• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Prosedur

3.5.2 Proses Destruksi

Sebanyak ± 1/2 kg Buah Petai ditimbang lalu dikupas kulitnya, selanjutnya diblender kemudian ditimbang seksama 10 g dalam krus porselen, kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 50 jam dan dibiarkan hingga dingin. Abu ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1), kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering, kemudian dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500oC dengan interval 25oC. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin (Helrich, 1990). Flowsheet dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 34.

3.5.2.2 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1), lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda (Helrich, 1990). Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dan 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Flowsheet dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 35.

3.5.3 Analisis Fosfor

3.5.3.1 Analisis Kualitatif Fosfor Sebagai Posfat Kompleks

Analisis kualitatif fosfor dapat dilakukan dengan pereaksi ammonium molibdat. Analisis kualitatif dilakukan pada larutan sampel.

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan sampel, ditambah pereaksi ammonium molibdat 4% b/v ± 2 ml, dikocok dan didiamkan, maka akan terbentuk endapan kuning.

3.5.3.2 Analisis Kuantitatif Fosfor Sebagai Posfat Kompleks 3.5.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku KH2PO4 (LIB I)

Ditimbang 1,1 g KH2PO4 yang telah dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, ditambahkan 12,5 ml larutan HNO3 5 N, dikocok hingga larut, dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi fosfor pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 1000 µg/ml.

3.5.3.2.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku KH2PO4 (LIB II)

Dari LIB I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi fosfor pada Larutan Induk Baku (LIB) II adalah 40 µg/ml.

3.5.3.2.2 Penentuan Waktu Kerja

Dari LIB II dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan aquadest sehingga volume larutan menjadi 25 ml, ditambahkan 6,5 ml larutan pengembang warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi 8 µg/ml), dan didiamkan kemudian

diukur serapan pada panjang gelombang maksimum 713 nm mulai menit ke-5 hingga menit tertentu dengan interval waktu 1 menit (Sinaga, 2011).

3.5.3.2.3 Pembuatan Kurva Serapan Larutan KH2PO4

Dari LIB II dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan akuades sehingga volume larutan menjadi 25 ml, ditambahkan 6,5 ml larutan pengembang warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi 8 µg/ml), dan didiamkan kemudian diukur serapan pada panjang gelombang 400-800 nm pada waktu kerja diperoleh. 3.5.3.2.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Fosfor

Dari LIB II dipipet berturut-turut 5,0 ml; 7,5 ml; 10,0 ml; 12,5 ml; 15,0 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sehingga volumenya masing-masing larutan menjadi 25 ml, ditambahkan 6,5 ml larutan pengembang warna fosfor, dikocok, dicukupkan volumenya dengan akuades hingga garis tanda (konsentrasi 4,0 µg/ml; 6,0 µg/ml; 8,0 µg/ml; 10,0 µg/ml, dan 12 µg/ml) dan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur serapan pada panjang gelombang maksimum.

3.5.3.2.5 Penetapan Kadar Fosfor Dalam Sampel

Larutan sampel dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan akuades sehingga volume larutan menjadi 50 ml, ditambahkan 13 ml larutan pereaksi pengembang warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan akuades hingga garis tanda kemudian didiamkan. Diukur serapan pada panjang gelombang maksimum. Nilai serapan yang diperoleh harus berada didalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku, Dengan demikian konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.

Kadar fosfor dapat dihitung dengan rumus: Kadar (mcg/g) = C x V x Fp

W

Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel setelah pengenceran (mcg/ml) V = Volume labu kerja (ml)

Fp = Faktor pengenceran W = Berat sampel (g)

Contoh perhitungan hasil penetapan kadar fosfor dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 41 dan data hasil analisis kadar fosfor seluruhnya untuk setiap jenis buah petai padi dan buah petai papan dengan 6 kali replikasi dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 42.

Kadar fosfor sebenarnya dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: µ = x ± (t(α/2, dk)

x SD/ √n

Keterangan: x : kadar rata-rata sampel SD : Standar Deviasi

dk : derajat kebebasan ( dk = n-1) α : tingkat kepercayaan

n : banyak data

(Walpole, 1995). Perhitungan kadar fosfor sebenarnya dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 43, 44, 45, dan 46.

3.5.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan baku (standard addition method). Dalam metode ini, kadar fosfor dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar fosfor dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan Miller, 2005).

Daging buah petai yang telah dihomogenkan ditimbang sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan 1,5 ml (150 µg/g) larutan baku fosfor, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Persen perolehan kembali (ujii recovery) dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Harmita, 2004):

% recovery = 100% n ditambahka yang baku larutan kadar awal sampel dalam kadar baku penambahan setelah kadar ×

Perhitungan kadar fosfor dalam buah petai setelah penambahan larutan baku dan perhitungan uji prolehan kembali pada Lampiran 11, halaman 48, dan 49 dan data % recovery dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 50.

3.5.5 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Penentuan batas deteksi dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope) linieritas baku dengan rumus:

SY/X = ) 2 ( ) ( 2 − −

n yi y LOD = 3 x SY/X Slope

Sedangkan untuk penentuan batas kuantitasi dapat digunakan rumus (Harmita, 2004):

LOQ = 10 x SY/X

Slope

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Destruksi Kering

Fosfor organik dalam buah petai setelah didestruksi berubah menjadi fosfor oksida dalam valensi 3, yaitu P2O3 dan akhir destruksi akan terbentuk fosfor oksida valensi 5, yaitu P2O5 yang bila dilarutkan dalam HNO3 5N akan menjadi PO43-.

4.2 Analisis Fosfor pada Buah Petai Padi dan Buah Petai Papan 4.2.1 Analisis Kualitatif Fosfor Sebagai Posfat Kompleks

Analisis kualitatif fosfor dalam sampel dilakukan dengan reaksi menggunakan ammonium molibdat 4%, terbentuk endapan kuning. Hal ini menunjukan bahwa buah petai padi dan buah petai papan mengandung fosfor. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 35.

4.2.2 Analisis Kuantitatif Fosfor Sebagai Posfat Kompleks

4.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat

Dari LIB II dipipet 10 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan akuades sehingga volume menjadi 25 ml kemudian untuk pengukuran fosfor dengan Spektrofotometri Sinar Tampak dilakukan dengan penambahan 6,5 ml larutan pengembang warna fosfor. Larutan pereaksi warna yang digunakan campuran asam sulfat, ammonium molibdat, asam askorbat, dan kalium antimonil tatrat. Tujuan penambahan larutan ini adalah untuk membentuk senyawa biru dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm.

Hasil pengukuran menunjukkan serapan stabil pada menit ke-20 sampai menit ke-28. Hal ini sesuai dengan hasil orientasi yang telah dilakukan. Kurva

serapan senyawa kompleks fosfor molibdat dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut diperoleh panjang gelombang serapan maksimum adalah 717 nm. Menurut literatur kompleks fosfomolibdat memberikan serapan pada daerah sinar tampak pada panjang gelombang antara 700-723 nm (Lanchasire, 2006).

Gambar 1. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Fosfor Pada Konsentrasi 8 µg/ml Data serapan maksimum kompleks fosfor molibdat diukur pada panjang gelombang maksimum 717 nm dan menghasilkan serapan 0,418.

4.2.2.2 Penentuan Waktu Kerja Kompleks Fosfor Molibdat pada Panjang Gelombang Maksimum 717 nm

Untuk menentukan kestabilan warna senyawa kompleks fosfor molibdat, digunakan larutan induk baku dengan konsentrasi 8 mcg/ml dan diukur serapannya pada panjang gelombang 717 nm mulai menit 6 sampai menit ke-65. Hasil pengukuran menunjukkan serapan stabil pada menit ke-20 hingga menit ke- 28. Data pengukuran waktu kerja kompleks fosfor molibdat dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman : 36, dan 37.

4.2.2.3 Kurva Kalibrasi Kompleks Molibdat

Kurva kalibrasi fosfor diperoleh dengan cara mengukur serapan dari satu larutan standar fosfor, yaitu 0, 4, 6 , 8, 10, dan 12 mcg/ml. Berdasarkan hasil

pengukuran serapan vs konsentrasi larutan standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2 :

Tabel 1. Data Serapan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor pada Panjang Gelombang 717 nm

Abs

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor pada Panjang Gelombang 717 nm.

Berdasarkan kurva kalibrasi diatas, diperoleh persamaan regresi untuk larutan standar fosfor, yaitu y = 0,0522 x – 0,0001 dengan r (koefisien korelasi) 0,9999. Nilai koefisien korelasi ≥ 0,95 menunjukan bukti adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara x dan y (Shargel dan Andrew, 1999). Kurva ini menunjukkan terdapat korelasi yang positif antara konsentrasi (x) dengan serapan (y) yang berarti meningkatnya konsentrasi akan meningkat pula serapannya (Sudjana, 2005). Perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 38. No Konsentrasi Serapan 1 0,000 0.000 2 4.000 0.208 3 6.000 0.310 4 8.000 0.422 5 10.000 0.522 6 12.000 0.624

4.2.2.4 Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel

Larutan sampel diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang = 717 nm, pada menit ke-20, konsentrasi dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi. Data serapan dan konsentrasi larutan pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 41.

Fosfor dalam petai pada destruksi yang berupa P2O5 setelah dilarutkan dengan HNO3 berubah menjadi PO43- yang bereaksi dengan pereaksi pengembang warna yang membentuk komplek berwarna biru yang stabil selama 9 menit. Pengukuran dilakukan setelah menit ke-20 pada panjang gelombang 717 nm. Hasil analisis kuantitatif fosfor dalam buah petai padi dan buah petai papan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Kadar Mineral Fosfor Dalam Buah Petai Padi dan Papan

No. Sampel Kadar Sebenarnya

(µg/g) mg/100g

1 A 861,5521 ± 2,9644 86,155

2 B 707,6346 ± 3,6323 70,763

Keterangan :

A : Buah Petai Padi B : Buah Petai Papan

Tabel di atas menunjukkan bahwa sampel mengandung fosfor dengan kadar yang berbeda untuk setiap jenis buah. Menurut Sediaoetama (2008), yang terdapat pada daftar analisa bahan lauk-pauk (nabati) dalam buku yang berjudul Ilmu Gizi, kadar fosfor dalam buah petai sebesar 115 mg/100g. Hasil di atas menunjukkan bahwa kadar fosfor pada Buah Petai Padi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar fosfor pada Buah Petai Papan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin karena perbedaan tempat tumbuh dan sampel yang digunakan adalah

jenis petai yang beredar di Pasaran. Untuk membuktikan adanya perbedaan kadar fosfor pada setiap jenis petai diperlukan analisis data secara statistik.

4.3 Analisis Data secara Statistik

Dokumen terkait