• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Proses Penelitian

Proses penelitian tesis meliputi pengumpulan data, perancangan skenario simulasi dan perancangan simulator.

3.2.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan di kampus Politeknik Negeri Medan (POLMED) dalam priode Januari 2011 sampai Juli 2011. Pengumpulan data langsung dilakukan melalui suatu pengamatan (observasi) ke instalasi jaringan yang ada di lingkungan kampus Politeknik Negeri Medan. Observasi yang dilakukan peneliti di instalasi jaringan meliputi :

a. Observasi topologi fisik jaringan

Observasi terhadap topologi fisik jaringan merupakan parameter utama dalam membuat simulasi jaringan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa topologi fisik jaringan serat optik berbentuk ring. Jaringan serat optik mengkoneksikan 5 buah server, 5 buah switch dan 19 AP. Server_1 menangani 3 AP, Server_2 menangani 3 AP, Server_3 menangani 4 AP, Server_4 menangani 4 AP dan Server_5 menangani 5 AP. Topologi fisik jaringan ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.

b. Observasi data spesifikasi perangkat

Observasi data spesifikasi perangkat adalah pengamatan terhadap seluruh spesifikasi perangkat yang terdapat pada jaringan WLAN. Data tersebut selanjutnya

dikonfigurasikan ke dalam setting simulator. c. Observasi fisik bangunan

Observasi fisik bangunan adalah pengamatan terhadap jarak antar gedung dimana AP akan diletakkan. Gedung-gedung yang letaknya berdekatan ditempatkan ke dalam satu zona.

3.2.2 Perancangan skenario simulasi

Perancangan diawali dengan penetapan jumlah koneksi maksimal client

untuk setiap AP. Jumlah koneksi maksimal tersebut ditetapkan berdasarkan spesifikasi dari perangkatnya. Algoritma yang bekerja pada sistem ini mengalihkan koneksi client ke AP yang lain apabila AP tersebut telah memiliki jumlah koneksi yang melebihi batas jumlah koneksi maksimal. AP yang menjadi tujuan pengalihan adalah AP yang memiliki jumlah koneksi client yang paling sedikit atau disebut dengan algoritma least connections. Pada jaringan WLAN, algoritma ini dapat dijalankan dengan cara mengalihkan koneksi ke AP lain yang dekat dan berada pada

server yang sama. Algoritma ini memiliki kemudahan untuk melancarkan distribusi koneksi karena koneksi tersebut hanya menunggu kemana selanjutnya diarahkan. Permasalahannya adalah apakah AP yang menjadi tujuan pengalihan memiliki nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang cukup. AP tujuan harus mempunyai nilai SNR yang cukup. Minimal mempunyai 50% dari besar nilai SNR AP asalnya. Meskipun seluruh AP mempunyai jumlah koneksi yang seimbang, hal tersebut akan menjadi tidak berguna jika AP memperoleh nilai SNR yang kecil atau memperoleh sinyal yang lemah. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah pendukung untuk menjalankan serta memperkuat algoritma least connections tersebut yaitu:

a. AP yang berdekatan mempunyai kode SSID (Service Set Identifier) yang sama untuk memudahkan client dialihkan dari satu AP ke AP yang lain (handoff).

b. AP ditempatkan secara berdekatan sehingga intersection area menjadi lebih besar sebagai solusi untuk mempertahankan SNR. Nilai SNR berkorelasi negatif dengan jarak client ke AP. Nilai SNR akan semakin besar jika jarak client ke AP semakin pendek. Nilai SNR akan semakin kecil jika jarak client ke AP semakin panjang [24].

Penempatan AP yang ada di dalam gedung dibagi dalam 5 zona. Hal tersebut dilakukan berdasarkan jarak lokasi antar gedung. Susunan jaringan fisik bangunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2. Berdasarkan pada Gambar 3.2 maka disusun skema pembagian zona-nya. Pembagian zona-nya adalah:

1. Zona 1 (gedung C, A dan B)

2. Zona 2 (gedung akuntansi, perbankan dan administrasi niaga)

3. Zona 3 (gedung unit pelaksana teknis, laboratorium elektronika, laboratorium elektro dan laboratorium telekomunikasi)

4. Zona 4 (gedung CNC, laboratorium mesin, workshop mesin dan gudang ancylery)

5. Zona 5 (gedung PUML, serbaguna, perpustakaan, Administrasi umum dan laboratorium / workshop sipil)

Untuk lebih jelasnya pembagian zona disusun dalam gambar yang memuat skala yang sesuai dengan jarak sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perancangan simulasi dikarenakan jarak merupakan variabel yang penting dalam penelitian ini. Skema pembagian zona dapat dilihat pada Gambar 3.3.

3.2.3 Perancangan simulator

Pada tahap ini dilakukan pekerjaan yang berkaitan dengan rancangan kerja simulator yaitu algoritma yang dijalankan, tipe dan jenis simulator yang digunakan serta sistem kerja dari simulator tersebut.

3.2.3.1Algoritma least connections

Algoritma diawali dengan penetapan jumlah koneksi maksimum pada setiap AP. Penetapan tersebut sebesar 8 koneksi client maksimal pada setiap AP. Untuk lebih jelasnya, diberikan sebuah contoh sebagai gambaran umum yaitu:

a. AP_1 melayani client sebanyak 3 koneksi. b. AP_2 melayani client sebanyak 10 koneksi. c. AP_3 tidak melayani client sama sekali.

berdasarkan contoh tersebut, kondisi sistem tersebut tentu tidak seimbang. Maka algoritma bekerja diawali dengan mengalihkan ke AP yang memiliki jumlah koneksi yang paling sedikit yaitu AP_3. Pada Gambar 3.4 terlihat koneksi client pada

intersection area beralih (handoff) dari AP_2 ke AP_3. Jumlah client yang melakukan handoff sebanyak 2 client karena AP_2 mempunyai kelebihan beban 2

client dari batas koneksi maksimum. Selanjutnya kondisi AP_3 masih menjadi AP yang memiliki jumlah koneksi yang paling sedikit. Apabila ada koneksi client yang baru pada AP_2 maka kembali dilakukan handoff ke AP_3. Pada kondisi akhir terlihat jumlah koneksi AP_1 dan AP_3 adalah sama.

Gambar 3.4 Algoritma least connections

3.2.3.2Simulator

Simulator yang digunakan dalam penelitian ini adalah OPNET®

Tabel 3.1 Persyaratan sistem

14.5 dengan persyaratan sistem seperti yang dijelaskan pada Tabel 3.1.

No. Perangkat Lunak

1

Microsoft Visual Studio 2005 2

OPNET® 14.5

‐modeler_145A_PL8_7808_win

‐modeler_docs_02‐Sep‐2008_win

‐models_145A_PL8_24Sep08_win 3

(license maker) :

‐OPNET.Modeler.14.5.License.Maker‐FFS

Diagam alir dari sistem kerja OPNET® 14.5 ditunjukan seperti pada Gambar 3.6.

Keterangan:

1. Memahami sistem adalah memahami apa yang menjadi tujuan dari sistem tersebut. Jika telah memahami tujuan sistem maka sistem akan dapat dimodelkan secara tepat dan akurat berdasarkan spesifikasi-spesifikasi.

2. Memahami target sistem adalah memahami apa yang menjadi target sistem tersebut dan mampu menjawab apa yang menjadi pertanyaan umum yang berkaitan dengan sistem.

3. Menentukan aspek permodelan adalah menentukan apa yang menjadi objek permodelan secara spesifik berdasarkan pertanyaan-pertanyaan. Objek-objek tersebut menjadi butir-butir (granularity) yang diperlukan dalam sebuah model.

4. Mendefenisikan Input/Output adalah mendefenisikan apa yang menjadi input

/output berdasarkan objek-objek permodelan. Input merupakan aspek awal dari sebuah model, perlu dilakukan penentuan jangkauan masukan (input range) dan memilih nilai input yang berada dalam rentang jangkauan tersebut untuk menjaga agar seluruh variabel-nya konstan. Selanjutnya menentukan

output yang dibutuhkan seperti throughput dan menghadirkannya dalam bentuk yang baik seperti graph, tabel, animasi.

5. Menjalankan OPNET adalah menjalankan software simulasi dengan efektif, memahami fitur-fiturnya dan bagaimana fitur tersebut dapat menghasilkan gambaran sistem yang terbaik.

6. Output simulasi harus dilihat kembali tingkat akurasinya dengan cara membandingkan output dengan hasil prediksi pada kondisi riil. apakah output tersebut telah akurat atau belum. Selanjutnya pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi dapat dijawab. Apakah semua output dapat dipahami dan bisa dibuktikan kebenarannya. Apakah modelnya telah berjalan dengan tepat dan menghasilkan output yang sesuai.

7. Output harus terperinci (detail) sesuai dengan keperluan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara yaitu jangkauan input (input range) diperluas untuk mendapatkan gambaran output yang lebih besar atau jangkauan input (input range) diperkecil sehingga fokus pada bagian tertentu.

8. Output harus berbentuk statistik yang baik dan bermamfaat. Bentuk statistik yang baik menandakan bahwa model telah beroperasi dalam keadaan baik (steady state). Simulasi pengukuran dilakukan dalam priode yang panjang dan berulang-ulang agar output stabil dan untuk memastikan konsistensinya bahwa model tersebut dalam keadaan baik (steady state).

3.2.3.3Perancangan topologi jaringan pada simulator

Berdasarkan Gambar 3.3 maka dirancang bentuk topologi-nya di simulator dengan kategori yaitu:

Konfigurasi pada zona_1 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 3 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.7.

b. Zona_2

Konfigurasi pada zona_2 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 3 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.8.

c. Zona_3

Konfigurasi pada zona_3 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 4 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.9.

d. Zona_4

Konfigurasi pada zona_4 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 4 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.10.

e. Zona_5

Konfigurasi pada zona_5 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 5 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.11.

BAB 4

Dokumen terkait