• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.3 Proses Crosscultural Innovation

Menurut Niehoff dan Anderson (1964) dalam proses penyampaian program pemberdayaan kepada masyarakat akan terjadi sikap-sikap saling

mempengaruhi antara pemberi bantuan program dan masyarakat penerima program, atau dapat kita sebut proses crosscultural innovation (proses inovasi antar-budaya). Inovasi antar-budaya akan dipengaruhi oleh perilaku-perilaku dari

agent of change (dalam program ini disebut pendamping program) dan dari

masyarakat. Inovasi yang akan dibahas selanjutnya adalah program yang dibawa oleh pendamping. Perilaku dari masyarakat dibedakan berdasarkan motivasi dan budaya tradisional. Hal ini menjadi faktor yang menjadi pendukung diterimanya program dan ada pula yang akan menjadi penghalang. Perilaku-perilaku ini dapat saja tidak memiliki pengaruh apa-apa namun bisa juga menjadi pengaruh positif, pengaruh negatif, ataupun kedua-duanya.

Ada perilaku yang dilakukan pendamping sebagai proses dalam mengimplementasikan program kepada masyarakat. Perilaku itu dilakukan semata-mata dari sudut pandang dan pengenalan pendamping terhadap masyarakat yang menjadi sasaran program. Perilaku tersebut, antara lain :

1. Communication, yang berarti proses tukar pikiran antara pendamping dan masyarakat untuk merencanakan dan mengimplementasikan program. Dalam proses pendampingan, communication merupakan bagian dari proses penyadaran masyarakat. Dalam proses ini masyarakat dibantu untuk mengenali potensi diri dan lingkungan.

Pada awalnya, pendamping melakukan proses pendataan sumber daya dan pengenalan program di Desa Bojong Sempu melalui pemerintahan setempat, antara lain, kantor desa, RW, dan RT. Dalam mengenalkan program pada masyarakat, pendamping tidak melakukan pengumpulan

masa secara sengaja namun dengan memanfaatkan perkumpulan-perkumpulan yang diadakan warga, seperti pengajian warga dan acara yang diadakan oleh tokoh masyarakat setempat. Hal ini dinilai lebih efektif untuk mengenalkan diri pribadi pendamping, Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa, dan juga mengenalkan program yang dibawa oleh pendamping.

2. Role of change agent, gambaran tentang pendamping menurut masyarakat penerima program, berdasarkan kecakapan dalam berbahasa, pemahaman akan budaya, kecakapan secara teknis, dan interaksi dengan orang yang berpengaruh di tempat tersebut.

Dengan memanfaatkan kegiatan pengajian yang ada di masyarakat, pendamping dapat menciptakan citra yang baik mengenai dirinya di mata masyarakat. Pemanfaatan acara yang diadakan oleh tokoh masyarakat dalam pengenalan program pun dapat memudahkan masayarakat lebih menerima dan untuk berpartisipasi pada program yang dikenalkan. Bukan hanya karena masyarakat menghargai tokoh mereka, namun dengan memanfaatkan simpul-simpul masyarakat seperti itu maka pendamping dengan mudah dapat melakukan interaksi dengan seluruh masyarakat yang ada.

3. Demonstration, menunjukkan ide atau teknik baru kepada penerima program sebagai metode dalam meyakinkan masyarakat untuk menerima program yang akan diberikan.

Melalui kegiatan pengajian yang ada di masyarakat itu juga, pendamping melakukan pengenalan terhadap metode dan teknis pelaksanaan program kepada masyarakat. Media pengajian digunakan sebagai cara pendamping dan masyarakat untuk saling bertukar pikiran serta untuk memberikan keyakinan pada masyarakat agar bergabung bersama dengan program. Setelah program dikenal oleh masyarakat, pendamping melakukan latihan wajib kelompok (LWK) pada pengrajin tahu yang siap untuk bergabung bersama program. Pada saat inilah segala materi yang menyangkut dengan teknis pelaksanaan program diberikan kepada mereka secara mendetil dan juga materi mengenai peningkatan kapabilitas individu dan kelompok. Pada masa ini, masyarakat calon peserta program diberikan materi mengenai kesadaran dalam berkelompok dan pentingnya kerapian dalam manajemen usaha mereka. Masyarakat juga mulai dikenalkan pada budaya menabung dan berinfak, mengingat budaya menabung di masyarakat yang masih kurang. Tabungan masyarakat digunakan untuk cadangan modal yang ada di Ikhtiar Swadaya Mandiri (ISM), yang merupakan lembaga lokal bentukan program, dan juga untuk pengembangan usaha bersama yang dilakukan ISM. Sementara infak dikumpulkan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kepedulian sosial di lingkungan masyarakat Desa Bojong Sempu.

4. Participation, keikutsertaan masyarakat secara sukarela dalam merencanakan dan mengimplementasikan program. Hal ini dilakukan

agar masyarakat dapat langsung mencoba. Proses ini dengan kata lain dapat disebut sebagai kaderisasi. Dalam kaderisasi, kader-kader yang berpartisipasi berasal dari masyarakat lokal dan dipilih berdasarkan musyawarah. Tugas kader bukan hanya sebagai pengurus lembaga bentukan program tetapi juga memainkan peran sebagai pendamping ketika program sudah berakhir.

5. Timeliness, pengenalan program dalam waktu yang menguntungkan atau kurang menguntungkan terkait dengan budaya lokal atau kejadian yang terjadi di masyarakat.

Keberadaan program yang datang pada saat industri tahu sedang mengalami penurunan produksi dapat dikatakan sangat tepat. Pada saat program mulai dikenalkan kepada masyarakat, Februari 2006, industri tahu mengalami penurunan produksi akibat dampak isu penggunaan bahan pengawet formalin pada produk tahu. Banyak dari mereka yang harus berhenti berproduksi untuk sementara akibat permintaan terhadap tahu turun sangat drastis. Bantuan pinjaman modal yang datang, saat itu sangat diperlukan pengrajin tahu untuk memulai kembali usaha mereka.

6. Flexibility, kesediaan pendamping untuk mengubah programnya disesuaikan dengan kondisi yang tidak terduga (tidak sesuai dengan rencana semula). Pembentukan lembaga lokal, ataupun Latihan Wajib Kelompok (LWK) yang diberikan kepada masyarakat dimungkinkan

untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan, baik kondisi masyarakat maupun pendamping program.

Proses penerimaan pengrajin tahu sebagai peserta program sempat ada perubahan. Hal ini terjadi pada tahap penerimaan peserta program tahap ke-5 yang hanya dilakukan satu kali pertemuan LWK, normalnya LWK dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan secara berturut-turut setiap harinya. Pada saat itu, pendamping program rehabilitasi akibat gempa di Yogyakarta yang dirasa lebih mendesak. Fleksibilitas ini benar dimanfaatkan oleh para pengrajin tahu yang benar-benar ingin menjadi mitra yang telah gagal pada periode perekrutan mitra pada tahap sebelumnya.

7. Continuity dan maintenance, kekonsistenan kelanjutan rencana dalam unit sosial yang sewaktu-waktu akan ditinjau kembali.

Untuk menjamin hal ini, ISM dirubah menjadi koperasi yang berbadan hukum serta akan dilakukan evaluasi terhadap akuntabilitas keuangan dan kelembagaan ekonomi lokal pasca pendampingan. Evaluasi bukan hanya akan dilakukan oleh MM-DD namun juga akan dilakukan oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan, seperti pemerintah yang sudah melegalisasikan ISM menjadi badan hukum koperasi dan juga Bank Danamon yang sudah memberikan bantuan pinjaman berbentuk

qurdhul hasan kepada ISM sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

1. Berdasarkan motivasi.

a. Felt need, suatu kebutuhan untuk perubahan yang sudah dirasakan atau dikenali oleh masyarakat sebelum adanya pengaruh dari pendamping.

Masyarakat Kampung Iwul, terutama pengrajin tahu, memiliki motivasi yang sama dalam menerima bantuan program, yaitu untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah untuk meneruskan usaha tahu mereka yang sempat terhenti karena adanya isu pemakaian pengawet formalin pada tahu. Program yang datang memberi pinjaman, baik dalam bentuk uang maupun bahan baku, sangat diperlukan untuk memulai kembali usaha yang sempat terhenti.

2. Berdasarkan budaya tradisional, terbagi berdasarkan struktur sosial, pola ekonomi, kepercayaan, pola rekreasi, pola konsumsi, dan nilai sistem.

a. Struktur sosial.

1) Vested interest, reaksi dari individu-individu atau kelompok-kelompok terhadap program yang akan mempengaruhi minat mereka secara kuat baik secara positif maupun negatif.

2) Religious fraternity, kelompok terorganisasi dari suatu kependetaan, pemimpin agama yang formal.

Keberadaan program yang menggunakan dana zakat dalam menyalurkan bantuan pinjaman relatif mudah diterima karena seluruh masyarakat yang menjadi target peserta program beragama Islam. Hal ini disebabkan masyarakat tidak terlalu merasa asing dengan sistem yang diberlakukan program walaupun pada prakteknya masyarakat masih harus belajar mengenai tata cara peminjaman.

b. Pola Ekonomi.

Sistem lokal dari hubungan-hubungan ekonomi. Mayoritas mata pencaharian yang sama di kampung Iwul, memudahkan pendamping untuk melaksanakan program. Sebagai contoh, dengan seragamnya mata pencaharian masyarakat, sebagai pengrajin tahu, pendamping dapat menentukan waktu yang tepat untuk LWK (latihan wajib kelompok). Sistem peminjaman dan usaha yang dilakukan lembaga dapat berjalan dengan baik karena semua pengrajin tahu membutuhkan kacang kedelai sebagai bahan baku utama produksi.

c. Pola rekreasi.

Pola dari rekreasi atau perilaku yang menyenangkan. Kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan rekreasi dapat dimanfaatkan pendamping untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dalam rangka mengenalkan keberadaan program kepada masyarakat.

Dokumen terkait