HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Objek Penelitian
D. Proses Pelaksanaan Program Pembinaan Narapidana Wanita di Lapas Klas IIA Sungguminasa Lapas Klas IIA Sungguminasa
4. Bidang Tata Usaha
Bidang tata usaha merupakan salah satu bidang yang tercakup dalam suatu struktur organisasi lembaga permasyarakatan. Bagian ini memiliki tugas untuk melakukan urusan kepegawaian, keuangan dan umum. Oleh karena itu segala urusan kepegawaian, keuangan dan umum dilakukan di bagian ini. Dalam pelaksanaan tugasnya bidang tata usaha dibagi dalam tiga bagian yaitu:
a. Bagian Umum
Bagian umum bertugan mengiventarisasi (penataan dan pengawasan pealatan Kantor), pemeliharaan inventaris dan pembuatan laporan inventaris.
b. Bagian Kepegawaian
Bagian kepegawaian bertugas menganalisa data kepegawaian dan usulan-usulan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pegawai.
c. Bagian Keuangan
Bagian keuangan bertugas untuk membuat daftar gaji pegawai, membuat laporan BAP keuangan, membuat SK kenaikan gaji berkala, membuat SKPP pegawai.
D. Proses Pelaksanaan Program Pembinaan Narapidana Wanita di Lapas Klas IIA Sungguminasa
Narapidana merupakan manusia ciptaan Tuhan memiliki kedudukan tertinggi yang mempunyai akal dan pikiran. Narapidana menerima pembinaan dan
bimbingan agar dia dapat menyesali segala perbuatan yang dilakukan sehingga bisa merubah diri dan dapat diterima kembali dalam masyarakat. Untuk itu petugas LP harus mengadakan program pembinaan yang benar-benar tepat terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Ketidaktepatan pembinaan yang dilakukan kepada narapidana mengakibatkan ketidakefektifan dalam proses pembinaan dan bimbingan.
Akibat-akibat yang timbul apabila salah dalam menerapkan strategi pembinaan mengakibatkan narapidana mengalami gangguan jiwa atau depresi, sikap atau perilaku narapidana yang menjadi lebih buruk dari sebelumnya sehingga dapat mengakibatkan adanya pengulangan tindak pidana (recidive), narapidana tidak dapat berintegrasi dengan masyarakat luar dan sebagainya.Merupakan tugas yang berat, bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan yang berinteraksi langsung dengan para narapidana dan masyarakat pada umumnya, untuk merubah seorang narapidana menjadi manusia yang bisa menyadari kesalahannya sendiri dan mau merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.
Khususnya untuk Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan tempat membina para narapidana, diperlukan suatu bentuk pembinaan yang tepat agar bisa merubah para narapidana menjadi lebih baik atas kesadarannya sendiri.
Begitu pula dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Sungguminasa, yang dalam hal ini merupakan Lembaga Pemasyarakatan khusus karena hanya membina para narapidana wanita, harus mempunyai metode maupun bentuk pembinaan yang tepat bagi narapidana yang menghuninya.
Tahap-tahap pembinaan narapidana di Lapas Wanita Klas IIA Sungguminasa diawali dengan pendaftaran narapidana. Pendaftaran meliputi:
identitas narapidana, Putusan Pengadilan, kesehatannya serta barang-barang apa saja yang dibawa. Lalu kemudian narapidana melakukan pengenalan lingkungan atau biasa disebut MAPPENALING, pengenalan lingkungan ini dilakukan selama satu minggu dimana narapidana diberikan arahan-arahan mengenai cara hidup dalam rangka menjalani hidup di Lapas wanita klas IIA Sungguminasa, tata tertib dan sanksi yang berlaku, hak dan kewajiban narapidana selama berada di dalam Lapas.
Selain itu diadakan wawancara atau konseling untuk mengetahui kepribadian, sikap jiwa, keadaan keluarga, lingkungan, pendidikan dan pekerjaan serta latar belakang dilakukannya tindak pidana. Hal ini bertujuan agar dapat ditentukan mengenai strategi pembinaan dan bimbingan yang tepat sehingga tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Setelah melalui tahap pengenalan lingkungan, narapidana kemudian menerima pendidikan pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa tujuan dari diadakannya pembinaan terhadap narapidana wanita ini yaitu untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas) sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Pembinaan narapidana wanita di Klas IIA Sungguminasa dilaksanakan dalam bentuk pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
a. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Adapun yang termasuk dalam pola pembinaan kepribadian terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Pembinaan Keagamaan
Pembinaan ini diberikan dengan tujuan agar para narapidana dapat meningkatkan kesadaran terhadap agama yang mereka anut. Seperti kita ketahui bahwa agama merupakan pedoman hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dengan tujuan supaya manusia dalam hidupnya dapat mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Dengan meningkatnya kesadaran terhadap agama, maka dengan sendirinya akan muncul kesadaran dalam diri narapidana sendiri bahwa apa yang mereka lakukan di masa lalu adalah perbuatan yang tidak baik dan akan berusaha merubahnya ke arah yang lebih baik.
Kegiatan Keagamaan di LAPAS klas IIA Sungguminasa bagi yang beragama Islam dilakukan program menghafal Asma’ul Husna. Pembinaan keagamaan bagi yang beragama Islam dilaksanakan stiap hari senin, jumat dan sabtu. Pembinaan keagamaan yang dilaksanakan pada hari senin berlangsung dari jam 10:00am sampai tiba waktu sholat Dzuhur. Pembinaan ini berupa ceramah yang berlangsung selama kurang lebih satu jam, lalu kemudian belajar tajwid dan mahraj dan lanjut pada sessi tanya jawab atau consoling kepada seluruh warga binaan. Setiap hari jumat dihadirkan petugas dari DEPAK untuk melakukan ceramah dan consoling. Kegiatan ini dilaksanakan dari jam 08:00am – 09:30am.
Sedangkan setiap hari sabtu didatangkan Ustatd dari masjid Al-Marqas. Kegiatan
ini berlangsung dari jam 09:00am – 11:00am berupa tilawah, tadabbur Alqur’an, ceramah dan consoling (pembimbingan). Sedangkan kegiatan keagamaan bagi yang beragama Kristen dilaksanakan setiap hari Rabu dan hari Minggu. Kegiatan tersebut berupa ibadah di Gereja dan siraman rohani kepada seluruh warga binaan yang beragaman Kristen.
Hasil wawancara dengan pegawai Bidang Pembinaan keagamaan yang mengatakan sebagai berikut:
“…yang beragama Islam dilaksanakan setiap hari senin, jumat dan hari sabtu. Berupa ceramah, tilawah, belajar tajwid dan consoling. Pada kegiatan ini, kami mendatangkan petugas dari DEPAG dan Al-Marqas untuk membawakan materi kepada seluruh warga binaan. Sedangkan bagi warga binaan yang beragama Kristen, kegiatan dilaksanakan setiap hari rabu dan minggu berupa ibadah di Gereja dan siraman rohani”
(Wawancara dengan MH: 02 Maret 2016).
Hasil wawancara di atas, maka dapat anilisis bahwa pembinaan kepribadian dalam hal ini dikhususkan pada keagamaan bagi warga binaan narapidana wanita antara yang Islam dan Kristen terdapat pembagian waktu yang disesuaikan. Artinya kegiatan pembinaan keagamaan atau kerohanian dapat dilaksanakan dengan efisien karena memang hari yang di tentukan berorientasi kepada hari yang penting menurut agama masing-masing. Selain itu kegiatan ini didukung oleh DEPAG sebagai pemberi materi kerohanian. Khusus warga binaan beragama Kristen biasanya dilaksanakan di Gereja dan dipisahkan dengan warga binaan beragama Islam.
Selanjutnya hasil wawancara dengan Kasubsi Bimaswat dengan tema yang sama mengatakan bahwa:
“…warga binaan juga ikut merayakan hari hari besar seperti Maulid Nabi, Israjh Mi’rajh, hari raya idul fitri dan Hari Raya Idul Adha bagi warga binaan yang beragama Islam. Sedangkan yang beragama Kristen juga ikut merayakan hari besar yaitu Hari Natal” (Wawancara dengan, A.A: 02 Maret 2016).
Hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa meskipun berada dalam masa tahanan, namun narapidana yang mau mengikuti hari besar beragama akan tetap diizinkan untuk mengikuti hari-hari besar agama Islam maupun agama Kristen. Itu artinya Akan tetapi dengan kebijakan seperti itu perlu dan tetap akan mendapat pengawasan ketat tentunya oleh pihak yang bertanggungjawab terhadap narapidana atau warga binaan.
Adapun hasil wawancara dengan pegawai Lapas Jabatan Fungsional Umum (JFU) yang membenarkan wawancara sebelumnya mengatakan sebagai berikut:
“…rutinitas kegiatan keagamaan wajib diikuti oleh seluruh warga binaan.
apabila ada warga binaan yang tidak disiplin dalam mengikuti kegiatan tersebut maka pihak LAPAS akan memberikan sanksi berupa peringatan ancaman tidak mendapat remisi dan penundaan pengurusan CB (Cuti Bebas) atau CMB (Cuti Menjelang Bebas)”. (Wawancara dengan, AE: 02 Maret 2016).
Hasil wawancara di atas, maka dapat dianalisis bahwa seluruh warga binaan mau tidak mau harus mengikuti kegiatan keagamaan. Disinilah dapat dilihat bagaimana Lapas memberi binaan untuk narapidana wanita yang diharapkan nantinya akan berubah menjadi lebih baik pada saat dibebaskan nantinya dan menjalani hidup dan hubungan masyarakat yang baik dan normal.
Semua yang dilakukan di Lapas hanya untuk kebaikan masa depan warga binaan atau narapidana, baik buruk yang dirasakan, susah gampang itu semua demi kebaikan narapidana nantinya. Jika ada yang membangkang atau tidak patuh
dalam proses pembinaan maka ada sanksi teretentu yang akan diberikan kepada narapidana bersangkutan contohnya penundaan pengurusan Cuti Bersama (CB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Hasil wawancara mengenai pembinaan keagamaan dengan pegawai LAPAS di bidang Jabatan Fungsional Khusus (JFK) yang mengatakan bahwa sebagai berikut:
“….Pembinaan kesadaran beragama di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Sungguminasa berjalan dengan baik, hampir semua narapidana dapat mengikuti pembinaan ini dengan antusias. Meskipun masih ada beberapa narapidana yang tidak khusuk dalam pembacaan do’a, masih ada yang saling berbicara sendiri, bergurau pada saat siraman rohani dan pengajian” (Wawancara dengan, MI: 02 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat dianalisis bahwa pembinaan beragama belum tentu bisa menjamin akan sadarnya kesalahan narapidana dimasa lalu karena kesadaran agama itu tergantung pribadi narapidananya itu sendiri mau berubah untuk menjadi lebih baik atau tidak. Akan tetapi Lapas berupaya bagaimana caranya agar nantinya narapidana yang bebas atau keluar dari lembaga akan berubah dan meninggalkan perbuatan yang menyeretnya sampai ke sana. Memang susah untuk membina seorang apa lagi seorang narapidana bahkan lebih sulit dari pada membina anak kecil yang nakal sekalipun. Maka sebagai lembaga yang berewajiban untuk membina harus sabar dan tak menyerah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan warga binaan terkait dengan pembinaan keagamaan dapat diketahui sebagai berikut:
“….sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan dan diberi pembinaan kesadaran beragama, saya merasa hidupnya tidak mempunyai arah dan tujuan sehingga dia dapat berbuat sesuka hatinya. Akan tetapi setelah
mendapat pembinaan kesadaran beragama hidupnya jadi punya arah dan tujuan, jadi lebih tahu tentang agama dan selalu takut untuk berbuat yang dilarang oleh agama” (Wawancara dengan, IH: 04 Maret 2016).
Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui dan disimpulkan bahwa pembinaan kesadaran beragama mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam merubah perilaku para narapidana wanita yang diharapkan pegawai Lapas agar narapidana sadar akan kesalahan di masa lalunya dan tidak akan mengulangi kesalahan dimasa lalunya meskipun masih ada beberapa narapidana yang belum sungguh-sungguh serius menjalani pembinaan kesadaran beragama hal itu dibuktikan dengan masih ada beberapa narapidana yang masih bergurau, bercanda sendiri, berbicara sendiri pada saat kegiatan pembinaan kesadaran beragama berlangsung. Memang sulit bagi narapidana yang baru menjalani pembinaan karena belum terbiasa, namun apabila mereka Bener-benar telah memahami pentingnya pembinaan itu dan ingin berubah menjadi lebih baik maka pasti akan lebih mudah menjalani pembinaan sampai masa pembinaan selesai dan di bebaskan.
Hasil dari beberapa wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan dibidang keagamaan bukanlah hal yang sepele, dan pembinaan seperti itu adalah yang paling berpengaruh untuk sikap secara keseluruhan. Cara pelaksanaan pembinaan kesadaran beragama narapidana diberikan seperti kegiatan agama, contohnya kegiatan agama islam sholat bersama, siraman rohani, membaca Al Quran, pelajaran agama Islam, dan pengajian, kegiatan agama nasrani yaitu ibadah bersama di gereja dan siraman rohan. Narapidana melakukan kegiatan agama sesuai agamanya masing-masing.
2. Pembinaan Karakter
Pembinaan karakter adalah pembinaan yang diberikan kepada narapidana untuk bagaimana cara berkomunikasi kepada orang lain, tentang bagaimana melatih mental dan cara bersikap. Pembinaan ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga binaan menjadi semakin meningkat, sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan karakter merupakan suatu pembinaan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan fungsi karakter narapidana.
Hasil wawancara dengan Kasubsi Bimaswat yang mengatakan sebagai berikut:
“…pendidikan karakter kepada warga binaan didapat dari pendidikan keagamaan. Pada saat pendidikan keagamaan mereka diberi siraman rohani, dan setiap pagi bapak Muhajir selaku petugas lapas juga rutin memberikan wejangan kepada seluruh warga binaan (Wawancara dengan A.A: 02 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat dianalisa bahwa pihak lapas menggunakan metode pendidikan keagamaan dalam rangka membentuk karakter pada warga binaan. seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang diberikan untuk melatih cara berkomunikasi dan melatih cara bersikap dengan baik kepada orang lain, hal tersebut telah diajarkan oleh pihak lapas melalui pendidikan keagamaan, karena
pada pendidikan keagamaan para warga binaan menerima materi ceramah mengenai akhlak yang baik dan buruk.
Hal yang senada dikatakan dari hasil wawancara dengan pegawai di bidang pembinaan karakter yang mengatakan sebagai berikut:
“…Pendidikan keagamaan sudah termasuk pendidikan karakter, karena di dalam pendidikan keagamaan terdapat sesi konseling yang akan mengajarkan narapidana cara bersikap dengan baik” (Wawancara dengan MH: 02 Maret 2016).
Hasil wawancara di atas dapat dianalisa bahwa warga binaan menerima pendidikan karakter melalui sesi konseling. Konseling adalah memimpin, menuntun, mengatur, mengarahakan dan memberi nasehat kepada warga binaan dan sebagai proses membantu warga binaan untuk memahami dirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter secara tidak langsung telah diajarkan melalui sesi konseling yang ada pada pendidikan keagamaan. Hasil wawancara penulis dengan pegawai bidang pembinaan juga menunjukkan bahwa pihak Lapas menggunakan metode pebinaan secara kelompok (classical treatment). Pada teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya dijelaskan bahwa
pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan Tanya jawab, simulasi, permainan peran atau pembentukan tim.
Sama halnya wawancara dengan pegawai Lapas Jabatan Fungsional Umun (JFU) dapat diketahui sebagai berikut:
“…Pada pendidikan keagamaan para warga binaan selalu diajarkan mengenai aqhlak baik, mereka diajarkan bagaimana menjadi manusia yang lebih baik, bagaimana berperilaku sesuai dengan ajaran agama”
(Wawancara dengan AE: 02 Maret 2016).
Pada dasarnya hasil wawancara di atas secara keseluruhan memiliki pendapat yang sama, yang mengatakan bahwa pembinaan kepribadian dalam bentuk pembinaan karaker telah didapatkan oleh seluruh warga binaan melalui pedidikan keagamaan. Hasil wawancara tersebut pun dapat disimpulkan bahwa dalam pembinaan karakter yang diberikan kepada narapidana ada kaitan antara pembinaan keagamaan yang diberikan sebelumnya. Artinya pembinaan karakter ini tidak terlepas dari pembinaan keagamaan juga, karena dalam pembinaan keagamaan otomatis di ajarkan juga untuk bagaimana berperilaku yang baik dan sebagainya.
Namun, adapula pendapat lain yang dikemukakan oleh Lapas Jabatan Fungsional Khusus (JFK) yang mengatakan:
“…narapidana yang tidak berperilaku baik, yang tidak mengikuti peraturan, yang tidak disiplin dalam mengikuti proses pembinaan akan terancam bahwa pengurusan CB,CMB akan dipending, dan apabila narapidana melakukan pelanggaran berat selama 9 bulan maka narapidana tersebut tidak akan mendapat remisi dan pengurusan PB,CB,CMB akan dicabut. Hal tersebut menurut saya sudah merupakan usaha pembentukan karakter bagi para narapidana karena secara tidak langsung mereka telah diajarkan untuk membiasakan diri untuk memperbaiki sikapnya” (Wawancara dengan MI: 02 Maret 2016).
Hasil wawancara di atas, maka dapat dianalisis bahwa tidak semua narapidana yang mendapat bimbingan itu semuanya bias dikatakan lulus, akan tetapi seluruh narapidana akan tetap dituntut untuk berperilaku baik selama berada dalam masa tahanan dan diharapkan perilaku baik tersebut bisa menjadi kebiasaan mereka sampai pada saat keluar (bebas) nanti.
Hasil wawancara dengan warga binaan yang satu ini di Lapas Klas IIA Sungguminasa yang mengatakan seagai berikut:
“…Semenjak saya mengikuti pembinaan keagamaan di sini, saya jadi merasa lebih baik, saya menjadi sadar akan dosa-dosa yang telah saya lakukan dulu. Saya juga lebih bisa mengontrol sikap dan cara berbicara saya. Padahal dulu saya selalu saja mengucapkan kalimat-kalimat tidak sopan, dan kerap menggunakan istilah-istilah kotor, namun sekarang saya suda bisa memperbaiki cara berbicara saya” (Wawancara dengan HB: 04 Maret 2016)
Hasil wawancara dengan warga binaan tersebut dapat dianalisis bahwa, pendidikan keagamaan ternyata benar-benar mampu merubah karakter warga binaan menjadi lebih baik. Intinya adanya kepatuhan dalam menjalani pembinaan dan meratapi perbuatan dan menyadari kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya sehingga mereka masuk ke Lapas dan adanya kemauan untuk menjalani hidup yang lebih baik di kemudian hari ia dibebaskan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan utama permasyarakatan yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu salah satu tujuan utama permasyarakatan adalah memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik.
b. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan dalam bidang kemandirian dilakukan dengan tujuan setelah narapidana keluar dari Lembaga Permasyarakatan, mereka dapat mandiri dengan bekerja pada orang lain atau membuka usaha sendiri, sehingga mereka dapat berguna di tengah-tengah masyarakat. Meskipun harus diakui bahwa pembinaan ini membutuhkan waktu yang lama serta proses yang tidak cepat, namun seiring dengan berjalannya masa tahanan narapidana dapat menjalani proses dengan baik dan bisa kembali berbaur di dalam masyarakat. .
Pembinaan kemandirian yang diwujudkan dengan pemberian berbagai jenis keterampilan terhadap para narapidana bertujuan untuk membekali para
narapidana setelah mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dan berkumpul kembali dengan masyarakat disekitarnya. Diharapkan setelah mereka kembali kedalam masyarakat, mereka dapat mempergunakan bekal pembinaan yang telah diperolehnya selama di Lembaga Pemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pembinaan Keterampilan
Pembinaan kemandirian narapidana dalam bentuk diklat keterampilan diberikan melalui program-program:
a) Kegiatan Ketrampilan Penjahitan baik berupa Gantungan Tas, Sendal Kain, Baju-Baju, Sarung Bantal, Gorden, Tutup Gelas dari Gain, Tempat Tisu, dll.
b) Kegiatan Tata Boga yaitu praktek membuat kue-kue yang pada hari besukan yaitu hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, dijual kepada pembesuk.
c) Kegiatan Salon, disini WBP dapat melakukan pemotongan rambut, facial, lulur. Selain diperuntukan bagi WBP kegiatan ini juga untuk pegawai.
Pada salon ini juga disediakan kebutuhan untuk WBP seperti, bedak, kapas, pembersih muka, dll.
Hasil wawancara dengan Kasubsi Bimaswat terkait dengan pembinaan kemandirian ini yang mengatakan sebagai berikut:
“…kegiatan keterampilan yang terlaksana yaitu kursus salon, kursus menjahit yang dilakukan tiga kali seminggu, kursus tataboga yang hasilnya akan dijual kepada petugas LAPAS, sesama warga binaan atau kepada orang yang datang membesuk” (Wawancara, A.A: 02 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan keterampilan di LAPAS klas IIA Sungguminasa terdiri dari 3 (tiga)
macam yaitu kursus salon, tata boga dan menjahit. Narapidana akan diberi pilihan sesuai dengan keinginan atau ada juga yang memang sudah bisa atau memilih sesuai skillnya. Pembinaan seperti ini dapat menimbulkan semangat bagi narapidana pada saat tidak melakukan apa-apa. Dari keterampilan yang dihasilkannya itu dapat dijual dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan atau membeli bahan untuk jenis pembinaan tersebut.
Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pembinaan dikategorikan ke dalam ruang lingkup pembinaan narapidana adalah untuk membuat narapidana dapat bergaul dengan narapidana lain selama menjalani keterampilan dan juga sebagai bekal narapidana dalam proses reintegrasi dengan masyarakat. Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pembinaan akan dapat terlaksana secara maksimal dengan menjalin kerjasma melui pihak ketiga baik dengan instansi pemerintah maupu pihak swasta yang dapat memberikan bimbingan keterampilan yang bermanfaat di masyarakat apabila kelak telah habis masa hukumannya di Lembaga Permasyarakatan
Hasil wawancara oleh patugas Lapas Bidang Pembinaan khususnya pembinaan kemandirian ini mengatakan bahwa:
“…Kantor menghadirkan pelatih untuk memberikan pelatihan menjahit, salon dan tataboga, pihak lembaga juga mendapat bantuan dari PKK dan majelis ta’lim” (Wawancara MH: 02 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan keterampilan yang diberikan kepada seluruh warga binaan juga mendapat perhatian dari pihak luar.
Berdasarkan teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya, program pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Lapas wanita Klass IIA Sungguminasa menggunakan pendekatan dari atas (Top down opproach). Dalam pelaksanaannya segala program pembinaan yang ada sudah ditentukan oleh pihak Lapas dan warga binaan permasyarakatan diwajibkan untuk mengikuti program yang ada. Program-programpun tidak dibuat berdasarkan hasil analisis mendalam terhadap minat dan bakat yang dimiliki oleh warga binaan. Namun, asiesmen terhadap warga binaan dilakukan dalam proses orientasi untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengarakan untuk menempatkan warga binaan dalam bidang yang memungkinkan ia bisa ikuti.
Hasil wawancara dengan pegawai LAPAS pada bidang Jabatan Fungsional Umun (JFU) diperoleh keterangan bahwa:
“….Pembinaan keterampilan diberikan kepada narapidana sudah ditentukan dan sudah dibuatkan jadwal oleh pihak Lapas dan warga binaan wajib mengikuti program yang ada. Namun, warga binaan juga akan diberikan kursus keterampilan sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. Misalnya saja seorang narapidana mempunyai minat terhadap keterampilan menjahit, maka dia akan diarahkan pada keterampilan menjahit sampai dia benar-benar menguasainya”.(Wawancara AE: 02
“….Pembinaan keterampilan diberikan kepada narapidana sudah ditentukan dan sudah dibuatkan jadwal oleh pihak Lapas dan warga binaan wajib mengikuti program yang ada. Namun, warga binaan juga akan diberikan kursus keterampilan sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. Misalnya saja seorang narapidana mempunyai minat terhadap keterampilan menjahit, maka dia akan diarahkan pada keterampilan menjahit sampai dia benar-benar menguasainya”.(Wawancara AE: 02