• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan Load Balancing Menggunakan Teknologi Agent

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan Load Balancing Menggunakan Teknologi Agent"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA JARINGAN WLAN DENGAN LOAD BALANCING MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI AGENT

TESIS

Oleh

BAKTI VIYATA SUNDAWA 087034026/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENINGKATAN KINERJA JARINGAN WLAN DENGAN LOAD BALANCING MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI AGENT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAKTI VIYATA SUNDAWA 087034026/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENINGKATAN KINERJA JARINGAN WLAN DENGAN LOAD BALANCING MENGGUNAKAN TEKNOLOGI AGENT

Nama Mahasiswa : Bakti Viyata Sundawa Nomor Induk : 087034026

Program Studi : Magister Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Ketua

(Prof. Dr. Ir. Usman Baafai)

(

Anggota

Dr. Benny B. Nasution, Dipl.Ing. M.Eng)

An. Ketua

Sekretaris Program Studi, Dekan,

(4)

Telah Diuji pada

Tanggal: 20 Desember2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. UsmanBaafai

Anggota : 1. Dr. Benny B. Nasution, Dip.Ing. M.Eng 2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini menghasilkan suatu mekanisme keseimbangan beban (load balancing) pada jaringan WLAN (Wireless Local Area Network) yang bertujuan untuk memberikan peningkatan kinerja pada jaringan tersebut. Load balancing dipilih karena merupakan suatu teknologi yang menjanjikan dan telah dikenal dalam sistem terdistribusi. Load balancing dijalankan dengan least connections algorithm yaitu algoritma yang membagi beban berdasarkan jumlah koneksi yang paling kecil. Berfungsinya algoritma ini melalui penggunaan teknologi agent. Tahapan dalam penelitian ini meliputi perancangan sistem dan pemilihan algoritma, observasi terhadap jaringan WLAN yang eksis, pengumpulan sejumlah data yang terkait dengan variabel-variabel yang diperlukan, serta membangun simulasi melalui pemanfaatan aplikasi simulator jaringan OPNET® 14.5. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa setiap zona yang menerapkan load balancing mampu menghasilkan index keseimbangan (β) sebesar 1,05. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi trafik jaringan pada setiap zona berada dalam kondisi seimbang (balanced). Bukan hanya itu, prosentasi jumlah client yang berada pada zona seimbang sebesar 92% dari total jumlah client yang eksis.

(6)

ABSTRACT

The purpose of this study is to develop mechanism of load balancing for the Wireless Local Area Network (WLAN). so that it can improve the performance of the network. Load balancing has been selected for it is a promising and well known technology in distributed system area. The load balancing mechanism has been implemented through the least connections algorithm. That is dividing the traffic based on the equality of the number of connections in all areas. The algorithm is operated by software agent. The study has gone through the following steps: designing system and selecting algorithm, observing the existing WLAN network, collecting data that is needed for the study and building a simulated system using the network simulator OPNET® 14.5. The result of the simulation, shows that every zone that is driven by the load balancing mechanism experiences a balance index (β) of 1.05. This indicates that the condition of the traffic in every zone is balanced. Additionally the number of client in balanced zones is 92% of the total number of existing clients.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia yang telah

diberikan dan shalawat kehadirat Rasulullah SAW sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan

Load Balancing Menggunakan Teknologi Agent”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa

untuk mendapatkan gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Elektro

Universitas Sumatera Utara.

Penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak dalam penyelesaian tesis ini. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Penasihat

akademik yang telah membimbing penulis selama penyelesaian tesis ini, Bapak Dr.

Benny B. Nasution, Dipl.Ing.M.Eng sebagai Pembimbing yang telah mengarahkan

dan membimbing penulis selama penyelesaian tesis ini, seluruh staf pengajar dan

administrasi Magister Teknik Elektro USU yang telah banyak memberikan

bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh perkuliahan, orang

tua/mertua dan keluarga kecilku (Hj. Asma Hasna, Wil Sundawa, Ibo Sundawa, Azi

Sundawa) yang telah memberi dorongan, semangat, doa serta menjadi sumber

(8)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu segala kritikan dan masukan sangat diharapkan. Penulis berharap semoga tesis ini

dapat berguna untuk menambah cakrawala ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, Februari 2012

Hormat Saya,

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Bakti Viyata Sundawa

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 20 Desember 1977

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Baru 29 Kel. Indrakasih

Medan Tembung

Email

PENDIDIKAN

1. Tamatan SD Negeri 064984 Medan 1990

2. Tamatan SMP Negeri 16 Medan 1993

3. Tamatan SMA Negeri 11 Medan 1996

4. Tamatan Politeknik Negeri Medan 1999

5. Tamatan Sekolah Tinggi Teknik Harapan 2006

Staf Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Politeknik Negeri Medan dari tahun 2001 sampai

dengan sekarang.

(10)

Pelatihan Profesional KEGIATAN ILMIAH

Seminar Profesional

1. Sosialisasi Program Hemat Energi Depdiknas, Medan 2007

1. Pembicara dalam Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2011, Denpasar 2011

2. Incountry Training Course on Maintenance & Networks, Surabaya 2003

2. Pembicara dalam Seminar Internasional Trends in School and Higher Education : Problems, Prospects and Technologies, Medan 2010

Demikianlah Daftar Riwayat Hidup ini ditulis dengan sebenarnya.

Medan, Februari 2012

Hormat saya,

(11)
(12)

3.2.3. Perancangan simulator ... 39

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS ... 10

4.1. Hasil Simulasi ... 11

4.1.1.Simulasi pengukuran SNR ... 11

4.1.2.Simulasi pengukuran throughput ... 20

4.2. Analisis... 61

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

4.10 Hasil simulasi pengukuran throughput pada zona_5 ... 26

(14)

4.17 Keterangan kondisi client pada zona_3 ... 36

4.18 Keterangan kondisi client pada zona_4 ... 38

4.19 Keterangan kondisi client pada zona_5 ... 40

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Topologi jaringan di kampus Politeknik Negeri Medan ... 14

1.2 Proses koneksi WS ke AP ... 15

3.10 Topologi jaringan zona_4 pada simulator ... 9

(16)

4.1 Grafik pengukuran SNR pada zona_1... 19

4.2 Grafik pengukuran SNR pada zona_2... 20

4.3 Grafik nilai rata-rata perolehan throughput ... 29

4.4 Grafik hasil perhitungan parameter kondisi (L) ... 31

4.5 Kondisi client pada zona_1 ... 33

4.6 Kondisi client pada zona_2 ... 35

4.7 Kondisi client pada zona_3 ... 37

4.8 Kondisi client pada zona_4 ... 39

4.9 Kondisi client pada zona_5 ... 41

4.10 Korelasi perolehan nilai SNR dengan nilai throughput ... 42

4.11 Prosentasi koneksi client dengan prosentasi komparasi throughput 63 4.12 Grafik prosentasi jumlah client pada kondisi seimbang ... 64

4.13 Node application wlan_wkstn_adv ... 66

4.14 Model proses user agent server (UAS)... 68

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini menghasilkan suatu mekanisme keseimbangan beban (load balancing) pada jaringan WLAN (Wireless Local Area Network) yang bertujuan untuk memberikan peningkatan kinerja pada jaringan tersebut. Load balancing dipilih karena merupakan suatu teknologi yang menjanjikan dan telah dikenal dalam sistem terdistribusi. Load balancing dijalankan dengan least connections algorithm yaitu algoritma yang membagi beban berdasarkan jumlah koneksi yang paling kecil. Berfungsinya algoritma ini melalui penggunaan teknologi agent. Tahapan dalam penelitian ini meliputi perancangan sistem dan pemilihan algoritma, observasi terhadap jaringan WLAN yang eksis, pengumpulan sejumlah data yang terkait dengan variabel-variabel yang diperlukan, serta membangun simulasi melalui pemanfaatan aplikasi simulator jaringan OPNET® 14.5. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa setiap zona yang menerapkan load balancing mampu menghasilkan index keseimbangan (β) sebesar 1,05. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi trafik jaringan pada setiap zona berada dalam kondisi seimbang (balanced). Bukan hanya itu, prosentasi jumlah client yang berada pada zona seimbang sebesar 92% dari total jumlah client yang eksis.

(18)

ABSTRACT

The purpose of this study is to develop mechanism of load balancing for the Wireless Local Area Network (WLAN). so that it can improve the performance of the network. Load balancing has been selected for it is a promising and well known technology in distributed system area. The load balancing mechanism has been implemented through the least connections algorithm. That is dividing the traffic based on the equality of the number of connections in all areas. The algorithm is operated by software agent. The study has gone through the following steps: designing system and selecting algorithm, observing the existing WLAN network, collecting data that is needed for the study and building a simulated system using the network simulator OPNET® 14.5. The result of the simulation, shows that every zone that is driven by the load balancing mechanism experiences a balance index (β) of 1.05. This indicates that the condition of the traffic in every zone is balanced. Additionally the number of client in balanced zones is 92% of the total number of existing clients.

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, WLAN (Wireless Local Area Network) telah banyak digunakan

untuk layanan akses internet broadband nirkabel. WLAN telah menjadi pilihan,

terlihat dari banyaknya WLAN yang terpasang di berbagai tempat seperti sekolah,

kampus, kafe, perpustakaan dan tempat umum lainnya. Jumlah Penggunanya

cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data The International Telecommunication Union (ITU) 2010

[1], jumlah client meningkat sebesar 86,7% yaitu dari 4,6 Miliar (2009) menjadi 5,3 Miliar (2010) client. Jumlah tersebut

ekivalen dengan 77% total penduduk dunia dan 90% dari jumlah client tersebut menetap di dalam radius cakupan area jaringan nirkabel.

Kondisi yang sama juga terjadi di kampus Politeknik Negeri Medan.

Meningkatnya penggunaan laptop dan perangkat nirkabel lainnya, berdampak makin

meningkatnya kebutuhan jaringan. Pengembangan jaringan tersebut harus

disesuaikan dengan karakteristik client yaitu mobilitas yang tinggi, fleksibel, mudah dan efisien. Maka ditawarkan suatu alternatif jaringan yang sesuai dengan

karakteristik tersebut yaitu WLAN.

Kampus Politeknik Negeri Medan memiliki jaringan serat optik yang

(20)

ada di setiap gedung seperti pada Gambar 1.1. Setiap server yang ada di gedung tersebut menangani beberapa WLAN.

Gambar 1.1 Topologi jaringan di kampus Politeknik Negeri Medan [2]

WLAN menggunakan standar IEEE 802.11 untuk protokolnya. Beberapa AP (Access Point) dikoneksikan pada backbone yang sama dan beberapa client yang menggunakan WS (Wireless Station). WS tersebut harus terkoneksi ke AP sebelum

menggunakan akses ini. Pada prosedur umum, WS melakukan langkah-langkah

untuk menemukan AP [3] yaitu:

a. WS mengirimkan pesan permintaan ke AP.

b. AP kemudian memberikan respon ke WS dan memberikan data seperti

(21)

c. WS menyimpan data tersebut dan menentukan AP mana yang dipilih

serta selanjutnya WS mengirimkan permintaan penggabungan ke AP

tersebut.

Langkah-langkah tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Proses koneksi WS ke AP [3]

Proses pemilihan AP juga dapat dilakukan secara manual, dengan cara

membuat prioritas ke AP tertentu dari beberapa AP yang tersedia. Secara otomatis,

client langsung terkoneksi ke AP tersebut saat berada di daerah cakupannya. Namun akses WLAN adalah milik umum dan berdasarkan asumsi client secara umum bahwa kualitas akses terjamin jika WS memilih AP terbaik yang memiliki sinyal yang paling

(22)

penting adanya mekanisme keseimbangan beban (load balancing) untuk

menyeimbangkan trafik pada lokasi tersebut.

Algoritma umum yang digunakan pada standar kinerja load balancing adalah

round robin, threshold ratio, least connections dan fastest response [4]. Berdasarkan penelitian [5] yang membandingkan setiap algoritma terhadap kinerja server, didapat hasil yaitu algoritma least connections memberikan hasil throughput yang stabil diantara algoritma yang ada. Algoritma ini merupakan algoritma yang dinamis karena

memerlukan perhitungan koneksi yang aktif pada setiap perangkat. Algoritma

dinamis mengalokasikan proses berdasarkan informasi yang baru dan akan buffer

sampai ada request dari host remote ke host utama [6].

Teknologi agent dapat dimanfaatkan untuk mendukung algoritma yang dinamis. Agent bersifat otonom yaitu agent beroperasi dan mengontrol aksinya tanpa campur tangan manusia dan agent dapat berinteraksi dengan agent yang lain melalui

agent communication language (ACL) [7]. Agent memiliki kemampuan bersosial terhadap lingkungan sekitarnya bahkan dengan client melalui graphical user interface

(GUI) [8].

Penelitian-penelitian yang terkait di bidang ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Daftar penelitian load balancing

Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian

Jianwu Wu [9]

A Scheme for Implementing Load balancing

2010 Penelitian ini menjelaskan perbandingan implementasi load balancing pada webserver

(23)

of Web Server dengan penggunaan Java Mobile Agent

Penelitian ini menjelaskan solusi peningkatan kinerja load balancing pada akses WLAN dengan menggunakan agent yaitu agent pada akses point dan agent pada server.

Penelitian ini menjelaskan peningkatan kinerja

load balancing pada akses WLAN dengan integrasi level SNR (Signal to Noise Ratio).

Penelitian ini menjelaskan teknologi cell breathing yaitu teknologi terdistribusi pada akses WLAN dimana akses point mampu menyetel ukuran kapasitasnya sesuai dengan bebannya.

Penelitian ini menjelaskan sinkronisasi penjadwalan menggunakan mobile agent atau MASJ (Mobile Agent Schedule Java).

Penelitian ini menjelaskan sistem multiagent

(24)

Yang

Penelitian ini menjelaskan load balancing

dengan menggunakan metode EALBMA (Efficient and Adaptive Load balancing based on Mobile Agent). Metode ini menggunakan

agent sebagai kunci utama untuk menyelesaikan masalah pada load balancing.

Penelitian ini menjelaskan tentang implementasi PLB (Platform for Load balancing) yaitu mekanisme load balancing

yang dinamis menggunakan teknologi agent. Perpindahan beban didesain secara real time

dan PLB tersebut diaplikasikan pada sistem

webserver

Penelitian ini menjelaskan LBA (Load balancing Agent) yaitu agent pada akses point yang bekerja untuk mendapatkan informasi beban lalu dikirimkan ke akses point yang lain secara lokal. Berdasarkan informasi tersebut maka penetapan kondisi akses point tersebut dilakukan.

Penelitian ini menjelaskan peningkatan kinerja

(25)

Penelitian lanjutan di bidang ini sangat diperlukan sebagai bentuk peningkatan

kinerja perangkat Jaringan WLAN dengan load balancing dan teknologi agent. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi permasalahan

keseimbangan dan pendistribusian beban di kampus Politeknik Negeri Medan.

Penelitian ini dan penelitian terdahulu mempunyai persamaan yaitu pada

pendekatan yang dilakukan. Penelitian tersebut menjalankan load balancing dengan teknologi agent seperti yang telah dilakukan oleh peneliti Wu [9], Monteleone & Fichera [10], Suselo [13], Stender et al [14], Makki & Wunnava [15], Yang et al

[16], Patel & Aggarwal [17], Velayos et al [18]. Selanjutnya load balancing

diimplementasikan pada konfigurasi jaringan WLAN seperti yang telah dilakukan

oleh peneliti Monteleone & Fichera [10], Makki & Wunnava [15], Velayos et al [18].

Penelitian ini dilakukan dengan simulasi jaringan seperti yang telah dilakukan oleh

peneliti Monteleone & Fichera [10], Velayos et al [18].

Terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya

yaitu perancangan simulasi load balancing pada jaringan WLAN sesuai dengan topologi riil yang ada di kampus Politeknik Negeri Medan.

1.2

Koneksi client hanya terkonsentrasi pada suatu AP tertentu sehingga terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan tidak tercapainya kinerja optimal jaringan

WLAN, untuk itu bagaimana meningkatkan pemerataan beban koneksi jaringan

(26)

1.3

Batasan masalahnya adalah:

Batasan Masalah

a. Load balancing pada jaringan WLAN dilaksanakan dengan menggunakan

simulasi jaringan berdasarkan topologi jaringan yang eksis di Politeknik

Negeri Medan.

b. Simulasi difokuskan pada pengukuran parameter load balancing seperti

throughput dan index keseimbangan.

1.4

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu membuat mekanisme load balancing yang dapat dijalankan pada jaringan WLAN untuk menghasilkan peningkatan kinerja trafik jaringan tersebut.

Tujuan Penelitian

1.5

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah:

Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan

teknologi load balancing.

b. Penelitian ini diharapkan memberikan penguatan terhadap parameter

kualitas layanan jaringan WLAN seperti throughput dan index

keseimbangan.

c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk peningkatan

(27)

1.6

Sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

Sistematika Penulisan

BAB 1 Pendahuluan

Bab ini berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendukung dan berkaitan

dengan penelitian ini.

BAB 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi perancangan penelitian, teknik pengumpulan data, perancangan

simulator dan langkah kerja simulasi.

BAB 4 Hasil dan Analisis

Bab ini berisi tentang hasil pengukuran dan analisis dari mekanisme load balancing pada jaringan WLAN berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan.

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian ini dan juga saran untuk perbaikan

serta penyempurnaan penelitian ini.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wireless Local Area Network (WLAN)

Sejarah WLAN diawali pada tahun 1970, IBM mengeluarkan hasil rancangan

WLAN dengan teknologi Infra red (IR) dan Hewlett-packard (HP) menguji WLAN dengan teknologi Radio Frequency (RF). Pada tahun 1987, Federal Communication Commission (FCC) menetapkan pita Industrial, Scientific and Medical (ISM band) yaitu 915 MHz, 2.4 GHz dan 5 GHz yang bersifat tidak terlisensi, sehingga

pengembangan WLAN memasuki tahapan komersial dengan membangun protokol

Medium Access Control (MAC) dan spesifikasi media fisik.

Selanjutnya pada tahun 1997, IEEE (Institute of Electrical and Electronics

Engineer) mengeluarkan Standar untuk WLAN yaitu IEEE 802.11 bekerja pada frekuensi 2.4 GHz dan memanfaatkan Teknik Spread Spectrum (SS) yaitu Direct Sequence (DS) dan Frequency Hopping (FH) dengan kecepatan transfer data (throughput) 2 Mbps [19].

Selanjutnya p

Langkah ini diambil agar produk WLAN dengan berbagai

merek agar dapat saling berfungsi.

ada tahun 1999, IEEE mengeluarkan spesifikasi WLAN

bernama 802.11a dan 802.11b [20]. Namun kedua spesifikasi ini memiliki teknologi yang berbeda. Gelombang radio yang dipancarkan oleh perangkat 802.11a

(29)

tahun 2003, IEEE kembali membuat spesifikasi baru yang dapat menggabungkan

kelebihan 802.11a dan 802.11b. Spesifikasi ini diberi kode 802.11g yang bekerja pada frekuensi 2.4 GHz dengan kecepatan transfer data 54 Mbps [21].

a. Independent basic service set (IBSS)

Berdasarkan

standarIEEE 802.11 terdapat 2 konfigurasi dasar untuk WLAN yaitu:

Konfigurasi ini dikenal sebagai konfigurasi independent, dimana tidak ada WS yang berfungsi sebagai server. WS saling berkomunikasi secara langsung satu dengan lainnya. Bentuk konfigurasinya seperti pada Gambar 2.1.

.

Gambar 2.1 Independent basic service set (IBSS)

(30)

Konfigurasi ini terdiri dari beberapa WS, LAN dan AP. Semua terhubung seri

dan saling overlapping. WS pada konfigurasi ini dapat melakukan handoff diantara AP yang ada. Setiap AP yang berdekatan harus memiliki SSID yang sama untuk bisa

melakukan handoff. Bentuk konfigurasinya seperti pada Gambar 2.2.

.

Gambar 2.2 Extended service set (ESS)

2.2 Mekanisme Load Balancing

Load balancing merupakan sebuah mekanisme dalam jaringan WLAN. Load balancing secara umum digunakan untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya fisik dan logik serta untuk peningkatan kinerja sistem terdistribusi dan peningkatan

skalabilitas jaringan [22]. Load balancing adalah proses pendistribusian beban layanan yang terdapat pada sekumpulan server. Ketika banyak permintaan client

(31)

permintaan tersebut. Solusinya adalah membagi-bagikan beban layanan ke beberapa

server sehingga tidak berpusat ke salah satu server tertentu [4]. Mekanisme ini penting untuk peningkatan kinerja sistem terdistribusi dan dapat mengurangi respon

waktu akses, menjadikan sumber daya seimbang dan memadai [16].

Jaminan kualitas layanan menjadi persyaratan utama dalam standar kinerja

jaringan WLAN. Parameter yang digunakan untuk spesifikasi kualitas layanan

tersebut yaitu:

1. Throughput adalah banyaknya bit-bit yang berhasil dikirimkan dalam suatu periode waktu tertentu.

2. Delay adalah perbedaan waktu antara saat kedatangan paket dengan saat paket berhasil dikirimkan.

3. Delay Jitter adalah beda maksimum antara delay dua paket.

4. Packet Loss adalah berkaitan dengan buffer yang sudah meluap melewati ambang batas delay yang ditentukan.

Algoritma umum yang dapat dijalankan pada mekanisme load balancing

adalah:

1. Round Robin

Algoritma ini membagi beban secara merata ke setiap perangkat yang ada

sehingga beban terbagi secara bergiliran dan berurutan membentuk suatu

alur putaran.

(32)

Algoritma ini merupakan algoritma statis dengan menggunakan

pendekatan probabilitas dalam proses membagi beban. Algoritma ini

berlawanan dengan algoritma round robin. 3. Threshold Ratio

Algoritma ini membagi beban berdasarkan angka penetapan ratio beban untuk setiap perangkat. Algoritma ini merupakan algoritma yang dinamis

karena membutuhkan perhitungan terhadap parameter beban untuk setiap

perangkat dan selanjutnya ditentukan kondisinya berdasarkan angka ratio.

Kondisinya yaitu kekurangan beban, seimbang dan kelebihan beban.

4. Least Connections

Algoritma ini membagi beban berdasarkan jumlah koneksi yang paling

sedikit. Algoritma ini merupakan algoritma yang dinamis karena

membutuhkan perhitungan jumlah koneksi secara dinamis. Load balancer

menambahkan jumlah koneksi ketika ada koneksi yang baru dan

mengurangi jumlah koneksi jika ada koneksi yang selesai.

5. Fastest Response

Algoritma ini membagi beban berdasarkan pada kecepatan respon dari

perangkat tersebut dalam mengambil beban. Perangkat yang mempunyai

beban yang paling sedikit merupakan perangkat yang memiliki respon

yang paling cepat.

(33)

Algoritma ini membagi beban yang diatur oleh prosesor utama. Prosesor

tersebut memilih host yang akan menerima beban yang baru berdasarkan informasi tentang keadaan beban sistem. Informasi tersebut di-update

oleh remote processor.

Algoritma-algoritma tersebut merupakan suatu cara untuk menjalankan

mekanisme load balancing. Targetnya adalah meningkatkan index keseimbangan sistem sebagai parameter keberhasilan load balancing tersebut. Nilai ideal index

keseimbangan (β) = 1. Index keseimbangan (β) dihitung dengan Persamaan 2.1 dengan jumlah minimum n=2.

(

)

βadalah Index Keseimbangan

Bi adalah besar throughput pada APi

n adalah jumlah banyaknya AP pada area yang berdekatan

Index keseimbangan (β) hanya memberikan gambaran tentang keseimbangan AP pada area yang berdekatan tetapi tidak dapat menetapkan kondisi. Untuk itu,

diukur parameter L untuk menetapkan kondisi dengan Persamaan 2.2.

n B

L=

i ...………(2.2)

(34)

membuat interval keseimbangan (d1, d2

L L d1 = +α

) berdasarkan parameter toleransi (α) yang

besar nilainya 10% dengan Persamaan 2.3 dan 2.4 sebagai berikut:

...……….(2.3)

L L

d2 = −α ...………(2.4)

Semua AP diharapkan berada pada zona seimbang dengan mekanisme load balancing, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kondisi akses point (AP) dengan load balancing

2.3 Teknologi Agent

Teknologi agent memainkan peranan yang penting dalam sistem terdistribusi.

(35)

Selain aspek otonom, hal yang penting lainnya adalah kemampuan berkolaborasi

dengan agent yang lain (non autonomous agent).

Teknologi ini memanfaatkan threads, yang diharapkan menjadi pengontrol di dalam sebuah proses. Peran threads digunakan untuk pengorganisasian client

sehingga kinerjanya seperti server. Pada Gambar 2.4 diperlihatkan teknologi layanan akses dengan mengunakan agent. Agent dapat bermigrasi secara otomatis melalui jaringan dan dapat berkomunikasi serta bekerja secara lokal. Agent membawa logika aplikasi selama migrasi dan menjalankan pekerjaannya secara otomatis. Agent

memperpendek jalur interkoneksi menjadi koneksi lokal. Hal tersebut dapat

(36)

Gambar 2.4 Teknologi layanan akses menggunakan agent [13]

Keunggulan menggunakan teknologi agent pada perangkat lunak yaitu : [23] a. Agent dapat mengenkapsulasi data lalu mengirimkannya ke dalam

jaringan sehingga penggunaan bandwidth jaringan menjadi lebih rendah. b. Data tidak dikirimkan melalui jaringan tetapi terlebih dahulu diproses

secara lokal.

c. Agent dapat mengatasi masalah latency dengan mengurangi kapasitas jaringan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melalui jaringan tersebut

bisa dikurangi.

Maka agent dapat dimanfaatkan untuk fungsi korespondensi tentang informasi beban dan dapat berperan menjadi load balancer dalam konfigurasi jaringan. Agent bekerja pada client dan server. Agent memerlukan suatu protokol sebagai jalur untuk saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk

memantau konektifitas client ke AP dan AP ke server. Berdasarkan data hasil pantauan tersebut selanjutnya algoritma membagi beban akan dijalankan. Bentuk

(37)
(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan load balancing pada jaringan WLAN. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan simulasi jaringan. Data

untuk simulasi diperoleh dari data sebenarnya yang terdapat di kampus Politeknik

Negeri Medan Jl. Almamater no. 1 Kampus USU. Penjabaran pada metode

penelitian ini meliputi rancangan penelitian, pengumpulan data, rancangan simulasi,

langkah kerja simulasi dan hasil pengukuran simulasi.

3.1 Rancangan Penelitian

Pada tahap awal dilakukan pengamatan langsung pada jaringan yang ada di

kampus Politeknik Negeri Medan. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang identifikasi masalah dan untuk mendapatkan data awal mengenai

karakteristik yang ada pada jaringan tersebut. Hasil pengamatan tersebut

merupakan bahan untuk pembuatan skenario simulasi. Skenario tersebut

diimplementasikan ke dalam simulator. Setelah perancangan skenario simulasi di

simulator telah selesai. Maka dilanjutkan dengan penentuan parameter yang

dibutuhkan serta melakukan pengukuran terhadap parameter tersebut. Hasil dari

pengukuran tersebut digunakan untuk melakukan analisis penelitian dan

(39)

3.2 Proses Penelitian

Proses penelitian tesis meliputi pengumpulan data, perancangan skenario

simulasi dan perancangan simulator.

3.2.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan di kampus Politeknik Negeri Medan

(POLMED) dalam priode Januari 2011 sampai Juli 2011. Pengumpulan data

langsung dilakukan melalui suatu pengamatan (observasi) ke instalasi jaringan yang

ada di lingkungan kampus Politeknik Negeri Medan. Observasi yang dilakukan

peneliti di instalasi jaringan meliputi :

a. Observasi topologi fisik jaringan

Observasi terhadap topologi fisik jaringan merupakan parameter utama

dalam membuat simulasi jaringan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan

bahwa topologi fisik jaringan serat optik berbentuk ring. Jaringan serat optik mengkoneksikan 5 buah server, 5 buah switch dan 19 AP. Server_1 menangani 3

AP, Server_2 menangani 3 AP, Server_3 menangani 4 AP, Server_4 menangani 4

AP dan Server_5 menangani 5 AP. Topologi fisik jaringan ditunjukkan seperti pada

Gambar 3.1.

b. Observasi data spesifikasi perangkat

Observasi data spesifikasi perangkat adalah pengamatan terhadap seluruh

(40)

dikonfigurasikan ke dalam setting simulator. c. Observasi fisik bangunan

Observasi fisik bangunan adalah pengamatan terhadap jarak antar gedung

dimana AP akan diletakkan. Gedung-gedung yang letaknya berdekatan ditempatkan

ke dalam satu zona.

(41)

3.2.2 Perancangan skenario simulasi

Perancangan diawali dengan penetapan jumlah koneksi maksimal client

untuk setiap AP. Jumlah koneksi maksimal tersebut ditetapkan berdasarkan

spesifikasi dari perangkatnya. Algoritma yang bekerja pada sistem ini mengalihkan

koneksi client ke AP yang lain apabila AP tersebut telah memiliki jumlah koneksi yang melebihi batas jumlah koneksi maksimal. AP yang menjadi tujuan pengalihan

adalah AP yang memiliki jumlah koneksi client yang paling sedikit atau disebut dengan algoritma least connections. Pada jaringan WLAN, algoritma ini dapat dijalankan dengan cara mengalihkan koneksi ke AP lain yang dekat dan berada pada

server yang sama. Algoritma ini memiliki kemudahan untuk melancarkan distribusi koneksi karena koneksi tersebut hanya menunggu kemana selanjutnya diarahkan.

Permasalahannya adalah apakah AP yang menjadi tujuan pengalihan memiliki nilai

SNR (Signal to Noise Ratio) yang cukup. AP tujuan harus mempunyai nilai SNR

yang cukup. Minimal mempunyai 50% dari besar nilai SNR AP asalnya. Meskipun

seluruh AP mempunyai jumlah koneksi yang seimbang, hal tersebut akan menjadi

tidak berguna jika AP memperoleh nilai SNR yang kecil atau memperoleh sinyal

yang lemah. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah pendukung untuk menjalankan

serta memperkuat algoritma least connections tersebut yaitu:

a. AP yang berdekatan mempunyai kode SSID (Service Set Identifier)

(42)

b. AP ditempatkan secara berdekatan sehingga intersection area menjadi lebih besar sebagai solusi untuk mempertahankan SNR. Nilai SNR

berkorelasi negatif dengan jarak client ke AP. Nilai SNR akan semakin besar jika jarak client ke AP semakin pendek. Nilai SNR akan semakin kecil jika jarak client ke AP semakin panjang [24].

Penempatan AP yang ada di dalam gedung dibagi dalam 5 zona. Hal tersebut

dilakukan berdasarkan jarak lokasi antar gedung. Susunan jaringan fisik bangunan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2. Berdasarkan pada Gambar 3.2 maka

disusun skema pembagian zona-nya. Pembagian zona-nya adalah:

1. Zona 1 (gedung C, A dan B)

2. Zona 2 (gedung akuntansi, perbankan dan administrasi niaga)

3. Zona 3 (gedung unit pelaksana teknis, laboratorium elektronika,

laboratorium elektro dan laboratorium telekomunikasi)

4. Zona 4 (gedung CNC, laboratorium mesin, workshop mesin dan

gudang ancylery)

5. Zona 5 (gedung PUML, serbaguna, perpustakaan, Administrasi

umum dan laboratorium / workshop sipil)

Untuk lebih jelasnya pembagian zona disusun dalam gambar yang memuat

skala yang sesuai dengan jarak sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan

perancangan simulasi dikarenakan jarak merupakan variabel yang penting dalam

(43)
(44)
(45)

3.2.3 Perancangan simulator

Pada tahap ini dilakukan pekerjaan yang berkaitan dengan rancangan kerja

simulator yaitu algoritma yang dijalankan, tipe dan jenis simulator yang digunakan

serta sistem kerja dari simulator tersebut.

3.2.3.1Algoritma least connections

Algoritma diawali dengan penetapan jumlah koneksi maksimum pada setiap

AP. Penetapan tersebut sebesar 8 koneksi client maksimal pada setiap AP. Untuk lebih jelasnya, diberikan sebuah contoh sebagai gambaran umum yaitu:

a. AP_1 melayani client sebanyak 3 koneksi. b. AP_2 melayani client sebanyak 10 koneksi. c. AP_3 tidak melayani client sama sekali.

berdasarkan contoh tersebut, kondisi sistem tersebut tentu tidak seimbang. Maka

algoritma bekerja diawali dengan mengalihkan ke AP yang memiliki jumlah koneksi

yang paling sedikit yaitu AP_3. Pada Gambar 3.4 terlihat koneksi client pada

intersection area beralih (handoff) dari AP_2 ke AP_3. Jumlah client yang melakukan handoff sebanyak 2 client karena AP_2 mempunyai kelebihan beban 2

(46)

Gambar 3.4 Algoritma least connections

3.2.3.2Simulator

Simulator yang digunakan dalam penelitian ini adalah OPNET®

Tabel 3.1 Persyaratan sistem

14.5 dengan

(47)

No. Perangkat Lunak

1

Microsoft Visual Studio 2005 2

OPNET® 14.5

‐modeler_145A_PL8_7808_win

‐modeler_docs_02‐Sep‐2008_win

‐models_145A_PL8_24Sep08_win 3

(license maker) :

‐OPNET.Modeler.14.5.License.MakerFFS

(48)

Diagam alir dari sistem kerja OPNET® 14.5 ditunjukan seperti pada Gambar 3.6.

(49)

Keterangan:

1. Memahami sistem adalah memahami apa yang menjadi tujuan dari sistem

tersebut. Jika telah memahami tujuan sistem maka sistem akan dapat

dimodelkan secara tepat dan akurat berdasarkan spesifikasi-spesifikasi.

2. Memahami target sistem adalah memahami apa yang menjadi target sistem

tersebut dan mampu menjawab apa yang menjadi pertanyaan umum yang

berkaitan dengan sistem.

3. Menentukan aspek permodelan adalah menentukan apa yang menjadi objek

permodelan secara spesifik berdasarkan pertanyaan-pertanyaan. Objek-objek

tersebut menjadi butir-butir (granularity) yang diperlukan dalam sebuah

model.

4. Mendefenisikan Input/Output adalah mendefenisikan apa yang menjadi input

/output berdasarkan objek-objek permodelan. Input merupakan aspek awal dari sebuah model, perlu dilakukan penentuan jangkauan masukan (input range) dan memilih nilai input yang berada dalam rentang jangkauan tersebut untuk menjaga agar seluruh variabel-nya konstan. Selanjutnya menentukan

output yang dibutuhkan seperti throughput dan menghadirkannya dalam bentuk yang baik seperti graph, tabel, animasi.

5. Menjalankan OPNET adalah menjalankan software simulasi dengan efektif, memahami fitur-fiturnya dan bagaimana fitur tersebut dapat menghasilkan

(50)

6. Output simulasi harus dilihat kembali tingkat akurasinya dengan cara

membandingkan output dengan hasil prediksi pada kondisi riil. apakah output

tersebut telah akurat atau belum. Selanjutnya pertanyaan yang berkaitan

dengan kondisi dapat dijawab. Apakah semua output dapat dipahami dan bisa dibuktikan kebenarannya. Apakah modelnya telah berjalan dengan tepat dan

menghasilkan output yang sesuai.

7. Output harus terperinci (detail) sesuai dengan keperluan. Hal tersebut dapat

dilakukan dengan cara yaitu jangkauan input (input range) diperluas untuk

mendapatkan gambaran output yang lebih besar atau jangkauan input (input

range) diperkecil sehingga fokus pada bagian tertentu.

8. Output harus berbentuk statistik yang baik dan bermamfaat. Bentuk statistik

yang baik menandakan bahwa model telah beroperasi dalam keadaan baik

(steady state). Simulasi pengukuran dilakukan dalam priode yang panjang dan

berulang-ulang agar output stabil dan untuk memastikan konsistensinya

bahwa model tersebut dalam keadaan baik (steady state).

3.2.3.3Perancangan topologi jaringan pada simulator

Berdasarkan Gambar 3.3 maka dirancang bentuk topologi-nya di simulator

dengan kategori yaitu:

(51)

Konfigurasi pada zona_1 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 3 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.7.

(52)

b. Zona_2

Konfigurasi pada zona_2 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 3 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.8.

(53)

c. Zona_3

Konfigurasi pada zona_3 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 4 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.9.

(54)

d. Zona_4

Konfigurasi pada zona_4 terdiri dari 1 node Application Definitions, 1 node Profile Definitions, 1 node server Acer Altos R720, 1 node switch slip_64_dc_54_upgrade_adv, 4 node access point tipe 802.11g, 20 node mobile workstations. Bentuk topologi-nya seperti pada Gambar 3.10.

(55)

e. Zona_5

(56)
(57)

BAB 4

HASIL DAN ANALISIS

Hasil simulasi dan pengukuran parameter dijabarkan pada bab ini dan

selanjutnya digunakan sebagai gambaran dalam membuat analisis.

4.1 Hasil Simulasi

Pada subbab ini dibahas mengenai hasil pengukuran terhadap

parameter-parameter yang dibutuhkan dan selanjutnya digambarkan hasil pengukurannya dalam

bentuk grafik hasil simulasi.

4.1.1 Simulasi pengukuran SNR

Simulasi pengukuran dilakukan pada topologi jaringan WLAN dengan

parameter SNR (Signal to Noise Ratio) pada lokasi zona_1 sampai zona_5. Jumlah

client diasumsikan sebanyak 20 client untuk setiap zona. Jarak client dibuat berbeda-beda terhadap AP. Posisi client dibangkitkan secara acak tetapi berjarak kurang dari 100 m terhadap AP-nya. Posisi client tetap berada dalam radius coverage area dari AP tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran untuk setiap client dan beberapa AP yang berhasil dideteksi oleh client tersebut. Tabel 4.1 sampai Tabel 4.5 merupakan hasil simulasi pengukuran SNR (Signal to Noise Ratio) yang meliputi zona_1 sampai

(58)
(59)

Mobile_3_3 19,53 24,71 32,05

Mobile_3_4 18,05 24,05 26,75

Mobile_3_5 19,45 28,27 28,44

Mobile_3_6 20,63 29,75 29,93

Tabel 4.2 Hasil simulasi pengukuran SNR pada zona_2

(60)

Mobile_2_4 23,74 29,09 19,80

Tabel 4.3 Hasil simulasi pengukuran SNR pada zona_3

(61)

Mobile_2_2 20,94 32,56 22,04 21,91

Mobile_2_3 24,59 33,87 24,32 25,94

Mobile_2_4 23,24 29,83 20,71 29,59

Mobile_2_5 26,35 28,22 26,38 26,83

Mobile_3_1 23,62 21,65 33,38 22,97

Mobile_3_2 22,60 21,04 32,21 21,40

Mobile_3_3 21,43 22,01 32,65 21,68

Mobile_4_1 26,46 28,31 23,10 33,67

Mobile_4_2 27,94 28,02 20,57 33,58

Mobile_4_3 22,45 22,49 22,11 33,90

Mobile_4_4 25,55 18,36 19,97 29,88

Mobile_4_5 25,34 23,72 23,75 34,39

Mobile_4_6 18,68 18,62 18,87 28,13

(62)
(63)

Mobile_3_4 20,23 29,26 33,82 20,28

Mobile_3_5 21,91 22,32 31,85 21,21

Mobile_4_1 22,94 23,80 24,02 34,38

Mobile_4_2 21,75 21,33 21,35 32,02

Mobile_4_3 22,58 22,58 22,52 32,19

Tabel 4.5 Hasil simulasi pengukuran SNR pada zona_5

(64)

Mobile_3_1 21,87 21,87 30,87 21,87 21,59

Berdasarkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 maka hasil pengukuran tersebut

digambarkan seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Pada

(65)

dan mobile_1_2. SNR AP_2 terlihat lebih tinggi dari SNR AP_1 padahal client mobile_1_1 dan mobile_1_2 terkoneksi pada AP_1. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor jarak, kondisi lingkungan (banyaknya halangan gedung atau

pohon) dan faktor non teknis lainnya.

Untuk itu sangat penting dilakukan klasifikasi terhadap level SNR client. Hal ini berguna untuk menentukan client yang akan menjadi kandidat untuk dialihkan saat mekanisme load balancing dijalankan. Setiap AP telah ditetapkan koneksi maksimumnya sebanyak 8 client. AP_1 memiliki kelebihan jumlah 2 koneksi client. Handoff perlu dilakukan untuk menyeimbangkan jumlah client. Kandidatnya adalah

client mobile_1_1 dan mobile_1_2 karena client tersebut memiliki SNR AP_2 yang lebih tinggi dari SNR AP_1.

Peneliti hanya menampilkan grafik hasil simulasi pengukuran SNR pada

zona_1 dan zona_2 dari 5 zona yang ada. Hal tersebut disebabkan pada zona-zona

tersebut ada dilakukan proses handoff. Proses handoff yang dilakukan harus melihat level SNR karena beban yang seimbang akan menjadi tidak berguna apabila proses

(66)
(67)

Gambar 4.2 Grafik pengukuran SNR pada zona_2

4.1.2 Simulasi pengukuran throughput

Simulasi pengukuran dilakukan pada topologi jaringan WLAN dengan

parameter throughput pada lokasi zona_1 sampai zona_5. Jumlah client diasumsikan sebanyak 20 client untuk setiap zona dengan jarak client yang berbeda-beda terhadap AP. Besar bandwidth yang diberikan sebesar 4 Mbps dengan kecepatan download

(68)
(69)

19 Mobile_2_2 50,133

20 Mobile_1_9 47,133

Perolehan throughput client pada zona_2 dapat dilihat pada Tabel 4.7. Perolehan throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 51,199 kbps.

Tabel 4.7 Hasil simulasi pengukuran throughput pada zona_2

(70)

11 Mobile_2_6 50,133

Perolehan throughput client pada zona_3 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Perolehan throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 60,823 kbps.

Tabel 4.8 Hasil simulasi pengukuran throughput pada zona_3

client zona_3 Throughput (kbps)

1 Mobile_4_6 60,823

(71)
(72)

Perolehan throughput client pada zona_4 dapat dilihat pada Tabel 4.9. Perolehan throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 58,773 kbps.

Tabel 4.9 Hasil simulasi pengukuran throughput pada zona_4

(73)

14 Mobile_2_2 60,800

Perolehan throughput client pada zona_5 dapat dilihat pada Tabel 4.10. Perolehan throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 69,720 kbps.

(74)

8 Mobile_2_2 71,467

9 Mobile_2_3 71,467

10 Mobile_2_1 71,467

11 Mobile_1_4 71,467

12 Mobile_1_3 71,467

13 Mobile_1_2 71,467

14 Mobile_1_1 71,467

15 Mobile_5_5 67,200

16 Mobile_5_2 67,200

17 Mobile_5_4 67,200

18 Mobile_5_3 67,200

19 Mobile_5_1 67,200

20 Mobile_1_5 57,867

(75)

Zona_1 Zona_2 Zona_3 Zona_4 Zona_5

Berdasarkan hasil simulasi pengukuran, terdapat nilai throughput yang fluktuatif pada setiap zona yang berbeda. Peneliti menampilkan nilai rata-rata

throughput yang diperoleh client untuk setiap zona. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.3. Berdasarkan

grafik tersebut, nilai rata-rata throughput client pada zona_5 memiliki nilai yang tertinggi yaitu 69,720 kbps. Hal ini disebabkan pada zona tersebut memiliki AP yang

paling banyak. Semakin besar jumlah AP yang berada dalam satu zona maka semakin

besar area yang dapat dicakup sehingga jarak antara client ke AP semakin pendek. Jarak berkorelasi positif dengan perolehan nilai SNR dan nilai SNR yang besar

(76)

Tabel 4.12 Nilai rata-rata perolehan throughput

Zona Throughput (kbps)

Zona_1 50,16

Zona_2 51,20

Zona_3 60,82

Zona_4 58,77

Zona_5 69,72

(77)

Selanjutnya dilakukan perhitungan index keseimbangan (β) berdasarkan Persamaan 2.1. Hasil perhitungan index keseimbangan (β) pada zona_1 sampai zona_5 dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Index keseimbangan (β)

Zona Index (β)

Berdasarkan Tabel 4.13, terlihat bahwa setiap zona berada pada kondisi

seimbang secara umum. Hal ini ditunjukkan dengan besar index 1,05 untuk setiap

zona. Namun nilai index tersebut tidak dapat menerangkan kondisi setiap client maka dibutuhkan sebuah parameter lain sebagai patokan untuk menentukan kondisi setiap

client. Parameter yang digunakan adalah parameter kondisi (L) yang dihitung berdasarkan Persamaan 2.2. Berdasarkan parameter L maka kondisi client dapat dijelaskan. Kondisi tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu kelebihan, seimbang

(78)

keseimbangan (d1, d2

Hasil Perhitungan Parameter Kondisi (L) dan interval keseimbangan (d

) berdasarkan parameter toleransi (α) yang besar nilainya 10%.

Perhitungan interval keseimbangan berdasarkan Persamaan 2.3 dan 2.4.

1, d2

Tabel 4.14

)

pada zona_1 sampai zona_5 dapat dilihat pada serta digambarkan dalam

bentuk grafik seperti pada Gambar 4.4.

Tabel 4.14 Hasil perhitungan parameter kondisi (L)

(79)

Gambar 4.4 Grafik hasil perhitungan parameter kondisi (L)

Selanjutnya dilakukan penempatan posisi setiap client berdasarkan perolehan

throughput setiap zona. Perolehan throughput client pada zona_1 dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan diberikan keterangan tentang kondisi dari client tersebut berdasarkan interval keseimbangan (d1, d2) pada Tabel 4.14. Selanjutnya didapatkan hasil

(80)

Tabel 4.15 Keterangan kondisi client pada zona_1

client zona_1 Throughput (kbps) Keterangan

1 Mobile_1_1 56,240 seimbang

2 Mobile_3_4 50,133 seimbang

3 Mobile_3_2 50,133 seimbang

4 Mobile_3_6 50,133 seimbang

5 Mobile_3_3 50,133 seimbang

6 Mobile_3_5 50,133 seimbang

7 Mobile_3_1 50,133 seimbang

8 Mobile_1_10 50,133 seimbang

9 Mobile_1_8 50,133 seimbang

10 Mobile_1_7 50,133 seimbang

11 Mobile_1_6 50,133 seimbang

12 Mobile_1_5 50,133 seimbang

13 Mobile_1_4 50,133 seimbang

14 Mobile_1_3 50,133 seimbang

15 Mobile_1_2 50,133 seimbang

16 Mobile_2_1 50,133 seimbang

17 Mobile_2_3 50,133 seimbang

(81)

19 Mobile_2_2 50,133 seimbang

20 Mobile_1_9 47,133 Kekurangan throughput

Gambar 4.5 Kondisi client pada zona_1

(82)

keseimbangan (d1, d2) pada Tabel 4.14. Selanjutnya didapatkan hasil keterangan

kondisi client seperti pada Tabel 4.16 dan digambarkan dalam bentuk grafik seperti seperti pada Gambar 4.6.

Tabel 4.16 Keterangan kondisi client pada zona_2

client zona_2 Throughput (kbps) Keterangan

1 Mobile_1_9 54,400 seimbang

2 Mobile_1_8 54,400 seimbang

3 Mobile_1_7 54,400 seimbang

4 Mobile_1_6 54,400 seimbang

5 Mobile_1_5 54,400 seimbang

6 Mobile_1_4 54,400 seimbang

7 Mobile_1_3 54,400 seimbang

8 Mobile_1_2 54,400 seimbang

9 Mobile_1_1 54,400 seimbang

10 Mobile_2_7 50,133 seimbang

11 Mobile_2_6 50,133 seimbang

12 Mobile_2_2 50,133 seimbang

13 Mobile_2_3 50,133 seimbang

14 Mobile_2_4 50,133 seimbang

(83)

16 Mobile_2_1 50,133 seimbang

17 Mobile_3_4 45,867 Kekurangan throughput

18 Mobile_3_3 45,867 Kekurangan throughput

19 Mobile_3_2 45,867 Kekurangan throughput

20 Mobile_3_1 45,867 Kekurangan throughput

Gambar 4.6 Kondisi client pada zona_2

(84)

kondisi client seperti pada Tabel 4.17 dan digambarkan dalam bentuk grafik seperti seperti pada Gambar 4.7.

Tabel 4.17 Keterangan kondisi client pada zona_3

client zona_3 Throughput (kbps) Keterangan

1 Mobile_4_6 60,823 seimbang

2 Mobile_4_7 60,823 seimbang

3 Mobile_4_5 60,823 seimbang

4 Mobile_4_2 60,823 seimbang

5 Mobile_4_4 60,823 seimbang

6 Mobile_4_3 60,823 seimbang

7 Mobile_4_1 60,823 seimbang

8 Mobile_1_1 60,823 seimbang

9 Mobile_3_3 60,823 seimbang

10 Mobile_3_1 60,823 seimbang

11 Mobile_3_2 60,823 seimbang

12 Mobile_2_5 60,823 seimbang

13 Mobile_2_2 60,823 seimbang

14 Mobile_2_3 60,823 seimbang

(85)

16 Mobile_2_1 60,823 seimbang

17 Mobile_1_5 60,823 seimbang

18 Mobile_1_4 60,823 seimbang

19 Mobile_1_3 60,823 seimbang

20 Mobile_1_2 60,823 seimbang

(86)

Perolehan throughput client pada zona_4 dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan diberikan keterangan tentang kondisi dari client tersebut berdasarkan interval keseimbangan (d1, d2) pada Tabel 4.14. Selanjutnya didapatkan tabel hasil

keterangan kondisi client seperti pada Tabel 4.18 dan digambarkan dalam bentuk grafik seperti seperti pada Gambar 4.8.

Tabel 4.18 Keterangan kondisi client pada zona_4

client zona_4 Throughput (kbps) Keterangan

1 Mobile_4_1 60,800 seimbang

2 Mobile_4_3 60,800 seimbang

3 Mobile_4_2 60,800 seimbang

4 Mobile_1_4 60,800 seimbang

5 Mobile_1_3 60,800 seimbang

6 Mobile_1_2 60,800 seimbang

7 Mobile_1_1 60,800 seimbang

8 Mobile_3_5 60,800 seimbang

9 Mobile_3_4 60,800 seimbang

10 Mobile_3_3 60,800 seimbang

11 Mobile_3_2 60,800 seimbang

(87)

13 Mobile_2_3 60,800 seimbang

14 Mobile_2_2 60,800 seimbang

15 Mobile_2_1 60,800 seimbang

16 Mobile_2_5 60,800 seimbang

17 Mobile_2_6 60,800 seimbang

18 Mobile_2_4 60,800 seimbang

19 Mobile_1_5 40,533 Kekurangan throughput

20 Mobile_1_6 40,533 Kekurangan throughput

(88)

Perolehan throughput client pada zona_5 dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan diberikan keterangan tentang kondisi dari client tersebut berdasarkan interval keseimbangan (d1, d2) pada Tabel 4.14. Selanjutnya didapatkan hasil keterangan

kondisi client seperti pada Tabel 4.19 dan digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.9.

Tabel 4.19 Keterangan kondisi client pada zona_5

client zona_5 Throughput (kbps) Keterangan

1 Mobile_4_3 71,467 seimbang

2 Mobile_4_2 71,467 seimbang

3 Mobile_4_4 71,467 seimbang

4 Mobile_4_1 71,467 seimbang

5 Mobile_3_1 71,467 seimbang

6 Mobile_3_3 71,467 seimbang

7 Mobile_3_2 71,467 seimbang

8 Mobile_2_2 71,467 seimbang

9 Mobile_2_3 71,467 seimbang

10 Mobile_2_1 71,467 seimbang

11 Mobile_1_4 71,467 seimbang

(89)

13 Mobile_1_2 71,467 seimbang

14 Mobile_1_1 71,467 seimbang

15 Mobile_5_5 67,200 seimbang

16 Mobile_5_2 67,200 seimbang

17 Mobile_5_4 67,200 seimbang

18 Mobile_5_3 67,200 seimbang

19 Mobile_5_1 67,200 seimbang

20 Mobile_1_5 57,867 Kekurangan throughput

(90)

4.2 Analisis

Analisis hasil simulasi yang telah dilakukan peneliti tentang jaringan WLAN

dengan load balancing menggunakan teknologi agent adalah:

1. Nilai rata-rata SNR yang diperoleh pada suatu zona berkorelasi positif dengan

perolehan nilai rata-rata throughput client-nya. Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa di zona_5 memperoleh nilai rata-rata SNR tertinggi sebesar 29,46 dB. Hal tersebut

berbanding lurus dengan perolehan rata-rata throughput sebesar 69,720 kbps. Demikian sebaliknya, pada zona_1 diperoleh nilai rata-rata SNR terendah sebesar

24,75 dB diikuti dengan perolehan rata-rata throughput sebesar 50,158 kbps.

Gambar 4.10 Korelasi perolehan nilai SNR dengan nilai throughput

2. Nilai komparasi throughput yang diperoleh setiap client pada satu zona yang sama relatif seimbang, bahkan pada zona_3, throughput setiap client-nya sama besar yaitu 60,823 kbps atau prosentasi tingkat komparasi sebesar 100%. Hal ini

(91)

Prosentasi jumlah koneksi dapat dilihat pada Tabel 4.11. Zona yang memiliki

kelebihan koneksi pada AP-nya seperti zona_1 dan zona_2 dapat dilakukan handoff.

Pada zona_1, terdapat 10 client yang terkoneksi ke AP_1 melebihi batas maksimum 8

client (125%). Demikian juga pada zona_2, terdapat 9 client yang terkoneksi ke AP_1 melebihi batas maksimum 8 client (112,5%). Setelah dilakukan handoff diperoleh prosentasi komparasi nilai throughput sebesar 89,4% (zona_1) dan 94,1% (zona_2). Besar nilai prosentasi komparasi didapat dari perbandingan antara perolehan

(92)

3. Prosentasi jumlah client yang berada pada kondisi seimbang lebih besar dibandingkan dengan jumlah client yang berada pada kondisi tidak seimbang. Hal tersebut telah ditandai dengan nilai Index (β) sebesar 1,05 untuk setiap zona dapat

dilihat pada Tabel 4.13. Index tersebut menunjukan secara umum bahwa kondisi jaringan dalam seimbang (balanced). Tabel prosentasi jumlah client pada kondisi seimbang dapat dilihat pada Tabel 4.20 dan bentuk grafiknya seperti pada Gambar

4.12. Berdasarkan grafik terlihat bahwa zona_3 memiliki prosentasi sebesar 100%

atau seluruh client-nya berada dalam kondisi seimbang.

Tabel 4.20 Prosentasi jumlah client pada kondisi seimbang

(93)

Gambar 4.12 Grafik prosentasi jumlah client pada kondisi seimbang

4. Mekanisme Handoff

Simulasi yang dilakukan pada mekanisme handoff meliputi penetapan algoritma, pemilihan protokol dan memanfaatkan fungsi agent.

a) Algoritma

Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 merupakan perolehan nilai SNR setiap client yang berada pada zona_1 dan Zona_2 terhadap 3 AP yang berada disekitarnya. SNR

(94)

menunjukkan ambang setengah atau 50% dari nilai SNR terkoneksi. AP yang

menjadi tujuan handoff harus memiliki minimal setengah dari nilai SNR AP client. Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 terlihat semua client layak menjadi kandidat bila proses handoff diperlukan. Kandidat yang terbaik dipilih berdasarkan level SNR yang paling tinggi diantara yang ada. Ada 2 mekanisme dalam proses handoff yaitu

selection policy dan distribution policy. Pada tahap selection policy, mempunyai 2 prioritas yaitu:

1. Prioritas 1: handoff berjalan berdasarkan jumlah koneksi.

2. Prioritas 2: jika terdapat 2 AP yang memiliki koneksi minimum sama, maka

handoff berjalan berdasarkan nilai SNR yang ada.

Jika syarat tersebut terpenuhi, maka masuk pada distribution policy. Pada tahap ini akses client dapat dipindahkan ke AP yang menjadi tujuan pengalihan. Pada proses ini tidak terdapat mekanisme reroute, karena telah ada panduan yang jelas untuk melakukan handoff. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1, client pada AP_1 dialihkan sebanyak 2 client karena telah melampui batas koneksi maksimal. Sebagai kandidatnya adalah mobile_1_1 dan mobile_1_2. Prioritas 1 dilakukan yaitu client mobile_1_1 dan mobile_1_2 mengisi kekurangan koneksi pada AP_2 sehingga berjumlah 6 client. Jika jumlah koneksi AP_2 dan AP_3 sama maka prioritas 2 dilakukan yaitu koneksi yang baru maka dialihkan berdasarkan perolehan SNR.

(95)

Mekanisme handoff menggunakan protokol session initiation protocol (SIP). Entitas utama dari SIP adalah user agent (UA), proxy server, redirect server dan

registrar. User agent(UA) terdiri dari user agent client (UAC)dan user agent server

(UAS). Kedua agent tersebut berkomunikasi melalui pertukaran request dan

response. Client yang melakukan handoff melalui 2 langkah yaitu meregistrasi lokasi yang baru secara dinamis dan selanjutnya mengarahkan session tersebut. Hal ini dilakukan oleh SIP Server. SIP pada OPNET®

Gambar 4.13

telah ditanam ke dalam node application pada perangkat-perangkat WLAN seperti wlan_wkstn_adv (client) dan

server. Bentuknya seperti pada yang ditunjuk tanda panah.

Gambar 4.13 Node application wlan_wkstn_adv

Pada penelitian ini, penggunaan SIP dikonsentrasikan pada aplikasi video, voice dan file transfer. Hal tersebut disesuaikan dengan jenis layanan akses yang umum di-request oleh client. Terdapat model proses yang berjalan pada dibawah

(96)

1. Gna_clsvr_mgr yaitu model proses untuk application wlan_workstation

(client) dan server. Ini digunakan untuk fungsi pengaturan aplikasi jaringan dan korespondensi antar jaringan yang ada.

2. Gna_profile_mgr yaitu model proses yang dibuat oleh gna_clsvr_mgr

untuk pengaturan profile untuk setiap client.

3. Gna_voice_calling_mgr yaitu model proses untuk aplikasi voice yang dibuat oleh gna_profile_mgr.

4. Gna_video_calling_mgr yaitu model proses untuk aplikasi video yang dibuat oleh gna_profile_mgr.

5. Sip_UAC_mgr yaitu model proses untuk fungsi pengaturan setiap

sip_UAC terhadap aplikasi yang diminta oleh sip_UAC.

6. Sip_UAC yaitu model proses yang dibuat oleh sip_UAC_mgr untuk pengaturan session yang terdapat pada client dan server.

Terdapat penambahan state handoff pada model proses aplikasi, server dan

(97)
(98)
(99)

c) Fungsi agent

Agent dianalogikan seperti dua orang manusia yang saling bertukar informasi. Satu pada server dan yang lain pada client. Pertukaran informasi tersebut berguna untuk proses handoff apakah proses tersebut dibutuhkan atau tidak. Pada Gambar 4.15 terlihat bahwa model proses sip_UAC telah dimodifikasi dengan penambahan

state “handoff”. Pada kondisi akses normal, diawali dengan state “initiation”, selanjutnya client memasuki state “listen”. Pada state “listen”, agent diam dan menunggu request (REQ) atau response (RESP) yang datang. Kondisi tersebut berlangsung sampai ada REQ atau RESP diterima. Ketika REQ atau RESP diterima,

agent selanjutnya menuju state “fork”. Pada state ini, ditentukan apakah REQ atau RESP tersebut diproses atau ditunda.

Pada kondisi Handoff, agent menerima interupsi untuk melakukan Handoff. Selanjutnya diarahkan oleh sip_UAC_mgr untuk meninggalkan state “listen” dan masuk ke state “handoff” sambil membawa paket-paket informasi ke server. Selanjutnya hanya tinggal menunggu respon dari server. Agent pada server yaitu

sip_UAS selanjutnya menerima paket-paket informasi tersebut dan jika telah diterima paket-paket informasi tersebut maka sip_UAS mengirim balik responnya.

Pada Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa agent pada server mulai bekerja setelah menerima paket informasi. Mulai dengan state “initiation” lalu agent

(100)
(101)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini,

dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

a. Peningkatan pemerataan beban koneksi jaringan WLAN pada lokasi yang

padat dan tidak seimbang dapat dilakukan dengan penerapan load balancing menggunakan algoritma least connections. Fungsi penyeimbang beban (load balancer) dapat diperankan oleh Session Initiation Protocol (SIP) dengan merekayasa secara perangkat lunak yaitu menambahkan state handoff pada model prosesnya. Mekanisme handoff

merupakan implementasi dari proses kerja pembagian beban tersebut.

b. Penerapan load balancing memberikan suatu peningkatan kinerja jaringan WLAN ditandai dengan perhitungan index keseimbangan (β) =

(102)

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian ini adalah:

a. Jaminan kualitas layanan menjadi standar kinerja penerapan load balancing sebaiknya parameter yang diukur merupakan parameter yang digunakan untuk spesifikasi kualitas layanan seperti throughput, delay, packet loss, jitter sehingga data yang dihasilkan menjadi lebih variatif untuk pengambangan penelitian ini.

b. Penerapan load balancing dapat dijalankan dengan algoritma-algoritma lain berbasiskan pada manajemen client sehingga load balancing

Gambar

Gambar 2.3 Kondisi akses point (AP) dengan load balancing
Gambar 2.5 Konfigurasi agent
Gambar 3.1 Topologi fisik jaringan
Gambar 3.2 Susunan jaringan fisik bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kota Saumlaki merupakan satu pusat pertumbuhan Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan memiliki aktivitas perekonomian yang intensif di sekitar wilayah pesisir, namun

Berdasarkan Tabel Hasil Analisis Regresi Linier didapatkan nilai koefisien determinasi ( R-square ) sebesar 0,167 yang berarti model dapat menjelaskan variasi tingkat

Tujuan pendidikan multikultural di Inggris berorientasi pada untuk mengembangkan pola pikir anak, untuk mengembangkan nilai-nilai moral berbasis toleransi, untuk memahami

Untuk mengetahui secara bersama sama hubungan atara satu variabel terikat (dependent variabel) dengan dua atau lebih variabel (indepedent variabel ), serta hubungan antara

terhadap alih fungsi lahan tanaman adalah lahan perkebunan teh menjadi kelapa.. Seperti yang terjadi

Nilai informasi seorang pemakai ditentukan oleh reliabilitas (kehandalan). Pengertian dari Sistem Informasi adalah merupakan suatu sistem di dalam suatu organisasi yang

Dari grafk 3 diatas dapat kita lihat papan komposit setelah dilakukan perendaman bahwa semakin besar fraksi volume serat yang digunakan maka berat jenis papan

 Dari tiga variasi konsentrasi yang dipakai dalam penelitian ini, semakin banyak konsentrasi NaCl yang digunakan maka semakin optimal kemampuan elektrokimianya,