• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir

3. Proses Difusi

Pemerintah/Institusi (Sumber Inovasi) Pengelola RMT (penerima/pengadopsi inovasi) Sapta Pesona (inovasi) Stakeholder RMT (penerima/pengetrap inovasi lain) Stakeholder RMT (penerima/pengetrap inovasi lain) Stakeholder RMT (penerima/pengetrap inovasi lain)

42

ketertiban, kenyamanan, keindahan, keramahan, sampai hal terkecil berupa kenangan. Target program adalah segenap lapisan masyarakat termasuk pemerintah maupun swasta.

(2)Pengelola rumah makan tradisional merupakan salah satu target yang diharapkan mampu mengadopsi Sapta Pesona. Melalui proses adopsi oleh pengelola RMT diharapkan akan mengembangkan usahanya melalui peningkatan kualitas dan kemampuan bersaing.

(3)Proses adopsi yang dilakukan oleh pengelola RMT yaitu dengan menyebarkan melalui pemberian pelatihan kepada stakeholder, diantaranya pramusaji, sehingga mampu mengetrapkan pada kegiatan pelayanan kepada tamunya. Penyebaran melalui pelatihan ini disitilahkan dengan proses difusi.

(4)Pemerintah selayaknya turun langsung untuk mengevaluasi efektifitas pelaksanaan program Sapta Pesona oleh masyarakat, dalam hal ini pengelola RMT, apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan padanya.

(5)Pihak pengelola RMT-pun tidak hanya berpartisipasi pasif terhadap suatu program pemerintah, diharapkan merekapun dapat berpartisipasi aktif memberikan umpan balik kepada pemerintah apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Sapta Pesona.

Selanjutnya penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara beberapa faktor yang berasal dari ciri pribadi (X1) dan ciri lingkungan usaha (X2) dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola RMT (Y).

Hubungan Ciri Pribadi dengan Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C

Ciri pribadi yang diduga berhubungan dengan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona adalah usia (X1.1), pendidikan (X1.2), intensitas komunikasi (X1.3), keanggotaan kelompok (X1.4), pengalaman usaha (X1.5), keberanian mengendalikan resiko (X1.6), dan keterampilan teknis (X1.7) memiliki peran yaitu:

(1)Usia akan mempengaruhi kemampuan psikologis, fisiologis, dan cara berpikir. Seseorang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya; sedangkan orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi

sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya. Maka kemampuan adopsi sangat dipengaruhi oleh tingkat usia atau kedewasaan seseorang.

(2)Pendidikan merupakan proses pembentukan watak, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan menentukan tingkat keinovatifan seseorang seorang dewasa, diperoleh dalam bentuk formal dan diperkaya melalui jalur non-formal.

(3)Intensitas komunikasi menentukan kecepatan perubahan perilaku. Bentuk komunikasi sebagai sarana penyampaian inovasi bisa diusahakan baik secara lisan misalnya interaksi dengan penyuluh atau para pakar, ataupun secara tidak langsung dengan sumber informasi dalam bentuk media massa majalah, koran, radio, dan televisi.

(4)Keanggotaan kelompok merupakan bagian interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara indvidu terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut. Hal ini turut mempengaruhi efektifitas adopsi inovasi.

(5)Pengalaman usaha akan mempengaruhi pengelola RMT kelas C dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsi inovasi dalam upaya pengembangan usaha rumah makan yang dikelolanya.

(6)Keberanian mengendalikan resiko bagi seorang pengelola merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan usahanya. Kemauan dan kemampuan mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausahawan yang tidak mau ambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mengadopsi suatu inovasi dengan lebih baik.

(7)Keterampilan yang dibutuhkan oleh manajer tergantung kepada tempat pada tingkatan organisasi, yang rendah lebih membutuhkan keterampilan dan kemampuan teknis dibandingkan dengan keterampilan manajerial pada manajer tingkat atas. Keterampilan teknis merupakan syarat yang perlu dikuasai pengelola RMT kelas C, keterampilan ini meliputi pemahaman dan kompetensi dalam aktivitas yang spesifik, khususnya yang berkaitan dengan suatu metode, proses, prosedur tertentu yang bersifat teknis.

44

Hubungan Ciri Lingkungan Usaha dengan Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C

Ciri lingkungan usaha RMT kelas C yang diduga berpengaruh pada kemampuan adopsi yaitu kebijakan pemda (X2.1), skala usaha (X2.2), modal keuangan (X2.3), modal tenaga kerja (X2.4), sarana usaha (X2.5), prasarana usaha (X2.6), lokasi usaha (X2.7), dan kompetitor (X2.8). Peranan masing-masing ciri lingkungan usaha tersebut sebagai pendorong bagi pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona yaitu:.

(1)Kebijaksanaan Pemda; implikasi otonomi daerah yaitu kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi positif dan negatif terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM.

(2)Skala usaha; luas RMT kelas C, kapasitas duduk, atau jumlah karyawan yang merupakan karakter dari skala usaha pumempunyai hubungan yang positip dengan tingkat produktifitas. Maka hal ini akan pula berpengaruh pada kemauan, kemampuan, dan kesempatan pengelola RMT kelas C dalam mengadopsi suatu inovasi.

(3)Modal keuangan; permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Besaran modal RMT kelas C sangatlah relatif, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik dengan jumlah sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

(4)Modal tenaga kerja; keterbatasan modal tenaga kerja bagi RMT kelas C, baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan usahanya. Disamping itu dengan keterbatasan kondisi modal tenaga kerja dapat mempengarui kualitas adopsi perkembangan teknologi baru dan peningkatan dayasaing.

(5)Sarana Usaha; seluruh fasilitas utama untuk kebutuhan operasional rumah makan tersebut dan kepuasan pelayanan bagi pelanggannya. Sarana yang dimaksud dikelompokan menjadi tiga terdiri dari: (a) sarana pokok yaitu

peralatan makan (sendok, garpu, pisau, piring, mangkuk, dan gelas); (b) sarana pelengkap yaitu jenis perabot rumah makan (meja, kursi, dan lemari/meja tempat persediaan alat makan); (c) sarana penunjang yaitu perlengkapan lenan (taplak meja, dan serbet tamu), asesoris meja (tempat lada-garam, vas bunga, nomor meja, dan asbak), dan perlengkapan penghidang (macam-macam baki).

(6)Prasarana usaha; seluruh fasilitas penunjang untuk kelancaran operasional rumah makan dan kepuasan pelayanan bagi pelanggannya, terdiri dari instalasi komunikasi, PLN, gas, air bersih, penampungan sampah dan saluran limbah, fasilitas taman parkir, fasilitas penunjang keselamatan kerja, dan fasilitas ibadah.

(7)Lokasi usaha; meskipun tidak terlalu mendominasi kondisi lokasi usaha yang strategis (kedekatan dengan target pasar, sumber perolehan bahan baku, dan dampak lingkungan terhadap citra perusahaan) turut berpengaruh pada tingkat kunjungan dan pendapatan RMT kelas C. Selanjutnya sangat tergantung pada kemampuan pengelola untuk memaksimalkan potensi lokasi usaha yang dimiliki.

(8)Kompetitor; iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha-pengusaha-pengusaha besar. Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara usaha rumah makan atau antara RMT kelas C dengan pengusaha besar. Maka diperlukan pengendalian, pengawasan, dan kebijaksanaan dari Pemerintah untuk menumbuh kembangkan UKM, dalam hal ini RMT kelas C, berhubungan dengan terpenuhinya suasana kondusif.

Ciri-ciri Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C

Tingkat adopsi pengelola RMT kelas C (Y) dapat dibedakan menurut tahapannya yaitu tahap kesadaran, minat, penilaian, mencoba, penerimaan, konfirmasi, dan penolakan. Selanjutnya berdasar tipologi tersebut akan berhubungan dengan keputusan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona pada kegiatan bisnisnya.

46

Berdasarkan kerangka pemikiran tentang hubungan antara ciri pribadi dan ciri lingkungan usaha dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Kerangka Berpikir Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian adalah:

(1)Ciri pribadi memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur.

(2)Ciri lingkungan usaha memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur.

Tahapan Adopsi Program Sapta Pesona (Y): 1.Kesadaran 2.Minat 3.Penilaian 4.Mencoba 5.Penerimaan 6.Konfirmasi 7.Penolakan Ciri Pribadi (X1) 1.Usia (X1.1) 2.Pendidikan (X1.2) 3.Pengalaman berusaha (X1.3) 4.Intensitas komunikasi (X1.4) 5.Keanggotaan kelompok (X1.5) 6.Kemampuan mengendalikan resiko (X1.6) 7.Keterampilan teknis (X1.7) Lingkungan Usaha RMT (X2) 1.Kebijakan Pemda (X2.1) 2.Skala usaha (X2.2) 3.Modal keuangan (X2.3) 4.Modal tenaga kerja (X2.4) 5.Sarana usaha (X2.5) 6.Prasarana usaha (X2.6) 7.Lokasi usaha(X2.7) 8.Kompetitor (X2.8)

Populasi penelitian adalah seluruh pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur. Populasi RMT kelas C yang ada di Jakarta Timur adalah 63 unit usaha (Tabel 1). Setiap seorang responden dalam penelitian ini mewakili seorang pengelola yang ada pada setiap unit usaha RMT kelas C di Jakarta Timur. Jumlah pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur adalah 63 orang, maka populasi penelitian ini adalah 63 pengelola dan pengumpulan data dilakukan secara sensus kepada 63 pengelola RMT tersebut.

Rumah makan dikelompokkan menurut jumlah meja tersedia, kelompok pertama memiliki kapasitas 2 hingga 5 meja, kelompok kedua kapasitas lebih dari 5 hingga 8 meja, dan kelompok ketiga diatas 8 hingga 12 meja. Setiap satu meja rata-rata terdapat 4 kursi. Maka kapasitas rumah makan dihitung berdasarkan jumlah kursi tersedia.

Tabel 1. Kelompok dan Populasi RMT kelas C di Jakarta Timur Kelompok RMT kelas C

menurut Kapasitas Duduk

Populasi RMT (unit) 8 s.d 20 tamu 16 > 20 s.d 32 tamu 32 > 32 s.d 48 tamu 15 TOTAL = 63

Ket: 1 unit usaha = 1 pengelola RMT kelas C

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif (descriptive research). Dalam metode ini, dilakukan eksplorasi dan klarifikasi atas fenomena yang terjadi, sesuai dengan tujuan penelitian untuk menguraikan sifat-sihat dari suatu keadaan. Menurut Nazir (1999), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat serta bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan fenomena yang diselidiki.

48

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey korelasional yang dilaksanakan untuk melihat hubungan antara peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian terdiri dari dua peubah bebas yaitu ciri pribadi pengelola RMT kelas C (X1) dan ciri lingkungan usaha RMT kelas C (X2), peubah intervening yaitu tingkat adopsi pengelola RMT kelas C (Y).

Untuk mengetahui adanya hubungan dilakukan uji statistik, sehingga menggunakan pendekatan kuantitatif dan untuk menjelaskan substansi hasil uji statistik digunakan pendekatan kualitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian secara sengaja dipilih yaitu rumah makan tradisional (RMT) kelas C yang berada di wilayah Kota Jakarta Timur. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan Februari sampai dengan September 2008.

Kota Jakarta Timur dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai berikut yaitu: (a) Merupakan sentra UKM terbesar di DKI Jakarta; (b) Kota Jakarta Timur dalam program pengembangannya dipersiapkan sebagai kota wisata belanja, dan usaha sarana pariwisata jenis restoran merupakan pemberi kontribusi terbesar; (c) Penyuluhan Sapta Pesona menjadi kalender kegiatan tahunan melalui aktifitas yang padat, namun dalam tiga tahun belakangan kurang intensif dengan alasan masalah anggaran; (d) Jika dibandingkan RMT kelas di atasnya, adopsi para pengelola RMT kelas C masih sangat rendah. Hal ini ada kaitannya dengan faktor, baik internal dan eksternal, yang mempengaruhi kemauan, kemampuan, dan kesempatan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona.

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah

Definisi operasional dalam kegiatan penelitian ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang telah ditetapkan, dengan demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Ciri Pribadi (X1)

Ciri pribadi pengelola RMT kelas C adalah ciri-ciri dari dalam diri pribadi pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur yang diduga berhubungan dengan

tingkat adopsi pengelola RMT kelas C dalam usaha rumah makan di Jakarta Timur, yang meliputi:

(1)Umur (X1.1), adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan.

(2)Pendidikan (X1.2), adalah lamanya (tahun) pendidikan formal dan jenis pelatihan yang pernah diikuti responden hingga dilakukannya wawancara. (3)Pengalaman usaha (X1.3) adalah jumlah tahun lamanya responden sebagai

pengelola dan atau berusaha rumah makan, pengalaman sebelumnya, asal pengalaman diperoleh sejak awal sampai saat penelitian dilaksanakan.

(4)Intensitas komunikasi (X1.4), adalah derajat tingkat frekuensi komunikasi, lamanya interaksi, sumber informasi (penyuluh, media massa, dan kegiatan pertemuan). Termasuk bentuk interaksi dengan sumber informasi, dan jenis komunikasi (personal, kelompok, dan massa) yang paling sering diikuti sampai saat wawancara/penelitian dilaksanakan.

(5)Keanggotaan kelompok (X1.5), adalah keterlibatan responden dalam kelompok formal dan atau kelompok informal, meliputi nama kelompok, status/kedudukan, lamanya keikutsertaan dalam kelompok, dan frekuensi pertemuan yang diadakan kelompok.

(6)Keberanian mengambil resiko (X1.6) adalah resiko yang paling sering dihadapi responden, dampaknya terhadap pengembangan usaha rumah makan, jenis resiko yang mampu dihadapi, dan usaha yang dilakukan terhadap resiko yang tidak mampu dihadapi. Termasuk keputusan yang akan diambil responden jika usahanya menghadapi kemerosotan ataupun keuntungan besar, dan sikap keberanian mengambil resiko pada beberapa kasus dalam pengelolaan rumah makan tradisional.

(7)Keterampilan teknis (X1.7) adalah keterampilan yang meliputi pemahaman dan kompetensi dalam aktivitas yang spesifik berkaitan dengan suatu metode, proses, dan prosedur tertentu yang bersifat teknis terkait dengan fungsi manajemen dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

50

Ciri Lingkungan Usaha (X2)

Ciri usaha adalah ciri-ciri di luar pribadi pengelola yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan usaha RMT kelas C di Jakarta Timur, yang meliputi: (1)Kebijakan Pemda (X2.1) adalah pengaruh kebijakan Pemda di era otonomi

dalam penetapan peraturan, perizinan, memonitor dan pembinaan keberlangsungan usaha rumah makan. Perlunya mengetahui reaksi dan perilaku para pengelola atas pemberlakuan sistem yang ada, juga apakah ada implikasi positif dan negatif terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah. Hal ini sebagai umpan balik bagi Pemda setempat atas kebijakan yang dibuatnya. (2)Skala usaha (X2.2) adalah kapasitas usaha menurut luas lahan rumah makan,

kapasitas kursi, jumlah pramusaji, dan total tenaga kerja yang digunakan untuk menjalankan usaha rumah makan pada saat pengambilan data dilaksanakan. Indikatornya kapasitas usaha adalah jumlah kursi maksimal tersedia yang menggambarkan jumlah pelanggan maksimal. Indikator jumlah tenaga kerja adalah jumlah orang tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan usaha rumah makan.

(3)Modal keuangan (X2.3) adalah gambaran mengenai asal modal, kecukupan modal yang dikelola, lembaga keuangan yang menjadi rekanan, dan tingkat kemudahan dalam memperoleh modal keuangan baik sebagai investasi awal maupun untuk pengembangan perusahaan.

(4)Modal tenaga kerja (X2.4), istilah lain human capital adalah ukuran atau nilai keahlian, keterampilan dan latihan baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya yang berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan usahanya dan kualitas adopsi perkembangan teknologi baru dan peningkatan daya saing.

(5)Sarana usaha (X2.5) adalah tersedianya sarana dengan kondisi memenuhi syarat kuantitas guna mendukung kelancaran operasional pelayanan dan kelayakan dalam memenuhi kepuasan pelanggan rumah makan.

(6)Prasarana usaha (X2.6) adalah tersedianya prasarana yang menunjang komunikasi, ketersediaan energi, air bersih, penampungan sampah dan saluran limbah, fasilitas taman parkir, fasilitas penunjang keselamatan kerja, dan fasilitas ibadah.

(7)Lokasi usaha (X2.7) adalah kondisi lokasi usaha yang berpengaruh pada tingkat kunjungan dan pendapatan, indikatornya yaitu daya jangkau, kualitas pemandangan, dan citra kesan menurut pendapat pelanggan.

(8)Kompetitor (X2.8) adalah merujuk kepada orang atau sekelompok orang yang menjadi pesaing. Bentuk persaingan usaha antar usaha sejenis pada akhirnya akan membangkitkan pengusaha untuk membuat strategi dalam menghadapi persaingan dan agar lebih unggul daripada yang lainnya.

Tingkat Adopsi (Y)

Adopsi pengelola RMT kelas C adalah ikut sertanya responden memanfaatkan konsep Sapta Pesona dengan mengambil inisiatif sendiri untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung, sebagai dampak dari adopsi inovasi. Tahapan adopsi inovasi terdiri dari tujuh yaitu:

(1)Tahap kesadaran adalah tingkatan di mana responden membuka diri terhadap keberadaan inovasi dan memperoleh pengetahuan tentang program Sapta Pesona.

(2)Tahap minat adalah tingkatan di mana responden membentuk sikap menyukai atau tidak menyukai terhadap program Sapta Pesona.

(3)Tahap penilaian adalah tingkatan di mana responden memberikan penilaian terhadap isi materi dan cara penyampaian program Sapta Pesona.

(4)Tahap mencoba adalah tingkatan di mana responden mencoba menerapkan nilai-nilai yang ada pada program Sapta Pesona ke dalam kegiatan usahanya dan tingkat kesulitan dalam tahap ini.

(5)Tahap penerimaan adalah tingkatan di mana responden memperkuat keputusan adopsi inovasi program Sapta Pesona terhadap kegiatan usahanya. (6)Tahap konfirmasi adalah tingkatan di mana responden memperoleh umpan

balik dari karyawan, tamu, tingkat pendapatan, dan citra perusahaan atas keputusannya mengadopsi program Sapta Pesona.

(7)Tahap penolakan adalah tingkatan di mana responden akan terus menerapkan dan menghimbau pada orang lain tentang program Sapta Pesona, serta sikapnya terhadap inovasi program lainnya.

52

Tabel 2. Peubah, Indikator, dan Skala Data

Kelompok Peubah

Nomor &

Nama Peubah Definisi Indikator

Skala Data Ciri Pribadi

(X) 1. Umur (X1.1) Lamanya tahun

ke-hidupan responden Jumlah tahun kehidupan Rasio

2. Pendidikan (X1.2)

Lamanya pendidi-kan formal & pela-tihan yg pernah diikuti responden

Jumlah tahun mengikuti

pendidikan formal Rasio Jenis pelatihan pernah

diikuti. Ordinal 3. Pengalaman Usaha (X1.3) Lamanya respon-den melakukan usaha rumah makan

Jumlah tahun lamanya melakukan kegiatan usaha rumah makan saat ini dijalani.

Rasio

Jumlah tahun lamanya melakukan kegiatan usaha rumah makan sebelumnya

Rasio

Asal muasal pengalaman

usaha rumah makan. Ordinal

4. Intensitas Komunikasi

(X1.4)

Intensitas kontak & kualitas komu-nikasi antara responden dengan sumber informasi

Jenis sumber informasi Ordinal

Frekuensi dan lamanya

berinteraksi Rasio

Bentuk interaksi pada

sumber informasi Ordinal Bentuk komunikasi bisnis

yang dipilih untuk diikuti. Ordinal

5. Keanggota- an kelom- pok (X1.5) Keanggotaan & keikutsertaan responden dalam kegiatan kelompok profesional Keikutsertaan dalam kelompok Ordinal

Nama Kelompok Ordinal

Status dalam kelompok Ordinal

Frekuensi pertemuan Rasio

Kelompok Peubah

Nomor &

Nama Peubah Definisi Indikator

Skala data 6. Kemampuan Mengendali- kan resiko (X1.6) Kemampuan me-ngendalikan resiko yang muncul pada pengembangan usaha rumah makan

Jenis resiko paling sering

dihadapi & dampaknya. Ordinal Kemampuan mengenali

dan mengendalikan hambatan/gangguan lain

Ordinal

Bentuk rencana

pengem-bangan usaha Ordinal

Keterampilan Teknis (X2.4) Keterampilan teknis dalam mengelola tenaga kerja.

Tanggapan jenis keteram-pilan yang perlu dikuasai dalam pengelolaan usaha

Ordinal

Keterampilan teknis ber-kaitan metode, proses, dan prosedur dalam: -kegiatan seleksi kayawan -menentukan kebutuhan

pelatihan karyawan, -pengarahan pelayanan -penilaian kinerja -evaluasi & umpan balik

kepuasan pelanggan Ordinal Ciri Ling-kungan Usaha (X2) Kebijakan Pemda (X2.1) Tanggapan atas kebijakan Pemda setempat terkait dengan keberlang-sungan usaha. Tanggapan atas: - administrasi perizinan, - pungutan pajak/retribusi - monitoring dan kegiatan pembinaan

Ordinal

Skala Usaha (X2.2)

Data usaha rumah makan yang dikelola oleh responden pada saat pe-nelitian dilakukan

Luas total bangunan Rasio Kapasitas berdasarkan

jumlah kursi tersedia Rasio Jumlah pengunjung

harian yang memperoleh pelayanan

Rasio

Jumlah omzet yang

diperoleh per-hari Rasio

Modal keu-angan (X2.3)

Gambaran menge-nai modal yang dikelola dan keterlibatan pada lembaga keuangan dalam investasi awal & pengem-bangan usaha

Asal modal keuangan Ordinal Tingkat kecukukan

besar-an modal keubesar-angbesar-an dbesar-an modal investasi

Rasio

Lembaga keuangan

sum-ber modal usaha Ordinal Tingkat kemudahan

da-lam memperoleh modal dari lembaga keuangan.

54

Kelompok Peubah

Nomor &

Nama Peubah Definisi Indikator

Skala Data

Modal tenaga kerja (X2.4)

Kondisi modal tenaga kerja dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan.

Asal tenaga kerja Ordinal Latar belakang

pendidikan karyawan Ordinal Status kepegawaian

karyawan Ordinal

Frekuensi pemberian

pelatihan karyawan Rasio Tanggapan atas

kecocok-kan jenis pelatihan Ordinal

Sarana usaha (X2.5)

Kondisi sarana rumah makan yang dikelola responden

Kelayakan sarana yaitu: -alat makan tamu -alat minum tamu -perabot rumah makan -asesoris meja

-seragam karyawan -peralatan memasak -area dapur

-gudang bahan makanan -area cuci peralatan

Ordinal

Jumlah frekuensi kegiatan

inventarisasi peralatan Rasio

Prasarana usaha (X2.6)

Kondisi prasarana rumah makan yang dikelola responden

Kelayakan prasarana yaitu:

-instalasi listrik, -instalasi gas, -instalasi air bersih, -penampungan sampah -saluran limbah,

-pemadam kebakaran -fasilitas parkir

-fasilitas toilet umum -fasilitas ibadah sholat

Ordinal Lokasi usaha (X2.7) Pengaruh lokasi usaha yg dikelola responden terhadp tingkat kunjungan.

Tingkat strategis menurut

pengunjung Ordinal

Pengaruh lokasi terhadap

tingkat kunjungan tamu Ordinal Kondisi lingkungan Ordinal Kelompok pengunjung Ordinal Jenis pengunjung Ordinal

Kompetitor (X2.8) Bentuk persaingan antara usaha yg dijalankan respon-den dgn kompeti-tor usaha sejenis

Bentuk persaingan: produk, harga, pelayanan, dan promosi

Ordinal

Strategi dalam

Kelompok Peubah

Nomor &

Nama Peubah Definisi Indikator

Skala Data Adosi

pro-gram Sapta

Pesona (Y) Tahap Kesadaran (Y1) Tingkatan di mana responden membuka diri. Tingkat pengetahuan tentang program Sapta Pesona

Rasio

Tingkat pemahaman tentang tujuan Sapta Pesona Rasio Tahap Kepeminatan (Y2) Tingkatan di mana responden mem-bentuk sikap menyukai atau tidak menyukai. Keingintahuan tentang

program Sapta Pesona Ordinal Minat terhadap isi materi

program Sapta Pesona Ordinal Mengenal manfaat

prog-ram Sapta Pesona Ordinal

Tahap Penilaian (Y3)

Tingkatan di mana responden membe-rikan penilaian

Kesan terhadap penyuluh

program Sapta Pesona Ordinal Kesan terhadap isi materi

program Sapta Pesona Ordinal

Tahap Mencoba (Y4) Tingkatan di mana responden menco-ba menerapkan nilai-nilai. Kecocokan penerapan program Sapta Pesona pada usaha rumah makan

Ordinal

Keinginan mencoba me-nerapkan program Sapta Pesona

Ordinal

Kesulitan penerapan

butir-butir Sapta Pesona Ordinal

Tahap Penerimaan (Y5) Tingkatan di mana responden mem-perkuat keputusan adopsi inovasi

Dokumen terkait