• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengelompokan Curah Hujan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengelompokan Curah Hujan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

TESIS

Oleh

IKA DARSILA WARNI SITUMORANG

087026004/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister (S2) Ilmu Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IKA DARSILA WARNI SITUMORANG

087026004/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : ANALISIS PENGELOMPOKAN

CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

(SIG)

Nama Mahasiswa :

IKA DARSILA WARNI SITUMORANG

Nomor Induk Mahasiswa :

08 70 26 004

Program Studi :

FISIKA

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc) (Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc)

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Mei 2010

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Ika Darsila Warni Situmorang NIM : 087026004

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Excelusive Royalty

Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Mei 2010

(6)

Telah diujikan pada Tanggal : 20 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc

(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Ika Darsila Warni Situmorang, SPd Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 12 September 1984

Alamat Rumah : Jln. Setia Budi Gg. Rambutan Baru No.22 Tanjung Sari Medan

Instansi Tempat Bekerja : SMU Negeri 1 Binjai

Alamat Kantor : Jl. W.R Mongonsidi No. 10 Binjai Kota Telepon/Faks : 081361758640

E-mail : ikadarsila1984@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 068083 Kemuning Tanjung Rejo Tamat : 1996 SMP : SMPN 1 Medan Tamat : 1999 SMA : SMAN 17 Medan Tamat : 2002 Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan Tamat : 2007

Pendidikan Fisika

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT dengan segala rahmat dan karunianya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Bapak, Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, Sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam den sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Drs. Nasir Saleh, M. Eng,Sc, Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng, Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

(9)

thanks for My Lovely Kamaluddin Siregar,SE serta seluruh keluargaku tersayang yang memberikan semangat dan dorongan secara material dan moril dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Kawan-kawan Program Studi Magister Ilmu Fisika Univesitas Sumatera Utara angkatan 2008 khususnya : Yeni, Yunda, Mulkan, Hendri, Fazli dan Zainudin yang telah memberikan bantuan selama perkuliahan. Pegawai Administrasi Progran Studi Magister Fisika USU Medan yang telah memperlancar administrasi selama penulis menempuh pendidikan, dan berbagai pihak yang banyak membantu kami yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih mempunyai kekurangnya, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2010

(10)

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik wilayah yang sangat khas, dimana wilayah Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan metode pengelompokan (Clustering). Dari hasil analisis pengelompokan Sumatera Utara di bagi atas 6 (enam) daerah pengelompokan hujan. Berdasarkan analisis, umumnya pewilayahan hujan di Sumatera Utara berpola Equatorial, kecuali daerah pengelompokan hujan 4 yang memiliki pola hujan lokal. Puncak hujan terjadi pada bulan Maret, April dan Mei untuk puncak hujan pertama dan September, Oktober dan Nopember untuk puncak hujan kedua. Curah hujan tertinggi terjadi pada pengelompokan hujan 1 dimana curah hujan tahunannya mencapai 4500 mm, serta curah hujan terendah terjadi pada pengelompokan hujan 2 dengan curah hujan 1900 mm pertahunnya. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis Sumatera Utara.

(11)

ANALYSIS OF RAINFALL BASED GROUPING WITH

GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEMS (GIS)

ABSTRACT

North Sumatra Province are areas that have characteristics that are typical of the region, where North Sumatra region flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean to the west and passes through the Bukit Barisan Mountains that stretch from north to south . This condition is very influential on Weather patterns and climate dinamica area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall rain zoning is based on clustering method (Clustering). From the results of clustering analysis of North Sumatra have 6 (six) rainfall regions. Based on the analysis, general rain areas in North Sumatra Equatorial pattern, except the rain area that has 4 local rainfall patterns. Peak rainfall occurs in March, April and May for the first rain peak and September, October and November for the second rainfall peak. The highest rainfall occurs in 1 in which wilayahan rainfall annual rainfall reaches 4500 mm, and the lowest rainfall occurs in the rainy region 2

with 1900 mm rainfall annually. This is in accordance with the geographical conditions

of North Sumatra.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ..i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT………...iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Batasan Masalah ...3

1.4. Tujuan Penelitian ...4

1.5. Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1. Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim ...5

2.2. Proses Pembentukan Hujan ...16

2.2.1. Ukuran Partikel Awan ...16

2.2.2. Pertumbuhan Partiket Awan ...17

2.2.3. Mekanisasi Proses Penggabungan ...17

2.3 . Hujan ...18

2.3.1. Pengertian Hujan...19

2.3.2. Tipe Hujan ...21

2.3.3. Distribusi Hujan...22

2.4. Sifat dan Bentuk Hujan...24

2.5. Pengamatan dan Alat Ukur Curah hujan ...25

2.5.1. Pengamatan Pos Hujan ...25

2.5.2. Alat Pengukur Curah hujan...27

2.5.3. Jenis Pengamatan Standart...28

2.5.3.1.Penakar Hujan Biasa...28

2.5.3.2.Penakar Hujan Otomatis ...31

2.5.4. Instalasi Alat Pengukuran Hujan ...32

2.6. Sistem Informasi Geografis ...33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ...36

3.1. Pengertian Data ...36

3.1.1 Data Curah Hujan ...36

3.1.2 Lokasi Titik Pengamatan Curah hujan...37

3.2. Pengelompokan Curah Hujan ...37

(13)

3.4. Aplikasi Pendukung Penelitaian ...40

3.4.1 Sistem Informasi Geografis dengan Arc View ...40

3.1.5 Pengolah data Statistik dengan Minitab 13...42

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...43

4.1. Analisis Dendogram ...43

4.2. Hasil Pewilayahan Hujan...44

4.2.1. Pengelompokan Hujan 1...44

4.2.2. Pengelompokan Hujan 2...44

4.2.3. Pengelompokan Hujan 3...44

4.2.4. Pengelompokan Hujan 4...45

4.2.5. Pengelompokan Hujan 5...45

4.2.6. Pengelompokan Hujan 6...45

4.3. Karakteristik Hujan...45

4.3.1. Karakteristik Pengelompokan Hujan 1 ...46

4.3.2. Karakteristik Pengelompokan Hujan 2 ...47

4.3.3. Karakteristik Pengelompokan Hujan 3 ...48

4.3.4. Karakteristik Pengelompokan Hujan 4 ...49

4.3.5. Karakteristik Pengelompokan Hujan 5 ...50

4.3.6. Karakteristik Pengelompokan Hujan 6 ...51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...52

5.1 Kesimpulan ...52

5.2 Saran ...53

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Penentuan Tipe Oldeman ...11

Tabel 2.2 Zona Agroklimat Oldeman ...12

Tabel 2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson ...14

Tabel 2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson ...15

Tabel 2.5 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ...20

Tabel 2.6 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butiran Hujan ...20

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Sirkulasi Hidrologi ...6

Gambar 2.2 Segitiga Oldeman...12

Gambar 2.3 Diagram Segitiga Schmidth-Fergusson ...15

Gambar 2.4 Penakar Hujan Biasa ...30

Gambar 2.5 Penakar Hujan Otomatis ...32

Gambar 4.1 Diagram dendogram data curah hujan di Sumatera Utara ...43

Gambar 4.2 Grafik Curah hujan Rata-rata Bulanan Pengelompokan Hujan 1...46

Gambar 4.3 Grafik Curah hujan Rata-rata Bulanan Pengelompokan Hujan 2...47

Gambar 4.4 Grafik Curah hujan Rata-rata Bulanan Pengelompokan Hujan 3...48

Gambar 4.5 Grafik Curah hujan Rata-rata Bulanan Pengelompokan Hujan 4...49

Gambar 4.6 Grafik Curah hujan Rata-rata Bulanan Pengelompokan Hujan 5...50

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A Data Rata-rata Curah Hujan Bulanan Di Sumatera Utara ...56

Lampiran B Peta Lokasi Titik Pengamatan Di Sumatera Utara ...58

Lampiran C Stasiun dan Hasil Pengelompokan Di Sumatera Utara...59

Lampiran D Peta Lokasi Pengelompokan Hujan Di Sumatera Utara ...60

Lampiran E Peta Pengelompokan Hujan Di Sumatera Utara ...61

Lampiran F Peta Pengelompokan Hujan 1 Di Sumatera Utara ...62

Lampiran G Peta Pengelompokan Hujan 2 Di Sumatera Utara ...63

Lampiran H Peta Pengelompokan Hujan 3 Di Sumatera Utara ...64

Lampiran I Peta Pengelompokan Hujan 4 Di Sumatera Utara ...65

Lampiran J Peta Pengelompokan Hujan 5 Di Sumatera Utara ...66

(17)

ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik wilayah yang sangat khas, dimana wilayah Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan metode pengelompokan (Clustering). Dari hasil analisis pengelompokan Sumatera Utara di bagi atas 6 (enam) daerah pengelompokan hujan. Berdasarkan analisis, umumnya pewilayahan hujan di Sumatera Utara berpola Equatorial, kecuali daerah pengelompokan hujan 4 yang memiliki pola hujan lokal. Puncak hujan terjadi pada bulan Maret, April dan Mei untuk puncak hujan pertama dan September, Oktober dan Nopember untuk puncak hujan kedua. Curah hujan tertinggi terjadi pada pengelompokan hujan 1 dimana curah hujan tahunannya mencapai 4500 mm, serta curah hujan terendah terjadi pada pengelompokan hujan 2 dengan curah hujan 1900 mm pertahunnya. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis Sumatera Utara.

(18)

ANALYSIS OF RAINFALL BASED GROUPING WITH

GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEMS (GIS)

ABSTRACT

North Sumatra Province are areas that have characteristics that are typical of the region, where North Sumatra region flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean to the west and passes through the Bukit Barisan Mountains that stretch from north to south . This condition is very influential on Weather patterns and climate dinamica area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall rain zoning is based on clustering method (Clustering). From the results of clustering analysis of North Sumatra have 6 (six) rainfall regions. Based on the analysis, general rain areas in North Sumatra Equatorial pattern, except the rain area that has 4 local rainfall patterns. Peak rainfall occurs in March, April and May for the first rain peak and September, October and November for the second rainfall peak. The highest rainfall occurs in 1 in which wilayahan rainfall annual rainfall reaches 4500 mm, and the lowest rainfall occurs in the rainy region 2

with 1900 mm rainfall annually. This is in accordance with the geographical conditions

of North Sumatra.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola dinamika cuaca dan iklim di Sumatera Utara sangat beragam yang merupakan ciri khas daerah tersebut. Pola distribusi curah hujan sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi yang ada sehingga sangat sulit untuk diidentifikasi dan dianalisis lebih lanjut.

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang mana secara administrasi dibagi atas 33 kabupaten/kota. Posisi Sumatera Utara terletak pada garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudra Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini yang nantinya sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca didaerah tersebut.

Pada tulisan ini akan dianalisis sebaran curah hujan di Sumatera Utara dengan metode pengelompokan (clustering). Pengelompokan dibuat berdasarkan data curah hujan dari beberapa titik pengamatan. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membagi secara spasial wilayah Sumatera Utara yang mempunyai pola hujan yang sama dan pola hujan kelompok yang satu dengan yang lainnya mempunyai variasi yang cukup signifikan.

(20)

yang dapat dirasakan saat ini semakin keringnya musim kemarau dan intensitas banjir yang semakin tinggi dimusim hujan. Tindakan mitigasi bencana tersebut memerlukan informasi kondisi iklim yang ada sebagai dasar acuan, sementara itu peta sumberdaya iklim saat ini umumnya menggunakan data sebelum tahun 1970. Kehandalan peta-peta tersebut perlu diperbaharui dengan seri data yang aktual. Lebih jauh pengambil kebijakan dan perencana serta pelaksana lapangan di sektor pertanian dan sektor terkait lainnya dapat menyusun strategi menyeluruh sesuai dengan kondisi iklim terkini.

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan antara lain : Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Oldeman dan Sistem Klasifikasi Iklim Thorntwaite. Klasifikasi dari Mohr, Schmidt-Ferguson dan Koppen klasifikasinya sesuai bagi iklim yang berlaku di Indonesia. Sedangkan klasifikasi Oldeman dan Thorntwaite berlaku umum, yang sesuai untuk iklim dunia termasuk di Indonesia (Kartasapoetra, 2004). Di Indonesia pada umumnya menggunakan klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-fergusson, sedangkan di Sumatera Utara selama ini menggunakan Sistim Klasifikasi Iklim Oldeman (Sudrajat, A. 2009)

Untuk mendapatkan gambaran secara spasial selanjutnya dibuat poligon-poligon sebagai identitas suatu wilayah dengan pola hujan yang sama. Berdasarkan rata-rata curah hujan bulanan yang akan dianalisis sehingga menghasilkan pengelompokan hujan yang berbeda secara signifikan.

(21)

Hasil pengelompokan pengelompokan hujan tersebut akan di divisualisasikan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.

1.2. Perumusan Masalah

Wilayah Sumatera Utara akan kita bagi menjadi beberapa kelompok wilayah yang memiliki pola curah hujan bulanan yang sama dan secara signifikan berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain sehingga dapat dengan jelas pembagian wilayah yang berdasarkan metode pengelompokan dan dipetakan secara spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan diteliti antara lain:

1. Wilayah studi adalah Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan.

2. Pembagian pengelompokan curah hujan berdasarkan metode pengelompokan

(clustering) menggunakan aplikasi minitab 13.

3. Melakukan pemetaan spasial berdasarkan pengelompokan yang telah di analisis.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain :

(22)

2. Membuat peta wilayah hujan sebagai acuan dalam pengembangan pembuatan informasi prakiraan iklim khususnya wilayah Sumatera Utara, 3. Mengetahui pola-pola dan karakteristik hujan yang terjadi di wilayah

Sumatera Utara.

4. Mengetahui distribusi curah hujan tahunan dan bulanan di beberapa wilayah di Sumatera Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Hasil analisis pengelompokan hujan, wilayah Sumatera Utara dapat dibagi menjadi beberapa pewilayah hujan dimana tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim

Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air: 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar(outflow).

Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah (Sosrodarsono,2003).

Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari

atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan

transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus

hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut (---2010d).

(24)

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi Sumber : http://www.lablink.or.id/Hidro/Siklus/air-siklus.htm Diakses tanggal 12 Maret 2010 jam 10.13AM

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut.

Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runnof = limpasan air tanah) (Sosrodarsono, 2003).

(25)

• Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,

dan sebagainya. Kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

• Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

• Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama

dan danau; makin datar lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah perpindahan. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya (---2010d).

(26)

hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002 dalam Sudrajat, A.2009).

Thornthwaite (1933) dalam Bayong (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama, mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim (Sudrajat, A.2009).

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:

(27)

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.

Oldeman et al. (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75%, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Bayong, 2004).

(28)

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman et al., 1980).

(29)

Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman

Z one K la sifikasi Bula n Ba sah Bulan K ering

A 1 10-12 Bulan 0-1 Bulan

A 2 10-12 Bulan 2 Bulan

B 1 7-9 Bulan 0-1 Bulan

B 2 7-9 Bulan 2-3 Bulan

B 3 7-9 Bulan 4-5 Bulan

C 1 5-6 Bulan 0-1 Bulan

C 2 5-6 Bulan 2-3 Bulan

C 3 5-6 Bulan 4-6 Bulan

C 4 5 Bulan 7 Bulan

D 1 3-4 Bulan 0-1 Bulan

D 2 3-4 Bulan 2-3 Bulan

D 3 3-4 Bulan 4-6 Bulan

D 4 3-4 Bulan 7-9 Bulan

E1 0-2 Bulan 0-1 Bulan

E2 0-2 Bulan 2-3 Bulan

E3 0-2 Bulan 4-6 Bulan

E4 0-2 Bulan 7-9 Bulan

E5 0-2 Bulan 10-12 Bulan

A

B

C

D

E

Sumber : (Oldeman et al., 1980)

Sumber : (Oldeman et al., 1980)

(30)
[image:30.612.101.522.111.365.2]

Tabel 2.2. Zona Agroklimat Oldeman

Tipe Iklim Penjabaran

A1-A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah.

B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim yang baik.

B2-B3 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.

C1

Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun.

C2-C4 Setahuan hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman palawija jangan tanam dimusim kering.

D1

Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup.

D2-D4 Hanya mugkin tanam padi sekali dan palawija sekali. Perlu adanya irigasi.

E

Satu kali menanam tanam palawija

b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson

(31)

Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson (1951) didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut :

Bulan Kering : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm Bulan Basah : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm Bulan Lembab : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.

Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :

Rata-rata jumlah BK

Q = --- x 100 % Rata-rata jumlah BB

Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.

(32)
[image:32.612.100.515.111.259.2]

Tabel 2.3. Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson (Tabel Q) Tipe Iklim Kriteria

A ( Sangat Basah ) B ( Basah )

C ( Agak Basah ) D ( Sedang ) E ( Agak kering ) F ( Kering )

G ( Sangat kering ) H ( Luar Biasa Kering )

0 ≤ Q < 0,143 0,143 ≤ Q < 0,333 0,333 ≤ Q < 0,600 0,600 ≤ Q < 1,000 1,000 ≤ Q < 1,670 1,670 ≤ Q < 3,000 3,000 ≤ Q < 7,000 7,000 ≤ Q

[image:32.612.136.493.267.556.2]
(33)
[image:33.612.100.499.113.336.2]

Tabel 2.4. Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson

Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Zona Agroklimat

A Hutan hujan tropis

B Hutan hujan tropis

C

Hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya

dimusim kemarau

D Hutan musim

E Hutan savana

F Hutan savana

G Padang ilalang

H Padang ilalang

2.2. Proses Pembentukan Hujan   2.2.1 Ukuran Partikel Awan

Tetes air terbentuk pada inti-inti kondensi dari berbagai tipe dan ukuran Pertikel awan (tetes air) yang ada di dalam atmosfer dibedakan dalam tiga golongan berdasarkan ukurannya yaitu :

• Inti biasa, dengan garis tengah < 0,1μ

• Inti sedang, dengan garis tengah < 0,1 – 1,0 μ • Inti besar, dengan garis tengah > 1,0 μ

Inti besar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan inti sangat besar dan memegang peranan dalam pembentukan awan. Konsentrasi inti kondensasi di atas daratan umunya lebih rapat dari pada di atas lautan, sehingga partikel-partikel diatas lautan memiliki ukuran yang lebih besar.

(34)

berkisar antara 3 -22 μ . Inti-inti kondensasi sangat besar yang terdiri dari inti-inti garam dapat membentuk partikel atau tetes air dengan garis tengah antara 20 – 30 μ , dan konsentrasinya umumnya hanya satu inti tiap satu liter udara yang ditemui baik di atas daratan maupun di atas lautan.

Tetes air ini untuk dapat jatuh dari dasar awan harus mencapai ukuran tertentu, sehingga arus udara naik tidak dapat menahan lagi berat tetes air tersebut. Ukuran yang sesuai untuk dapat jatuh sebagai hujan adalah sekitar 100μ dan menghasilkan kecepatan akhir 1 meter per detik.

2.2.2 Pertumbuhan Partiket Awan

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan partikel awan, diantaranya adalah kelembaban udara disekitarnya, tegangan permukaan, sifat inti kondensasinya, dan cepatnya pemindahan panas latent ke dalam udara sekitarnya.

Pada saat permulaan, proses kondensasi pada inti-inti berlangsung sangat cepat sampai pada suatu ukuran yang dapat dilihat dalam sekejap mata, kemudian proses selanjutnya akan belangsung secara perlahan. Dan hasil proses kodensasi sendiri, tidak akan menghasilkan tetes-tetes air yang garis tengahnya bisa melebihi 30 μ Dengan demikian, untuk mengetahui terjadinya tetes-tetes air yang lebih besar di dalam awan dapat diterangkan dengan metode benturan dan penggabungan diantara tetes-tetes air yang ada.

2.2.3 Mekanisasi Proses Penggabungan

(35)

tetes-tetes awan yang lebih kecil di sekitarnya. Tetes air ini baru dapat berbenturan antara satu dengan lainnya apabila garis tengahnya sudah lebih dari sekitar 18 μ.

Proses benturan dan penggabungan ini sangat perlu untuk perkembangan hujan dan awan-awan panas yang suhunya diatas 00C dan seluruhnya terdiri dari tetes air. Tetes air juga didapati (terjadi) dalam awan dingin yang suhunya kurang dari 0° C dan terdiri dari tetes-tetes air super dingin. Tetes air super dingin ini dapat pula berkernbang besar dalam proses benturan dan penggabungan. Beberapa awan dingin dapat juga mengandung kristal-kristal es (Bayong, T. 2007).

2.3. Hujan

Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi (Sosrodarsono,2003).

Hujan merupakan peranan penting dalam siklus hidrologi. kelembaban dari laut

menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.

(36)

Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin lebar, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.

Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pembagai peralatan seperti payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam.

2.3.1. Pengertian Hujan

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

(37)
[image:37.612.107.538.169.268.2]

berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman (Subagyo, S.1990).

Tabel 2.5. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sosrodarsono,2003) No Keadaan Curah

Hujan

Intensitas Curah Hujan 1 Jam (mm)

Intensitas Curah Hujan 24 Jam (mm) 1 Hujan Sangat Ringan < 1 < 5

2 Hujan Ringan 1-5 5-20

3 Hujan Normal 5-20 20-50

4 Hujan Lebat 10-20 50-100

5 Hujan Sangat Lebat > 20 > 100

Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.2 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.

Tabel 2.6. Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan(Sosrodarsono,2003) No Jenis Diameter Bola

(mm)

Massa (mg) Kecepatan Jatuh (m/det)

1 Hujan Gerimis 0.15 0.0024 0.5

2 Hujan Halus 0.5 0.065 2.1

3 Hujan Normal Lemah 1 0.52 4.0

4 Hujan Normal Deras 2 4.2 6.5

5 Hujan Sangat Deras 3 14 8.1

[image:37.612.105.515.488.617.2]
(38)

higroskopis yang berguna sebagai inti kondensasi zat-zat tersebut antara lain: perak iodida, kristal es, es kering atau CO2 padat, zat tersebut ditaburkan diudara dengan

menggunakan pesawat terbang. 2.3.2. Tipe Hujan

Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut:

a. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.

b. Hujan Konvektif

(39)

c. Hujan Frontal

Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.

d. Hujan Siklon Tropis

Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak terkaitan denga front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.

2.3.3. Distribusi Hujan a. Equatorial

Tipe ini terdapat pada daerah sekitar equator. Ciri-ciri dari pada tipe ini adalah mempunyai dua puncak maksimum dan minimum. Hujan maksimum terjadi pada bulan bulan dimana matahari berada diatas daerah tersebut. Hujan minimum terjadi pada waktu matahari berada paling jauh dari tempat tersebut.

(40)

Tipe ini terjadi di daerah tropik pada lintang 0°-3,5° lintang utara dan selatan. Tipe ini mempunyai satu puncak maksimum yaitu terjadi pada bulan dimana matahari berada didaerah tesebut.

c. Monsun

Tipe ini terjadi didaerah-daerah yang dilalui angin muson. Tipe ini mempunyai hujan maksimum pada musim barat bersamaan dengan musim hujan dan minimum pada waktu musim timuran bersamaan denga musim kemarau.

d. Continent/Lokal

Tipe ini terjadi hujan pada musim panas. Pada musim panas daerah daratan suhunya tinggi sehingga tekanan udara rendah dan udara sekitarnya mempunyai tekanan yang tebih tinggi sehingga angin akan bertiup kedaerah tersebut sehingga terbentuk konveksi dan terjadi hujan. Sebaliknya musim dingin daerah tersebut menjadi pusat anti siklon sehingga hujan jarang terjadi.

e. Maritim

Hujan terjadi merata sepanjang tahun. Tipe ini biasanya dimiliki oleh pulau-pulau yang terletak di tengah Samudra.

f. Tropik

Tipe ini terjadi di daerah sub tropik. Tipe ini mempunyai satu curah hujan minimum yang terjadi pada pertengahan tahun.

2.4. Sifat dan Bentuk Hujan

(41)

maupun dalam berbagai bentuk es dan mencapai tanah disebut hujan. Agar hidrometeor tersebut dapat mencapai tanah, diperlukan suatu keadaan dimana udara dibawah awan tidak terlalu panas dan kering. Namun demikian, selama dalam perjalanan jatuh, hidrometeor tersebut tetap akan mengalami penguapan atau sublimasi

a) Drizzle

Drizzle, adalah hujan yang serba sama dengan tetes-tetes air yang kecil dan rapat. Berdasarkan ketentuan internasional. drizzle terdiri dari tetes air yang memiliki garis tengah kurang dan 250 yang selanjutnya disebut tetes-tetes drizzle.

Drizzle umumnya jatuh dari awan-awan Jenis Stratus yang tebalnya hanya beberapa ratus meter dan dapat mencapai tanah jika arus udara naik sangat lemah. b) Hujan

Hujan, terdiri dari tetes-tetes air yang memiliki garis tengah lebih dari 250. Tetes - tetes hujan yang besar umumnya awan yang tebalnya beberapa kilometer dan jatuhnya hujan tertinggi (lebat) dihasilkan dari awan-awan jenis Cumulus yang tingginya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dengan arus naik yang luat didalamnya.

c) Salju

Salju, adalah hujan dalam bentuk kristal-kristal es. Sebagian terbesar dari kristal es ini bercabang yang kadang-kadang berbentuk seperti bintang. Kelompok dari kristal-kristal es ini disebut keping salju. Kristal-kristal es juga bisa berbentuk seperti jarum, butiran atau lempengan dan disebut sebagai prisma-prisma es.

(42)

d) Butir-butir Salju

Butir salju, terdiri dari biji-biji es yang berwarna putih kabur dalam bentuk bola atau kerucut dengan garis tengah antara 2 - 5 mm.

Butir salju terbentuk dari accretion air super dingin pada kristal es atau keping salju dalam bentuk rime. Butir salju bersifat kering dan mudah pecah dan jika jatuh mengenai benda keras akan memantul.

e) Butir-butir Es

Butir-butir es, terdiri dari butir es yang transparan maupun translusen dengan bentuk bola atau bentuk yang tidak teratur.

2.5. Pengamatan dan Alat Ukur Curah Hujan 2.5.1. Pengamatan Pos Hujan

1. Pos Hujan Biasa (Tipe Observatorium)

adalah suatu stasiun yang terdiri dari satu alat penakar hujan biasa untuk mengukur curah hujan per satuan waktu secara manual atau ditakar langsung oleh pengamat.

Penakar hujan tipe observatorium merupakan tipe standard yang digunakan di Indonesia. Jejaring pos hujan ini tersebar luas di seluruh daerah dengan topografi yang datar, berbukit / bergunung, atau di pulau-pulau kecil.

2. Pos Hujan Khusus

adalah suatu stasiun yang terdiri dari satu alat penakar hujan dengan bentuk khusus agar dapat menampung curah hujan lebih banyak dari tipe penakar biasa, misalnya untuk satu bulan.

(43)

dilakukan sebulan sekali atau pada tiap waktu mengadakan peninjauan ke lokasi tersebut, sesuai kapasitas yang ada dan kendala yang dihadapi pengamat untuk mencapai lokasi atau pos hujan tersebut.

3. Pos Hujan Utama

adalah suatu stasiun yang terdiri dari satu alat penakar hujan biasa. Untuk mengukur curah hujan per satuan waktu secara manual atau langsung oleh pengamat (sama seperti tipe observatorium) yang dipilih dan ditentukan lokasinya hingga memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :

• dapat mewakili sifat hujan di daerahnya • ketepatan data yang tinggi

• memiliki series data yang cukup panjang dan kontinu • komunikasi pengiriman data mudah

Pemilihan pos hujan utama didasarkan pada daerah tipe hujan dengan tujuan untuk meningkatkan dan mempermudah pelayanan informasi hujan.

4. Pos Hujan Otomatis

adalah suatu stasiun yang terdiri dari satu alat penakar hujan otomatis yang dapat mencatat intensitas curah hujan dan lamanya (satuan waktu ) dan tertulis pada suatu pos hujan untuk satu hari (24 jam) mulai jam 07.00 WIB sampai 07.00 WIB hari berikutnya. Satu stasiun hujan otomatis, terdiri dari (satu) alat penakar hujan otomatis dan 1 (satu) alat penakar hujan biasa (obs).

(44)

tetapi dengan jumlah hujan yang masih sangat terbatas.

2.5.2. Alat Pengukur Curah Hujan

Pengamatan curuh hujan dilakukan oleh alat ukur hujan. Ada 2 jenis alat yang digunakan untuk pengamatan, yakni jenis biasa dan jenis otomatis. Alat ukur biasa itu ditempatkan di tempat yang terbuka yang tidak dipengaruhi oleh pohon-pohon dan gedung-gedung. Bagian atas alat itu di pasang 120 cm lebih tinggi dari permukaan tanah yang sekelilingnya ditanami rumput.

Ketelitian pembacaan adalah sampai 1/10 mm. Pembacaan harus diadakan 1 kali sehari, biasanya jam 07.00 dan hasil pembacaan ini dicatat sebagai curah hujan hari terdahulu (kemarin).

Curah hujan kurang dari 0,1 mm harus dicatat 0,00 mm, yang harus dibedakan dengan keadaan yang tidak ada curah hujan yang dicatat dengan membubuhkan garis (-). Alat ukur hujan otomatis digunakan untuk pengamatan yang kontinu. Ada 2 jenis alat ukur otomatis, yakni jenis sifon dan jenis penampung bergerak tilting bucket. Air hujan itu tertampung di dalam sebuah silinder di mana terdapat sebuah pelampung yang dapat di angkat oleh air hujan yang masuk itu.

(45)

Konstruksi alat ukur hujan otomatis jenis pelampung bergerak (tilting bucket).penampung terdiri dari 2 bagian yang sama, yang dapat bergerak/berputar pada sumbu horizontal yang terpasang di tengah- tengah.

2.5.3. Jenis Penakar Hujan Standart

2.5.3.1. Penakar Hujan Biasa (non recording)

Penakar hujan biasa ada beberapa macam, diantaranya tipe obeservatorium (obs), tipe observatorium jenis wind shild dan tipe obsevatorium pada tanah.

a. Panakar Hujan Tipe Observatorium (obs)

Jenis penakar hujan ini termasuk penakar hujan biasa atau non recording. Jenis ini digunakan di Jndonesia sejak zaman pendudukan Belanda sampai sekarang. Bentuk alatnya sederhana, terdiri dari:

• Sebuah corong yang dapat dilepas dari bagian alat. Permukaan corong terbuat dari

kuningan/tembaga yang berbentuk lingkaran dengan luas penampang 100 cm2 • Bak tempat penampungan air hujan

• Kran untuk mengeluarkan air dalam bak ke gelas penakar. Kran dilengkapi

dengan gembok agar tidak dapat dibuka tanpa kuncinya.

• Kaki penakar yang berbentuk tabung silinder, tempat memasang penakar pada

tonggak kayu.

• Gelas penakar hujan yang mempunyai skala 25 mm.

(46)

b. Penakar Hujan Biasa Jenis Wind Shild

Pemasangan wind shild pada penakar hujan biasa dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh angin putar (turbulensi) yang bertiup melalui corong penawar hujan, sehingga angin yang melewati corong sedapat mungkin horizontal. Jenis penawar hujan ini tidak banyak dipakai di Indonesia, hanya pada beberapa stasiun meteorologi.

Bentuk penakar sama seperti penakar hujan biasa dan ditambah dengan wind shild pada bagian atasnya, yang terdiri dari dua buah kerucut terpasang dalam posisi terbalik, dengan bidang alas berada disebelah atas.

c. Penakar Hujan Biasa Pada Tanah

Penakar hujan jenis ini dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah curah hujan yang jatuh pada permukaan tanah, dengan pertimbangan bahwa curah hujan yang ditampung akan berkurang jika penakar dipasang makin tinggi dari permukaan tanah.

(47)

Gambar 2.4. Penakar Hujan Biasa

2.5.3.2. Penakar Hujan Otomatis (recording)

Penakar hujan otomatis ada beberapa macam, diantaranya jenis Jardi, jenis Tipping Bucket, jenis Van Doorn, jenis Hellmann.

a. Penakar Hujan Otomatis Jenis Jardi

Penggunaan penakar hujan jenis Jardi dimaksudkan untuk memperoleh intensitas curah hujan pada suatu saat, terutama sekali untuk curah hujan yang besar dan terjadi pada waktu yang singkat. Data yang tercatat pada pias lebih jelas dibanding dengan penakar hujan jenis lain. Penakar jenis ini sudah tidak lagi dipakai di Indonesia. b. Penakar Hujan Otomatis Jenis Tipping Bucket

(48)

c. Penakar Hujan Otomatis Jenis Van Doorn

Pada dasarnya sistem mekanisme penakar hujan otomatis jenis Van Doorn hampir sama dengan jenis Hellmann. Perbedaannya terdapat pada bentuk alat, luas corong, dan beberapa bagian instrumennya. Pada saat sekarang pemakaian jenis penakar ini tidak ada lagi.

Gambar 2.5. Penakar Hujan Otomatis

2.5.4. Instalasi Alat Penakar Hujan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan Alat penakar hujan adalah: 1. Tempat terbuka, bebas dari hambatan seperti; bangunan, pepohonan dan lain

lain. Jarak ideal sebuah alat dari penghambat adalah 2x ketinggian penghambat.

(49)

3. Ketinggian alat, biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau negara yang bersangkutan. BMG menetapkan ketinggian alat penakar hujan adalah 120 cm diatas permukaan tanah berumput tipis.

4. Cat, sebaiknya menggunakan warna putih/chrome untuk mengurangi efek penguapan.

5. Pelindung alat/pagar, bila alat dianggap perlu untuk dikelilingi pagar, maka ketinggian pagar tidak boleh melebihi tinggi alat (biasanya cukup 1 m). 2.6. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.

Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah,

pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute.

Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah

(wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi (……….2010a).

(50)

perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software)untuk kepentingan pemetaan, agar fakta wilayah dapat disajikan dalam satu sistem berbasis komputer. Sistem tersebut kita kenal dengan istilah Sistem Informasi Geografis (SIG). Meskipun demikian SIG tidak boleh hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional (tradisional) ke bentuk peta digital, sebab SIG juga mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan, menampilkan,memanipulasi, dan memadukan informasi dari berbagai sektor, sehingga dapatmenghasilkan informasi berharga yang diperoleh dari mengkorelasikan dan menganalisis data spasial dari fenomena geografis suatu wilayah (Guswanto, 2008).

Berikut ini, beberapa definisi SIG menurut para ahli: 1. Menurut Aronaff, 1989.

SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi uraian. 2. Menurut Barrough, 1986.

SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia.

3. Menurut Marble et al, 1983.

SIG merupakan sistem penanganan data keruangan. 4. Menurut Berry, 1988.

SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan.

(51)

SIG merupakan sistem komputerisasi data yang penting. 6. Menurut Linden, 1987.

SIG adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.

7. Menurut Petrus Paryono

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pengertian Data

Data merupakan kumpulan dari pengamatan terhadap suatu unsur tertentu secara berkelanjutan. Dalam bidang meteorologi dan klimatologi data-data dari unsur-unsur cuaca sangat diperlukan untuk mengetahui historis suatu kejadian pada daerah tertentu dan dijadikan rujukan dalam mengambil kebijakan dalam berbagai aspek yang sangat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan beberapa stasiun dan pos hujan yang ada di Sumatera Utara yang mana data-data yang digunakan merupakan data yang telah dipilih dari basedata yang ada dimana data-data tersebut dianggap paling baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.

3.1.1. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan beberapa stasiun dan pos pengamat curah hujan yang ada di wilayah Sumatera utara yang memiliki series data yang cukup panjang dengan kisaran antara 15 hingga 20 tahun. Data yang digunakan adalah data rata-rata bulanan dari tiap-tiap stasiun dan pos pengamat curah hujan. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Lampiran A.

3.1.2. Lokasi Titik Pengamatan Curah Hujan

(53)

Di Sumatera Utara terdapat ± 300 stasiun dan pos pengamat curah hujan. Namun dari hasil penyeleksian data baik kualitas dan kuantitasnya maka diambil 43 stasiun dan pos hujan, yang mana diharapkan dari masing-masing stasiun dan pos hujan tersebut dapat mewakili daerahnya masing-masing. Lokasi titik pengamatan curah hujan terpilih dapat dilihat pada Lampiran B.

3.2. Pengelompokan Curah Hujan

Teknik analisis pengelompokan yang digunakan adalah mengelompokkan pos pengamatan hujan yang mempunyai kesamaan pola curah hujan bulanan ke dalam sub-sub kelompok. Curah hujan bulanan dari sub-sub-sub-sub kelompok yang terbentuk mempunyai pola yang sama. Berdasarkan analisis eksplorasi terhadap curah hujan bulanan menunjukkan bahwa ada korelasi antara curah hujan bulanan dengan bulanan lainnya. Sehingga jika digunakan data curah hujan bulanan untuk pembentukan kelompok maka hasilnya kurang optimum.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka haruslah dicari suatu sifat baru atau perubah baru yang tidak mempunyai korelasi satu sama lain. Teknik membentuk peubah baru yang diperoleh dari data curah hujan dasarian adalah analisis komponen utama (AKU). Misalkan peubah curah hujan dasarian adalah Y1, Y2,……Y36 dimana Yi dan Yj saling

berkorelasi maka sifat baru tersebut adalah komponen utama Z1, Z2,……Z36 dimana Zi

dan Zj tidak berkorelasi atau rzi,zj=0. Secara matematis fungsi Z dapat dituliskan sebagai

berikut :

Zi = f(Yi),...(3.1)

(54)

lebih besar dari 80%. Proses analisis komponen utama digunakan paket program Minitab 13 (Haryoko,U. 2007).

[image:54.612.163.464.247.383.2]

Pengelompokan data curah hujan dikelompokkan dengan menggunakan metode cluster. Dalam metode tersebut komponen utama dari seluruh stasiun disusun dalam bentuk matriks sebagai berikut :

Tabel 3.1. Matriks komponen utama

Stasiun Data (dalam satuan bulanan)

1 2 3 4 ………n 1 Z11 z12 z13 z14 ………z1n

2 Z21 z22 z23 z24 ………z2n

. .

. .

. .

. .

K Zk1 zk2 zk3 zk4 ……….zkn

Selanjutnya dipandang tiap baris menyatakan vektor dalam ruang n, maka selisih dua vektor menyatakan beda nilai komponen utama dari kedua stasiun yang bersangkutan. Beda tersebut dinyatakan dalam bentuk:

(

)

12

1 2 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − =

= n i jk ik

ij Z Z

d ...(3.2)

dimana :

dij : jarak euclid antara stasiun ke i dengan stasiun ke j

zi : sifat dari stasiun ke i

zj : sifat dari stasiun ke j

(55)

Untuk menentukan jarak antar sub-sub kelompok digunakan dengan jarak terjauh atau disebut dengan complete linkage dengan notasi :

dG1G2 = max [dij ]...(3.3)

i∈G1, j∈G...(3.4)

Penggabungan antar stasiun atau sub-kelompok stasiun dilakukan dengan menggabungkan stasiun dengan stasiun lain yang mempunyai jarak euclid terkecil sehingga pada langkah pertama penggabungan akan terdapat n-1 kelompok. Penggabungan ini dilakukan terus sampai didapat satu kelompok besar yang berisi seluruh stasiun. Diagram yang menunjukkan pengelompokan ini tergambar dalam

dendogram (Haryoko,U. 2007).

3.3. Tempat Penelitaian

Untuk mendapatkan data dukung berupa data curah hujan, stasiun dan pos pengamatan curah hujan di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tepatnya di Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan.

3.4. Aplikasi Pendukung Penelitian

(56)

3.4.1. Sistem Informasi Geografis dengan Arc View

Arcview merupakan salah satu perangkat lunak SIG yang populer dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Arcview dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute). Dengan Arcview kita dengan mudah

dapat mengelola data, menganalisa dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis.

Beberapa bagian Arcview yang cukup penting antara lain adalah : a. Project

Merupakan kumpulan dari dokumen yang berasosiasi selama satu sesi Arcview. Setiap

project memiliki lima komponen pokok yaitu views, tables,charts, layouts dan scripts.

Views digunakan untuk mengelola data grafis. Sedangkan tables untuk manajemen data

atribut, charts untuk mengelola grafik (bukan data grafis). Layouts untuk membuat

komposisi peta yang akan dicetak dan scripts dipakai untuk membuat modul yang berisikan kumpulan perintah Arcview yang ditulis menggunakan bahasa pemrograman

Avenue.

b. Theme

Arcview mengendalikan sekelompok feature serta atribut di dalam sebuah theme dan

mengelolanya di dalam sebuah views. Sedangkan theme menyajikan sekumpulan obyek nyata sebagai feature peta yang berhubungan dengan atribut. Feature dapat berupa titik

(points), garis (lines) maupun polygon. Contoh feature yang berupa titik adalah sekolah,

(57)

c. Views

View merupakan sebuah peta interaktif yang dapat digunakan untuk menampilkan, memeriksa, memilih dan menganalisa data grafis. View tidak menyimpan data grafis yang sebenarnya, tetapi hanya membuat referensi tentang data grafis mana saja yang terlibat. Ini mengakibatkan view bersifat dinamis. View merupakan kumpulan dari

theme.

d. Table

Tabel digunakan untuk menampilkan informasi tentang fature yang ada di dalam suatu

view. Sebagai contoh menjelaskan tentang propinsi bali disiapkan tabel yang berisi data-data item nama kabupaten, jumlah penduduk laki-laki, perempuan, total dan sebagainya. e. Chart

Chart merupakan sebuah grafik yang menyajikan data tabular. Di dalam Arcview chart

terintegrasi penuh dengan tabel dan view sehingga dapat dilakukan pemilihan

record-record mana yang akan ditampilkan ke dalam sebuah chart. Terdapat enam jenis chart

yaitu area, bar, column, p dan scatter.

f. Layout

Layout digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (view, table, chart) dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal guna membuat peta yang akan dicetak. Dengan layout dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak

property peta seperti : judul, legend, orientasi, label dan sebagainya.

(58)

Script merupakan sebuah bahasa pemrograman dari Arcview yang ditulis ke dalam bahasa Avenue (---2010c).

3.4.2. Pengolahan Statistik dengan Minitab 13

Minitab adalah program komputer yang dirancang untuk melakukan pengolahan

statistik. Minitab mengkombinasikan kemudahan penggunaan layaknya Microsoft Excel

(59)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hasil-hasil analisis dan pengolahan data curah hujan di Sumatera Utara dengan menggunakan metode pengelompokan serta pembagian pengelompokan hujan dan pemetaanya mengguanakan Arc View dapat dilihat sebagai berikut:

4.1. Analisis Dendogram

Dari hasil analisis pengelompokan menggunakan aplikasi statistik Minitab 13, dapat dilihat bahwa analisis dendogram menggambarkan adanya 6 (enam) pembahagian wilayah hujan untuk wilayah Sumatera Utara.

[image:59.612.125.455.389.547.2]

          30 27 23 42 1 4 22 21 24 20 14 12 41 10 16 5 39 34 8 31 35 2 33 32 7 9 40 6 3 26 28 25 19 13 29 17 38 37 18 43 15 36 11 51.64 67.76 83.88 100.00 Similarity Observations

Gambar 4.1. Diagram dendogram data curah hujan di Sumatera Utara

Pembagian wilayah hujan tersebut dapat dirinci pada Lampiran C

4.2. Hasil Pengelompokan Curah Hujan

(60)

Dari hasil analisis pengelompokan hujan maka menghasilkan 6 (enam) wilayah hujan yang mempunyai perbedaan yang signifikan, dimana hasil pengelompokan titik-titik pewilayah hujan maka dihasilkan pembagian wilayah hujan di Sumatera Utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran D. Sedangkan hasil pembagian titik-titik hasil pembagian akan menghasilkan suatu pembagian wilayah hujan yang memiliki karakteristik yang sama dan sangat berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran E.

4.2.1. Pengelompokan Curah Hujan 1

Pembagian wilayah hujan 1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Asahan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran F.

4.2.2. Pengelompokan Curah Curah Hujan 2

Pembagian wilayah hujan 2 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Karo, Dairi, Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbanghasundutan dan Mandailing Natal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran G.

4.2.3. Pengelompokan Curah Hujan 3

Pembagian wilayah hujan 3 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten yang berada di Pantai Timur Sumatera Utara antara lain: Langkat, Kota Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan dan Labuhan Batu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran H.

(61)

Pembagian wilayah hujan 4 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Kota Medan, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Nias dan Nias Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran I. 4.2.5. Pengelompokan Curah Hujan 5

Pembagian wilayah hujan 5 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Pak-pak Bharat, Humbanghasundutan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Karo, Mandailing Natal dan Simalungun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran J.

4.2.6. Pengelompokan Curah Hujan 6

Pembagian wilayah hujan 6 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Dairi, Pak-pak Bharat, Humbanghasundutan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Asahan, Simalungun, Labuhan Batu dan Tapanuli Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran K.

4.3. Karakteristik Curah Hujan

Hasil pembagian wilayah hujan di Sumatera Utara yang terdiri atas 6 (enam) wilayah hujan tersebut memiliki karakteristik yang sangat berbeda untuk masing-masing wilayah antara lain:

4.3.1. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 1

(62)
[image:62.612.130.497.221.443.2]

terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di pengelompokan hujan 1 rata-rata sebesar 4500 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 380 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 545 serta minimum pada bulan Juni 249 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2.Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Pengelompokan hujan 1

4.3.2. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 2

(63)
[image:63.612.132.495.194.413.2]

hujan 2 rata-rata sebesar 1900 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 159 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Maret sebesar 217 serta minimum pada bulan Juni 83 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3.Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Pengelompokan hujan 2

4.3.3. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 3

(64)
[image:64.612.130.498.166.410.2]

mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan September sebesar 284 serta minimum pada bulan Pebruari 79 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4.Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Pengelompokan hujan 3

4.3.4. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 4

(65)
[image:65.612.134.497.139.399.2]

Nopember sebesar 343 serta minimum pada bulan Pebruari 136 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5.Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Pengelompokan hujan 4

4.3.5. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 5

(66)
[image:66.612.133.495.166.384.2]

bulan Oktober sebesar 330 serta minimum pada bulan Pebruari 147 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6.Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Pengelompokan hujan 5

4.3.6. Karakteristik Pengelompokan Wilayah Curah Hujan 6

(67)
[image:67.612.133.495.166.384.2]

terjadi pada bulan Nopember sebesar 263 serta minimum pada bulan Juli 105 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.7.

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan:

1. Hasil analisis pengelompokan hujan dibeberapa stasiun dan pos hujan menunjukkan bahwa di Sumatera Utara terdapat 6 (enam) pengelompokan hujan, yang mana masing-masing pengelompokan hujan sangat signifikan perbedaannya antara satu dan lainnya.

2. Umummya pengelompokan hujan di Sumatera Utara berpola Equatorial yang mengalami dua puncak hujan dalam setahun, kecuali pengelompokan hujan 4 yang mengalami pola hujan Lokal, hal ini sesuai dengan kondisi geografis Sumatera Utara yang berada di khatulistiwa dan terpengeruh terhadap adanya kondisi-kondisi di perairan sekitarnya.

3. Rata-rata curah hujan tahunan tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada pewilayahn hujan1 dengan curah hujan berkisar 4500 mm per tahun, sedangan rata-rata curah hujan terendah terjadi di pengelompokan hujan 2 dengan curah hujan berkisar 1900 mm per tahun.

4. Puncak hujan di Sumatera Utara untuk masing-masing pengelompokan hujan terjadi pada bulan Maret, April dan Mei untuk puncak hujan pertama dan September, Oktober dan Nopember untuk puncak hujan kedua.

(69)

5. Puncak hujan bulanan tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada daerah pengelompokan hujan 1 dengan curah hujan rata-rata maksimum mencapai 545 mm.

5.2.Saran

1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan data-data curah hujan yang lebih banyak lagi sehingga jarak antar stasiun dan pos hujan agar lebih rapat.

2. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan data time series yang lebih panjang untuk masing-masing stasiun dan pos hujan.

(70)

DAFTAR PUSTAKA

As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem

Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan.

Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11

Bayong, T. 2006. “ Meteorologi Indonesia” Badan Meteorologi dan Geofisika

Handoko. 1995. Klasifikasi Iklim. Di dalam : Handoko, editor. Edisi Kedua. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Haryoko, Urip, 1999, “Prakiraan Awal dan Panjang Musim di DAS Brantas”, Prosiding Seminar Variabilitas Iklim Indonesia, BPPT.

Imantho, H. 2004. Materi Diklat dalam Pelatihan Dosen Tentang Teknologi Informasi Untuk Manajemen Sumber Daya Alam. Bogor, 9-21 Agustus 2004.

Irianto, G., I. Amien, Irsal Las, B. Rachman. 2001. Pengeloan Air Berbasis Pulau Untuk Mengantisipasi Kelangkaan Air Dan Mencapai Ketahanan Pangan. Laporan Hasil Penelitian. Puslittbangtanak.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta.

Nuarsa, I.W. 2005. Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 Untuk Pemula. Gramedia. Jakarta.

Nur Iriawan,Ph.D, 2006. Mengolah data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Oldeman, R.L., Irsal Las, and Muladi. 1980. The agro-climatic maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara Contrib. No.60. Centr. Res. Inst.Agrc. Bogor.

Sosrodarsono, 2003. “ Hidrologi”. Penerbit PT. Abadi. Jakarta

Subagyo, S, 1990. “ Dasar-dasar Hidrologi” Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sudrajat, A. 2009. Pemetaan Klasifikasi Oldeman dan Schmid-Fergusson Sebagai

Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Iklim dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Sumatera Utara. Tesis Pasca Sarjana Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Sumatera Utara

Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007. Modul Akurasi Prakiraa Musim. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

(71)

Wilks, Daniel S., 1995, “Statistical Methods in the Atmospheric Sciences, An Introduction, Academic Press Inc.,

(---2010a) http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis

diakses tanggal 11 Maret 2010 jam 10.24 PM

(---2010b) http://eksan.komite-sman2bjb.web.id/wp-content/uploads/2008/04/sistem-informasi-geografi.pdf

diakses tanggal 11 Maret 2010 jam 10.52 PM

(---2010c)http://eprints.undip.ac.id/1107/1/Arcvie_GIS_3.PDF

diakses tanggal 11 Maret 2010 jam 9.49 PM (---2010d)http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air

(72)
(73)

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # #

PROVINSI R IAU

PROVINSI SUMATERA BARAT SE LAT M AL A KA SAMUDR

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Penentuan Tipe Oldeman ...................................................11
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi
Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman
Tabel 2.2. Zona Agroklimat Oldeman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara pra observasi dengan Lurah Cihapit, Lurah Merdeka, dan pegawai Bagian Pemerintahan Umum Pemerintah Kota Bandung terdapat beberapa

pada virtualisasi server menggunakan proxmox telah berhasil dilakukan yaitu dengan indikasi bahwa Virtual Machine ( VM ) telah berhasil pindah ketika salah satu

Namun demikian, Bayu menegaskan, pemilihan calon pemimpin Keraton Yogyakarta merupakan hak dari raja, dalam konteks ini. Terpopuler

24 Pengaruh dalam penelitian ini maksudnya adalah pengaruh motivasi belajar dan kemandirian belajar selama masa pandemi Covid–19 terhadap hasil belajar siswa kelas XII

Dalam rangka menindaklanjuti program pemerintah pusat ini khusus membangun sinergitas program dibidang ke-ciptakaryaan maka pemerintah kabupaten Indragiri Hilir mencoba

Terd olaha olaha umu Untuk lebih omena loka nsentrasi di mendekati p Bahan B duk makanan ung, marnin erkonsentras wilayah Pati, ntah bebera oin, diantara mpok wilay gi

Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR.. BADAN