Langkah-langkah yang dilakukan pada proses ekstraksi citra yaitu:
1. Langkah awal pada proses ekstraksi citra adalah melakukan proses segmentasi yaitu pemisahan background dengan obyek untuk mendapatkan citra biner. Proses ini biasa disebut juga dengan proses thresholding. Nilai threshold yang digunakan untuk memisahkan background dengan obyek adalah nilai (0.2990R + 0.5870G + 0.1440B) > 60 and R > 70 and G > 70 and B > 70. Hasil dari proses thresholding ini background dirubah menjadi warna hitam dan obyek dirubah menjadi warna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6. Tampilan citra hasil thresholding
2. Langkah berikutnya adalah melakukan pembagian segmen, sehingga setiap
frame dibagi menjadi 16 segmen. Pembagian segmen dilakukan agar setiap
biji kopi dapat dihitung area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna r dan g. Pembagian segmen dilakukan berdasarkan posisi koordinat (x,y) biji kopi. Sehingga dengan pembagian segmen dapat dihitung parameter mutu citranya secara teratur berdasarkan nomor sampelnya.
35 3. Selanjutnya menghitung parameter-parameter citra. Perhitungan parameter
yang pertama dilakukan adalah perhitungan area. Area obyek didapatkan dengan menjumlahkan piksel obyek yang berwarna putih.
4. Perhitungan parameter selanjutnya yaitu perhitungan tinggi. Tinggi obyek dihitung dengan cara mencari ordinat (y) awal piksel warna putih dan ordinat (y) akhir piksel berwarna putih.
5. Perhitungan lebar biji kopi dilakukan dengan mencari absis (x) awal piksel berwarna putih dan absis (x) akhir piksel berwarna putih.
6. Perhitungan perimeter biji kopi dilakukan dengan menghitung piksel perbatasan antara obyek dengan background pada citra biner.
Gambar 7. Tampilan citra perimeter
7. Perhitungan area cacat biji kopi ditentukan dengan proses binerisasi dengan fungsi threshold pada sinyal RGB. Fungsi threshold yang digunakan untuk memisahkan area cacat adalah jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80). Proses
thresholding menjadikan area cacat berwarna putih seperti ditunjukkan oleh
Gambar 8, jika tombol area cacat di klik. Piksel penyusun cacat pada biji kopi yang berwarna putih kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai area cacatnya.
8. Perhitungan parameter citra terakhir adalah menentukan nilai r dan g. Nilai r dan g ditentukan dari nilai rata-rata indeks warna merah dan indeks warna
36 hijau pada areal biji kopi yang tidak cacat (berwarna hitam) sedangkan nilai r dan g area biji kopi yang cacat tidak dihitung.
Gambar 8. Tampilan citra biji kopi dengan area cacat
Parameter-parameter mutu citra tersebut kemudian disimpan dalam file yang
berextensi .txt dengan nama dan alamat yang telah ditentukan oleh user.
Penyimpanan data-data parameter citra kedalam bentuk .txt bertujuan memudahkan dalam pemindahan data ke exel untuk diolah lebih lanjut. Penyimpanan data secara otomatis dilakukan saat program dijalankan dan berhenti ketika program ditutup. Tampilan dari file text yang berisi data-data parameter citra disajikan dalam Gambar 9.
Gambar 9. Tampilan file text pengolahan citra
Dari Gambar 9 tentang tampilan file text pengolahan citra dapat dijelaskan sebagai berikut : kolom pertama adalah waktu saat pengolahan citra dilakukan, kolom kedua adalah data area biji kopi, kolom ketiga adalah data tinggi biji kopi, kolom keempat adalah data lebar biji kopi, kolom kelima adalah data perimeter
37 biji kopi, kolom keenam adalah data area cacat biji kopi, kolom ketujuh adalah data indeks warna merah (R) biji kopi, dan kolom kedelapan adalah data indeks warna hijau (G) biji kopi. Data-data tersebut digunakan sebagai masukan data exel untuk menentukan tingkat kesesuaian pengolahan citra.
Setiap biji kopi mempunyai nilai intensitas warna RGB yang berbeda-beda, oleh sebab itu nilai intensitas ini dapat digunakan untuk menentukan area cacat melalui proses thresholding. Intensitas warna RGB setiap kelas mutu biji kopi ditentukan sehingga diperoleh nilai batasan untuk membedakan biji cacat dan tidak cacat.
Nilai intensitas warna RGB biji kopi dapat dicari dengan menggunakan
software Paint Shop Pro6. Nilai-nilai intensitas warna RGB pembentuk cacat
kemudian dibandingkan dengan tidak cacat sehingga diperoleh fungsi threshold area cacat. Proses thresholding kemudian menjadikan area cacat berwarna putih dan yang tidak cacat berwarna hitam. Nilai sebaran intensitas warna RGB yang digunakan untuk menentukan fungsi threshold area cacat dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini.
Gambar 10. Sebaran intensitas warna merah (R)
15 30 45 60 75 90 105 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 R Jenis Biji
38 Tabel 13. Nilai sebaran intensitas warna merah (R)
Jenis Bij Kopi R minimum R maksimum R rata-rata Standar Deviasi
Biji Hitam 19 42 26 5 Biji Coklat 38 99 69 16 Kulit 25 93 52 19 Biji Pecah 31 95 61 15 Biji Kosong 38 98 69 14 Kelas Mutu A 47 71 59 5 Kelas Mutu B 45 74 60 6 Kelas Mutu C 48 78 60 8
Banyaknya sampel yang digunakan untuk analisis warna R, G, dan B adalah sebanyak 30 butir yang diambil secara acak. Pembentuk area cacat dapat dikategorikan menjadi hitam, coklat, kulit, pecah, dan kosong. Sehingga berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa untuk biji hitam nilai
threshold Rnya < 43, biji coklat nilai threshold Rnya berkisar antara 38-99, kulit
berkisar antara 25-93, biji pecah berkisar antara 31-95, biji kosong berkisar antara 38-98. Sedangkan untuk biji kopi yang bermutu bagus mempunyai kisaran nilai
thresholdnya yaitu antara 45-78. Nilai R rata-rata paling tinggi terdapat pada biji
kosong dan biji coklat, disusul oleh biji pecah, kelas mutu B dan kelas mutu C, kelas mutu A, kulit, dan terakhir biji hitam. Nilai R pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan nilai R kopi kelas mutu untuk mendapatkan nilai threshold yang dapat memisahkan area cacat dengan tidak cacat.
Nilai R rata-rata terendah dimiliki oleh biji hitam sehingga dapat menjadi ciri khusus yang dapat membedakan biji kopi hitam dengan biji kopi kelas mutu. Sedangkan biji kopi yang pecah, kosong, berwarna coklat, dan kulit sulit dibedakan karena memiliki nilai R yang saling tumpah tindih dengan nilai R kopi kelas mutu.
39 Gambar 11. Sebaran intensitas warna hijau (G)
Tabel 14. Nilai sebaran intensitas warna hijau (G)
Jenis Biji Kopi G Minimum G Maksimum G Rata-Rata Standar Deviasi
Biji Hitam 18 35 25 4 Biji Coklat 30 83 52 13 Kulit 18 75 41 14 Biji Pecah 24 72 50 13 Biji Kosong 31 78 59 11 Kelas Mutu A 41 65 52 5 Kelas Mutu B 46 65 54 5 Kelas Mutu C 39 68 52 7
Dari Gambar 11 dan Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai threshold G biji hitam berkisar antara 18-35, biji coklat berkisar antara 30-83, kulit berkisar antara 18-75, biji pecah berkisar antara 24-72, biji kosong berkisar antara 31-78, dan kopi kelas mutu memiliki kisaran nilai G antara 39-68. Nilai G rata-rata terbesar dimiliki oleh biji kosong dan terendah dimiliki oleh biji hitam, sedangkan pada kelas mutu nilai G rata-ratanya hampir sama.
Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold G warna hitam. Warna cacat lainnya seperti biji coklat, kulit, biji pecah, dan biji kosong
15 30 45 60 75 90 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 G Jenis Biji
40 sulit dipisahkan karena nilai threshold G nya saling tumpang tindih dengan kelas mutu. Namun jika pasangan kombinasi nilai R dan G diaplikasikan dengan logika
and ternyata dapat membedakan cacat lainnya dengan nilai R dan G kelas mutu,
karena pada kelas mutu tidak terjadi kombinasi seperti itu.
Gambar 12. Sebaran intensitas warna biru (B) Tabel 15. Nilai sebaran intensitas warna biru (B)
Jenis Biji Kopi B Minimum B Maksimum B Rata-Rata Standar Deviasi
Biji Hitam 19 34 25 4 Biji Coklat 22 53 36 7 Kulit 21 51 31 7 Biji Pecah 24 55 36 7 Biji Kosong 26 58 42 8 Kelas Mutu A 31 52 42 5 Kelas Mutu B 37 55 44 5 Kelas Mutu C 32 63 43 6
Dari Gambar 12 dan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai threshold B biji hitam berkisar antara 19-34, biji coklat berkisar antara 22-53, kulit berkisar antara 21-51, biji pecah berkisar antara 24-55, biji kosong berkisar antara 26-58, dan kopi
15 30 45 60 75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B Jenis Biji
41 kelas mutu memiliki kisaran nilai B antara 31-63. Nilai B rata-rata tertinggi terdapat pada kelas mutu B, disusul oleh kelas mutu C, biji kosong dan kelas mutu A, biji pecah dan biji coklat, kulit, dan terakhir adalah biji hitam.
Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold B biji hitam. Logika yang digunakan untuk pembentuk warna biji hitam adalah logika
and. Selain warna biji hitam, warna cacat lainnya tidak dapat dibedakan dari kelas
mutu karena range nilainya hampir sama dengan range nilai kelas mutu. Namun nilai B dapat digunakan untuk memisahkan biji kopi dengan background menggunakan logika B > 80.
Dari uraian diatas maka dapat diformalisasikan fungsi threshold untuk area cacat yaitu : jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99))
and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80) maka tampilkan: cacat = putih, lainnya =
hitam.
C. SIFAT KELAS MUTU BERDASARKAN HASIL EKSTRAKSI CITRA a. Area
Gambar 13. Sebaran nilai parameter area biji kopi pada empat kelas mutu
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 20 40 60 80 100 120 140 160 A rea ( Pik se l) Nomor Sampel A B C RJ
42 Tabel 16. Nilai sebaran area pada empat kelas mutu
Parameter statistik
Parameter mutu area biji kopi
A B C RJ
Rata-rata 1610 1446 1201 1399
Standar Deviasi 142 94 89 363
Maksimum 1993 1734 1390 2874
Minimum 1295 1176 995 619
Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 16 dapat dilihat bahwa kelas mutu A mempunyai kisaran nilai area antara 1295 piksel sampai 1993 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai area antara 1176 piksel sampai 1734 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai area antara 995 piksel sampai 1390 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai area antara 619 piksel sampai 2874 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai area antara kelas mutu saling tumpang tindih. Area kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan area kelas B bagian atas. Begitupun juga dengan area kelas C bagian atas saling tumpang tindih dengan kelas mutu B bagian bawah. Sedangkan area kelas RJ tersebar dari ukuran terbesar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C.
Nilai rata-rata area kelas mutu biji kopi tertinggi terdapat pada kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa ukuran rata-rata kelas mutu A > kelas mutu B > kelas mutu C. Kelas mutu RJ mempunyai nilai area rata-rata antara kelas mutu B dan kelas mutu C.
Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena kelas RJ memiliki kisaran nilai area yang ekstrim, dari ukuran lebih besar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai ragam terbesar berikutnya disusul kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C.
43 b. Tinggi
Gambar 14. Sebaran nilai parameter tinggi biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 17. Nilai sebaran tinggi pada empat kelas mutu
Parameter statistik Parameter mutu tinggi biji kopi
A B C RJ
Rata-rata 38 36 33 41
Standar Deviasi 2 1 2 9
Maksimum 46 39 39 70
Minimum 35 32 29 25
Kisaran nilai tinggi kelas mutu A antara 35 piksel sampai 46 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai tinggi antara 32 piksel sampai 39 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai tinggi antara 29 sampai 39 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai tinggi antara 25 piksel sampai 70 piksel. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata tinggi terbesar adalah pada kelas mutu RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. Namun untuk nilai keragaman terdapat perbedaan pada urutan ke-3 terbesar. Urutan nilai keragaman dari terbesar hingga terkecil yaitu kelas RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu C, dan terakhir kelas mutu B. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena ukuran
20 30 40 50 60 70 0 20 40 60 80 100 120 140 160 T ing g i (pi k se l) Nomor Sampel A B C RJ
44 tinggi biji kopi pada kelas RJ bervariasi. Begitupula pada kelas mutu C yang mempunyai nilai keragaman yang tinggi dibandingkan kelas mutu B karena ukuran tinggi biji kopi pada kelas mutu C lebih bervariasi jika dibandingkan dengan kelas mutu B.
Nilai tinggi rata-rata pada kelas mutu terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa nilai tinggi rata-rata terbesar adalah kelas mutu A. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terdapat nilai yang saling tumpang tindih pada semua kelas mutu. Nilai tinggi biji kopi pada kelas RJ melingkupi semua kelas mutu A, B, C. Nilai tinggi biji kopi kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B. Nilai tinggi pada kelas mutu B saling tumpang tindih dengan kelas mutu C sehingga antara kelas mutu B dengan kelas mutu C tidak dapat dibedakan jika didasarkan pada parameter tinggi.
c. Lebar
Gambar 15. Sebaran nilai parameter lebar biji kopi pada empat kelas mutu
25 35 45 55 65 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Lebar ( pi k se l) Nomor Sampel A B C RJ
45 Tabel 18. Nilai sebaran lebar pada empat kelas mutu
Parameter statistik
Parameter mutu lebar biji kopi
A B C RJ
Rata-rata 50 48 49 43
Standar Deviasi 3 3 3 8
Maksimum 60 54 52 63
Minimum 42 42 36 29
Kisaran lebar biji kopi diperoleh untuk kelas mutu A adalah antara 42 piksel sampai 60 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu B antara 42 piksel sampai 54 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu C antara 36 piksel sampai 52 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh kelas RJ antara 29 piksel sampai 63 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai lebar untuk semua kelas mutu saling tumpang tindih. Nilai lebar kelas RJ tersebar pada semua nilai kelas mutu. Nilai lebar untuk kelas mutu A saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B dan C. Sehingga parameter lebar untuk membedakan antar kelas mutu tidak dapat digunakan. Namun untuk membedakan kelas mutu dengan RJ dapat digunakan dengan mengacu pada nilai maksimum kelas mutu A dan nilai minimum kelas mutu C. Jadi jika nilai lebarnya lebih besar dari 60 piksel dan lebih kecil dari 36 piksel maka tergolong RJ.
Nilai lebar rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B, dan terakhir RJ. Nilai lebar rata-rata pada kelas mutu B lebih kecil dari kelas mutu C, hal ini disebabkan karena biji kopi ada yang bentuknya panjang dan lebar, ada yang bentuknya lonjong dan ada yang bentuknya pendek namun lebar, sehingga saat proses pemutuan secara manual dilakukan kadang ada biji kopi yang digolongkan kedalam kelas mutu C namun memiliki lebar yang sama dengan kelas mutu B dan A.
Kelas RJ memiliki nilai keragaman terbesar jika dibandingkan dengan kelas mutu yaitu sekitar 8. Nilai keragaman yang besar ini mencirikan bahwa RJ memiliki ukuran yang beragam. Nilai ragam terbesar berikutnya adalah kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B.
46 d. Perimeter
Gambar 16. Sebaran nilai parameter perimeter biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 19. Nilai sebaran perimeter pada empat kelas mutu
Parameter statistik Parameter mutu perimeter biji kopi
A B C RJ
Rata-rata 133 126 114 124
Standar Deviasi 8 5 5 17
Maksimum 176 154 129 197
Minimum 118 111 102 83
Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu A antara 118 piksel sampai 176 piksel. Kisaran perimeter yang diperoleh kelas mutu B antara 111 piksel sampai 154 piksel. Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu C antara 102 piksel sampai 129 piksel. Kisaran nilai perimeter yang dimiliki oleh kelas RJ antara 83 piksel sampai 197 piksel. Jika dilihat nilai perimeter pada semua kelas juga saling tumpang tindih. Pada kelas RJ mempunyai nilai perimeter yang tersebar di semua kelas mutu. Kelas mutu A bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu B bagian atas. Kelas mutu B bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu C bagian atas.
75 100 125 150 175 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Per im et er ( pi k se l) Nomor Sampel A B C RJ
47 Dari Gambar 16 terlihat bahwa sebaran nilai RJ memiliki selang nilai sebaran yang paling besar dan ini ditunjukkan dengan nilai keragamannya yang besar pula. Dan kelas mutu C memiliki selang sebaran yang paling kecil sehingga nilai keragamannya juga kecil.
Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata perimeter terbesar pada kelas mutu diperoleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan citra relevan dengan pemutuan yang dilakukan secara manual. Nilai rata-rata perimeter RJ berada diantara kelas mutu B dan C, karena sebaran nilai RJ beragam yang memiliki nilai perimeter terbesar jauh diatas kelas mutu A dan nilai terkecil juga yang jauh dibawah kelas mutu C.
Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa parameter perimeter dapat digunakan untuk membedakan kelas mutu biji kopi dan kelas RJ dan dapat digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C. e. Area Cacat
Gambar 17. Sebaran nilai parameter area cacat biji kopi pada empat kelas mutu
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 0 20 40 60 80 100 120 140 160 A rea C ac at Nomor Sampel A B C RJ
48 Tabel 20. Nilai sebaran area cacat pada empat kelas mutu
Parameter statistik Parameter mutu area cacat biji kopi
A B C RJ
Rata-rata 98 72 67 475
Standar Deviasi 92 54 40 420
Maksimum 560 389 248 2369
Minimum 13 16 12 20
Area cacat rata-rata tertinggi diperoleh kelas RJ. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa kelas RJ memiliki area cacat lebih besar dari pada kelas mutu. Pada kelas mutu area cacat rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Seharusnya kisaran nilai area cacat pada kelas mutu haruslah sama dan walaupun berbeda, perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini dapat disebabkan oleh pemilihan biji kopi untuk dijadikan sampel kurang begitu baik karena kurangnya kecakapan mata manusia sehingga biji kopi yang seharusnya masuk sebagai kelas RJ tetapi dijadikan sebagai sampel untuk kelas mutu A.
f. Indeks Warna Merah (R)
Gambar 18. Sebaran nilai parameter indeks r biji kopi pada empat kelas mutu
0,34 0,38 0,42 0,46 0 20 40 60 80 100 120 140 160 r Nomor Sampel A B C RJ
49 Tabel 21. Nilai sebaran indeks r terhadap empat kelas mutu
Parameter statistik Parameter mutu r
A B C RJ
Rata-rata 0.3856 0.3834 0.3856 0.3988
Standar Deviasi 0.0055 0.0056 0.0059 0.0221
Maksimum 0.3972 0.3942 0.4075 0.4443
Minimum 0.3680 0.3606 0.3704 0.3419
Kisaran indeks warna merah (r) yang diperoleh kelas mutu A adalah 0.3680 sampai 0.3973. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu B adalah 0.3606 sampai 0.3943. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu C adalah 0.3704 sampai 0.4075. Kisaran nilai yang diperoleh kelas mutu RJ adalah 0.3419 sampai 0.4443. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata r pada kelas mutu hampir sama yaitu sekitar 0.38, sedangkan pada kelas RJ nilai r rata-ratanya adalah 0.39. Ini membuktikan bahwa pada kelas mutu sudah seharusnya mempunyai nilai indeks yang hampir sama karena jika dilihat secara visual biji kopinya memiliki warna yang sama. Lain halnya dengan kelas RJ memiliki nilai yang lebih kecil atau lebih besar dari kelas mutu karena kelas RJ sebagian besar terdiri dari biji kopi yang berwarna hitam, dan coklat.
Nilai keragaman paling tinggi diperoleh kelas RJ karena warnanya yang beragam dan bevariasi dengan selang nilai indeks r yang lebar. Nilai keragaman pada kelas mutu tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0.005, karena sebaran warnanya yang seragam sehingga selang nilai indeks r nya kecil.
g. Indeks Warna Hijau (G)
Dari Gambar 19 dan Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai indeks warna hijau (g) rata-rata terendah dimiliki oleh kelas RJ sedangkan nilai indeks warna hijau (g) rata-rata pada kelas mutu adalah hampir sama. Hal ini disebabkan karena pada semua kelas mutu warna biji kopinya sama, berbeda halnya dengan warna biji kopi pada kelas RJ yang terdiri dari warna hitam dan coklat sehingga nilai indeks warna hijau (g) rata-ratanya lebih kecil.
50 Gambar 19. Sebaran nilai parameter indeks g biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 22. Nilai sebaran indeks g terhadap empat kelas mutu
Parameter statistik Parameter mutu g
A B C RJ
Rata-rata 0.3382 0.3378 0.3371 0.3267
Standar Deviasi 0.0022 0.0018 0.0021 0.0086
Maksimum 0.3427 0.3422 0.3425 0.3441
Minimum 0.3317 0.3319 0.3319 0.3049
h. Parameter Mutu Citra yang Digunakan
Parameter mutu citra yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi berdasarkan pengolahan citra dapat ditentukan dengan berdasarkan pada parameter mutu biji kopi secara manual. Hubungan parameter mutu biji kopi secara manual dengan pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 23.
0,3 0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0 20 40 60 80 100 120 140 160 g Nomor Sampel A B C RJ
51 Tabel 23. Hubungan parameter mutu manual dengan pengolahan citra
No Parameter mutu manual Parameter mutu citra Untuk memisahkan
kelas RJ
Untuk grading A, B, C 1 Seragam ukuran dan
bentuk
Area, tinggi, lebar, perimeter
Area, tinggi 2 Bebas dari pecahan kulit Area, perimeter,
area cacat, indeks R & G
-
3 Bebas dari cacat pada biji Area cacat - 4 Bebas dari biji pecah Area, perimeter -
5 Warna seragam Indeks R & G -
D. PERBANDINGAN PEMUTUAN BIJI KOPI SECARA MANUAL DENGAN