• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKRETARIS DPRD

3.3 Proses Pembentukan Peraturan Daerah

Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hokum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur ppenyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam. Antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda. Pengetahuan itu tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut kedalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudahh dipahami. Disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diartikan bahwa pembentukan Perda adalah proses pembuatan Perda yang

pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

Tahapan proses pembentukan Perda antara lain : 1. Perencanaan

Perencanaan Perda dilakukan dalam suatu program legislative daerah. program Legislatif Daerah (Prolegda) ditetapkan agar pembentukan Perda dilaksanakan secara terencana. Dalam Prolegda ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka Prolegda memuat legislasi jangka panjang, menengah atau tahunan. Selain maksud tersebit diatas, penyusunan Prolegda juga dimaksudkan untk menjaga agar peraturan perudang-undangan daerah tetap berada dalam sistem kesatuan hukum nasional.

Menurut bagir Manan, keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tnggi tngkatnya dan kepentingan umum secara menyeluruh, mau tidak mau menempatkan peraturan perundang-undangan tingkat daerah sebagai subsistem perundang-undangan nasional bahkan sistem hukum nasional pada umunya.

Menurut Peraturan Presiden No. 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional dimana penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh DPR dan pemerintah secara berencana, terpadu, dan sistematis yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh DPR melalui Badan Legislasi. Maka Prolegda disusun oleh DPRD dan Pemerintah Daerah secara berencana, terpadu dan sistematisyang

pelaksanaannya dikoordinasikan oleh DPRD melalui Badan Legislasi Daerah. Namun, pada kenyataannya seluruh DPRD Kota/kabupaten dan provinsi diketahui tidak memiliki Prolegda, sehingga Perda yang dibentuk perlu ditertibkan.

2. Persiapan

Menurut Muhammad Atqa, apabila kita akan membuat suatu bangunan, maka seperti biasa lebih dahulu kita membuat blue-print, sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan itu kelak, agar bangunan itu sesudah selesai dibuat dapat memenuhi harapan kita sepenuhnya. Demikian pula dengan halnya apabila kita akan membuat suatu Peraturan Daerah.

Proses usulan Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan berdasarkan Peraturran Tata Tertib dari pihak DPRD. Oleh karena itu, ada kemungkinan perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah lain. Meskipun demikian, perbedaan ini relative tidak jauh karena keseluruhan Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004. Adapun tahapan proses mengajukan usulan tersebut, adalah sebagai berikut :

1. Usulan prakarsa diajukan oleh anggota Dewan kepada Pimpinan DPRD, sekurang-kurangnya lima anggota yang tidak hanya berdiri dari satu fraksi

Musyawarah. Dalam Rapat Paripurna tersebuit, pemprakarsa menyampaikan penjelasan atas usulnya (inisiatif).

3. Apabila usulan prakarsa tersebut diterima dalam Sidang Paripurna DPRD, maka proses selanjutnya penyelesaian dilakukan melalui prosedur yang ada.

4. Ranperda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Dearah.

3. Pembahhasan dan pengesahan

a. Pembahasan.

Pemabahasan Ranperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah. pembahasan Ranperda ini dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi dan Rapat Paripurna. Tingkat pembicaraan ini dibagi dalam empat tingkat pembicaraan. Tingkat tersebut adalah :

a. Pembiacaraan Tingkat I

Merupakan penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) ABT (Air Bawah Tanah) Kota Medan 2008 kepada Kepala Daerah disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya yang merupakan

dokumen kebijakan yang telah dirumuskan. Proses awal ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 mei 2008. Dalam proses awal berupa penjelasan oleh Pimpinan Panitia Khusus terhadap Ranperda yang berasal dari DPRD.

b. Pembicaraan Tingkat II

Pembicaraan pada tingkat ini adalah mendengarkan pendapat maupun koreksi Kepala Daerah terhadap Ranperda yang diajukan DPRD. Pembahasan pada tahap ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 juni 2008, kemudian pada tanggal 23 juni 2008 dilanjutkan dengan jawaban fraksi-fraksi atas pendapat Kepala Daerah tentang perlunya dilakukan koreksi terhadap Ranperda tersebut. Dimana dari 7 fraksi hanya 1 fraksi yang tdak menyetujui pendapat maupun koreksi, yaitu dari fraksi PDI-P.

c. Pembicaraan Tingkat III

Pembahasan pada tingkat ini berupa pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi maupun Rapat Panitia Khusus yang dimaksudkan untuk menemukan kesepakatan baik materi maupun rumusan-rumusannya. Dalam praktiknya, baik pembahasan Ranperda, pembicaraan tingkat inilah yang secara riil “membuat” Undang-undang atau Peraturan Daerah, karena wakil-wakil fraksi atau Kepala Daerah, merumuskan kembali apa yang akan disetujui. Pada tingkat ini, peran individual anggota DPRD menonjol. Diskusi, perdebatan dan

Pembicaraan tingkat ini dilakukan secara tertutup, sehingga masyarakat kurang mengetahui peranan anggota DPRD, namun hal ini masih dapat dilihat melalui Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan atas nama fraksi maupun melalui risalah permusyawaratan. d. Pembicaraan Tingkat IV

Pembicaraan pada tingkat ini merupakan Sidang Paripurna terakhir yang diadakan dalam rangka pengambilan keputusan persetujuan DPRD atas Ranperda. Dalam siding ini, akan didengar : pertama, laporan hasil kerja komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus sebagai hasil pembicaraan tingkat III. Kedua, pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dean. Penyampain pendapat akhir disampaikan oleh 7 fraksi dengan mendengar keputusan akhir masing-masing fraksi terhadap Ranperda ABT yang diajukan oleh pihak DPRD. Penyampaian pendapat akhir ini merupakan proses final keputusan masing-masing fraksi setelah fraksi-fraksi mempertimbangkan alternatif-alternatif kebijakan. Pada akhirnya, seluruh fraksi menerima dan menyetujui Ranperda tentang Retribusi Izin Pengelolaan pengeboran, Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Kota Medan menjadi Perda Kota Medan. Ketiga, sambutan Kepala Daerah terhadap pengambilan keputusan tersebut, pembicaraan inni dilaksanakan pada tanggal 8 juli 2008.

Bagi RUU yang telah disetujui DPR akan disahkan Presiden menjadi undang-undang, jadi, untuk undang-undang digunakan istilah “disahkan”. Sedangkan untuk Peraturan Pemerintah dipergunakan istilah “ditetapkan”. Istilah “Ditetapkan” dipergunakan juga untuk Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Perundang-undangan Menteri. Dan Keputusan Menteri. Bahkan ketetapan MPR juga mempergunakan istilah “ditetapkan”.

Untuk peraturan perundang-undangan atau keputusan pusat lainnya, nampaknya hanya didasarkan pada kelaziman atau kebiasaan, bahwa keputusan administrasi merupakan penepatan pejabat administrasi negara bersangkutan, walaupun secara teknis tidak selalu berbentuk ketetapan (beschiking).

Memperhatikan ketentuan Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 136 ayat (1) UU No. 10 tahun 2004 maka istilahh yang digunakan untuk peraturan Daerah adalah “ditetapkan”. Penggunaan istilah “disahkan” adalah pada saat Ranperda yang telah disetujui bersama dalam jangka waktu 30 hari sejak persetujuan diperoleh tidak ditetapkan oleh Kepala Daerahh sebagai Peraturan Daerah melalui pembubuhan tanda tangan Kepala Daerah. dengan demikian, lewat waktu 30 hari sejak disetujui bersama, Ranperda tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan.

Jangka waktu 30 hari ditentukan sebagai batas waktu untuk menetapkan Ranperda menjadi Peraturan Daerah oleh Kepala Daerah, adalah untuk mencegah terhambatnya pembentukan Peraturan Daerah yang kemungkinan besar sangat dibutuhkan masyarakat dalam jangka waktu secepat mungkin.

Dalam hal ini, jika jangka waktu 30 hari tidak ditetapkan maka akan sangat merugikan bagi rakyat jika Kepala Daerahnya terlambat membubuhkan tanda tangan.

4. Pengundangan dan Penyebarluasan

a. Pengundangan

Perda harusnya diundangkan dalam lemabaran Daerah agar setiap oranng mengetahui tentang Perda yang baru tersebut. Pada hakekatnya ini dilakukan oleh Sekretariat Daerah.

Pengundangan suatu Perda didalam lembaran Daerah merupakan syarat mutlak untuk berlakunya suatu produk legislative, sehigga dengan diundangnya Perda kedalam lembaran Daerah berarti Perda tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan memiliki kekuatan hukum dan mengikat, maka Perda tersebut hharus dilaksanakan oleh penegak hukum, instansi-instansi, eksekuti, dan harus ditaati oleh masyarakat karena diundangkan. Tetapi dalam hal-hal tertentu peraturan tersebut mempunyai dayya ikat yang berlaku surut sampai pada tanggal yang ditetapkan terebut.

b. Penyebarluasan

Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam lembaran Daerahh dan peraturan dibawahnya yang

telah diundangkan dalam Berita Daerah. Oleh karena itu, Perda yang sudah diberlakukan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat, kiranya Perda tersebut harus diketahui umum atau disebarluaskan, karena secara langsung masyarakat menanggung akibat-akibatnya jika terjadi pelanggaran yang sdilakukan terhadap Perda tersebut.

BAB IV

Dokumen terkait