• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

3. Proses Manajemen Risiko

Manajemen resiko terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, atau tuntutan hukum.

Proses manajemen risiko dimulai dari pengelolaan manajemen risiko yakni identifikasi risiko untuk mengetahui jenis risiko yang berpotensi terjadi pada aktivitas bank, dilanjutkan dengan pengukuran risiko untuk mengetahui besarnya risiko yang dihadapi. Kemudian, bank melakukan penilaian kualitas kontrol

24

Aqmarina Awalianti dan Jaka Isgiyarta, “Penerapan Dan Fungsi Manajemen Risiko

Fluktuasi Harga Batu Bara Berdasarkan ISO 31000 (Studi Kasus pada Perusahaan Distributor Alat Berat PT X)“, Diponegoro Journal Of Accounting, Volume 3 Nomor 1 Tahun 2014,h. 10

terhadap risiko yang ada. Selanjutnya bank melakukan monitoring

dan pelaporan atas upaya pengendalian risiko.25

Sebagimana penjelasan di atas dapat diketahui bahwa manajemen risiko dikelola melalui tahap berikut:

a. Penetapan Konteks

Penetapan konteks manajemen risiko bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengungkapkan sasaran organisasi, lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan, dan keberagaman kriteria risiko. Hal-hal tersebut akan membantu untuk mengungkapkan dan menilai sifat dan kompleksitas dari risiko.

Penetapan konteks manajemen risiko erat kaitannya dengan melakukan penetapan tujuan, strategi, ruang lingkup dan parameter-parameter lain yang berhubungan dengan proses pengelolaan risiko suatu perusahaan. Proses ini menunjukkan kaitan atau hubungan antara permasalahan hal yang akan dikelola risikonya dengan lingkungan perusahaan (eksternal & internal), proses manajemen risiko, dan ukuran atau kriteria risiko yang hendak dijadikan standar. b. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha menjadi aspek penting, dimana ketajaman dan akurasi dalam mengungkap permasalahan dan akar permasalah, serta berbagai risiko yang akan dihadapi. Identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat

25

digunakan dalam identifikasi risiko antara lain Brainstorming, Survei, Wawancara, focuse group discussion, Informasi historis, Kelompok kerja, Analisis SWOT, dsb.

c. Analisa Risiko

Analisa risiko dimaksudkan untuk mengukur risiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu peristiwa bisa jadi sangat subyektif dan berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko relatif mudah untuk diukur, namun sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangat penting untuk

menentukan dugaan yang terbaik agar nantinya dapat

memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Ada dua pendekatan dalam tahap analisi risiko yaitu analisis secara kualitatif dan analisis kuantutatif yang keduanya dapat dijalankan secara sekuen.

Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko, karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Disamping itu, evaluasi atas impact (dampak) kerusakan relatif sulit untuk asset yang immateriil.

d. Evaluasi Risiko

Evaluasi penerapan manajemen risiko dilaksanakan terkait

dengan peran dari Auditor Internal perusahaan. Auditor Internal

membantu manajemen dan komite audit melakukan pengujian, evaluasi, pelaporan, dan merekomendasikan perbaikan atas kecukupan

dan efektivitas proses manajemen risiko. Evaluasi penerapan

manajemen risiko tersebut bertujuan untuk menilai kecukupan rancangan dan efektivitas pelaksanaan proses manajemen risiko, mengetahui tingkat kematangan manajemen risiko (risk maturity

level) perusahaan, dan sebagai acuan untuk menentukan perencanaan

audit dan pendekatan audit yang akan digunakan oleh Auditor Internal. 26

e. Penanganan Risiko

Penanganan risiko berupa perencanaan atas mitigasi risiko-risiko untuk mendapatkan alternatif solusinya sehingga penanganan risiko dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Beberapa alternatif penangangan risiko yang dapat diambil antara lain yang bertujuan untuk menghindari risiko, memitigasi risiko untuk mengurangi kemungkinan atau dampak, mentransfer risiko kepada pihak ketiga (risk sharing) dan menerima risiko (risk acceptance).

Pada akhirnya, proses tersebut disertai dengan dua proses pendukung lainnya yaitu komunikasi dan konsultasi, untuk menjamin

26

Bayu Wijatantini, “Model Pendekatan Manajemen Risiko”, Jeam, Vol XI No. 2 Tahun 2012, h. 62

tersedianya dukungan yang memadai dari setiap kegiatan manajamen risiko, dan menjadikan setiap kegiatan mencapai sasarannya dengan tepat. Proses lainnya adalah monitoring dan review yang bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi manajemen risiko berjalan sesuai dengan perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan perbaikan secara berkala terhadap proses manajemen risiko.

Proses Monitoring dan Review dilaksanakan melalui evaluasi dan pemeriksaan terhadap proses bisnis yang berjalan, serta dengan audit manajemen risiko. Dalam hal ini, audit manajemen risiko dapat dilaksanakan baik melalui audit internal maupun eksternal sehingga dapat diketahui apa sajakah kelemahan dari kebijakan manajemen risiko yang berjalan atau yang sudah disusun, sehingga ke depannya manajemen dapat melaklukan pembaharuan terhadapan kebijakan manajemen risiko. Masukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi manajemen risiko dalam bentuk seperti pembaharuan atas daftar risiko yang terindetifikasi, tingkat kemungkinan dan dampak dari risiko tersebut serta tindakan pengendalian serta sistem monitor yang sesuai untuk kebutuhan organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan.

Proses pendukung lainnya dalam penerapan manajemen risiko adalah komunikasi kepada manajemen dan unit-unit kerja perusahaan sehingga setiap individu dalam perusahaan memahami atas kesadaran risiko, budaya risiko, kematangan risiko. Proses komunikasi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengukur kesiapan organisasi dalam

mengatasi risiko dan untuk mengevaluasi penerapan manajemen risiko tersebut.

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Risiko B. Konsep Kredit Usaha Rakyat (KUR)

1. Pengertian dan Tujuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit berasal dari kata Italia, credere yang artinya “kepercayaan yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debitornya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

Tegasnya kreditor percaya bahwa kredit itu tidak akan macet”.27

Dapat diketahui bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keutungan. Pengertian tersebut sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bab I, Pasal 1, ayat 12.28

Sehingga kredit tersebut merupakan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank konvensional oleh konvensional kepada nasabah (debitur). Jenis kredit dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang kita lakukan yaitu berdasarkan tujuan, kegunaannya, jangka waktu, macam sektor perekonomian, pembangunan, golongan ekonomi, serta penarikan dan pelunasan.

Dalam praktik perbankan, kredit yang pernah diberikan kepada para nasabahnya dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:

a. Jangka waktunya; b. Kegunaannya; c. Pemakaiannya;

d. Sektor yang dibiayai.29

Pada perbankan, kredit memiliki fungsi. “Pada dasarnya fungsi kredit merupakan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi

27

Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-dasar Pebankan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 87

28

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 29

Tri Artanto, “Perbandingan Hukum Perjanjian Kredit Bank Antara Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan”,

kebutuhannya untuk meningkattkan usahanya”.30

Masyarakat disini merupakan individu, pengusaha, lembaga, dan badan usaha yang membutuhkan dana. Kredit berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya melalui penyaluran dana yang diberikan oleh bank.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, “Pengertian KUR adalah kredit atau pembiayaan kepada UMKM-K (Usaha Mikro, Kecil, Menengah-Koperasi) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi

yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif”.31

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan fasilitas kredit yang khusus diberikan kepada kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah serta koperasi yang usahanya cukup layak namun tidak memiliki agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak perbankan.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah “kredit/pembiayaan kepada UMKM dan koperasi yang tidak sedang menerima kredit/pembiayaan dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima kredit program dari

pemerintah pada saat permohonan kredit/pembiayaan diajukan”.32

Dengan demikian Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit/pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan atau investasi yang

30

Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, (Kakarta: Kencana, 2010), h. 96

31

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat

32

Chandra Budi, Juraan UMKM Pahlawan Pajak: Urus Pajak Itu Sangat Mudah, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013), h. 9

tujukan kepada UMKM-K (Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Koperasi) di bidang usaha produktif dan layak namun belum bankable dengan plafond.

Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah sebagai berikut:

a. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK). b. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM

& Koperasi kepada Lembaga Keuangan.

c. Sebagai upaya penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja.33

Sebagaimana tujuan tersebut, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) digunakan untuk mempercepat pengembangan sektor- sektor primer dan

pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan

aksesibilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan,

mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja. Pada dasarnya, Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus untuk unit usaha produktif melalui program penjaminan kredit. Sasaran program Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kelompok masyarakat yang telah dilatih dan

33

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 273.

ditingkankan keberdayaan serta kemandiriannya pada kluster program sebelumnya.

Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha Rakyat, yaitu:

a. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan,

b. Instruksi Presiden 6 Tahun 2007 Tanggal 8 Maret 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,

c. Memorandum Of Understanding (MOU) antara Departemen

Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang

ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007,

d. Addendum I Memorandum of Understanding (MOU)

Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008,

e. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5

Tahun 2008 Tentang Komite Kebijakan Penjaminan

Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK,

f. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan,

g. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR,

h. Addendum II Memorandum Of Understanding (MOU) Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010,

i. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor:

KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank

Pelaksana Kredit Usaha Rakyat,

j. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor: KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 Tentang Standar

Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.34

Dalam Peraturan tersebut diatur mengenai penyaluran KUR kepada UMKM sehingga Meningkatkan pembiayaan UMKM. KUR disalurkan oleh bank-bank pelaksana yang ditetapkan oleh MoU Tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM-K. Sebelum bank-bank

34

pelaksana menyalurkan KUR sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 3, Menteri Teknis Terkait, menentukan prioritas bidang usaha yang feasible tetapi belum banklable yang akan menerima fasilitas pinjaman kredit. Dengan adanya panduan mengenai ketentuan prioritas bidang usaha dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara untuk menyediakan dana imbalan jasa penjamin, bank pelaksana menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP) KUR.

Bank pelaksana wajib menyediakan dan menyalurkan dana KUR, dan meletakan KUR secara terpisah dengan program kredit lainnya. Bank pelaksana juga wajib mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk

menjamin penyediaan dan penyaluran KUR yang menjadi

tanggungjawabnya secara tepat jumlah dan waktunya sesuai dengan program yang ditetapkan oleh pemerintah, serta mematuhi segala ketentuan tata usaha yang berlaku.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ada di perbankan syariah menggunakan akad murabahah bil wakalah, yaitu jual beli yang diwakilkan. Berikut adalah ayat mengenai murabahah dalam Surat An-Nisaa’ ayat 29:                          

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu. (Q.S An-Nisaa’: 29).35

Allah SWT melarang hamba-hambaNya yang beriman memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dengan bathil, yaitu dengan berbagai macam usaha yang tidak syar’i seperti riba, judi dan berbagai hal serupa yang penuh tipu daya, sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut berdasarkan keumuman hukum syar’i tetapi diketahui oleh Allah dengan jelas bahwa pelakunya hendak melakukan tipu muslihat terhadap riba. Sehingga Ibnu Jarir berkata: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seseorang yang membeli baju dari orang lain dengan mengatakan jika anda senang, anda dapat mengambilnya, dan jika tidak, anda dapat mengembalikannya dan tambahkan satu dirham”. Itulah yang difirmankan oleh Allah SWT. “Janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang bathil”.36

Penjelasan dari ayat tersebut yaitu kata perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda termasuk dalam bidang niaga. Allah SWT melarang hamba-hambaNya kaum mukminin untuk memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dengan cara yang batil, yaitu dengan segala jenis penghasilan yang tak syar’i, seperti jenis transaksi riba, judi, mencuri, dan lainnya yang berupa berbagai jenis tindakan penipuan dan kezaliman. Bahkan termasuk pula orang yang memakan hartanya sendiri dengan penuh kesombongan dan kecongkakan.

35

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Pustaka Jaya Ilmu, 2014), h. 83

36

Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir

2. Kegiatan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Sistem dan prosedur umum pemberian kredit adalah sebagai berikut:

a. Permohonan Kredit

Permohonan fasilitas kredit mencakup: 1) Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas kredit. 2) Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. 3) Permohonan perpanjangan atau pembaharuan masa kredit yang telah berakhir jangka waktunya. 4) Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan fasilitas kredit yang sedang berjalan.

b. Penyelidikan dan Analisis Kredit

Yang dimaksud dengan penyelidikan kredit adalah pekerjaan yang meliputi: 1) Wawancara dengan pemohon kredit (debitur). 2) Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan nasabah. 3) Pemeriksaan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang ditemukan nasabah dan informasi lain yang diperoleh. 4) Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.

Selanjutnya analisis kredit pekerjaan yang meliputi: 1) Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidaknya dipertimbangkan suatu permohonan kredit. 2) Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian

dan kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan

pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan atau

permohonan kredit nasabah.

c. Keputusan atas Permohonan Kredit

Dalam hal ini yang dimaksud dengan keputusan adalah setiap tindakan pejabat yang berdasarkan wewenangnya berhak mengambil keputusan berupa menolak, menyetujui dan atau mengusulkan permohonan fasilitas kredit kepada pejabat yang lebih tinggi. Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarat-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan.

d. Penolakan Permohonan Kredit

Penolakan permohonan dapat terjadi apabila:

1) Penolakan permohonan kredit yang secara nyata dianggap oleh bank secara teknis tidak memenuhi persyaratan.

2) Adanya keputusan penolakan dari direksi mengenai permohonan kredit.

3) Persetujuan Permohonan Kredit

Persetujuan permohonan kredit adalah keputusan bank untuk menyetujui sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, maka biasanya ditegaskan. terlebih dahulu syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah. Langkah-langkah yang harus diambil antara lain: Pertama, urat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon; Kedua, Peningkatan jaminan; Ketiga, Penandatanganan perjanjian kredit; Keempat, Informasi untuk bagian lain; Kelima, Pembayaran bea materai

kredit; Keenam, Asuransi barang jaminan; Ketujuh, Asuransi kredit.37

e. Pencairan Fasilitas Kredit

Pencairan fasilitas kredit adalah setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang telah disetujui oleh bank. Dalam praktiknya, pencairan kredit ini berupa pembayaran dan atau pemindahbukuan atau beban rekening pinjaman atau fasilitas lainnya. Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh nasabah, bila syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah telah dilaksanakan. Perlu diketahui bahwa peningkatan jaminan dan penandatanganan perjanjian kredit mutlak harus mendahului pencairan kredit. Apabila calon debitur telah memenuhi semua syarat dan prosedur kredit, maka bank

akan menetapkan waktu kapan kredit tersebut dapat dicairkan.38

Pada saat kredit akan dicairkan terlebih dahulu debitur akan menandatangani surat atas akta perjanjian kredit beserta lampiran-lampirannya. Surat Perjanjian Kredit (SPK) ini, dapat dibuat dibawahtangan atau dibuat di hadapan notaris, tergantung dari besar kecilnya kredit yang diberikan atau sesuai dengan kebijakan masing-masing bank. Lampiran dari SPK biasanya terdiri dari akta perikatan jaminan (hipotik, fidusia, atau gadai), surat kuasa penjual dan lain-lain.

f. Pelunasan Fasilitas Kredit

Pelunasan kredit adalah “dipenuhinya semua kewajiban nasabah terhadap bank yang berakibat hapusnya ikatan perjanjian kredit”.39

Administrasi dan pembukuan kredit merupakan proses pengumpulan dan penyajian informasi perkreditan pada suatu bank.

37

Ashofatul Lailiyah, “Urgensi Analisa 5c Pada Pemberian Kredit Perbankan Untuk

Meminimalisir Risiko”, Yuridika, Volume 29 No 2, Mei-Agustus 2014, h. 223

38

Thomas Suyatno et.al., Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Empat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1988), h. 84

39

Dari administrasi kredit ini, bank dapat memberikan pendapat sebagai alat dalam menunjang kegiatan-kegiatan dari proses perkreditan secara perorangan maupun secara keseluruhan. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai alat dalam sistem dokumentasi perkreditan. Dengan adanya administrasi kredit yang baik, dapat mempermudah laporan-laporan di bidang perkreditan baik untuk kepentingan intern (kepentingan manajemen dan dewan komisaris) maupun untuk pihak eksteren (Bank Indonesia dan debitur).

3. Prinsip dan Penilaian Pemberian Pembiayaan a. Prinsip Pemberian Kredit

Prinsip pertama yang dijadikan acuan dalam pemberian kredit kepada nasabah adalah prinsip 5C yaitu Character, Capacity,

Capital, Collateral dan Condition.40 Prinsip ini terdiri dari lima kriteria yang harus dipenuhi oleh pengaju kredit, yaitu:

1) Character

Kriteria yang pertama adalah character, yaitu melihat bagaimana karakter dan latar belakang calon peminjam atau nasabah yang mengajukan kredit. Kriteria character ini akan dilihat dari wawancara yang dilakukan oleh pihak bank, biasanya bagian customer service. Dari karakter ini akan dapat dilihat juga bagaimana reputasi calon peminjam tersebut,

40

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 64-65

apakah pernah memiliki catatan tindak kriminal atau kebiasan buruk dalam keuangan seperti tidak melunasi pinjaman.

2) Capacity

Kriteria kedua adalah capacity atau kerap disebut juga dengan capability, yaitu bagaimana kemampuan calon peminjam dalam membayar kreditnya. Kriteria ini dilihat dari bagaimana nasabah tersebut menjalankan usahanya atau seberapa besar penghasilan yang diterima tiap bulannya. Jika pihak bank menilai bahwa nasabah tersebut tidak memiliki kemampuan cukup untuk membayar kredit, maka besar kemungkinan ajuan kreditnya akan ditolak.

3) Capital

Kriteria selanjutnya adalah capital atau modal yang dimiliki calon peminjam, yang khususnya diberlakukan pada nasabah yang meminjam untuk usaha atau bisnisnya. Dengan mengetahui modal atau aset yang dimiliki usaha nasabah tersebut, pihak bank dapat sumber pembiayaan yang dimiliki. Selain itu, pihak bank juga dapat melihat bagaimana laporan keuangan dari usaha yang dijalankan nasabah untuk kemudian dijadikan acuan apakah memang layak diberikan kredit atau tidak.

4) Collateral

Kriteria keempat adalah collateral atau jaminan yang diberikan pada calon peminjam saat mengajukan kredit kepada bank. Sesuai dengan namanya, jaminan ini akan menjadi penjamin atau pelindung bagi pihak bank jika nantinya nasabah tidak dapat membayar pinjaman yang diambil. Oleh karena itu, idealnya besaran jaminan yang bersifat fisik ataupun nonfisik lebih besar jumlahnya dari kredit yang diberikan.

5) Condition

Kriteria dari prinsip 5C yang terakhir adalah condition, yaitu kondisi perekonomian baik yang bersifat general atau khusus pada bidang usaha yang dijalankan nasabah. Jika memang kondisi perekonomian sedang tidak baik atau sektor usaha nasabah tidak menjanjikan, biasanya bank akan mempertimbangkan kembali dalam memberikan kredit. Hal ini terkait kembali dengan bagaimana kemampuan nasabah dalam membayar pinjamannya nanti yang tentu terpengaruhi atas kondisi ekonomi.

b. Prinsip Pemberian Kredit 7P

Selain prinsip 5C, prinsip lainnya yang digunakan oleh lembaga keuangan dalam memberikan kredit adalah prinsip 7P yaitu Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitability,

dan Protection.41 Dalam prinsip ini terdapat tujuh kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Personality

Kriteria pertama adalah personality, yaitu kepribadian dari calon peminjam yang mengajukan kreditnya. Kriteria ini hampir sama dengan kriteria character dari prinsip 5C yang telah dijelaskan di atas, dimana melihat bagaimana keseluruhan kepribadian nasabah mencakup sikap dan perilakunya sehari-hari.

2) Party

Yang kedua dalam prinsip 7P adalah party, dimana calon peminjam dimasukkan ke dalam beberapa golongan yang terkait dengan kondisi keuangannya. Biasanya pihak bank mengklasifikasikan nasabah berdasarkan modal yang dimiliki, kepribadian, loyalitas, dan lain sebagainya. Dengan adanya perbedaan klasifikasi dan golongan ini, akan ada perbedaan pula dalam pemberian fasilitas kredit nantinya.

Dokumen terkait