• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.  Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

 Mengikuti penjelasan  Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas. OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.  Modul ini merepresentasikan unit

kompetensi.  Umum  Ringkasan Modul  Koordinasi  Batasan/Rentang Variabel  Panduan Penilaian  Panduan Pembelajaran Waktu : 20 menit.  Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 : Analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah

 Umum

 Stabilitas tanah berdasarkan data geologi teknik

 Analisis kapasitas dukung tanah di bawah abutment dan pilar

 Penurunan pondasi di bawah

abutment dan pilar.

Waktu : 75 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu. OHT – 3

4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan jenis pondasi jembatan

 Umum

 Penentuan kedalaman tanah keras.  Penggunaan data daya dukung

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

tanah dan geologi teknik  Penetapan jenis pondasi Waktu : 55 menit.

bila perlu.

5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih.

 Umum

 Penerapan kriteria desain pondasi jembatan

 Penerapan ketentuan pembebanan jembatan.

 Perhitungan perencanaan dimensi pondasi jembatan

Waktu : 105 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu. OHT – 5

6. Rangkuman dan Penutup.  Rangkuman

 Tanya jawab.  Penutup. Waktu : 10 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Umum

Modul BDE-05 : Perencanaan Pondasi Jembatan merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge

Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK).

II. Kompetensi Inti

1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan.

3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.

4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.

5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

1.2. Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.05.07

JUDUL UNIT : Merencanakan pondasi jembatan.

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk merencanakan pondasi jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-05 Perencanaan Pondasi Jembatan.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Analisis Data Geologi Teknik dan

Penyelidikan Tanah.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

1.1 Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.2 Daya dukung tanah di bawah abutment dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.3 Daya dukung tanah di bawah pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.4 Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2. Memilih jenis pondasi jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Pemilihan Jenis Pondasi Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

2.1 Kedalaman tanah keras ditentukan sebagai bahan masukan dalam memilih tipe pondasi jembatan.

2.2 Data daya dukung tanah dan geologi teknik digunakan untuk memilih jenis pondasi jembatan.

2.3 Jenis pondasi jembatan ditetapkan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih, direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan

pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

3.1 Kriteria desain pondasi jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

3.2 Ketentuan pembebanan jembatan untuk perencanaan pondasi diterapkan.

3.3 Dimensi pondasi jembatan dihitung dan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian, diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang hasilnya jelas, lugas dan terukur.

1.3. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk jasa yang dihasilkan

1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah: 1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia tenaga ahli yang mampu mengaplikasikan kriteria perencanaan dan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya, mampu menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, mampu memilih jenis pondasi jembatan dan mampu merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang dipilih;

3. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.

1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah: 1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang

tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.

2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap.

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan.

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.4. Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi :

 Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

 Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan.

 Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, metode pemilihan jenis pondasi jembatan dan metode perencanaan pondasi jembatan;

2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan pondasi jembatan;

3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan;

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja/ perilaku.

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai

pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang diperlukan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan;

2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam melaskukan perencanaan pondasi jembatan;

1.4.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan

penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat

assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai.

2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/ kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan. 3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman

subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai.

4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar kompetensi.

KOMPETENSI ASESOR

1.4.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek.

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan ”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

Memiliki Kompetensi bidang Substansi Memiliki Kompetensi Assessment

Kompeten ?

2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan).

3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber daya pembelajaran teori :

- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop. - Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

- Materi pembelajaran.

b. Sumber daya pembelajaran praktek :

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer. - Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta

pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan. c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan

BAB 2

ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN TANAH

2.1. Umum

Bab ini menjelaskan analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah yang dikaji dari laporan pengumpulan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah yang dibuat oleh tenaga ahli geologi dan tenaga ahli geoteknik. Analisis ini mempunyai 3 cakupan yaitu analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah.

Dari data geologi teknik dapat dipelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada struktur sekunder, berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi-kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya. Jika data geologi teknik menunjukkan ketidakmantapan lokasi jembatan, maka rencana trase jembatan harus dipindah untuk mendapatkan lokasi yang stabil. Jika lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan sudah dapat ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah dan lokasi titik-titik bor dan titik-titik sondir untuk mendapatkan data-data teknis yang diperlukan guna menghitung daya dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar jembatan. Selanjutnya data properties tanah yang diperoleh dari pengujian laboratorium digunakan untuk memperkirakan berapa penurunan pondasi yang akan terjadi, untuk melengkapi desain pondasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi atau bahkan kegagalan bangunan di kemudian hari jika jembatan telah selesai dibangun dan digunakan untuk melayani arus lalu lintas.

2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik

Pada tahap survai pendahuluan, telah dilakukan pemetaan topografi berupa peta situasi yang digunakan untuk menarik garis sumbu trase rencana jembatan dengan

mempertimbangkan batasan-batasan geometrik yang ditentukan sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Jembatan merupakan bagian dari jalan oleh karena itu penempatan jembatan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan geometrik yang berlaku untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Setelah garis sumbu trase jembatan ditentukan, pertimbangan teknis berikutnya yang harus ditetapkan adalah dimana harus diletakkan abutment jembatan kiri-kanan dan pilar-pilar jembatan (jika panjang jembatan memerlukan adanya pilar), dengan melihat faktor-faktor fungsi jembatan sebagai perlintasan. Jika jembatan berfungsi melintasi sungai, maka design flood sungai dan ketentuan tentang clearance menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan panjang jembatan, artinya dari sini baru dapat ditentukan lokasi-lokasi abutment dan pilar-pilar yang diperlukan. Jika jembatan melintasi jalan raya atau jalan kereta api, maka faktor utama yang harus dijadikan pertimbangan adalah clearance berdasarkan ketentuan untuk masing-masing fasilitas prasarana yang dilintasi tersebut. Kemudian pada tahap selanjutnya ahli perencana jembatan perlu melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan tersebut akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat.

Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup:

 Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;

 Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik sipil di daerah tersebut;

 Penampang geologi teknik pada rencana bangunan;

 Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh sebab kondisi geologi teknik.

Laporan geologi teknik pada umumnya dilampiri dengan peta geologi teknik, bisa merupakan peta serbaguna, peta umum, peta berskala sedang atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala kecil, atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala besar. Peta geologi teknik biasanya dilengkapi dengan lambang-lambang geologi dilengkapi dengan warna-warna atau notasi lambang yang berbeda dengan pengelompokan sebagai berikut:

 Lambang-lambang batuan sedimen.

 Lambang-lambang batuan beku

 Lambang-lambang batuan metamorf

 Lambang-lambang perlapisan

 Lambang-lambang batas

 Lambang-lambang foliasi, belahan dan unsur berbidang

 Lambang-lambang kekar

 Lambang-lambang sesar

 Lambang-lambang lipatan

 Lambang-lambang lineasi

 Lambang-lambang geomorfologi umum

 Lambang-lambang geomorfologi gerakan tanah

 Lambang-lambang hidrogeologi

 Lambang-lambang penyelidikan tempat proyek

 Lambang-lambang geologi ekonomi, pertambangan

 Lambang-lambang stratigrafi, palentologi, sedimentologi.

Tidak mudah untuk memahami makna dari lambang-lambang tersebut di atas. Oleh karena itu disarankan agar bridge design engineer berkonsultasi dengan ahli geologi teknik sebelum memutuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Selanjutnya lihat gambar tersebut di bawah:

Gambar 2-1 Peta Geologi Teknik

Dari laporan geologi teknik tersebut yang perlu kita cermati adalah informasi tentang struktur batuan. Jika kita mempelajari kedudukan batuan sedimen di pegunungan-pegunungan atau dari penampang pemboran, maka sering kedudukan sedimen-sedimen itu tampak telah terganggu, artinya tidak lagi sejajar seperti kedudukan semula. Akan tetapi sedimen-sedimen itu telah miring letaknya, tidak tegak lurus atau telah terlipat. Sering sedimen-sedimen itu telah nampak patah dan bergeser melalui bidang-bidang tertentu yang disebut bidang sesar. Perubahan kedudukan sedimen-sdimen itu disebabkan karena deformasi tektonik.

Ilmu yang mempelajari perubahan perubahan dari kedudukan mendatar batuan-batuan endapan tersebut disebut geologi struktur atau geologi tektonik. Berdasarkan cara pembentukannya ada 2 macam struktur, yaitu struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer berhubungan dengan pembentukan batuan misalnya perlapisan batuan, struktur aliran pada lava, rekahan akibat pendinginan/ pengerutan, struktur ini disebut juga non tektonik. Struktur sekunder, sebagai akibat dari pada gerak-gerak di dalam kerak bumi yang menimpa batuan.

Pada dasarnya ada 2 gaya yang bekerja yaitu yang sifatnya tarik (tensional) dan tekan (compressional). Yang berpengaruh terhadap bangunan teknik sipil adalah jenis struktur sekunder, berwujud sebagai:

 Lipatan (fold)

 Rekahan/kekar (fractur/joint)

Sesar (fault)

Lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan dengan demikian adalah lokasi yang tidak melewati daerah lipatan, rekahan/kekar atau sesar. Untuk mengetahui ciri-ciri lebih khusus apa yang dimaksud dengan lipatan, rekahan/kekar dan sesar, berikut ini diuraikan secara lebih rinci pengertian struktur sekunder tersebut:

2.2.1. Struktur Lipatan A. Definisi

Untuk dapat menganalisis lipatan ini lebih mudah, beberapa istilah yang lebih umum yang dapat digunakan untuk diskripsi didefinisikan sebagai berikut:

 Bidang sumbu (axial plane)

Bidang yang membagi lipatan sesimetris mungkin, bidang ini bisa tegak lurus, horizontal atau lengkung.

 Sumbu lipatan (axial of fold)

Perpotongan bidang sumbu dengan lapisan permukaan dari suatu lipatan atau garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi / terendah suatu lipatan.

 Sumbu antiklin

Garis yang menghubungkan titik tertinggi dari antiklin.  Sumbu sinklin

Garis yang menghubungkan titik terendah dari siklin.  Sayap (limb of flank)

Bagian lipatan yang terletak pada kedua sisi sumbu lipatan.  Jurus (strike)

Garis perpotongan antara bidang lapisan dengan bidang horizontal. Lapisan horizontal tidak mempunyai kemiringan dan jurus. Jurus biasanya diukur dalam derajat sebelah timur atau barat dari utara magnetis.

 Kemiringan

Besarnya sudut (dalam derajat) antara bidang lapisan yang miring dengan bidang mendatar, yang diukur pada suatu bidang yang tegak lurus pada arah jurus.

Lihat Gambar 2-2 tersebut di bawah:

B. Jenis-jenis Lipatan

Terminologi yang cukup terinci telah berkembang untuk menggambarkan aspek-aspek geometris dari lipatan. Istilah umumnya didasarkan pada bentuk potongan yang tegak lurus terhadap jurus dari bidang lipatan. Istilah lainnya ditentukan terhadap sumbu lipatan.

Untuk mengetahui macam suatu lipatan perlu memperhatikan potongan melintang yang tegak lurus terhadap bidang sumbunya.

Bermacam-macam lipatan dapat sangat berpengaruh terhadap stabilitas bangunan besar atau kecil. Perubahan arah kemiringan secara mendadak dari suatu lapisan dekat pondasi bangunan dapat menyebabkan kondisi yang tidak stabil, hal ini tidak segera teramati oleh pengamatan secara sepintas. Pada semua daerah yang mengalami deformasi, penyelidikan yang teliti harus dilakukan.

Beberapa istilah yang umum digunakan untuk lipatan-lipatan didefinisikan di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 2-3:

 Antiklin

Suatu lipatan yang cembung ke atas  Sinklin

Suatu lipatan yang cekung ke atas  Lipatan simetris

Suatu lipatan yang simetris terhadap bidang sumbu  Lipatan asimetris

Suatu lipatan yang tidak simetris terhadap bidang sumbu, kedua syapnya miring ke arah yang berlawanan pada sudut yang berlaianan/berbeda.

 Lipatan menggantung

Suatu lipatan dimana bidang sumbunya miring/condong, kedua sayap miring ke arah yang sama biasanya dengan sudut yang berbeda.  Lipatan rebah

 Lipatan isoklin

Suatu lipatan yang sama, dimana kedua sayapnya miring dengan sudut yang sama ke arah yang sama.

Dokumen terkait