, awal mula bansi masuk ke kota Medan sekitar tahun 1986 yang diperkenalkan oleh Bapak Hajizar, yang kebetulan dulu Bapak Hajijzar sedang melanjutkan progam Studi S-1 nya di Departemen Etnomusikologi. Seiring berjalannya waktu, bansi ini mulai dikenal oleh masyarakat Minangkabau yang ada di kota Medan. Bansi digunakan pada saat acara malam berinai, dimana acara tersebut adalah acara pembuatan daun inai ke kuku pengantin wanita yang akan melangsungkan acara resepsi pernikahan esok harinya, sekaligus

Dalam hal ini, seperti penjelasan yang telah di uraikan penulis pada bab-bab sebelumnya, awal mula bansi masuk ke kota Medan sekitar tahun 1986 yang diperkenalkan oleh Bapak Hajizar, yang kebetulan dulu Bapak Hajijzar sedang melanjutkan progam Studi S-1 nya di Departemen Etnomusikologi. Seiring berjalannya waktu, bansi ini mulai dikenal oleh masyarakat Minangkabau yang ada di kota Medan. Bansi digunakan pada saat acara malam berinai, dimana acara tersebut adalah acara pembuatan daun inai ke kuku pengantin wanita yang akan melangsungkan acara resepsi pernikahan esok harinya, sekaligus

Dokumen terkait