• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

5.4 Proses

5.4 Proses 5.4.1 Kehadiran

Kehadiran adalah jumlah hadir/kedatangan warga belajar di setiap kali pertemuan pembelajaran. Jumlah kehadiran ini dilihat berdasarkan absen yang dimiliki oleh PKBM Negeri 17. Berdasarkan absen yang terdapat pada PKBM Negeri 17, jumlah kedatangan para peserta bisa dibilang sangat jarang terutama dibulan-bulan awal pembelajaran. Tingkat kehadiran dibagi menjadi rendah dan tinggi. Pengkategorian ini didasarkan pada jumlah rata-rata seluruh kehadiran warga belajar selama 6 bulan terhitung bulan Januari sampai Juni. Yang berada di atas rata-rata maka akan dikategorikan tinggi dan yang berada di bawah rata-rata akan di kategori rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 persen warga belajar memiliki tingkat kehadiran yang tinggi dan 47 persen sisanya adalah rendah. seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya, bahwa berdasarkan hasil penelitian dengan melihat absensi warga belajar, peneliti menemukan bahwa tingkat kehadiran warga belajar pada PKBM ini terbilang jarang. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan Sekertaris sekaligus pengelola PKBM, Mas Indra (21 tahun)

‘Kalo yang dateng mah sedikit mbak, alasannya banyak. Ada yang kerja lembur, tugas diluar kota atau sakit, atau capek, macem-macemlah. Yang terdaftar ada 70an orang, tapi yang datang tiap pembelajaran paling cuma 15 orang itu juga orangnya ganti-ganti’.

Hasil rata-rata yang didapat dari jumlah kehadiran seluruh warga belajar adalah 40 kali datang, padahal selama enam bulan proses pembelajaran terdapat sedikitnya 90 kali pertemuan. Menurut mas Indra, Sekertaris PKBM Negeri 17, untuk menyiasati sedikitnya kedatangan para peserta, PKBM telah membuat sanksi bagi peserta yang tidak datang selama empat kali berturut-turut tanpa

 

keterangan, yaitu sanksi berupa pembayaran ulang sebesar Rp. 25.000. Namun ternyata hal ini tidak berhasil membuat warga belajar untuk rajin datang karena masih banyak peserta yang tetap tidak masuk dengan menggunakan berbagai alasan dan menerima untuk membayar Rp. 25.000. Menurut salah satu warga belajar, hal tersebut dikarenakan sebagian besar mereka yang tidak masuk dikarenakan memiliki urusan pekerjaan yang penting sehingga tidak dapat ditinggalkan dan untuk itu, mereka lebih memilih untuk membayar sanksi dibandingkan untuk mengorbankan pekerjaan mereka.

5.4.2 Keaktifan

Keaktifan adalah intensitas warga belajar dalam bertanya, berdiskusi, mengerjakan tugas yang diberikan oleh tutor maupun sesama warga belajar yang dilakukan didalam proses pembelajaran maupun diluar jam pembelajaran. Tingkat keaktifan pada penelitian ini dibagi menjadi kategori rendah dan tinggi. Untuk kategori rendah didasarkan jika hasil nilai warga belajar berada di bawah rata-rata nilai tingkat keaktifan secara keseluruhan sedangkan untuk kategori tinggi, jika hasil nilai warga belajar berada di atas rata-rata nilai tingkat keaktifan secara keseluruhan.

Penelitian menunjukkan bahwa 60 persen warga belajar memiliki tingkat keaktifan yang tinggi. Hal ini mengindikasi bahwa sebagian besar warga belajar memiliki keingintahuan untuk mempelajari pelajaran lebih dalam sehingga warga belajar berusaha untuk mencari tahu dengan cara bertanya kepada tutor maupun berdiskusi dengan teman bagian yang mereka kurang pahami.

 

5.5 Output 5.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah jumlah hasil evaluasi dari nilai hasil ujian sebagai bukti adanya peningkatan pengetahuan. Indikator yang digunakan adalah nilai hasil ujian mereka yang meliputi dua mata pelajaran UAN dan dua mata pelajaran UAS. Tingkat pengetahuan ini dibagi atas rendah dan tinggi. Penentuan rendah dan tinggi ini didasarkan pada jumlah nilai rata-rata. Jika nilai warga belajar berada di bawah rata-rata, maka akan dimasukkan ke dalam kategori rendah dan jika nilai warga belajar berada di atas rata-rata maka akan masuk ke dalam kategori tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 persen warga belajar memiliki tingkat pengetahun yang masuk dalam kategori rendah. Hal ini sebenarnya sangat ironis karena dengan hasil seperti ini menguatkan anggapan bahwa Paket C tidak dapat disetarakan dengan pendidikan formal karena kualitas yang dimiliki pesertanya sangat minim. Tetapi walaupun begitu, rendahnya tingkat pengetahuan warga belajar dapat juga disebabkan karena kurang kompetennya pengajar dan kurangnya kehadiran peserta dalam setiap kegiatan pembelajaran dikarenakan bekerja.

5.5.2 Sikap

Sikap adalah pendapat serta pandangan warga belajar tentang kemanfaatan pendidikan sehingga warga belajar menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan pada akhirnya memiliki kemauan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam hal ini sikap juga dibagi ke dalam dua

 

tingkatan, yaitu tinggi dan rendah. Kategori ini didapat berdasarkan jumah rata-rata dari seluruh warga belajar. Warga belajar yang memiliki nilai di bawah nilai rata akan masuk dalam kategori rendah dan yang memiliki nilai di atas rata-rata akan masuk ke dalam kategori tinggi.

Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90 persen warga belajar memiliki kecenderungan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan yang tinggi. Hal ini menunjukkan salah satu keberhasilan Paket C dalam memotivasi pesertanya untuk melanjutkan pendidikan, selain itu warga belajar juga menyatakan bahwa keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan mereka tidak terkait sama sekali dengan nilai-nilai mereka yang rendah. Hal ini dikarenakan warga belajar ingin merubah kondisi kehidupan mereka yang menurut mereka kurang baik, penanaman kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk merubah kondisi kehidupan warga belajar merupakan salah satu keberhasilan yang diraih oleh PKBM Negeri 17.

 

BAB VI

ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Proses pendidikan melalui pembelajaran menurut Sudjana (2006) adalah interaksi edukatif antara masukan (input) sarana dengan masukan (input) individu melalui kegiatan pembelajaran. Analisis hubungan dilakukan dengan melakukan uji analisis hubungan silang antara proses pembelajaran dengan masukan (input). Dalam penelitian proses pembelajaran akan dikaji dengan menggunakan peubah kehadiran dan keaktifan. Dari uji hubungan ini terlihat hubungan yang nyata antar satu peubah dengan peubah lainnya.

6.1 Kehadiran dan Faktor yang Mempengaruhinya 6.1.1 Hubungan antara Usia dengan Kehadiran

Hipotesis awal menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara usia dengan kehadiran. Untuk melihat hubungan keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji statistik

Crosstabs-Correlations dengan menggunakan analisis Pearson, antara data ordinal dengan

data rasio. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara usia dengan kehadiran. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Asymp. Sig.). Jika Asymp. Sig. lebih besar dari α (0,1) maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan antar variabel-variabel yang diuji. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara usia dengan kehadiran dapat dilihat pada Tabel 3.

 

Tabel 5.Persentase Usia dengan Tingkat Kehadiran di PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011 Tingkat Kehadiran Usia Rendah (%) Tinggi (%) Rendah 39,0 50,0 Tinggi 61,0 50,0 Total 100,0 (18) 100,0 (12) Tabel 5 menunjukkan bahwa sebesar 39 persenwarga belajar usia rendah, dalam penelitian ini berumur 20 tahun tahun ke bawah, memiliki tingkat kehadiran yang rendah dan sebesar 61 persen memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Untuk usia dengan kategori tinggi, yaitu berumur 21 tahun ke atas, terdapat 50 persen warga belajar dengan kehadiran rendah dan 50 persen dengan kehadiran tinggi. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan yang tidak terlalu berbeda antara usia rendah yang tingkat kehadirannya tinggi dengan usia tinggi dengan tingkat kehadiran yang rendah. Warga belajar yang memiliki usia tinggi yang tingkat kehadirannya tinggi dengan usia tinggi yang memiliki tingkat kehadirannya rendah memiliki jumlah persentasi yang sama yaitu sebesar 50 persen untuk masing-masing kategori. Hal ini disebabkan karena warga belajar dengan usia tinggi sebagian besar sudah memiliki pekerjaan sehingga untuk datang setiap kali ada jadwal pembelajaran di PKBM mereka sudah merasa capek. Oleh karena itu, frekuensi kedatangan warga belajar ini biasanya hanya dua kali dari 4 kali pertemuan setiap minggunya.

Hasil uji menunjukkan nilai signifikansi (Asymp. Sig.) untuk hubungan antara usia dengan kehadiran sebesar 0,547. Nilai signifikansi 0,547 menunjukkan nilai yang sangat besar, nilai tersebut lebih besar dari α (0,1) maka H0 tidak dapat

 

ditolak sehingga berarti tidak terdapat hubungan antara usia dengan kehadiran. Tidak terdapatnya hubungan nyata antara usia dengan kehadiran dapat disebabkan karena Program Paket C didesain untuk kelompok usia yang beragam mulai dari usia 15-44 tahun dengan karakteristik yang yang sangat beragam. Sasaran Paket C sendiri dari mulai mereka yang lulus Paket B/SMP/MA, belum menempuh pendidikan SMA/setara, putus SMA/setara, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, kondisi geografis, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan). Berbagai faktor yang telah disebutkan sebelumnya tersebut menyebabkan aktifitas yang berbeda pula bagi setiap peserta sehingga uji hubungan yang menyatakan faktor umur tidak berhubungan secara nyata dengan kehadiran dapat dipahami.

6.1.2 Hubungan Antara Jenis kelamin dengan Tingkat Kehadiran

Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kehadiran dilakukan dengan tabulasi silang dan uji korelasi Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kehadiran. Hubungan antara jenis kelamin dengan kehadiran diperlihatkan dalam Tabel 6. Tabel 6. Persentase Jenis Kelamin dengan Tingkat Kehadiran di PKBM Negeri 17

Jakarta, 2011 Tingkat Kehadiran Jenis Kelamin Laki-laki (%) Perempuan (%) Rendah 50,0 33,0 Tinggi 50,0 67,0 Total 100,0 (18) 100,0 (12)

 

Tabel 6 menunjukkan bahwa laki-laki dengan persentase kehadiran rendah sama dengan yang tingkat kehadirannya tinggi. Sedangkan untuk perempuan, hasil persentase antara yang tingkat kehadirannya tinggi lebih besar daripada yang persentase kehadirannya rendah. Berdasarkan hasil uji Pearson, jenis kelamin tidak berhubungan secara nyata dengan tingkat kehadiran. Hal ini kemungkinan disebabkan karena program Paket C tidak mengklasifikasikan jenis kelamin dalam proses pembelajaran. Tidak ada hari-hari tertentu dalam proses pembelajaran yang mengkhususkan jenis kelamin tertentu untuk hadir pada hari itu sehingga tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kehadiran dapat dipahami. Namun bila dikaji lebih lanjut, dalam hasil tabulasi silang terlihat bahwa persentase warga belajar yang berjenis kelamin perempuan memiliki tingkat kehadiran yang lebih tinggi bila dibadingkan dengan warga belajar berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan adanya kecenderungan untuk warga belajar berjenis kelamin perempuan untuk lebih rajin karena faktor-faktor biologis tetapi hal tersebut tidak berengaruh bila berdasarkan uji analisis statistik.

6.1.3 Hubungan Antara Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kehadiran

Hubungan antara keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kehadiran dilakukan dengan melakukan tabulasi silang dan uji korelasi Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang nyata antara keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kehadiran.

Hipotesis awal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sosial ekonomi warga belajar dengan tingkat kehadiran. Diduga bahwa semakin tinggi

 

keadaan sosial ekonomi warga belajar maka akan semakin tinggi pula tingkat kehadiran warga belajar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Hasil tabulasi silang antara keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kehadiran disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar untuk warga belajar dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, 43 persen warga belajar memiliki tingkat kehadiran yang rendah dan 57 persen memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Sedangkan untuk warga belajar dengan keadaan sosial ekonomi tinggi, terdapat 44 persen tingkat kehadiran warga belajar yang rendah dan 56 persen tingkat kehadiran tinggi. Angka persentase di atas menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi tidak ada hubungannya dengan tingkat kehadiran warga belajar dalam proses pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan hasil uji Pearson yang menunjukkan

Asymp. Sig. yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,961. Angka Asymp. Sig. tersebut

sangat jauh berbeda dengan α yang nilainya 0,1. Nilai tersebut menguatkan H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kehadiran warga belajar dalam proses pembelajaran.

Tabel 7. Persentase Tingkat Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kehadiran Warga Belajar di PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Tingkat Kehadiran

Tingkat Sosial Ekonomi

Rendah (%) Tinggi (%) Rendah 43,0 44,0 Tinggi 57,0 56,0 Total 100,0 (14) 100,0 (16)

 

Hal ini menunjukkan bahwa PKBM Negeri 17 telah menjalankan tugasnya dengan baik, karena tidak membedakan antara keadaan sosial ekonomi rendah maupun keadaan sosial ekonomi tinggi. Seluruh lapisan masyarakat diterima dan diberikan pengajaran yang sama yang dalam prakteknya diserahkan kembali kepada warga belajar untuk rajin dalam setiap pertemuan pembelajaran atau tidak.

6.1.4 Hubungan Antara Motivasi dengan Tingkat Kehadiran

Motivasi berasal dari dua kata “motif” dan “asi” (actio). Motif berarti dorongan dan asi berarti usaha sehingga motivasi bermakna usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan melakukan tindakan (Soedijanto, 1994). Menurut Arden N Frendsen, terdapat beberapa motif yang mendorong orang untuk belajar, diantaranya adalah: sifat ingin tahu, kreatif, keinginan untuk mendapatkan simpati, memperbaiki kegagalan, mendapatkan rasa aman dan ganjaran. Berdasarkan pada beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang timbul dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasi tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk pemenuhan kebutuhan baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani. Tabel 8 menunjukkan persentase warga belajar berdasarkan tingkat motivasi dan tingkat kehadirannya. Tabel 8. Persentase Motivasi dengan Tingkat Kehadiran di PKBM Negeri 17

Jakarta, 2011

Tingkat Kehadiran Motivasi

Rendah (%) Tinggi (%) Rendah 41,7 44,4 Tinggi 58,3 55,6 Total 100,0 (12) 100,0 (18)

 

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebesar 41,7 persen warga belajar yang memiliki motivasi rendah memiliki tingkat kehadiran yang rendah pula. Sedangkan untuk 58,3 persen warga belajar yang memiliki motivasi rendah memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Untuk warga belajar yang memiliki motivasi tinggi terdapat 44,4 warga belajar yang memiliki tingkat kehadiran yang rendah pula. Sebesar 55,6 persen warga belajar yang memiliki motivasi tinggi memiliki yang memiliki tingkat kehadiran yang tinggi pula. Hal ini terlihat agak ganjil karena orang dengan motivasi yang rendah justru memiliki tingkat kehadiran yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan warga belajar yang memiliki motivasi tinggi. Hal itu bisa saja terjadi karena adanya peraturan pada PKBM Negeri 17 ini yang menyebutkan bahwa jika warga belajar tidak hadir tanpa keterangan selama 4 kali berturut-turut maka warga belajar tersebut akan dikenakan sanksi berupa daftar ulang dengan biaya sebesar 25 ribu Rupiah.

Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Asymp. Sig.) untuk hubungan antara motivasi dengan tingkat kehadiran adalah sebesar 0,880. Nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan α (0,1) maka H0 tidak dapat ditolak. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan tingkat kehadiran. walaupun secara teoritis seharusnya terdapat hubungan antara motivasi dengan kehadiran. Secara teoritis, semakin tinggi motivasi yang dimiliki oleh warga belajar maka akan semakin sering warga belajar hadir dalam setiap pertemuan pembelajaran. Namun dalam penelitian ini hal tersebut dibantah dan hasil uji menunjukkan sebaliknya.

Penulis memperkirakan bahwa tingginya motivasi warga belajar untuk belajar dan mengikuti pertemuan pembelajaran harus dikesampingkan oleh warga

 

belajar karena sebagian besar warga belajar telah bekerja sehingga warga belajar terikat dengan kewajiban untuk lebih dulu menyelesaikan tugas mereka sebagai pekerja. Sehingga, dorongan besar yang dirasakan oleh warga belajar untuk mengikuti pertemuan pembelajaran harus kalah karena adanya kewajiban mereka untuk bekerja.

6.1.5 Hubungan Antara Tingkat Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kehadiran

Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kehadiran dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kehadiran. Hasil persentase tabulasi silang digambarkan dalam Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebesar 47 persen warga belajar dengan tingkat dukungan keluarga rendah memiliki tingkat kehadiran yang tinggi dan 53 persen warga belajar dukungan keluarga rendah memiliki tingkat kehadiran tinggi. Sedangkan untuk 60 persen warga belajar dengan dukungan keluarga yang tinggi memiliki tingkat kehadiran yang tinggi pula. Hal tersebut membuktikan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat kerajinan warga belajar dalam menghadiri kegiatan

Tabel 9. Persentase Tingkat Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kehadiran Warga Belajar di PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Tingkat Kehadiran

Tingkat Dukungan Keluarga Rendah (%) Tinggi (%) Rendah 47,0 40,0 Tinggi 53,0 60,0 Total 100,0 (15) 100,0 (15)

 

pembelajaran. Hal tersebut sangat masuk akal terutama mengingat bahwa sebagian besar warga belajar belum menikah sehingga masih di bawah pengawasan orang tua. Walaupun begitu, bagi warga belajar yang telah berkeluarga dukungan keluarga seperti suami dan anak juga merupakan faktor yang dapat menambah semangat mereka untuk menghadiri proses pembelajaran. Walaupun begitu, hasil uji Pearson menunjukkan nilai signifikansi (Asymp. Sig.) sebesar 0,713. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kehadiran.

6.1.6 Hubungan antara Tingkat Dukungan Lingkungan Pergaulan dengan Tingkat Kehadiran

Uji hubungan antara kehadiran dengan lingkungan pergaulan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kehadiran dengan lingkungan pergaulan. Hubungan antara kehadiran dan lingkungan pergaulan tersebut dinyatakan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Persentase Tingkat Dukungan Lingkungan Pergaulan dengan Tingkat Kehadiran pada PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Tingkat Kehadiran

Dukungan Lingkungan Pergaulan

Rendah (%) Tinggi (%) Rendah 40,0 47,0 Tinggi 60,0 53,0 Total 100,0 (15) 100,0 (15) Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa sebesar 40 persen warga belajar dengan tingkat dukungan lingkungan pergaulan yang rendah memiliki tingkat kehadiran rendah dan 60 persen warga belajar dengan dukungan pergaulan yang

 

rendah memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Untuk warga belajar dengan dukungan pergaulan yang tinggi sebesar 47 persen memiliki tingkat kehadiran yang rendah dan 53 persen memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Angka tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, khususnya warga belajar di PKBM Negeri 17 Penjaringan, Jakarta ini dukungan pergaulan tidak terlalu berpengaruh terhadap kehadiran warga belajar. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa para warga belajar tidak malu untuk mengakui kepada teman-teman sepergaulannya bahwa mereka sedang belajar di Paket C.

Hasil uji dengan menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Asymp. Sig.) untuk hubungan antara dukungan pergaulan dengan tingkat kehadiran adalah sebesar 0,713. Nilai signifikansi 0,713 menunjukkan tidak adanya hubungan antara dukungan pergaulan dengan tingkat kehadiran secara statistik.

6.1.7 Hubungan antara Jarak Lokasi Pembelajaran dengan Tingkat Kehadiran

Uji hubungan antara lokasi pembelajaran dengan tingkat kehadiran dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara lokasi pembelajaran dengan tingkat kehadiran. Hasil tabulasi silang antara loasi pembelajaran dengan tingkat kehadiran disajikan pada Tabel 11.

 

Tabel 11. Persentase Hubungan Lokasi Pembelajaran dengan Tingkat Kehadiran pada PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Tingkat kehadiran Lokasi Pembelajaran Dekat (%) Jauh (%) Rendah 38,0 47,0 Tinggi 62,0 53,0 Total 100,0 (13) 100,0 (17) Tabel 11 menunjukkan bahwa sebesar 38 persen warga belajar dengan anggapan lokasi pembelajaran dekat memiliki tingkat kehadiran yang rendah dan 62 persen warga belajar dengan anggapan lokasi pembelajaran dekat memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Untuk 47 persen warga belajar dengan anggapan lokasi pembelajaran yang ditempuh adalah jauh memiliki tingkat kehadiran yang rendah dan terdapat 53 persen warga belajar yang beranggapan bahwa lokasi pembelajaran jauh memiliki tingkat kehadiran yang tinggi. Angka tersebut memiliki kecenderungan bahwa semakin dekat jarak antara tempat tinggal warga belajar dengan lokasi pembelajaran maka tingkat kehadiran yang dimiliki oleh warga belajar pun akan semakin tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar warga belajar sudah bekerja sehingga jika lokasi pembelajaran jauh dari tempat tinggal mereka, warga belajar akan semakin malas untuk menghadiri proses pembelajaran karena sudah merasa lelah akibat seharian bekerja. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji statistik Pearson lokasi pembelajaran dengan tingkat kehadiran tidak memiliki hubungan secara statistik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig.) yang cukup besar yaitu 0,638.

 

6.1.8 Hubungan antara Kualitas Pengajar dengan Tingkat Kehadiran Uji hubungan antara kualitas pengajar dengan tingkat kehadiran akan diuji menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat kehadiran. Hasil tabulasi silang antara tingkat kualitas pengajar dengan tingkat kehadiran akan disajikan pada Tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12. Persentase Kualitas Pengajar dengan Tingkat Kehadiran di PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Kualitas Pengajar

Kehadiran Rendah (%) Tinggi (%)

Rendah 26,7 60,0 Tinggi 73,3 40,0 Total 100,0 (15) 100,0 (15) Tabel 12 menunjukkan bahwa sebesar 73,3 persen warga belajar yang beranggapan kualitas pengajar rendah memiliki tingkat kehadiran yang tinggi sedangkan 60 persen yang menganggap kualitas pengajar tinggi memiliki tingkat kehadiran yang rendah. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa semakin rendah anggapan tentang kualitas pengajar maka akan semakin tinggi tingkat kehadiran warga belajar dalam proses pembelajaran. Hal ini memang cenderung tidak wajar, dimana yang terjadi pada umumnya adalah semakin tinggi kualitas pengajar maka akan semakin tinggi pula tingkat kehadiran mereka.

Kondisi yang tidak biasa ini, bila ditelaah lebih lanjut dapat disebabkan karena anggapan tentang kualitas pengajar yang baik adalah pengajar yang memiliki disiplin tinggi, penguasaan materi yang baik, penampilan yang baik, serta pembawaan mengajar yang baik pula. Anggapan warga belajar tentang pengajar yang baik ini, membuat mereka untuk segan bila tidak dapat hadir secara

 

rutin dalam setiap kegiatan pembelajaran karena bertolak belakang dengan kemampuan mereka untuk dapat hadir secara rutin karena tuntutan pekerjaan. oleh karena itu semakin rendah anggapan warga belajar tentang kualitas pengajar maka akan semakin tinggi kehadiran mereka.

Dokumen terkait