• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

JEMBATAN

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi

Kode : INA.5212.113.01.06.07 Judul : Merencanakan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PELATIHAN

AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

(2)

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan ditempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul / Materi Pelatihan BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan

Pelengkap dan Pengaman Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi:

“Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan”, dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari :

1. Merencanakan oprit (jalan pendekat) jembatan.

2. Merencanakan bangunan pelengkap jembatan.

3. Merencanakan bangunan pengaman jembatan.

(3)

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/

keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN

KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : 110016435

(4)

PRAKATA

Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

Oprit jembatan merupakan segmen jalan yang menghubungkan jalan raya dengan jembatan. Fungsi ”menghubungkan” mengandung pengertian bahwa oprit secara geometri harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan yang akan pindah dari trase jalan raya ke trase jembatan.

Bangunan pelengkap jembatan terdiri atas railing (sandaran), guard rail dan parapet jembatan. Sandaran pada umumnya dibuat di pabrik dari bahan baja rol dengan tegangan leleh 2800 kg/cm2 memenuhi AASHTO M183 – 90. Guard rail adalah bangunan pengaman setengah kaku dari baja dengan bentuk menyerupai huruf W, dipasang pada tepi oprit untuk melengkapi perencanaan oprit jembatan. Sedangkan parapet jembatan adalah bangunan pengaman yang cukup kaku dipasang pada ujung-ujung kiri kanan jembatan, selain berfungsi sebagai bangunan pengaman juga berfungsi sebagai pelengkap jembatan Jadi yang dimaksud dengan bangunan pelengkap jembatan di sini adalah bangunan-bangunan pengaman yang harus dibuat untuk melengkapi perencanaan jembatan.

Bangunan pengaman jembatan terdiri atas fender, bronjong dan rambu-rambu pengaman jembatan. Fender merupakan bangunan pengaman pilar di sungai, bisa berupa fender kayu, fender karet, fender beton, fender baja, fender dolfin (struktur sel sirkular), fender pulau atau fender terapung. Bronjong, maksudnya adalah penyediaan baik batu maupun pasangan batu kosong yang diisikan ke dalam bronjong kawat (gabion) untuk pengamanan bangunan bawah jembatan. Sedangkan perencanaan rambu-rambu pengaman jembatan dimaksudkan untuk mengarahkan pengendara kendaraan bermotor untuk berperilaku tertib dalam memasuki wilayah jembatan agar tidak mengganggu pengendara kendaraan bermotor lainnya maupun pejalan kaki.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.

Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan; mudah- mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007 Penyusun

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

SPESIFIKASI PELATIHAN ... vii

A. Tujuan Pelatihan ... vii

B. Tujuan Pembelajaran ... vii

PANDUAN PEMBELAJARAN ... viii

A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ... viii

B. Penjelasan Singkat Modul ... viii

C. Proses Pembelajaran ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-1 1.1. UMUM ... 1-1 1.2. RINGKASAN MODUL ... 1-2 1.3. BATASAN / RENTANG VARIABEL ... 1-4 1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ... 1-4 1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ... 1-4 1.4. PANDUAN PENILAIAN ... 1-5 1.4.1. Acuan Penilaian ... 1-5 1.4.2. Kualifikasi Penilai ... 1-6 1.4.3. Penilaian Mandiri ... 1-7 1.5. SUMBER DAYA PEMBELAJARAN ... 1-8

BAB 2 PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT)

JEMBATAN... 2-1 2.1. Umum ... 2-1 2.2. Perencanaan Geometri Oprit Jembatan ... 2-1 2.2.1 Kecepatan Rencana ... 2-2 2.2.2 Alinyemen Horizontal ... 2-3 2.2.3 Alinyemen Vertikal ... 2-28 2.2.4 Koordinasi Alinyemen ... 2-34

(6)

2.3 Perencanaan Timbunan Oprit Jembatan ... 2-34 2.3.1 Tanah Dasar di Bawah Timbunan Oprit 2-34 2.3.2 Perencanaan Pekerjaan Timbunan Oprit 2-39 2.4 Perencanaan Perkerasan Oprit Jembatan ... 2-52 2.4.1 Standar Acuan ………... 2-52 2.4.2 Tipe Perkerasan... 2-53 2.4.3 Pemilihan Jenis Bahan Material Tanah ………... 2-53 2.4.4 Umur Rencana ... 2-61 2.4.5 Parameter Desain Perkerasan ... 2-61 2.5 Perencanaan Dinding Penahan Tanah Oprit Jembatan ... 2-63 2.5.1 Tipe-tipe Dinding Penahan Tanah ... 2-64 2.5.2 Pemilihan Tipe Dinding Penahan Tanah ... 2-66 2.5.3 Perencanaan Dinding Penahan Tanah ... 2-67 2.6 Contoh Kasus Penerapan ... 2-68 2.6.1 Soal ... 2-68 2.6.2 Jawaban ... 2-69 RANGKUMAN ... 2-78 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 2-79

BAB 3 PERENCANAAN BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN ... 3-1 3.1 Umum ... 3-1 3.2 Perencanaan Sandaran Bangunan Atas Jembatan …... 3-1 3.2.1 Perencanaan Pembebanan Untuk Sandaran ………. 3-1 3.2.2 Persyaratan Bahan Untuk Penyediaan Sandaran ... 3-2 3.2.3 Standar Rujukan Penyediaan Sandaran ……….. 3-3 3.2.4 Toleransi Pemasangan Sandaran ………. 3-3 3.2.5 Penyediaan dan Pemasangan Sandaran ……….. 3-4 3.2.6 Rencana Pengendalian Mutu ... 3-6 3.3 Perencanaan Guard Rail Pada Oprit Jembatan ………... 3-7 3.3.1 Persyaratan Bahan Guard Rail ... 3-7 3.3.2 Pemasangan Guard Rail ... 3-9 3.3.3 Rencana Pengendalian Mutu ……….. 3-9 3.4 Perencanaan Parapet Jembatan ... 3-10

3.4.1 Perencanaan Pembebanan Perencanaan Parapet 3-10 3.4.2 Persyaratan Bahan Parapet ... 3-11

(7)

3.4.3 Standar Rujukan Bahan Parapet ……… 3-12 3.4.4 Toleransi Pembuatan Parapet ... 3-12 3.4.5 Rencana Pelaksanaan Pembuatan Parapet ... 3-13 3.4.6 Rencana Pengendalian Mutu ... 3-14 3.5 Perencanaan Pipa Cucuran Untuk Drainase Lantai Jembatan ... 3-15 3.5.1 Persyaratan Bahan Pipa Cucuran ... 3-15 3.5.2 Standar Rujukan Penyediaan Pipa Cucuran... ... 3-15 3.5.3 Rencana Pelaksanaan Pemasangan Pipa Cucuran ... 3-16 3.5.4 Rencana Pengendalian Mutu ………. 3-16 RANGKUMAN ... 3-18 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI... 3-19

BAB 4 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN JEMBATAN ... 4-1

4.1 Umum ……….. 4-1

4.2. Perencanaan Fender... 4-1 4.2.1 Prinsip Perencanaan Fender ... 4-1 4.2.2 Data Lalu Lintas Kapal ... 4-2

4.2.3 Klasifikasi Kapal Desain 4-3

4.2.4 Sistem Fender ... 4-3 4.3 Perencanaan Bronjong ... 4-5 4.3.1 Persyaratan Bahan Bronjong ... 4-6 4.3.2 Standar Rujukan Penyediaan Bronjong ... 4-6 4.3.3 Toleransi Pemasangan Bronjong ... 4-7 4.3.4 Penempatan Bronjong ... 4-7 4.3.5 Rencana Pengendalian Mutu ……….. 4-8 4.4 Rambu-rambu Pengaman Jembatan ... 4-8 4.4.1 Rambu Lalu Lintas ... 4-8 4.4.2 Marka Jalan ... 4-12 RANGKUMAN ... 4-14 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 4-15

LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI DAFTAR PUSTAKA

(8)

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan

 Tujuan Umum Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

 Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan atas jembatan.

4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.

5. Merencanakan pondasi jembatan.

6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian

Seri / Judul Modul : BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan

Pelengkap dan Pengaman Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi:

“Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.”.

 Tujuan Pembelajaran

Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :

Mampu merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan..

 Kriteria Penilaian

1. Kemampuan dalam merencanakan oprit jembatan.

2. Kemampuan dalam merencanakan bangunan pelengkap jembatan.

3. Kemampuan dalam merencanakan bangunan pengaman jembatan.

(9)

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur

 Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya.

 Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.

 Konsisten mengacu SKKNI dan SLK

 Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul

1. BDE – 01 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan

2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis 3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan 5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan

6. BDE – 06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan

7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:

 Seri / Judul : BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan

 Deksripsi Modul : Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan perencanaan oprit, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan serta mengacu pada ketentuan-ketentuan perencanaan jembatan yang berlaku.

(10)

C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.

 Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

 Mengikuti penjelasan

 Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas. OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.

 Modul ini merepresentasikan unit kompetensi.

 Umum

 Ringkasan Modul

 Koordinasi

 Batasan/Rentang Variabel

 Panduan Penilaian

 Panduan Pembelajaran Waktu : 20 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 Perencanaan oprit (jalan pendekat) jembatan

 Umum

 Perencanaan geometri oprit jembatan

 Perencanaan timbunan oprit jembatan

 Perencanaan perkerasan oprit jembatan

 Perencanaan dinding penahan tanah oprit jembatan

Waktu : 85 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

OHT – 3

(11)

4. Penjelasan Bab 3 : Perencanaan bangunan pelengkap jembatan

 Umum

 Perencanaan sandaran bangunan atas jembatan

 Perencanaan guard rail pada oprit jembatan

 Perencanaan parapet jembatan

 Perencanaan pipa cucuran untuk drainase lantai jembatan

Waktu : 30 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

OHT – 4

5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan bangunan pengaman jembatan

 Umum

 Perencanaan fender

 Perencanaan bronjong

 Rambu-rambu pengaman jembatan

Waktu : 30 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

OHT – 5

6. Rangkuman dan Penutup.

 Rangkuman

 Tanya jawab.

 Penutup.

Waktu : 10 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

OHT – 8

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Umum

Modul BDE-06 : Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur- unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK).

II. Kompetensi Inti

1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan.

3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.

4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.

5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

III. Kompetensi Pilihan -

(13)

1.2. Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.06.07

JUDUL UNIT : Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan..

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Merencanakan oprit (jalan pendekat) jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat) Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

1.1 Geometri oprit jembatan direncanakan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

1.2 Timbunan untuk oprit jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.3 Perkerasan untuk oprit jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

1.4 Dinding penahan tanah untuk oprit jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

(14)

2. Merencanakan bangunan pelengkap jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Perencanaan Bangunan Pelengkap Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

2.1 Sandaran bangunan atas jembatan (railing) direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2.2 Guard rail pada oprit jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2.3 Parapet jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2.4 Pipa cucuran untuk drainase lantai jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan bangunan pengaman jembatan, direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan Bangunan Pengaman Jembatan.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:

3.1 Fender pengaman pilar di sungai direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3.2 Bronjong untuk pengaman abutment direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3.3 Rambu-rambu pengaman jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian, diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang hasilnya jelas, lugas dan terukur.

(15)

1.3. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk jasa yang dihasilkan

1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia data penyelidikan tanah untuk perencanaan timbunan dan perkerasan jalan pada oprit jembatan;

3. Tersedia data atau standar yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan pelengkap dan pengaman jembatan..

4. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.

1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:

1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.

2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap.

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan.

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

(16)

1.4. Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi :

 Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

 Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan.

 Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

2. Penerapan data dan informasi yang tersedia pada butir 1 untuk keperluan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.

3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan sesuai dengan ketentuan atau persyaratan teknis yang berlaku.

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja/ perilaku.

(17)

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang diperlukan untuk melakukan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan;

2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam melaskukan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan;

1.4.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai.

2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/

kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

(18)

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.

3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai.

4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar kompetensi.

KOMPETENSI ASESOR

1.4.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek.

Memiliki Kompetensi

bidang

Substansi Memiliki

Kompetensi Assessment

Kompeten ?

(19)

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/

Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan

”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan).

3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber daya pembelajaran teori :

- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.

- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

- Materi pembelajaran.

b. Sumber daya pembelajaran praktek :

(20)

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.

- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.

c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan betul-betul kompeten.

(21)

2-1

BAB 2

PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT) JEMBATAN

2.1. Umum

Oprit jembatan merupakan segmen jalan yang menghubungkan jalan raya dengan jembatan. Fungsi ”menghubungkan” mengandung pengertian bahwa oprit secara geometri harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan yang akan pindah dari trase jalan raya ke trase jembatan dan dari trase jembataan ke trase jalan raya lagi. Dengan demikian ada persyaratan teknis berupa pemenuhan terhadap standar alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal dalam perencanaan geometri. Dari segi tanah timbunan oprit, bridge design engineer perlu merencanakannya sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang berlaku bagi perencanaan jalan di daerah timbunan. Tanah timbunan untuk oprit juga harus dipadatkan lapis demi lapis mengikuti ketentuan-ketentuan teknis yang diatur di dalam Spesifikasi, sampai pada tinggi permukaan tertentu untuk menempatkan lapis-lapis perkerasan pada oprit. Lapis-lapis perkerasan pada oprit harus direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan teknis yang berlaku, bisa berupa rigid pavement ataupun flexible pavement. Pemilihan type perkerasan di atas oprit, apakah rigid pavement atau flexible pavement tergantung pada keputusan kebijakan pemilik pekerjaan. Selain itu ada kemungkinan pembuatan oprit jembatan memerlukan penimbunan yang agak tinggi. Untuk itu tidak tertutup kemungkinan diperlukan adanya dinding penahan tanah untuk oprit jembatan jika ruang yang tersedia untuk penempatan oprit terbatas. Oleh karena itu di dalam Bab ini juga diberikan uraian tentang perencanaan dinding penahan tanah.

2.2. Perencanaan Geometri Oprit Jembatan

Kendaraan yang akan melewati jembatan otomatis harus melewati oprit jembatan.

Dengan demikian perencanaan oprit jembatan harus mempertimbangkan segi- segi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan, artinya ditinjau dari segi geometrik, perencanaan oprit jembatan harus memenuhi standar perencanaan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal. Ada 2 (dua) referensi utama yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan geometrik oprit jembatan yaitu:

(22)

 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, Direktorat Jenderal Bina Marga – September 1997

 Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga pada bulan Maret 1997.

 Desain Geometrik Jalan – Strategic Roads Rehabilitation Project (SRRP) – Konsep Perencanaan Jalan, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah, 2002.

Faktor utama yang menentukan di dalam perencanaan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal oprit jembatan adalah kecepatan rencana, yang ketentuan- ketentuannya mengacu pada standar perencanaan geometrik yang berlaku.

Berikut ini akan diketengahkan hal-hal penting yang diambil dari ketiga referensi tersebut di atas (tabel, gambar, rumus-rumus, ketentuan-ketentuan teknis) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam merencanakan geometrik oprit jembatan.

2.2.1 Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, Ialu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.

VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2-1.

Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Tabel 2-1 Kecepatan Rencana, VR,

sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan.

Fungsi Kecepatan Rencana, VR, km/jam

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70- 120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50

Lokal 40-70 30-50 20-30

(23)

2-3

Tabel kecepatan rencana tersebut berlaku untuk jalan antar kota, artinya termasuk oprit-oprit jembatan yang lokasinya berada di ruas jalan arteri, kolektor atau lokal pada jalan antar kota.

2.2.2 Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung yang disebut juga tikungan.

Desain Geometrik Jalan pada bagian lengkung dimaksud untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraaan yang berjalan pada kecepatan rencana (VR).

Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus diperhitungkan.

Untuk alinyemen horizontal pada jalan perkotaan harus diatur sedemikian rupa tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan teknik saja, tetapi juga untuk menyediakan tempat yang cukup bagi lalu lintas dari pemakai jalan.

A. Menetapkan Alinyemen Horizontal Oprit Jembatan

Alinyemen horizontal oprit jembatan yang ideal adalah apabila berupa garis lurus, dalam pengertian geometri berupa tangen. Akan tetapi lokasi jembatan-jembatan pada suatu ruas jalan tidak selalu berada di daerah datar namun juga terletak pada daerah perbukitan atau daerah pegunungan. Ini berarti bahwa trase oprit jembatan mempunyai kemungkinan berupa garis lurus (tangen), tikungan, atau kombinasi tikungan dengan garis lurus. Apabila diikuti tata cara geometri yang berlaku untuk perencanaan alinyemen, maka perencanaan alinyemen untuk oprit jembatan dapat dibagi dalam 3 tipikal sebagai berikut:

 Tipikal 1 :  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada alinyemen horizontal jalan yang berbentuk lurus.

 Alinyemen oprit lurus + jembatan lurus + alinyemen oprit lurus.

 Tipikal 2  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada alinyemen horizontal jalan yang berbentuk tikungan gabungan searah.

(24)

 Alinyemen oprit tikungan + jembatan lurus bentang  20 meter + alinyemen oprit tikungan.

 Tipikal 3  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada alinyemen horizontal jalan yang berbentuk tikungan gabungan balik.

 Alinyemen oprit tikungan + jembatan lurus bentang  20 meter + alinyemen oprit tikungan.

TIPIKAL 1

TIPIKAL 2

(25)

2-5

TIPIKAL 3 Tipikal 1

Tipikal 1 ini memberikan gambaran bahwa jembatan terletak pada alinyemen horizontal jalan yang lurus, dengan demikian oprit jembatan otomatis juga berada pada alinyemen yang lurus. Ini adalah kondisi yang ideal, tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan panjang bentang minimal seperti tipikal 2 dan tipikal 3.

Tipikal 2

Tipikal 2 ini menempatkan jembatan pada tikungan gabungan searah, dengan batasan bentang jembatan  20 meter. Alinyemen di kiri-kanan jembatan yang merupakan bagian dari oprit disebut tikungan. Ada 3 (tiga) bentuk tikungan yang ditentukan dalam tata cara perencanaan geometrik jalan yaitu : spiral-circle-spiral, full-circle atau spiral-spiral.

Contoh yang ada pada sketsa adalah bentuk spiral-circle-spiral, namun tentu dapat dipilih bentuk-bentuk lainnya yaitu full-circle atau spiral- spiral. Pemilihan bentuk tikungan tergantung pada berbagai faktor mulai dari persyaratan teknis yang diatur di dalam tata cara perencanaan geometrik jalan sampai pada kondisi riil di lapangan yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam penerapan tata cara perencanaan geometrik dimaksud.

Di dalam contoh sketsa, yang disebut oprit jembatan adalah segmen jalan A-TS-SC-CS-ST dan TS-SC-CS-ST-B. Oprit jembatan yang disebut segmen jalan tersebut sebelah kiri terdiri dari bagian lurus (A-

(26)

TS), spiral (TS-SC), circle (SC-CS) dan spiral (CS-ST), sedangkan pada sebelah kanan terdiri dari spiral (TS-SC), circle (SC-CS), spiral (CS-ST), dan bagian lurus (ST-B).

Untuk keperluan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, trase mulai dari titik A-TS-SC-CS-ST-TS-SC-CS-ST-B harus memenuhi persyaratan teknis dalam arti dapat dilalui oleh kendaraan sesuai dengan kecepatan rencana. Penentuan lokasi titik A dan titik B terkait erat dengan penetapan alinyemen vertikal dari titik awal oprit sampai ke titik akhir oprit di ujung jembatan. Jadi ada kemungkinan titik A berimpit dengan titik TS di awal tikungan sebelah kiri dan titik B berimpit dengan titik ST di akhir tikungan sebelah kanan. Dalam hal ini disarankan agar perencana dapat mempertimbangkan bahwa minimal yang disebut oprit jembatan dimulai dari awal tikungan dan berakhir pada akhir tikungan (perpotongan oprit dengan ujung jembatan) pada kondisi ruang terbatas seperti dalam contoh gambar. Pada kondisi ruang yang lebih bebas, titik ST dari tikungan kiri dan titik TS dari tikungan kaanan tidak harus berimpit dengan ujung-ujung jembatan.

Kalau titik-tik ST atau TS tersebut dapat digeser ke arah keluar dari jembatan, tentu ini lebih baik.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kalau kita menghadapi jembatan dengan bentang < 20 meter? Dalam hal ini, tetap harus ditentukan trase dengan panjang lurus  20 meter melewati jembatan dimaksud untuk memberikan kontribusi keamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan. Dalam hal ini yang perlu difahami oleh bridge engineer adalah persyaratan geometrik untuk tikungan gabungan searah, yaitu harus ada bagian lurus  20 meter untuk menghubungkan kedua tikungan tersebut.

Tipikal 3

Tipikal 2 ini menempatkan jembatan pada tikungan gabungan balik, dengan batasan bentang jembatan  20 meter. Sama seperti pada tikungan gabungan searah, persyaratan geometrik untuk tikungan gabungan balik mengharuskan ada bagian lurus  20 meter untuk menghubungkan kedua tikungan tersebut. Penjelasan lain-lain tentang oprit tipikal 3 ini sama dengan oprit tipikal 2.

(27)

2-7

B. Bentuk-bentuk dan Elemen-elemen Tikungan

1. Spiral – Circle - Spiral

Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagian lurus ke bagian circle, yang panjangnya (Ls) diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari NOL (pada bagian lurus) sampai mencapai harga berikut :

dimana:

Ls = panjang lengkung spiral dalam meter V = kecepatan rencana dalam meter R = jari-jari circle dalam meter

C = perubahan kecepatan dalam m/dt³ Harga C dianjurkan = 0,4 m/dt³ e = Superelevasi

Gambar 2-1 Bentuk Spiral – Circle - Spiral m . V3

R . Ls = F = m . C

m . C =

m . V3 R . Ls

Ls = V3 R . C Ls min = 0,022 V3

R . C

- 2, 727 . V . e C

Es

Ls Ls

Rc

Rc K

½ ½ Rc

Lc

c

(28)

PI = Point of Intersection

TS = Titik perpindahan dari tangent ke spiral SC = Titik perpindahan dari spiral ke circle CS = Titik perpindahan dari circle ke spiral ST = Titik perpindahan dari spiral ke tangent Rc = Jari-jari (ditetapkan) dalam meter

 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat Ts = Jarak antara TS dan PI (dihitung) dalam meter

L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter

Adapun jari-jari yang diambil untuk tikungan spriral-circle-spiral haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga maximum yang ditentukan yaitu:

 Kemiringan maximum jalan luar kota = 10 %

 Kemiringan maximum jalan perkotaan, type I = 10%, type II = 6

%.

Rumus yang digunakan rumus sebagai berikut : Ts = (Rc + P) tg ½  + K

Es = ( Rc + P) Sec ½  - Rc L = Lc + 2 Ls  c =  - 2s

Lc = (.2.Rc)/360 = 0,01745 c Rc

2. Full Circle

Bentuk tikungan ini (Gambar 2-2) digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen yang relatif kecil.

Adapun batasan yang biasa dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk circle adalah seperti tabel II.2.

dibawah ini.

(29)

2-9

Gambar 2-2 Bentuk Full Circle

PI = Point of Intersection

TC = Titik perpindahan dari tangent ke circle CT = Titik perpindahan dari circle ke tangent R = Jari-jari lingkaran dalam meter

 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat T = Jarak antara TC dan PI (dihitung) dalam meter

L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter

Es = Jarak dari PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter

Untuk oprit jembatan pada jalan antar kota Kecepatan Rencana

(km/jam)

Jari-jari Tikungan Minimum*) (m) 120

100 80 60 50 40 30 20

2500 1500 900 500 350 250 130 60

*) Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

E T T

TC

R L

½

R

½

PI

CT

(30)

Untuk oprit jembatan pada Jalan Perkotaan Kecepatan Rencana

(km/jam)

Jari-jari Tikungan Minimum (m)

100 80 60 50 40 30 20

700 400 200 150 100 65 30

Untuk tikungan yang jari-jarinya lebih kecil dari harga diatas, maka bentuk tikungan yang dipakai Spiral-Circle-Spiral.

Untuk menentukan harga T,L dan E dari gambar 2-2 tersebut diatas maka didapat :

3. Spiral-spiral

Bentuk tikungan Spiral - Spiral dipergunakan pada tikungan yang tajam. Adapun rumus-rumusnya semua sama seperti rumus-rumus untuk bentuk tikungan Spiral-Circle-Spiral, hanya yang perlu diingat bahwa :

(31)

2-11

Harga K = K* Ls dan P = P*Ls

Dengan mengambil harga P* dan K* dari tabel Qs untuk Ls = 1 selanjutnya:

Memperjelas rumus tersebut diatas dapat dilihat gambar 2-3 tikungan Spiral-Spiral dibawah ini :

Gambar 2-3 Bentuk Spiral – Spiral PI = Point of Intersection

TS = Titik perpindahan dari tangent ke spiral ST = Titik perpindahan dari spiral ke tangent

SC = CS = titik perpindahan dari spiral ke-1 ke spiral ke-2, yaitu titik dimana SC berimpit dengan CS.

R = Jari-jari lingkaran dalam meter

 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat Ts = Jarak antara TS dan PI (dihitung) dalam meter

L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter

Es = Jarak dari PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter Ts = ( Rc + P ) tg ½ Δ + K

Es = ( Rc + P ) sec ½ Δ - Rc 648 , 2 28

360 2

2 0

2 0

s Rc

s L Ls R

Ls L Lc

s c

 

(32)

4. Superelevasi

Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser kesamping dan menjadikan pengendaraan pada tikungan lebih nyaman.

Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu. Ketika bergerak perlahan mengitari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negatif ke samping dan kendaraan dipertahankan pada lintasan yang tepat hanya jika pengendara mengendarakannya ke sebalah atas lereng atau berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat superelevasi maksimum adalah 10%.

Jari-jari tikungan minimum yang tidak membutuhkan superelevasi ditunjukkan pada tabel 2-2 di bawah ini. Jari-jari ini juga berdasarkan pada rumus Jari-jari Tikungan,dengan kemiringan melintang i = -0,02, dan faktor pergesekan kesamping f = 0,035.

Untuk menjamin kenyamanan melintang yang berlawanan, maka memerlukan faktor f yang kecil sebagaimana diatas. Superelevasi diberikan berdasarkan kecepatan rencana dan jari-jari lengkungan, seperti pada tabel berikut :

Tabel 2-2. Jari-jari Tikungan Minimum untuk kemiringan melintang normal tanpa superelevasi

Kecepatan Rencana

(km/jam) 120 100 80 60

R min (m) 5000 2000 1250 700

Untuk oprit jembatan pada jalan Perkotaan, jari-jari minimum untuk jalan-jalan dengan kemiringan normal, seperti tabel 2-3 di bawah :

(33)

2-13

Tabel 2-3. Jari-jari Minimum Untuk Jalan Dengan Kemiringan Normal

Kecepatan Rencana

(km/jam) Jari-jari Minimum (m) 60

50 40 30 20

220 150 100 55 25

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, jari-jari minimum untuk jalan-jalan dengan kemiringan normal tanpa superelevasi adalah seperti pada tabel 2-4:

Tabel 2-4 Jari-jari Minimum Untuk Bagian Jalan Dengan Kemiringan Normal Tanpa Superlevasi

Kecepatan Rencana (km/jam)

Jari-jari minimum pada kemiringan normal (m)

100 i = 2,0%

5000 80

60

3500 2000 50

40

1300 800 30

20

500 200

Dan untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan yang sebagian dari jalannya dengan kemiringan normal, maka digunakan tabel 2-5a dan 2-5b. seperti di bawah ini:

(34)

Tabel 2-5a. Superelevasi

KECEPATAN RENCANA (km/jam) SUPER ELEVASI

(%)

8 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0

JARI-JARI LENGKUNG (m)

230 

 280

120 

 150

80 

 100

50 

 65

- -

-

- 1 0

280 

 330

150 

 190

100 

 130

65 

 80

- -

-

- 9

330 

 380

190 

 230

130 

 160

80 

 100

30 

 40

15 

 20 8 380 

 450

230 

 270

160 

 200

100 

 130

40 

 60

20 

 30 7 450

 540

270 

 330

200 

 240

130 

 160

60 

 80

30 

 40 6 540 

 670

330 

 420

240 

 310

160 

 210

80 

 110

40 

 50 5 670 

 870

420 

 560

310 

 410

210 

 280

110 

 150

50 

 70 4 870 

 1240

560 

 800

410 

 590

280 

 400

150 

 220

75 

 100 3 1240 

 3500

800 

 2000

590 

1300

400 

 800

220 

 500

100 

 200 2

(35)

2-15

Tabel 2-5b. Superelevasi

(kemiringan standar = 2,0%) Super

Elevasi (%)

Jari-jari lengkungan (m)

100 km/j 80km/j 60 km/j 50 km/j 40 km/j 30 km/j 20 km/j

10

380 R 430

230 R 280

120 R 150

80 R 100

50 R 65

- -

9

430 480

280 330

150 190

100 130

65 80

- -

8

480 550

330 380

190 230

130 160

80 100

30 40

15 20 7

550 640

380 450

230 270

160 200

100 130

40 60

20 30 6

640 760

450 540

270 330

200 240

130 160

60 80

30 40 5

760 930

540 670

330 420

240 310

160 220

80 110

40 50 4

930 1200

670 870

420 560

310 410

220 280

110 150

50 70 3

1200 1700

870 1240

560 800

410 590

280 400

150 220

70 100 2

1700 5000

1240 3500

800 2000

590 1300

400 800

220 500

100 200

Untuk oprit jembatan pada jalan di daerah perkotaan yang kondisinya dianggap sudah mantap, pemakaian superelevasi pada tabel jalan perkotaan di atas tidak dapat diterapkan. Oleh karena adanya keperluan untuk persimpangan dengan jalan-jalan lainnya atau karena keterbatasan tanah, maka dapat dipakai nilai pada Tabel 2-5c di bawah ini.

(36)

Tabel 2-5c Pengecualian Superelevasi di dalam daerah mantap

( kemiringan standar 20 % ) Super

elevasi (%)

Jari-jari lengkungan (m)

60 km/j 50 km/j 40 km/j 30 km/j 20 km/j

6 - -

60R

63

30R

35

15R

16

5 -

100R

105 63

65 35

37 16

17 4

150R

160 105

110 65

70 37

40 17

18 3

160 165

110 115

70

74 40

42 18

19 2

165 220

115 150

74

100 42

55 19

25

Penerapan nilai – nilai pengecualian di atas dalam merencanakan oprit jembatan pada jalan–jalan perkotaan sebaiknya ditekankan pada faktor keamanan jalan.

5. Jari-jari Tikungan

Jari-jari lengkung minimum untuk kecepatan rencana yang berlainan, seperti diperlihatkan pada tabel 2-2, didasarkan pada superelevasi maksimum dan gesekan sisi dengan rumus :

R = Jari-jari minimum (m)

V = Kecepatan (km/jam) = kecepatan rencana

f = Koefisien gesekan sisi (koefiseien gesekan diantara ban dan permukaan jalan melawan geseran)

e = Superelevasi ( % ) )

(

2 127

e f V

R 

(37)

2-17

Hasil penelaahan luar negeri menunjukkan bahwa nilai maksimum faktor gesekan sisi “f” adalah 0,4 sampai 0,8 untuk perkerasan aspal. Secara teoritis, kecepatan laju di tikungan dapat ditingkatkan sampai “f” mencapai batas maksimumnya. Tetapi, kecepatan laju yang tinggi di tikungan menimbulkan gaya sentrifugal yang besar pada pengemudi. Merupakan kecenderungan yang umum bagi pengendara, untuk mengurangi gaya sentrifugal yang bekerja pada mereka dan untuk mempertahankan kenyamanan dan keamanan dalam mengendara, pengendara mengurangi keceptannya. Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan ditunjukkan pada tabel 2-2, ditentukan oleh nilai “f” yang direkomendasikan, yang berkisar antara 0,14 sampai 0,24 demi kenyamanan dalam mengendara. Nilai Superelevasi yang diperkirakan untuk jari-jari minimum adalah 10% untuk kecepatan rencana 40 sampai 80 km/jam, dan 8% untuk kecepatan rencana 30 sampai 20 km/jam.

Harus diingat bahwa jari-jari tersebut diatas bukanlah harga jari-jari yang diinginkan tetapi adalah nilai kritis untuk kenyamanan mengendara dan keselamatan. Perlu diusahakan agar jari-jari lengkung dibuat lebih besar untuk setiap Desain Jalan. Harus diingat juga bahwa suatu tikungan tajam tidak diadakan mendadak sesudah bagian jalan yang lurus. Jika mendekati tikungan yang tajam, lebih baik bagian jalan yang lurus diubah secara bertahap.

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan adalah seperti tabel 2-7 di bawah ini:

Tabel 2-7 Jari-jari Minimum

Kecepatan Rencana (km/kam)

Jari-jari Minimum (m) Jalan Type I Jalan Type II 100

80

380 230

460 280 60

50 40

120 80

-

150 100 60 30

20

- -

30 15

Jari-jari tikungan minimum oprit jembatan pada jalan perkotaan sebaiknya disesuaikan dengan tabel 2-8. dibawah ini, dan apabila

(38)

terdapat keterbatasan pada perencanaan alinyemen yang ekstrim, maka digunakan tabel 2-7 di atas dengan menerapkan unsur keamanan dan kenyamanan.

Tabel 2-8 Jari-jari Tikungan Yang Disarankan Kecepatan Rencana (km/jam) Jari-jari minimum yang

disarankan (m)

100 700

80 60

400 200 50

40

150 100 30

20

65 30

Untuk tikungan yang tidak memerlukan bagian peralihan dapat diambil nilai pada tabel 2-9 seperti di bawah ini.

Tabel 2-9 Jari-jari Minimum Tikungan Yang Tidak Memerlukan Bagian Peralihan

Kecepatan Rencana (km/jam) Jari-jari (m) 120

100 80 60 50 40 30 20

2500 1500 900 500 350 250 130 60

6. Panjang Lengkung Minimum

Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang sehingga diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk melintasinya. Panjang lengkung minimum (tabel 2-10) dengan jari- jari minimum seperti yang diperlihatkan pada tabel 2-10 didasarkan atas rumus berikut:

L = t * v

(39)

2-19

L = panjang lengkung (m) t = waktu tempuh (detik) = 6

v = kecepatan (m/detik) = kecepatan rencana

Tabel 2-10 Panjang Lengkungan Minimum

Kecepatan Rencana (km/jam)

120 100 80 60 50 40 30 20

Panjang Lengkung Minimum (m)

200 170 140 100 80 70 50 40

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, panjang tikungan minimum untuk sudut 7 derajat, dipergunakan panjang tikungan minimum pada kolom kedua pada tabel 2-11 di bawah ini, dan bila ada kendala-kendala yang tidak dapat dihindari, seperti keadaan topografi atau terbatasnya ruang kerja pada daerah desain maka panjang tikungan dapat dikurangi sesuai harga yang dinyatakan pada tabel 2-11 kolom ketiga.

Tabel 2-11 Panjang Tikungan Minimum

Kecepatan Rencana (km/jam)

Panjang Tikungan Minimum (m) Standard Keadan terpaksa 100

80 60 50 40 30 20

1200/a 1000/a 700/a 600/a 500/a 350/a 280/a

170 140 100 80 70 50 40

Catatan : a = sudut perpotongan (derajat), dimana jika = 2 derajat, untuk perhitungan pada kolom kedua diambil a = 2

(40)

7. Lengkung Peralihan

Sebaiknya lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, diujung dan di titik balik pada lengkung untuk menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari lengkung, superelevasi dan pelebaran.

Lengkung Clothoide umumnya dipakai untuk lengkung peralihan.

Guna menjamin kelancaran mengendara, panjang minimum lengkung peralihan yang ditunjukkan pada tabel 2-12. dibawah ini adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik. Panjangnya dihitung lewat rumus dibawah ini.

L = panjang minimum lengkung peralihan (m) V = kecepatan rencana(km/jam

t = waktu tempuh = 3 detik

Lengkung dengan jari-jari besar seperti yang diperlihatkan pada tabel 2-13. dibawah ini tidak memerlukan peralihan. Jika lengkung peralihan dipasang, alinyemen mendatar bergeser dari garis singgung kesuatu lengkungan ( gambar ). Nilai pergeseran tergantung pada panjang lengkung peralihan dan jari-jari lengkung.

Panjang lengkung peralihan minimum, sebagaimana disinggung diatas, ditentukan berdasarkan kecepatan rencana; nilai pergeseran minimum untuk masing-masing kecepatan rencana ditentukan oleh jari-jari lengkung. Jika jari-jari lengkung sedemikian besarnya sehingga pergeseran kecil, pergeseran dapat diadakan di dalam lebar jalur, maka pergeseran itu adalah seperti dibawah, dan jari-jari minimum yang tidak memerlukan lengkung peralihan (dengan pergeseran sebesar 0,20 m) ditunjukkan pada tabel 2-13.

P = nilai pergeseran (m)

L = panjang lengkung peralihan (m) R = jari-jari lengkung (m)

L = v * t = ( v / 3,6 ) * t

  

L R

P  124  2/

(41)

2-21

Gambar 2-4 Pergeseran Lengkung Peralihan

Tabel 2-12 Panjang Minimum lengkung peralihan

Tabel 2-13 Jari-jari Minimum yang tidak memerlukan lengkung peralihan

Kecepatan Rencana (km/jam)

120 100 80 60 50 40 30 20

Jari-jari Lengkung

(m)

2500 1500 900 500 350 250 130 60

Kecepatan Rencana (km/jam)

120 100 80 60 50 40 30 20

Panjang Lengkung

Minimum Peralihan

(m)

100 85 70 50 40 35 25 20

(42)

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan panjang minimum bagian peralihan diambil nilai tabel 2-14. dibawah ini.

Tabel 2-14 Panjang minimum Bagian Peralihan Kecepatan Rencana

(km/jam)

Panjang Minimum Bagian Peralihan (m) 100

80 60 50 40 30 20

85 70 50 40 35 25 20

8. Pencapaian Kemiringan

Ada 2 (dua) metode untuk pencapaian kemiringan. Umumnya, (a- 1) atau (b-1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2) . Kemiringan tepi jalur lalu lintas waktu beralih dari penampang normal ke penampang superelevasi tidak boleh melampaui nilai yang ditunjukkan pada tabel 2-15 di bawah ini dan dinyatakan sebagai suatu perbandingan.

Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan. Bilamana tidak dipasang lengkung peralihan, pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan sesudah lengkung tersebut.

Gambar 2-5 Pencapaian Kemiringan

(43)

2-23

Tabel 2-15. Kemiringan Maksimum Untuk Pencapaian Kemiringan

Kecepatan Rencana

(km/jam

80 60 50 40 30 20

Kemiringan Tepi Jalur Lalu Lintas

1/150 1/125 1/115 1/100 1/75 1/50

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, kemiringan tepi jalur lalu lintas waktu beralih dari penampang normal ke penampang superelevasi tidak boleh melebihi nilai yang ditunjukkan pada tabel 2-16 di bawah ini.

Tabel 2-16 Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum Antara Tepi Dan As Jalan Dengan Perkerasan 2 Jalur

9. Panjang Lengkung Peralihan

Untuk mendapatkan panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar :

Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,

T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik..

VR = kecepatan rencana (km/jam)

Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, Ls dihitung sbb:

Kecepatan Rencana (km/jam) Kemiringan Relatif

100 80 60 50 40 30 20

1/225 1/200 1/175 1/150 1/125 1/100 1/75

T

L V

R

s =

3,6

C V RC

Ls  0,022 VR  2,727 R e

(44)

e = superelevasi

C = perubahan percepatan, diambil 1-3 m/det³ R = jari-jari busur lingkaran (m)

Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

VR = kecepatanrencana ( km/jam ) em = superelevasi maximum en = superelevasi normal

re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan (m/m/detik)

Selain menggunakan rumus-rumus diatas, untuk tujuan praktis Ls

dapat ditetapkan dengan menggunakan tabel 2-17. dibawah ini.

Tabel 2-17 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) Dan Panjang Pencapaian Superelevasi (Le) Untuk Jalan 1 jalur – 2 lajur – 2 arah

VR

(km/jam)

Superelevasi, e(%)

2 4 6 8 10

Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

10 15 15 20 30 30 35 40 40

20 25 30 35 55 60 65 75 80

15 20 20 25 40 40 45 50 55

25 30 35 40 60 70 80 85 90

15 20 25 30 45 50 55 60 70

25 30 40 45 70 80 90 100 110

25 30 35 40 65 70 80 90 95

30 40 50 55 90 100 110 120 135

35 40 50 60 90 100 110 - -

40 50 60 70 120 130 145 - -

 

e R n m

r V e Ls e

6 , 3

(45)

2-25

Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam (lihat gambar 2-5 ) sebesar p. Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus berikut :

2

24

s c

p L

R

Ls = panjang lengkung peralihan (m) R = jari-jari lengkung (m)

Gambar 2-5 Pergeseran Lengkung Peralihan

Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan tidak diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC.

Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan dalam tabel 2-18. di bawah ini.

Tabel 2-18 Jari-jari yang diizinkan tanpa superelevasi

Kecepatan Rencana (km/jam) R

(m) 60

80 100 120

700 1.250 2.000 5.000

(46)

10. Pencapaian Superelevasi

Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.

Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat gambar 2-6. ), diawali dari bentuk normalsampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk sebelah datar sebelah miringpada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuhpada akhir bagian lengkung peralihan (SC).

Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear ( lihat gambar 2-7) diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang Ls.

Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral.

Gambar 2-6 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS

(47)

2-27

Gambar 2-7 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe fC

11. Pelebaran Tikungan

Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan lintasan lengkung yang ditempuh kendaraan. Pelebaran pada tikungan dimaksud untuk mempertahankan konsistensi Geometrik Jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.

Pelebaran jalan ditikungan harus mempertimbangkan :

a). Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.

b). Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajurnya.

c). Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana dan besarnya ditetapkan sesuai ketentuan yang ada dalam perencanaan geometrik. Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.

Ls = Panjang Lengkung Peralihan Sisi dalam lingkaran

e max

e = 0 %

e normal

Bagian lurus Bagian lingkaran penuh Bagian lurus

1/3 Ls 2/3 Ls

CT TC

2/3 Ls 1/3 LS

Sisi luar lingkaran

(48)

2.2.3 Alinyemen Vertikal

Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan dan kenyamanan. Adapun lengkung vertikal yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana seperti gambar 2-8 di bawah ini.

Gambar 2-8 Lengkung parabola sederhana

Rumus Parabola :

Gambar

Tabel 2-1   Kecepatan Rencana, V R ,
Gambar 2-3   Bentuk Spiral – Spiral   PI  =  Point of Intersection
Tabel 2-12  Panjang Minimum lengkung peralihan
Gambar  2-6   Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS
+7

Referensi

Dokumen terkait