• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

104 Lanjutan lampiran 30

5.6 Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan .1 Analisis Benefit dan Cost Sharing

5.7.3 Proses manajemen kemitraan a.Aspek manajemen

1. Perencanaan

Perencanaan terdiri dari perencanaan kemitraan dan kelengkapan perencanaan yang berisi tentang uraian mengenai langkah-langkah kemitraan yang akan dilaksanakan. Nilai aspek perencanaan berdasarkan pendapat petani, UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor sebesar 135; 140; 135; 135 dan 135.

1.1 Perencanaan kemitraan

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, diperoleh nilai rata-rata perencanaan kemitraan sebesar 100. Dalam perencanaan kemitraan ini sebanyak 60 orang petani (100 %) berpendapat bahwa perencanaan kemitraan dilakukan oleh UBH-KPWN, pemilik lahan, investor bersama dengan petani yang diketahui oleh pemerintah desa. Perencanaan kemitraan menurut pendapat UBH-KPWN, pemilik lahan dan investor bernilai 100 didasarkan pada isi perjanjian yang disusun secara bersama-sama.

1.2 Kelengkapan perencanaan

Aspek kelengkapan perencanaan mempunyai nilai rata-rata sebesar 35. Berdasarkan pendapat petani, sebanyak 13 orang (21,67) menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi 4 aspek yaitu pembinaan teknologi, pembinaan manajemen, sarana produksi pertanian dan prasarana pertanian. Sedangkan 29 orang (48,3%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 3 aspek dan 18 orang (30%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 2 aspek.

Nilai kelengkapan perencanaan berbeda menurut pendapat UBH-KPWN yaitu sebesar 40, meliputi 4 aspek. Pendapat Pemilik lahan, pemerintah desa dan investor memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 35, yang berarti penyusunan perencanaan meliputi 3 aspek.

2. Pengorganisasian

Aspek pengorganisasian mempunyai nilai rata-rata sebesar 75 untuk pendapat petani, UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor. Nilai ini merupakan penjumlahan dari aspek bidang khusus dan aspek kontrak kerjasama.

60

2.1 Bidang khusus

Aspek bidang khusus mempunyai nilai sebesar 0 untuk pendapat petani. Hasil ini diperoleh dari rata-rata pernyataan petani yaitu 60 orang petani (100%) berpendapat bahwa tidak ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan di daerah mereka.

Nilai bidang khusus menurut pendapat UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor adalah sebesar 0, yaitu dalam kegiatan kemitraan ini tidak ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan baik KTH maupun LMDH.

2.2 Kontrak kerjasama

Aspek kontrak kerjasama terdiri dari 3 aspek, yaitu keberadaan, isi kontrak kerjasama dan bentuk kerjasama. Berdasarkan pendapat petani mengenai aspek kontrak kerjasama diperoleh nilai sebesar 75. Sebanyak 60 orang petani (100%) berpendapat bahwa ada kontrak kerjasama secara tertulis antara petani, UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor, 60 orang petani (100%) berpendapat isi kontrak tidak memuat kedelapan aspek kemitraan dan 60 orang petani (100%) berpendapat kontrak kerjasama dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas.

Nilai aspek kontrak kerjasama menurut pendapat UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor sebesar 75 meliputi nilai 25 untuk keberadaan kontrak kerjasama secara tertulis, nilai 0 untuk isi kontrak kerjasama yang tidak memuat kedelapan aspek kemitraan, dan nilai 50 untuk bentuk kerjasama yang dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat hak dan kewajiban yang jelas.

3. Pelaksanaan dan efektivitas kerjasama

3.1 Pelaksanaan kerjasama

Aspek pelaksanaan kerjasama mempunyai nilai rata-rata sebesar 50 berdasarkan pendapat petani, UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor. Kelima pihak ini berpendapat bahwa pelaksanaan kerjasama sudah sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan. Dimana semua hak dan kewajiban UBH-KPWN di dalam perjanjian telah dilaksanakan dan sebelum melakukan kegiatan selalu diadakan sosialisasi.

61

3.2 Efektivitas kerjasama

Efektivitas kerjasama merupakan kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat dan menjalankan pekerjaan kerjasama dengan benar. Aspek efektivitas kerjasama meliputi aspek kejelasan peranan, kontinuitas suplai, kualitas suplai, sistem pembayaran, cara pembayaran dan aspek penentuan harga (Deptan 1997).

Aspek efektivitas kerjasama ini diperoleh nilai rata-rata sebesar 87,5 berdasarkan pendapat petani. Dimana sebagian besar petani berpendapat bahwa terdapat kejelasan peran masing-masing pihak yang bermitra. Sistem pembayaran pun dilakukan sesuai dengan kontrak kerjasama, yaitu Pembayaran dilakukan secara tunai dan lebih dari 4 minggu yaitu setelah semua penebangan selesai dilaksanakan.

Nilai aspek efektivitas menurut pendapat UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor sebesar 100. Jumlah rata-rata total nilai aspek proses manajemen dari pendapat petani adalah 347,5; UBH-KPWN sebesar 365 dan pemilik lahan, pemerintah desa, investor sebesar 360.

b. Aspek manfaat 1. Aspek ekonomi

Dalam aspek ekonomi ada 4 aspek yang dijadikan sebagai indikator penilaian yaitu aspek pendapatan, harga pasar, produktivitas dan resiko usaha. Nilai rata-rata untuk aspek ekonomi berdasarkan pendapat UBH-KPWN dan investor sebesar 225. Menurut UBH-KPWN dan investor, pendapatan penggarap dari komoditi yang dimitrakan meningkat dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini karena produktivitas melalui kemitraan dirasa lebih tinggi dari produktivitas diluar kemitraan. Harga kayu Jati yang dimitrakan disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat ini. Sehingga UBH-KPWN berpendapat bahwa pendapatan petani ikut meningkat seiring dengan berjalanya kemitraan. Sedangkan untuk resiko usaha kemitraan ini UBH-KPWN menyatakan bahwa resiko usaha dibagi secara proporsional sesuai dengan perjanjian kecuali pihak investor dan pemilik lahan yang tidak menanggung resiko bila terdapat tanaman yang mati atau hilang yang disebabkan karena kelalaian.

Nilai rata-rata aspek ekonomi menurut pendapat pemilik lahan dan pemerintah desa adalah sebesar 125, perwakilan dari pihak pemilik lahan dan

62

pemerintah desa berpendapat bahwa pendapatan yang diperoleh dari kemitraan dirasa berkurang dari sebelum kemitraan. Hal ini, dikarenakan penggunaan lahan untuk jati yang bersifat tahunan sehingga tidak dapat lagi menanam sayuran pada lahan tersebut. Sedangkan untuk resiko usaha ini dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian.

Nilai rata-rata aspek ekomoni berdasarkan pendapat petani adalah sebesar 137,5. Pernyataan dari 17 orang petani mengenai pendapatan setelah bermitra adalah tetap, yaitu peningkatan pendapatan dibandingkan sebelum terjadi kemitraan. Menurut 30 orang petani produktivitas meningkat setelah terjadi kemitraan. Pembagian resiko usaha menurut 60 orang petani akan dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian. Sedangkan 51 orang petani menyatakan harga jual kayu akan disamakan dengan harga pasar yang berlaku saat ini.

2. Aspek teknis

Aspek teknis meliputi dua aspek yaitu aspek mutu dan aspek penguasaan teknologi. Nilai rata-rata aspek teknis sebesar 75 untuk petani. Sedangkan nilai rata-rata aspek teknis untuk pendapat UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor sebesar 100.

Mengenai aspek mutu produksi dari kemitraan, 31 orang petani berpendapat bahwa mutu produksi hasil kemitraan lebih baik dibandingkan dengan mutu di luar program kemitraan. UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor berpendapat sama mengenai aspek mutu produksi. Hal ini dikarenakan UBH-KPWN yang berperan sebagai penerima bahan baku hasil kemitraan telah menetapkan syarat-syarat kayu yang akan diterima. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah kayu memiliki keliling minimal 60 cm, tidak berpenyakit dan berbatang lurus.

Mengenai aspek penguasaan teknologi, 3 orang petani berpendapat bahwa pengetahuan keterampilan mengenai penanganan komoditi yang dimitrakan sama saja dengan sebelum program kemitraan. Pernyataan ini didasarkan pada minimnya kegiatan pembinaan dan pelatihan yang diberikan kepada ketiga orang petani tersebut.

UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor serta 67 orang petani berpendapat bahwa keterampilan petani mengenai komoditi yang

63

dimitrakan meningkat dari sebelumnya. Dikarenakan, menurut pihak UBH-KPWN setiap ada permasalahan yang berkenaan dengan tanaman jati selalu ada bimbingan/ pembinaan sebelumnya. Bahkan pada tahun 2010, ketika terjadi wabah penyakit jamur yang menyerang sebagian tanaman jati yang digarap salah seorang petani, UBH-KPWN secara bersama langsung mengumpulkan petani untuk diberi pelatihan teknis mengenai penanganan penyakit jamur ini.

3. Aspek sosial

Aspek sosial meliputi aspek kontinuitas kerjasama dan pelestarian lingkungan hidup. Nilai rata-rata aspek sosial berdasarkan pendapat petani sebesar 28,33; UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor sebesar 50.

3.1 Aspek kontinuitas kerjasama

Kontinuitas kerjasama setelah penebangan menurut 42 orang petani di Ciaruteun Ilir berpendapat bahwa ada kemungkinan ingin melanjutkan kerjasama akan tetapi hanya dengan UBH-KPWN saja. Hal ini dikarenakan petani mengharapkan pembagian hasil sharing yang lebih besar antara petani dan UBH-KPWN. Selain itu sebagian besar petani di Ciaruteun Ilir sebagai penggarap lahan milik KOPASSUS (pemilik lahan), sehingga kehidupan petani sangat tergantung pada lahan milik KOPASSUS. 5 orang petani berpendapat ingin tetap melanjutkan kerjasama baik dengan UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor, dengan syarat mereka tetap boleh melakukan tumpangsari di lahan KOPASSUS tersebut. Sedangkan 13 orang petani tidak ingin melanjutkan kerjasama dengan UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa dan investor. hal ini dikarenakan 13 orang petani ini merasa dirugikan dengan adanya tanaman jati sehingga petani tersebut tidak lagi dapat menanam sayuran yang merupakan mata pencaharian mereka sebelum lahan tersebut ditanami jati.

UBH-KPWN berpendapat mengenai aspek kontinuitas bahwa akan melanjutkan kerjasama dengan pemilik lahan, pemerintah desa dan investor. Jenis tanaman yang akan dimitrakan pun sama yaitu jati.

3.2 Aspek pelestarian lingkungan

Dalam aspek pelestarian lingkungan ini baik UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor dan 60 petani berpendapat tidak melakukan kegiatan konservasi tanah, air, lingkungan pertanian dan penanganan limbah sesuai dengan

64

pedoman teknis dan kaidah konservasi/peraturan yang berlaku. Terkait aspek pelestarian lingkungan tersebut, UBH-KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor dan 60 petani berpendapat bahwa kegiatan ini belum perlu dilakukan mengingat bahwa sisitem kemitraan di desa Ciaruteun Ilir ini baru berjalan 3 tahun.

Jumlah rata-rata total nilai manfaat dari petani adalah 240,83, UBH-KPWN dan investor sebesar 375, sedangkan pemilik lahan dan pemerintah desa sebesar 275 (Lampiran 24).

65

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Usahatani Jati pola kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir layak untuk dilakukan baik untuk petani, UBH-KPWN, investor, pemilik lahan, pemerintah desa. Petani merupakan pihak yang lebih diuntungkan daripada mitra lainnya

karena dengan mendapat benefit sharing 25% petani hanya mengeluarkan

biaya (cost sharing) sebesar 1%. Selain itu, berdasarkan analisis finansial maka petani juga mendapat nilai NPV yang terbesar yaitu Rp 1.678.390.947,- di bandingkan mitra lainnya. Namun demikian, petani mendapat resiko yang paling tinggi bila terjadi kehilangan dan kematian tanaman.

2. Hubungan kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir (antara petani, UBH-KPWN, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa) termasuk dalam kategori Kemitraan Prima Madya.

6.2 Saran

1. Disarankan agar UBH-KPWN meningkatkan upaya sosialisasi dan pembinaan yang berkelanjutan.

2. Perlu kiranya pertemuan berkala antara beberapa pihak untuk saling evaluasi atas hubungan kerjasama yang telah dijalankan. Sehingga hubungan yang telah terjalin dapat lebih ditingkatkan.

Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN

Dokumen terkait