• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi

Kode : INA.5212.113.01.05.07 Judul : Merencanakan Pondasi Jembatan

PELATIHAN

AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN

(BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

(2)

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan dengan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul / Materi Pelatihan BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan

unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan” dengan elemen-elemen kompetensi

terdiri dari :

1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah. 2. Memilih jenis pondasi jembatan

(3)

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/ keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Di sisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN

KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE

(4)

PRAKATA

Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan pondasi jembatan. Ada 3 hal yang dicakup dalam modul ini yaitu analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih.

Hasil analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah akan memberikan masukan bagi Ahli Perencanaan Teknis Jembatan untuk mempelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada struktur sekunder yang berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi-kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya.

Setelah rencana penempatan trase jalan, abutment dan pilar jembatan ditentukan, sebelum membuat desain pondasi jembatan, Ahli Perencanaan Teknis Jembatan harus terlebih dahulu memilih jenis pondasi jembatan. Tergantung pada kondisi tanah pondasi, Ahli Perencanaan Teknis Jembatan akan menetapkan pilihan pondasi, apakah pondasi langsung, pondasi sumuran atau pondasi tiang pancang. Perencanaan pondasi baru dapat dibuat jika jenis pondasi jembatan telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.

Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan; mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007 Penyusun

(5)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i PRAKATA ... iii DAFTAR ISI ... iv SPESIFIKASI PELATIHAN ... vi A. Tujuan Pelatihan ... vi B. Tujuan Pembelajaran ... vi

PANDUAN PEMBELAJARAN ... vii

A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ... vii

B. Penjelasan Singkat Modul ... vii

C. Proses Pembelajaran ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-1

1.1. UMUM ... 1-1 1.2. RINGKASAN MODUL ... 1-2 1.3. BATASAN / RENTANG VARIABEL ... 1-3 1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ... 1-4 1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ... 1-4 1.4. PANDUAN PENILAIAN ... 1-4 1.4.1. Acuan Penilaian ... 1-5 1.4.2. Kualifikasi Penilai ... 1-5 1.4.3. Penilaian Mandiri ... 1-7 1.5. SUMBER DAYA PEMBELAJARAN ... 1-8

BAB 2 ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN

TANAH ... 2-1

2.1. Umum ... 2-1 2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik ... 2-1 2.2.1. Struktur Lipatan ... 2-5 2.2.2. Struktur Kekar ... 2-8 2.2.3. Struktur Sesar ... 2-9 2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng ... 2-11

(6)

2.3 Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar….. 2-11 2.3.1. Pengertian Kapasitas Dukung Tanah 2-12 2.3.2. Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi 2-12 2.3.3. Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof 2-16 2.4 Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar ... 2-19 2.4.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement) 2-20 2.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) 2-22 RANGKUMAN ... 2-25 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 2-27

BAB 3 PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN ... 3-1

3.1 Umum ... 3-1 3.2 Penentuan Kedalaman Tanah Keras ... 3-1 3.3 Penggunaan Data Daya Dukung Tanah dan Geologi Teknik ……… 3-6 3.3.1. Daya Dukung Pondasi Dangkal ... 3-6 3.3.2. Daya Dukung Pondasi Dalam ... 3-9 3.4 Penetapan Jenis Pondasi ... 3-12

3.4.1. Pondasi Dangkal ... 3-12 3.4.2. Pondasi Dalam ... 3-16 RANGKUMAN ... 3-23 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 3-24

BAB 4 PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN SESUAI DENGAN

JENIS YANG DIPILIH ...

4-1

4.1 Umum ……….. 4-1 4.2. Penerapan Kriteria Desain Pondasi ... 4-1 4.2.1. Kriteria Desain Pondasi Sumuran ... 4-2 4.2.2. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang

Pracetak/Tiang Pancang Beton Prategang Pracetak……... 4-2 4.2.3. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Baja Struktur /

Tiang Pancang Pipa Baja ……… 4-5 4.2.4. Kriteria Desain Pondasi Tiang Bor Beton ... 4-6 4.3 Penerapan Ketentuan Pembebanan Jembatan ……… 4-6 4.4 Perhitungan Perencanaan Pondasi Jembatan ... 4-8

4.4..1. Perhitungan Perencanaan Pondasi Tiang Pancang

Kelompok ... 4-8 4.4.2. Perhitungan Perencanaan Pondasi Sumuran ………. 4-25

(7)

RANGKUMAN ... 4-38 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 4-39 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI DAFTAR PUSTAKA

(8)

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan

 Tujuan Umum Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

 Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK). 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan atas jembatan.

4. Merencanakan bangunan bawah jembatan. 5. Merencanakan pondasi jembatan.

6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian

Seri / Judul Modul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan

unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan”.

 Tujuan Pembelajaran

Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta mampu merencanakan pondasi jembatan.

 Kriteria Penilaian

1. Kemampuan dalam menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah.

2. Kemampuan dalam memilih jenis pondasi jembatan.

3. Kemampuan dalam merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis

(9)

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur

 Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya.

 Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.  Konsisten mengacu SKKNI dan SLK

 Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul

1. BDE – 01 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan

2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis 3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan

6. BDE – 06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan

7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:

 Seri / Judul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan

 Deksripsi Modul : Perencanaan Pondasi Jembatan merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam melakukan perencanaan pondasi jembatan mencakup analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan.

(10)

C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.  Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

 Mengikuti penjelasan  Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas. OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.  Modul ini merepresentasikan unit

kompetensi.  Umum  Ringkasan Modul  Koordinasi  Batasan/Rentang Variabel  Panduan Penilaian  Panduan Pembelajaran Waktu : 20 menit.  Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 : Analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah

 Umum

 Stabilitas tanah berdasarkan data geologi teknik

 Analisis kapasitas dukung tanah di bawah abutment dan pilar

 Penurunan pondasi di bawah

abutment dan pilar.

Waktu : 75 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu. OHT – 3

4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan jenis pondasi jembatan

 Umum

 Penentuan kedalaman tanah keras.  Penggunaan data daya dukung

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

(11)

tanah dan geologi teknik  Penetapan jenis pondasi Waktu : 55 menit.

bila perlu.

5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih.

 Umum

 Penerapan kriteria desain pondasi jembatan

 Penerapan ketentuan pembebanan jembatan.

 Perhitungan perencanaan dimensi pondasi jembatan

Waktu : 105 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu. OHT – 5

6. Rangkuman dan Penutup.  Rangkuman

 Tanya jawab.  Penutup. Waktu : 10 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Umum

Modul BDE-05 : Perencanaan Pondasi Jembatan merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge

Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK).

II. Kompetensi Inti

1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan.

3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.

4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.

5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

(13)

1.2. Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.05.07

JUDUL UNIT : Merencanakan pondasi jembatan.

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk merencanakan pondasi jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-05 Perencanaan Pondasi Jembatan.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Analisis Data Geologi Teknik dan

Penyelidikan Tanah.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

1.1 Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.2 Daya dukung tanah di bawah abutment dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.3 Daya dukung tanah di bawah pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.4 Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2. Memilih jenis pondasi jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Pemilihan Jenis Pondasi Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

(14)

2.1 Kedalaman tanah keras ditentukan sebagai bahan masukan dalam memilih tipe pondasi jembatan.

2.2 Data daya dukung tanah dan geologi teknik digunakan untuk memilih jenis pondasi jembatan.

2.3 Jenis pondasi jembatan ditetapkan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih, direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan

pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

3.1 Kriteria desain pondasi jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

3.2 Ketentuan pembebanan jembatan untuk perencanaan pondasi diterapkan.

3.3 Dimensi pondasi jembatan dihitung dan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian, diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang hasilnya jelas, lugas dan terukur.

1.3. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk jasa yang dihasilkan

(15)

1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah: 1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia tenaga ahli yang mampu mengaplikasikan kriteria perencanaan dan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya, mampu menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, mampu memilih jenis pondasi jembatan dan mampu merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang dipilih;

3. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.

1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah: 1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang

tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.

2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap.

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan.

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.4. Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi :

 Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

 Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan.

(16)

 Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, metode pemilihan jenis pondasi jembatan dan metode perencanaan pondasi jembatan;

2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan pondasi jembatan;

3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan;

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja/ perilaku.

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai

pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang diperlukan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan;

2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam melaskukan perencanaan pondasi jembatan;

1.4.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan

(17)

penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat

assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai.

2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/ kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan. 3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman

subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai.

4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar kompetensi.

(18)

KOMPETENSI ASESOR

1.4.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek.

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan ”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

Memiliki Kompetensi bidang Substansi Memiliki Kompetensi Assessment

Kompeten ?

(19)

2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan).

3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber daya pembelajaran teori :

- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop. - Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

- Materi pembelajaran.

b. Sumber daya pembelajaran praktek :

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer. - Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta

pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan. c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan

(20)

BAB 2

ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN TANAH

2.1. Umum

Bab ini menjelaskan analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah yang dikaji dari laporan pengumpulan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah yang dibuat oleh tenaga ahli geologi dan tenaga ahli geoteknik. Analisis ini mempunyai 3 cakupan yaitu analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah.

Dari data geologi teknik dapat dipelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada struktur sekunder, berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi-kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya. Jika data geologi teknik menunjukkan ketidakmantapan lokasi jembatan, maka rencana trase jembatan harus dipindah untuk mendapatkan lokasi yang stabil. Jika lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan sudah dapat ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah dan lokasi titik-titik bor dan titik-titik sondir untuk mendapatkan data-data teknis yang diperlukan guna menghitung daya dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar jembatan. Selanjutnya data properties tanah yang diperoleh dari pengujian laboratorium digunakan untuk memperkirakan berapa penurunan pondasi yang akan terjadi, untuk melengkapi desain pondasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi atau bahkan kegagalan bangunan di kemudian hari jika jembatan telah selesai dibangun dan digunakan untuk melayani arus lalu lintas.

2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik

Pada tahap survai pendahuluan, telah dilakukan pemetaan topografi berupa peta situasi yang digunakan untuk menarik garis sumbu trase rencana jembatan dengan

(21)

mempertimbangkan batasan-batasan geometrik yang ditentukan sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Jembatan merupakan bagian dari jalan oleh karena itu penempatan jembatan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan geometrik yang berlaku untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Setelah garis sumbu trase jembatan ditentukan, pertimbangan teknis berikutnya yang harus ditetapkan adalah dimana harus diletakkan abutment jembatan kiri-kanan dan pilar-pilar jembatan (jika panjang jembatan memerlukan adanya pilar), dengan melihat faktor-faktor fungsi jembatan sebagai perlintasan. Jika jembatan berfungsi melintasi sungai, maka design flood sungai dan ketentuan tentang clearance menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan panjang jembatan, artinya dari sini baru dapat ditentukan lokasi-lokasi abutment dan pilar-pilar yang diperlukan. Jika jembatan melintasi jalan raya atau jalan kereta api, maka faktor utama yang harus dijadikan pertimbangan adalah clearance berdasarkan ketentuan untuk masing-masing fasilitas prasarana yang dilintasi tersebut. Kemudian pada tahap selanjutnya ahli perencana jembatan perlu melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan tersebut akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat.

Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup:

 Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;

 Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik sipil di daerah tersebut;

 Penampang geologi teknik pada rencana bangunan;

 Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh sebab kondisi geologi teknik.

Laporan geologi teknik pada umumnya dilampiri dengan peta geologi teknik, bisa merupakan peta serbaguna, peta umum, peta berskala sedang atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala kecil, atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala besar. Peta geologi teknik biasanya dilengkapi dengan lambang-lambang geologi dilengkapi dengan warna-warna atau notasi lambang yang berbeda dengan pengelompokan sebagai berikut:

 Lambang-lambang batuan sedimen.

(22)

 Lambang-lambang batuan beku

 Lambang-lambang batuan metamorf

 Lambang-lambang perlapisan

 Lambang-lambang batas

 Lambang-lambang foliasi, belahan dan unsur berbidang

 Lambang-lambang kekar

 Lambang-lambang sesar

 Lambang-lambang lipatan

 Lambang-lambang lineasi

 Lambang-lambang geomorfologi umum

 Lambang-lambang geomorfologi gerakan tanah

 Lambang-lambang hidrogeologi

 Lambang-lambang penyelidikan tempat proyek

 Lambang-lambang geologi ekonomi, pertambangan

 Lambang-lambang stratigrafi, palentologi, sedimentologi.

Tidak mudah untuk memahami makna dari lambang-lambang tersebut di atas. Oleh karena itu disarankan agar bridge design engineer berkonsultasi dengan ahli geologi teknik sebelum memutuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Selanjutnya lihat gambar tersebut di bawah:

(23)

Gambar 2-1 Peta Geologi Teknik

(24)

Dari laporan geologi teknik tersebut yang perlu kita cermati adalah informasi tentang struktur batuan. Jika kita mempelajari kedudukan batuan sedimen di pegunungan-pegunungan atau dari penampang pemboran, maka sering kedudukan sedimen-sedimen itu tampak telah terganggu, artinya tidak lagi sejajar seperti kedudukan semula. Akan tetapi sedimen-sedimen itu telah miring letaknya, tidak tegak lurus atau telah terlipat. Sering sedimen-sedimen itu telah nampak patah dan bergeser melalui bidang-bidang tertentu yang disebut bidang sesar. Perubahan kedudukan sedimen-sdimen itu disebabkan karena deformasi tektonik.

Ilmu yang mempelajari perubahan perubahan dari kedudukan mendatar batuan-batuan endapan tersebut disebut geologi struktur atau geologi tektonik. Berdasarkan cara pembentukannya ada 2 macam struktur, yaitu struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer berhubungan dengan pembentukan batuan misalnya perlapisan batuan, struktur aliran pada lava, rekahan akibat pendinginan/ pengerutan, struktur ini disebut juga non tektonik. Struktur sekunder, sebagai akibat dari pada gerak-gerak di dalam kerak bumi yang menimpa batuan.

Pada dasarnya ada 2 gaya yang bekerja yaitu yang sifatnya tarik (tensional) dan tekan (compressional). Yang berpengaruh terhadap bangunan teknik sipil adalah jenis struktur sekunder, berwujud sebagai:

 Lipatan (fold)

 Rekahan/kekar (fractur/joint)

Sesar (fault)

Lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan dengan demikian adalah lokasi yang tidak melewati daerah lipatan, rekahan/kekar atau sesar. Untuk mengetahui ciri-ciri lebih khusus apa yang dimaksud dengan lipatan, rekahan/kekar dan sesar, berikut ini diuraikan secara lebih rinci pengertian struktur sekunder tersebut:

2.2.1. Struktur Lipatan A. Definisi

Untuk dapat menganalisis lipatan ini lebih mudah, beberapa istilah yang lebih umum yang dapat digunakan untuk diskripsi didefinisikan sebagai berikut:

 Bidang sumbu (axial plane)

Bidang yang membagi lipatan sesimetris mungkin, bidang ini bisa tegak lurus, horizontal atau lengkung.

(25)

 Sumbu lipatan (axial of fold)

Perpotongan bidang sumbu dengan lapisan permukaan dari suatu lipatan atau garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi / terendah suatu lipatan.

 Sumbu antiklin

Garis yang menghubungkan titik tertinggi dari antiklin.  Sumbu sinklin

Garis yang menghubungkan titik terendah dari siklin.  Sayap (limb of flank)

Bagian lipatan yang terletak pada kedua sisi sumbu lipatan.  Jurus (strike)

Garis perpotongan antara bidang lapisan dengan bidang horizontal. Lapisan horizontal tidak mempunyai kemiringan dan jurus. Jurus biasanya diukur dalam derajat sebelah timur atau barat dari utara magnetis.

 Kemiringan

Besarnya sudut (dalam derajat) antara bidang lapisan yang miring dengan bidang mendatar, yang diukur pada suatu bidang yang tegak lurus pada arah jurus.

Lihat Gambar 2-2 tersebut di bawah:

(26)

B. Jenis-jenis Lipatan

Terminologi yang cukup terinci telah berkembang untuk menggambarkan aspek-aspek geometris dari lipatan. Istilah umumnya didasarkan pada bentuk potongan yang tegak lurus terhadap jurus dari bidang lipatan. Istilah lainnya ditentukan terhadap sumbu lipatan.

Untuk mengetahui macam suatu lipatan perlu memperhatikan potongan melintang yang tegak lurus terhadap bidang sumbunya.

Bermacam-macam lipatan dapat sangat berpengaruh terhadap stabilitas bangunan besar atau kecil. Perubahan arah kemiringan secara mendadak dari suatu lapisan dekat pondasi bangunan dapat menyebabkan kondisi yang tidak stabil, hal ini tidak segera teramati oleh pengamatan secara sepintas. Pada semua daerah yang mengalami deformasi, penyelidikan yang teliti harus dilakukan.

Beberapa istilah yang umum digunakan untuk lipatan-lipatan didefinisikan di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 2-3:

 Antiklin

Suatu lipatan yang cembung ke atas  Sinklin

Suatu lipatan yang cekung ke atas  Lipatan simetris

Suatu lipatan yang simetris terhadap bidang sumbu  Lipatan asimetris

Suatu lipatan yang tidak simetris terhadap bidang sumbu, kedua syapnya miring ke arah yang berlawanan pada sudut yang berlaianan/berbeda.

 Lipatan menggantung

Suatu lipatan dimana bidang sumbunya miring/condong, kedua sayap miring ke arah yang sama biasanya dengan sudut yang berbeda.  Lipatan rebah

(27)

 Lipatan isoklin

Suatu lipatan yang sama, dimana kedua sayapnya miring dengan sudut yang sama ke arah yang sama.

 Monoklin

Suatu kemiringan yang setempat lebih curam pada lapisan yang relatif mendatar.

 Struktur teras

Daerah dimana kemiringan lapisan-lapisan pada tempat tertentu mempunyai posisi datar.

Gambar 2-3 Jenis-jenis Lipatan

2.2.2. Struktur Kekar

Kekar adalah rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja di dalam bumi, dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.

(28)

Berdasarkan hal tersebut di atas kekar dibedakan menjadi 2 macam yaitu: a. Kekar tarik (tension joint) yang disebabkan oleh akibat tarikan.

b. Kekar geser (shear joint) yaitu kekar yang terjadi akibat tekanan.

Kadang-kadang kedua jenis kekar ini sulit dibedakan di lapangan. Umumnya kekar tarik permukaannya tidak rata, arahnya tidak beraturan dan selalu terbuka, sedang kekar geser lurus-lurus bidangnya licin dan tertutup.

2.2.3. Struktur Sesar

Sesar adalah rekahan-rekahan di dalam kulit bumi yang kemudian mengalami pergeseran satu terhadap lainnya. Pergeseran yang terjadi dapat berkisar antara beberapa cm sampai beberapa km. Istilah yang umum dipergunakan untuk deskripsi sesar didefinisikan dan ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

Gambar 2-4 Sesar

a. Bidang sesar (fault surface)

Pada beberapa sesar dapat rata seperti bidang tetapi pada umumnya tidaklah demikian melainkan merupakan daerah sesar (fault zone).

b. Atap dan kaki (hanging wall & foot wall)

Bagian di atas bidang sesar disebut atap, bagian bawah bidang sesar disebut kaki.

c. Gingsir (hade)

Inklinasi bidang sesar terhadap vertikal.

A. Macam-macam sesar

Sesar terjadi pada segala jenis batuan, tetapi yang sering kita jumpai pada batuan sedimen. Penamaan sesar pada batuan sedimen

(29)

dinyatakan menurut kedudukan patahan (sesar) terhadap kedudukan bidang pelapisan:

1. Sesar jurus (strike fault) : jurus sesar searah jurus lapisan.

2. Sesar lapisan (bedding fault) : jurus sesar sejajar kemiringan bidang lapisan.

3. Sesar kemiringan (dip fault) : jurus sesar sejajar arah kemiringan bidang perlapisan.

4. Sesar diagonal (oblique fault) : jurus sesar menyudut dengan arah bidang perlapisan.

5. Sesar memanjang (longitudinal fault) : jurus sesar umumnya paralel dengan struktur regional.

6. Sesar melintang (transversal fault) : jurus sesar memotong struktur regional dengan sudut minimal 50o.

Berdasarkan pergerakannya, secara relatif dibedakan:

1. Sesar normal atau sesar turun, atap bergerak relatif terhadap kaki. 2. Sesar naik, yaitu kaki bergerak relatif ke bawah terhadap atap.

3. Sesar mendatar (strike slip fault), yaitu mempunyai pergeseran kurang lebih sejajar jurus besar.

B. Tanda-tanda adanya sesar

Tanda-tanda adanya sesar secara garis besar dapat dikenal dalam 3 tahap yaitu pertama dikenal dari peta topografi, kedua dari foto udara dan ketiga pengamatan di lapangan.

Tanda-tanda tersebut antara lain adalah :

1. Adanyan gawir sesar - dari peta topografi, terlihat garis kontour rapat dan lurus.

2. Adanya bentuk-bentuk segitiga pada gawir sesar (triangular fault) akibat erosi, selain itu dijumpai pula kipas aluvial yang umumnya menunjukkann adanya sesar normal.

3. Pergeseran dari sungai-sungai kecil. 4. Breksiasi.

(30)

2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng

Struktur batuan sangat berpengaruh terhadap kemantapan pondasi pada lereng alam dan lereng galian. Ketidakmantapan dapat timbul di bawah kondisi-kondisi antara lain sebagai berikut:

a. Jika bidang perlapisan miring ke arah lereng galian atau lereng alam. b. Bila pelapukan sepanjang bidang perlapisan dan bidang kekar

menghasilkan kekar lempung.

c. Bila bidang sesar merupakan bidang geser dalam suatu formasi batuan. d. Bila pelapukan sebagian formasi batuan menyebabkan penurunan

kekuatan geser.

e. Bila air masuk ke dalam batuan karena perubahan medan pada waktu pelaksanaan pembangunan.

f. Bila penggalian pada batuan serpih yang peka terhadap cuaca dan terdapat di daerah dengan curah hujan tahunan tinggi, akan mengakibatkan disintegrasi yang cepat dan menyebabkan batuan serpih mudah sekali pecah dan luruh terkena air.

Pertimbangan yang seksama dalam mengevaluasi formasi batuan akan sangat membantu dalam mengambil keputusan terhadap stabilitas pondasi pada lokasi-lokasi tertentu. Namun oleh karena stabilitas pondasi jembatan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam perencanaan jembatan, maka disarankan agar setelah memahami problema-problema geologi teknik, bridge design engineer tetap harus melakukan konsultasi dengan ahli geologi dan ahli geoteknik, agar ada jaminan lokasi rencana pembangunan jembatan benar-benar berada di daerah yang stabil.

2.3. Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar

Untuk dapat merencanakan pondasi jembatan, setelah beban-beban yang bekerja diketahui (beban primer, beban sekunder dan beban khusus menurut SKBI 1.3.2.28.1987 atau aksi tetap, aksi transient, aksi lingkungan dan aksi lainnya menurut BMS7-C2-Bridge Design Code 1992), maka pertama-tama yang perlu dipertimbangkan adalah rekomendasi hasil penyelidikan tanah yang dibuat oleh ahli geoteknik untuk mengetahui kapasitas dukung tanah di bawah abutment maupun pilar. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu diperlukan pondasi dangkal atau

(31)

mungkin pondasi dalam. Fokus kita dalam Sub Bab ini adalah mengetahui berapa kapasitas dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar, sebelum kita melangkah lebih lanjut (pada Bab lain) untuk menentukan pondasi jembatan. Prinsip perencanaan pondasi dalam hal ini adalah menjamin bahwa tegangan yang timbul di dalam tanah sebagai akibat pembebanan jembatan masih  tegangan ijin dibagi faktor keamanan. Hal ini berlaku juga untuk untuk konstruksi pondasi yaitu tegangan yang timbul pada beton atau baja (material pondasi)  tegangan ijin dibagi faktor keamanan.

2.3.1 Pengertian Kapasitas Dukung Tanah

Kapasitas dukung tanah menyatakan gaya geser tanah di sepanjang bidang gesernya untuk melawan penurunan akibat pembebanan. Persamaan kapasitas dukung tanah pada umumnya dinyatakan dengan persamaan Mohr – Coulomb sebagai berikut:

 = c +  tg 

dimana

 = tahanan geser tanah c = kohesi tanah

 = tegangan normal

 = sudut geser dalam tanah

Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan pondasi yaitu kriteria stabilitas dan kriteria penurunan. Kriteria stabilitas memberikan gambaran bahwa tanah tidak runtuh meskipun kapasitas dukungnya dilampaui karena dalam perencanaan pondasi ada safety faktor = 3 untuk daya dukung tanah yang diijinkan. Kriteria penurunan memberikan gambaran bahwa meski terjadi differential settlement (penurunan tak seragam), tidak akan terjadi kerusakan pada struktur.

2.3.2 Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi

Teori Terzaghi, diturunkan dari persamaan Mohr – Coulomb tersebut di atas, digunakan untuk pondasi dangkal, menghasilkan sebuah rumus daya dukung sebagai berikut:

(32)

dimana:

qu = kapasitas dukung ultimate untuk pondasi memanjang ... kN/m2. c = kohesi tanah penyangga pondasi ... kN/m2.

 = berat isi tanah ... kN/m3. D = kedalaman pondasi ... m B = lebar pondasi ... m

Nc, Nq , N = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut

geser dalam () tanah dari Terzaghi.

Selanjutnya lihat gambar-gambar berikut:

Gambar 2-5 Model Keruntuhan menurut Teori Terzaghi

Gambar 2-6 Hubungan antara Nc , Nq , N dan 

Dalam persamaan di atas, qu = beban total maksimum per satuan luas,

(33)

Dalam hal ini beban total terdiri dari beban-beban struktur, pelat pondasi dan tanah urug di atasnya. Keruntuhan geser seperti dimaksud disebut keruntuhan geser umum dengan ciri-ciri volume bahan dan kuat gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan.

Selain keruntuhan geser umum, dikenal juga keruntuhan geser lokal yang terjadi pada tanah yang mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser. Terzaghi memberikan koreksi empiris terhadap faktor-faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang digunakan untuk penghitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser lokal.

Tabel 2-1 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Terzaghi

o Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal

Nc Nq N Nc Nq N 0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0 5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2 10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5 15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9 20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7 25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2 30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7 34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0 35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1 40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8 45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7 48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4 50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1

Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002

Rumus Terzaghi di atas tidak memperhitungkan kekuatan geser tanah yang terletak di atas dasar pondasi. Oleh karena itu teori tersebut hanya cocok untuk pondasi dangkal dengan D  B. Jika teori Terzaghi digunakan untuk pondasi dalam maka daya dukung yang diperolehnya akan lebih rendah dari pada nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk pondasi dalam kesalahan perhitungan menjadi besar. Selain itu perlu diingat bahwa daya dukung tanah yang dipelajari di atas hanya berlaku untuk menghitung daya dukung ultimit pondasi memanjang. Untuk bentuk-bentuk yang lain, Terzaghi memberikan koreksi-koreksi sebagai berikut:

(34)

Pondasi bujur sangkar :

qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,40. .B.N

Pondasi lingkaran:

qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. .B.N

Pondasi empat persegi panjang:

qu = c.Nc (1+ 0,3B/L) + po.Nq + 0,50. .B.N.(1-0.2B/L)

dimana:

qu = daya dukung batas (ultimate bearing capacity) ... kN/m2. c = kohesi tanah penyangga pondasi ... kN/m2.

po = D.  = tekanan overburden pada dasar pondasi ... kN/m2.  = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air tanah... kN/m3.

D = kedalaman pondasi ... m

B = lebar atau diameter pondasi ... m L = panjang pondasi ... m

Nc , Nq , N = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut

geser dalam () tanah dari Terzaghi.

Teori Terzaghi telah banyak digunakan untuk menghitung daya dukung pada tanah granular dan tanah-tanah yang mempunyai kohesi (c) dan sudut geser dalam (), karena persamaan daya dukung batasnya memberikan hasil yang sangat hati-hati. Hal ini sangat berguna untuk memperhitungkan risiko yang terjadi karena sulitnya mendapatkan contoh tanah undisturbe pada jenis tanah tersebut.

Gambar 2-7 Pondasi Dalam

(D > 5B) D

B fx

(35)

Untuk pondasi dalam yang berbentuk sumuran dengan D > 5B, Terzaghi menyarankan penggunaan rumus sebagai berikut:

Pu’ = Pu + Ps = qu.Ap + .B.fx.D

dimana :

Pu’ = beban ultimate total untuk pondasi dalam (kN) Pu = beban ultimate total untuk pondasi dangkal (kN) Ps = tahanan gesek pada dinding pondasi (kN)

qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. .B.N jika berbentuk lingkaran (kN/m2)

Ap = luas dasar pondasi (m2) B = diameter pondasi (m)

fx = faktor gesekan (lihat tabel 2-2)

D = kedalaman pondasi (m)

Tabel 2-2 Faktor Gesekan Dinding fx (Terzaghi)

Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002

2.3.3 Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof

Teori lain tentang kapasitas dukung tanah diberikan oleh Meyerhof, dimaksudkan baik untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Cara keruntuhan kapasitas dukung yang dipakai oleh Meyerhof dalam mengembangkan teorinya adalah seperti terlihat dalam Gambar 2-8.

Jenis Tanah fx (kg/cm2)

Lanau dan lempung lunak 0.07 – 0.30 Lempung sangat kaku 0.49 – 1.95 Pasir tak padat 0.12 – 0.37

Pasir padat 0.34 – 0.68

(36)

Gambar 2-8 Keruntuhan Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof

Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002

Persamaan kapasitas dukung Meyerhof:

qu = sc.dc.ic.c.Nc + sq.dq.iq.po.Nq + s.d.0.5B’..N

dimana:

qu = kapasitas dukung ultimate

Nc, Nq, N = faktor kapasitas dukung untuk pondasi memanjang

sc, sq, s = faktor bentuk pondasi

dc, dq, d = faktor kedalaman pondasi

ic, iq, i = faktor kemiringan beban

B = lebar pondasi efektif

Po = Df. = tekanan overburden pada dasar pondasi

Df = kedalaman pondasi

 = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air tanah

Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof adalah : Nc = (Nq-1) ctg 

(37)

N = (Nq-1)tg(1.4)

Tabel 2-3 Faktor Kapasitas Dukung Meyerhof

o N c Nq N o Nc Nq N 1 5.14 1 0 26 22.25 11.85 8.00 2 5.38 1.09 0.00 27 23.94 13.20 9.46 3 5.63 1.20 0.01 28 25.80 14.72 11.19 4 6.19 1.43 0.04 29 27.86 16.44 13.24 5 6.49 1.57 0.07 30 30.14 18.40 15.67 6 6.81 1.72 0.11 31 32.67 20.63 18.56 7 7.16 1.88 0.15 32 35.49 23.18 22.02 8 7.53 2.06 0.21 33 38.64 26.09 26.17 9 7.92 2.25 0.28 34 42.16 29.44 31.15 10 8.34 2.47 0.37 35 46.12 33.30 37.15 11 8.80 2.71 0.47 36 50.59 37.75 44.43 12 9.28 2.97 0.60 37 55.63 42.92 53.27 13 9.81 3.26 0.74 38 61.35 48.93 64.07 14 10.37 3.59 0.92 39 67.87 55.96 77.33 15 10.98 3.94 1.13 40 75.31 64.20 93.69 16 11.63 4.34 1.37 41 83.86 73.90 113.99 17 12.34 4.77 1.66 42 93.71 85.37 139.32 18 13.10 5.26 2.00 43 105.11 99.01 171.14 19 13.93 5.80 2.40 44 118.37 115.31 211.41 20 14.83 6.40 2.87 45 133.87 134.87 262.74 21 15.81 7.07 3.42 46 152.10 158.50 328.73 22 16.88 7.82 4.07 47 173.64 187.21 414.33 23 18.05 8.66 4.82 48 199.26 222.30 526.45 24 19.32 9.60 5.72 49 229.92 265.50 674.92 25 20.72 10.66 6.77 50 266.88 319.06 873.86

Tabel 2-4 Faktor Bentuk Pondasi – Meyerhof

Faktor Bentuk Nilai Keterangan

sc 1 + 0.2(B/L)tg2 (45+/2) Untuk sembarang  sq = s 1 + 0.1(B/L)tg2 (45+/2) 1 Untuk   10o Untuk  = 0

Tabel 2-5 Faktor Kedalaman Pondasi – Meyerhof

Faktor Kedalaman Nilai Keterangan

dc 1 + 0.2(D/B)tg (45+/2) Untuk sembarang 

(38)

1 Untuk  = 0

Tabel 2-6 Faktor Kemiringan Beban – Meyerhof

Faktor Kemiringan

Beban Nilai Keterangan

ic = iq 2 90 1      

o Untuk sembarang  i 2 1      

o 1 Untuk   10o Untuk  = 0

Catatan : = sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal.

2.4. Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar

Penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir (granular material) pada umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:

Penurunan segera (immediate settlement), yaitu penurunan yang terjadi pada saat “beban kerja” mulai bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari. Analisis immediate settlement digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk “silts” dan “clays” dengan derajat kejenuhan (perbandingan antara isi air pori dengan isi pori)  90% dan tanah berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas yang tinggi (> 10-3 m/sec)

Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yaitu penurunan yang terjadi dengan berjalannya waktu, bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan. Sebagai gambaran umum, consolidation settlement pada kebanyakan proyek terjadi dalam kurun waktu 3 – 10 tahun. Analisis consolidation settlement digunakan untuk tanah berbutir halus baik yang dalam kondisi jenuh (saturated) maupun yang hampir jenuh. Ada 2 hal yang perlu diperhitungkan dalam

consolidation settlement ini yaitu besarnya penurunan (H) dan lama waktu

terjadinya penurunan.

Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung penurunan pondasi pada kedua jenis penurunan pondasi tersebut adalah sebagai berikut:

(39)

dH

H

H

0

dimana

= strain = q/Es; q = f(H, variasi jenis tanah); H = perkiraan kedalaman perubahan “stress” yang diakibatkan oleh beban pondasi.



H i Hi

E

si

qi

H

H

(i dari 1 s/d n)

Bagian kanan dari persamaan di atas menunjukkan bahwa tanah terdiri dari n lapis (layers) dengan ketebalan Hi , “stresses” dan “properties” dari masing-masing lapis.

Total penurunan pondasi dengan demikian sama dengan jumlah penurunan yang terjadi pada: lapis 1 + lapis 2 + lapis 3 + ... + lapis n.

Es yang digunakan dalam persamaan di atas adalah “constrained modulus” yang

diperoleh dari test konsolidasi sebagai 1/mv atau dari test triaxial, dinyatakan dalam

persamaan sebagai berikut:

)

2

1

)(

1

(

).

1

(

1

,

str v s

E

m

E

Es,str = nilai triaxial

= Poisson’s Ratio = ratio antara regangan lateral terhadap regangan vertikal.

2.4.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Persamaan penurunan segera dari pondasi yang terletak di permukaan tanah yang homogen, elastis, isotropis, pada media semi tak terhingga dinyatakan sebagai berikut:

F s o I I I E B q H             ' 2 1 2 1 2 1 1 . .

dimana H = immediate settlement qo = tekanan pada dasar pondasi B’ = lebar pondasi

(40)

Es = modulus elastis  = Poisson’s Ratio

I1, I2, IF = Faktor pengaruh, tergantung pada panjang/lebar pondasi L’/B’,

ketebalan lapis tanah H, Poisson’s Ratio

,

dan kedalaman pondasi dihitung dari permukaan tanah asli.

1

1

.

1

(

ln

)

1

1

(

).

1

1

(

ln

.

1

2 2 2 2 2 2 2 2 2 1

N

M

M

N

M

M

N

M

M

N

M

M

M

I

            1 tan 2 2 2 1 2 N M N M N I

... (tan-1 dalam radian)

dimana: M = L’/B’ N = H/B’

B’ = B/2 untuk titik tengah pondasi. B’ = B untuk pojok pondasi.

L’ = L/2 untuk titik tengah pondasi. L’ = L untuk pojok pondasi.

IF dapat dihitung secara grafis dengan menggunakan grafik berikut:

(41)

Sumber: Foundation Analysis and Design, Joseph E. Bowles – 1997

2.4.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

Persamaan penurunan konsolidasi (primer) pada tanah berbutir halus adalah sebagai berikut:

H

H

p

m

H

e

e

e

H

e

e

H

v o o o



(

)

1

1

1 H = Consolidation Settlement

e = perubahan angka pori akibat pembebanan

eo = angka pori awal

e1 = angka pori pada saat berakhirnya konsolidasi

H = tebal lapisan tanah yang ditinjau mv = modulus tertahan

p = pertambahan tegangan

= regangan.

Teori penurunan konsolidasi (Terzaghi) diketengahkan dengan membuat asumsi-asumsi sebagai berikut:

 Tanah yang ada di dalam lapisan yang terkonsolidasi adalah homogen.

 Tanah sepenuhnya jenuh (S = 100%)

 Air dan butiran tanah tidak dapat ditekan.

 Terdapat hubungan yang linear antara tekanan yang bekerja dan perubahan volume.

 Konsolidasi merupakan konsolidasi satu dimensi sehingga tidak terdapat aliran air atau pergerakan tanah lateral.

 Hukum Darcy berlaku (v = ki)

 Properties tanah konstan.

Jika penurunan konsolidasi diperhitungkan berdasarkan indeks pemampatan (Cc) dan indeks pemampatan kembali (Cr) maka Cc dan Cr diperoleh dari

grafik e-logp’ dengan :

)

'

/

'

log(

2 1 2 1

p

p

e

e

C

c

pada bagian linear kurva pembebanan

)

'

/

'

log(

3 4 3 4

p

p

e

e

(42)

Dengan e1, e2, e3, e4 dan p1, p2, p3, dan p4 adalah titik-titik yang ditunjukkan

pada Gambar 2-10

Gambar 2-10 Kurva Hubungan e – log p’

Jika teori dan persamaan penurunan konsolidasi di atas digunakan untuk tanah lempung, maka perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

 Apakah tanah berada pada kondisi konsolidasi normal atau pra konsolidasi.

 Perkirakan ”in situ void ratio eo” dan upayakan mencapai idex tekanan yang cukup untuk mendapatkan lapis lempung yang mencukupi.

 Perkirakan pertambahan tegangan rata-rata q dalam lapisan tanah yang ditinjau dengan ketebalan H.

Catatan

(1) p1’ = po’ + p

(43)

Gambar 2-11 Hubungan perubahan angka pori e

(a) Lempung normally consolidated (b) dan (c) lempung over consolidated

Untuk lempung terkonsolidasi normal yaitu jika po’ = pc’ maka perubahan

angka pori (e) akibat konsolidasi dinyatakan oleh :

'

'

log

o o c

p

p

p

C

e

(Gambar 2-10 a)

Untuk lempung yang terkonsolidai berlebihan (overconsolidated), yaitu jika pc’ > po’, perubahan angka pori (e) dipertimbangkan dalam 2 kondisi

sebagai berikut: Jika p1’ < pc’ (Gambar 2-10 b),

'

'

log

'

log

1 o o r o r

p

p

p

C

p

p

C

e

dengan p1’ = po’ + p Jika po’ < pc’ < p1’ (Gambar 2-10 c)

'

'

log

'

'

log

c o c o c r

p

p

p

C

p

p

C

e

dengan pc’ adalah tekanan prakonsolidasi.

Langkah-langkah perhitungan konsolidasi dilakukan sebagai berikut:

 Lapisan tanah yang penurunan konsolidasinya akan dihihitung terlebih dahulu dibagi menjadi n lapisan.

 Tegangan efektif awal po’ pada tiap tengah-tengah lapisan dihitung.

 Tambahan tegangan pada tiap tengah-tengah lapisan (pi) yang bekerja

dihitung.

 ei untuk tiap-tiap lapisan dihitung.

 Total penurunan konsolidasi primer pada seluruh lapisan dengan menggunakan persamaan tersebut di bawah:

1 1

1

i n i n i i i i i o

e

H

H

H

e

   

 

(44)

RANGKUMAN

a. Bab 2 modul Perencanaan Pondasi Jembatan ini menguraikan analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah.

b. Analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan dimaksudkan untuk melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup:

 Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;

 Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik sipil di daerah tersebut;

 Penampang geologi teknik pada rencana bangunan;

 Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh sebab kondisi geologi teknik.

c. Analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar menguraikan garis besar teori mekanika tanah yang pada umumnya digunakan untuk membuat analisis daya dukung tanah. Ada 2 metode yang diketengahkan dalam uraian dimaksud yaitu kapasitas dukung tanah menurut Terzaghi yang pada umumnya digunakan untuk pondasi dangkal dan kapasitas dukung tanah menurut Meyerhof yang pada umumnya digunakan untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam.

d. Analisis penurunan pondasi menjelaskan bahwa penurunan pondasi mencakup 2 jenis penurunan yaitu penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan konsolidasi

(consolidation settlement):

Immediate settlement yaitu penurunan yang terjadi pada saat “beban kerja” mulai

bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari. Analisis immediate settlement digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk “silts” dan “clays” dengan derajat kejenuhan (perbandingan antara isi air pori dengan isi pori)  90% dan tanah berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas yang tinggi (> 10-3 m/sec).

(45)

Consolidation settlement, yaitu penurunan yang terjadi dengan berjalannya waktu,

bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan. Sebagai gambaran umum,

consolidation settlement pada kebanyakan proyek terjadi dalam kurun waktu 3 – 10

tahun. Analisis consolidation settlement digunakan untuk tanah berbutir halus baik yang dalam kondisi jenuh (saturated) maupun yang hampir jenuh.

(46)

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.05.07 : Merencanakan pondasi jembatan Soal :

No.

Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan Jawaban: Ya Tdk Apabila ”Ya” sebutkan butir-butir kemampuan anda 1. Menganalisis data

geologi teknik dan penyelidikan tanah. 1.1. Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

1.1. Apakah anda mampu menganalisis

kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dalam rangka perencanaan teknis jembatan? a. ... b. ... c. ... dst.

1.2. Daya dukung tanah di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.2. Apakah anda mampu menganalisis daya dukung tanah di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan? a. ... b. ... c. ... dst. 1.3. Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

1.3. Apakah anda mampu menghitung

penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar sesuai dengan persyaratan teknis yang a. ... b. ... c. ... dst.

(47)

Gambar

Gambar 2-1   Peta Geologi Teknik
Tabel 2-1  Nilai-nilai Faktor Kapasitas Terzaghi
Tabel 2-3   Faktor Kapasitas Dukung Meyerhof
Tabel 2-6  Faktor Kemiringan Beban – Meyerhof
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan apabila tanah dasar terletak pada kedalaman yang relatif dalam dan suatu

Kata kunci : Jembatan, prategang, pilar dinding, pondasi bored pile, jalan tol,

Jembatan Kali Tenggang merupakan jembatan baru yang berada disamping jembatan lama yang juga terdiri dari konstruksi balok prestress, jembatan ini terbentang diatas rawa-rawa

diperlukan jembatan baru dengan kelas yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas. sekarang sampai dengan umur konstruksi

Dalam perencanaan abutment dan pilar jembatan data-data tanah yang dibutuhkan berupa data-data sudut geser, kohesi dan berat jenis tanah yang digunakan untuk menghitung tekanan

meter dari permukaan tanah asli ( terletak pada lapisan tanah dalam ) , maka. pondasi jembatan direncanakan menggunakan pondasi

Struktur Atas jembatan adalah bagian dari elemen-elemen konstruksi yang dirancang untuk memindahkan beban-beban yang diterima oleh lantai jembatan hingga ke

Stabilitas konstruksi untuk jembatan bagian bawah adalah kapasitas daya dukung tanah dan kekuatan konstruksi yang diperhitungkan dari jumlah kombinasi pembebanan yang terdiri dari