TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Proses Pembentukan Hujan
2.2.1 Ukuran Partikel Awan
Tetes air terbentuk pada inti-inti kondensi dari berbagai tipe dan ukuran Pertikel awan (tetes air) yang ada di dalam atmosfer dibedakan dalam tiga golongan berdasarkan ukurannya yaitu :
• Inti biasa, dengan garis tengah < 0,1μ
• Inti sedang, dengan garis tengah < 0,1 – 1,0 μ
• Inti besar, dengan garis tengah > 1,0 μ
Inti besar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan inti sangat besar dan memegang peranan dalam pembentukan awan. Konsentrasi inti kondensasi di atas daratan umunya lebih rapat dari pada di atas lautan, sehingga partikel-partikel diatas lautan memiliki ukuran yang lebih besar.
berkisar antara 3 -22 μ . Inti-inti kondensasi sangat besar yang terdiri dari inti-inti garam dapat membentuk partikel atau tetes air dengan garis tengah antara 20 – 30 μ , dan konsentrasinya umumnya hanya satu inti tiap satu liter udara yang ditemui baik di atas daratan maupun di atas lautan.
Tetes air ini untuk dapat jatuh dari dasar awan harus mencapai ukuran tertentu, sehingga arus udara naik tidak dapat menahan lagi berat tetes air tersebut. Ukuran yang sesuai untuk dapat jatuh sebagai hujan adalah sekitar 100μ dan menghasilkan kecepatan akhir 1 meter per detik.
2.2.2 Pertumbuhan Partiket Awan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan partikel awan, diantaranya adalah kelembaban udara disekitarnya, tegangan permukaan, sifat inti kondensasinya, dan cepatnya pemindahan panas latent ke dalam udara sekitarnya.
Pada saat permulaan, proses kondensasi pada inti-inti berlangsung sangat cepat sampai pada suatu ukuran yang dapat dilihat dalam sekejap mata, kemudian proses selanjutnya akan belangsung secara perlahan. Dan hasil proses kodensasi sendiri, tidak akan menghasilkan tetes-tetes air yang garis tengahnya bisa melebihi 30 μ Dengan demikian, untuk mengetahui terjadinya tetes-tetes air yang lebih besar di dalam awan dapat diterangkan dengan metode benturan dan penggabungan diantara tetes-tetes air yang ada.
2.2.3 Mekanisasi Proses Penggabungan
Tetes awan yang terangkat oleh arus udara naik akan terjatuh kembali sedikit ke bawah. Pada kejadian ini, maka tetes-tetes awan yang lebih besar akan jatuh menimpa
tetes-tetes awan yang lebih kecil di sekitarnya. Tetes air ini baru dapat berbenturan antara satu dengan lainnya apabila garis tengahnya sudah lebih dari sekitar 18 μ.
Proses benturan dan penggabungan ini sangat perlu untuk perkembangan hujan dan awan-awan panas yang suhunya diatas 00C dan seluruhnya terdiri dari tetes air. Tetes air juga didapati (terjadi) dalam awan dingin yang suhunya kurang dari 0° C dan terdiri dari tetes-tetes air super dingin. Tetes air super dingin ini dapat pula berkernbang besar dalam proses benturan dan penggabungan. Beberapa awan dingin dapat juga mengandung kristal-kristal es (Bayong, T. 2007).
2.3. Hujan
Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi (Sosrodarsono,2003).
Hujan merupakan peranan penting dalam siklus hidrologi. kelembaban dari laut
menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan. Yang dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin lebar, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.
Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pembagai peralatan seperti payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam.
2.3.1. Pengertian Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena
berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman (Subagyo, S.1990).
Tabel 2.5. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sosrodarsono,2003) No Keadaan Curah
Hujan
Intensitas Curah Hujan 1 Jam (mm)
Intensitas Curah Hujan 24 Jam (mm) 1 Hujan Sangat Ringan < 1 < 5
2 Hujan Ringan 1-5 5-20
3 Hujan Normal 5-20 20-50
4 Hujan Lebat 10-20 50-100
5 Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.2 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.
Tabel 2.6. Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan(Sosrodarsono,2003) No Jenis Diameter Bola
(mm)
Massa (mg) Kecepatan Jatuh (m/det)
1 Hujan Gerimis 0.15 0.0024 0.5
2 Hujan Halus 0.5 0.065 2.1
3 Hujan Normal Lemah 1 0.52 4.0
4 Hujan Normal Deras 2 4.2 6.5
5 Hujan Sangat Deras 3 14 8.1
Sifat awan yang dapat mengakibatkan hujan oleh manusia dikembangkan dan digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat hujan diberikan zat-zat yang
higroskopis yang berguna sebagai inti kondensasi zat-zat tersebut antara lain: perak iodida, kristal es, es kering atau CO2 padat, zat tersebut ditaburkan diudara dengan menggunakan pesawat terbang.
2.3.2. Tipe Hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut:
a. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
b. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
c. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak terkaitan denga front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.
2.3.3. Distribusi Hujan a. Equatorial
Tipe ini terdapat pada daerah sekitar equator. Ciri-ciri dari pada tipe ini adalah mempunyai dua puncak maksimum dan minimum. Hujan maksimum terjadi pada bulan bulan dimana matahari berada diatas daerah tersebut. Hujan minimum terjadi pada waktu matahari berada paling jauh dari tempat tersebut.
Tipe ini terjadi di daerah tropik pada lintang 0°-3,5° lintang utara dan selatan. Tipe ini mempunyai satu puncak maksimum yaitu terjadi pada bulan dimana matahari berada didaerah tesebut.
c. Monsun
Tipe ini terjadi didaerah-daerah yang dilalui angin muson. Tipe ini mempunyai hujan maksimum pada musim barat bersamaan dengan musim hujan dan minimum pada waktu musim timuran bersamaan denga musim kemarau.
d. Continent/Lokal
Tipe ini terjadi hujan pada musim panas. Pada musim panas daerah daratan suhunya tinggi sehingga tekanan udara rendah dan udara sekitarnya mempunyai tekanan yang tebih tinggi sehingga angin akan bertiup kedaerah tersebut sehingga terbentuk konveksi dan terjadi hujan. Sebaliknya musim dingin daerah tersebut menjadi pusat anti siklon sehingga hujan jarang terjadi.
e. Maritim
Hujan terjadi merata sepanjang tahun. Tipe ini biasanya dimiliki oleh pulau-pulau yang terletak di tengah Samudra.
f. Tropik
Tipe ini terjadi di daerah sub tropik. Tipe ini mempunyai satu curah hujan minimum yang terjadi pada pertengahan tahun.