• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG WALI

1. Proses Penerimaan Perkara

Sebelum mengajukan permohonan penetapan Wali ‘Adhal maka seorang Pemohon harus membuat surat permohonan yang isinya:22

a. Identitas para pihak (Pemohon) mencakup. 1. Nama (beserta binti dan aliasnya); 2. Umur;

3. Agama; 4. Pekerjaan; 5. Tempat tinggal;

6. Kewarganegaraan (jika diperlukan).

b. Posita, yaitu penjelasan tentang keadaan / perisiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar / alasan. Posita memuat:

21

Adam Iskandar, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Bekasi, wawancara Pribadi, Bekasi 20 Mei 2009.

22

1. Alasan yang berdasarkan fakta / peristiwa hukum;

2. Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapi dalam putusan nanti. c. Petitum, yaitu isi tuntutan yang ingin diminta untuk dikabulkan oleh

Hakim.23

d. Memasuki kawasan proses penerimaan perkara pada Pengadilan Agama, pertama-pertama si Penggugat atau Pemohon membawa surat gugatan atau permohonan, ditujukan langsung ke Pengadilan agama, kemudian menghadap pada ruang kasir untuk membayar Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan dilanjutkan datang menghadap pada ruang kepaniteraan untuk mendaftarkan perkaranya. Namun untuk lebih khususnya lagi tentang proses penerimaan perkara adalah sebagai berikut: 1). Pengajuan perkara di kepaniteraan (Meja I)

Untuk mengajukan suatu perkara, baik perkara permohonan maupun perkara gugatan, si Penggugat atau Pemohon harus membawa surat gugatan atau permohonan yang telah dibubuhi tanda tangan Penggugat atau Pemohon, dan langsung dibawa pada bagian kepaniteraan. Masing-masing surat tersebut diberikan pada sub. Gugatan jika bentuknya contentiosa dan sub. Permohonan jika bentuk

23

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Pengadilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 61.

suratnya permohonan. Setelah itu menghadap pada kasir untuk membayar panjar biaya perkara.

2). Pembayaran panjar biaya perkara (Kasir)

Pembayaran panjar biaya perkara dilakukan oleh pihak yang akan berperkara dengan menaksir beban biaya harus mencukupi untuk melangsungkan persidangan. Kemudian Penggugat atau Pemohon membawa surat gugatan atau permohonannya yang diserahkan Surat Kuasa Untuk Menbayar (SKUM) yang ditujukan kepada bagian kasir untuk melunasi seluruh beban biaya tersebut dan dicatat pada buku register jurnal biaya perkara, selanjutnya kasir menandatangani dan memberi nomor perkara dengan tanda lunas pada SKUM tersebut dan dilanjutkan untuk didaftarkan pada bagian pendaftaran perkara.

3). Pendaftaran perkara (Meja II)

Untuk mendaftarkan perkara hendaknya Penggugat atau Pemohon harus menandatangani Panitera Muda Gugatan, jika bentuk contentiosa dan Penitera Muda Permohonan, apabila bentuknya Voluntair. Setelah itu masing-masing Panitera Muda tersebut akan memberikan nomor pada surat gugatan atau permohonan, dan membubuhi tandatangan sebagai bukti.

Dalam jeda waktu minimal 7 (tujuh) hari Ketua Pengadilan Agama menunjuk Majelis Hakim untuk melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan” Majelis Hakim (Pasal 121 HIR jo 93 UU PA), kemudian Ketua memberikan tugas kepada Majelis Hakim untuk menyelesaikan surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama.

Kemudian setelah itu Ketua Pengadilan Agama menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, akan tetapi jika ada perkara yang menyangkut kepentingan umum, maka perkara itu harus didahulukan seiring dengan Pasal 94 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, penetapan Majelis Hakim dibuat dalam bentuk penetapan dan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama dan dicatat dalam Buku Register Perkara yang bersangkutan.24

5). Penunjukan Panitera Sidang (PPS)

Agar persidangan dapat berjalan dengan lancar dan epektif maka dalan hal ini ditunjuklah seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Pengganti untuk membantu Hakim dalam menghadiri guna mencatat jalannya persidangan, membuat berita persidangan dan melaksanakan semua perintah Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.

24

6). Penetapan hari Sidang oleh Ketua Majelis (PHS)

Setelah Ketua Majelis menerima berkas perkara tersebut bersama Hakim Anggotanya, maka kemudian ditetapkanlah hari dan tanggal serta jam kapan perkara tersebut dapat disidangkan juga memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk datang pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan.

7). Pemanggilan Pihak-Pihak

Langkah selanjutnya dalam proses penerimaan perkara di Pengadilan Agama, adalah pemanggilan pihak-pihak yang dilakukan oleh Jurusita, sebagaimana tugas dan wewenang Jurusita dan Jurusita Pengganti adalah menyampaikan Relaas (panggilan) kepada pihak yang berperkara.

2. Proses Pemeriksaan Dalam Persidangan pada Perkara Wali ‘Adhal

Adanya proses pemeriksaan dalam persidangan tentunya harus melewati tahap-tahap proses penerimaan perkara pada Pengadilan Agama, kemudian barulah sampai pada proses pemeriksaan akan berlangsungnya, untuk itu penulis akan mencoba menjelaskan mengenai langkah-langkah proses pemeriksaan perkara dalam persidangan, antara lain yaitu :

a. Perdamaian

Pertama-pertama setiap awal persidangan Majelis Hakim selalu membacakan surat gugatan atau permohonan wajib mengadakan upaya perdamaian diantara kedua belah pihak, dimaksudkan agar kedua belah pihak kiranya terjadi perdamaian (islah).

b. Pembacaan Permohonan.

c. Apabila pihak wali sebagai saksi utama telah dipanggil secara resmi dan patut namun tetap tidak hadir sehingga tidak dapat didengar keterangannya, maka hal ini dapat memperkuat ‘Adhalnya Wali.

d. Apabila para wali telah hadir dan memberikan keterangannya maka harus dipertimbangkan oleh Hakim dengan mengutamakan Pemohon.

e. Untuk memperkuat ‘adhalnya maka perlu didengar keterangan saksi-saksi.

f. Pembuktian.

Pada tahap ini, pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti, sebagaimana dalam Pasal 164 HIR.

g. Apabila wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan yang kuat menurut Hukum Perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan justru akan merugikan Pemohon atau terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan, maka permohonan Pemohon akan ditolak.

h. Kesimpulan Para Pihak

Pada tahap ini, pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil persidangan. Apabila Hakim berpendapat bahwa wali benar-benar ‘adhal

dan Pemohon tetap pada permohonannya maka Hakim akan mengabulkan permohonan Pemohon dengan menetapkan ‘adhalnya wali dan menunjuk Kepala Kantor urusan Agama Kecamatan setempat, selaku Pegawai Pencatat Nikah (PPN), di tempat tinggal Pemohon untuk bertindak sebagai Wali Hakim.

i. Putusan

Setelah Majelis Hakim memeriksa isi gugatan atau permohonan yang diajukan dan berkesimpulan bahwa alasan yang digunakan cukup beralasan dan dapat diterima terbukti serta tidak dimungkinkan lagi tercapainya perdamaian antara keduanya, maka Peradilan Agama dapat memutuskan dengan putusan dalam bentuk penetapan.

j. Terhadap penetapan tersebut dapat dimintakan upaya hukum kasasi. k. Memeberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang bertalian dengan tugas

mereka. l. Meja III

1) Menerima berkas yang telah dimutasi dari Majelis Hakim.

3) Memberitahukan ke Meja II dan Kasir yang bertalian dengan tugas mereka.

4) Menetapkan Kekuatan Hukum.

5) Mennyerahkan salinan kepada Penggugat dan Tergugat / Pemohon dan Instansi terkait.

6) Menyerahkan berkas yang telah dimutasi kepada Panitera Muda Hukum.

m. Panitra Muda Hukum 1) Mendata Perkara. 2) Melaporkan Perkara. 3) Mengarsipkan Berkas.

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis, dalam hal pelaksanaan permohonan Wali ‘Adhal yang terjadi di Pengadilan Agama Bekasi, Penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Status pernikahan wanita yang walinya enggan untuk menikahkan (Wali

’Adhal) adalah sah. Hal ini disebabkan karena adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Bekasi Nomor 042/Pdt.P/2008/PA.Bekasi tentang ‘adhalnya seorang wali yang bernama Suyoto bin Karto Kardi sebagai Termohon. Sehingga dengan adanya penetapan itu maka pihak calon pengantin wanita yang bernama Fabri Anita binti Suyoto sebagai Pemohon dapat melangsungkan pernikahan dengan menggunakan Wali Hakim.

2. Sebab-sebab orang tua atau wali enggan (‘adhal) menikahkan anaknya adalah karena calon yang akan menjadi menantunya adalah beda agama, akhlaknya kurang baik, status sosialnya tidak sederajat baik pendidikan, keturunan maupun ekonominya. Dan alasan yang tidak dibenarkan seorang wali menolak menikahkan anaknya dengan calon suaminya adalah masalah status sosial, pendidikan, keturunan dan ekonomi. Sedangkan yang terjadi di Pengadilan Agama Bekasi adalah karena ayah calon pengantin tersebut

mempunyai masalah pribadi dengan calon suami Pemohon dalam hal bisnis antara keduanya.

3. Penyelesaian perkara Wali ‘Adhal, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pendekatan kekeluargaan, Apabila dengan jalan kekeluargaan permasalahan tersebut belum dapat diselesaikan, maka sebaiknya permasalahan tersebut diselesaikan melalui Pengadilan Agama melalui proses persidangan. Seperti yang dilakukan oleh calon suami Pemohon yang bernama Rudi Budiarto bin Kusnadi Budiarto dengan melakukan pendekatan kepada keluarga secara terus menerus melalui ayah kandung Pemohon, sehingga Hakim Pengadilan Agama Bekasi mengabulkan permohonan Pemohon dengan mngeluarkan Putusan Nomor.042/Pdt.P/2008/PA.Bks.

B. Saran

1. Sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya dilakukan proses pengenalan (ta’aruf) keluarga yaitu keluarga dari pihak wanita dan dari pihak laki-laki. Hali ini dimaksudkan untuk mengenal lebih jauh tentang pribadi dan asal-usul masing-masing keluarga agar tidak terjadi kesalah pahaman.

2. Bagi para orang tua, jangan khawatir untuk menikahkan anaknya walaupun laki-laki itu belum mempunyai pekerjaan tetap. Para orang tua hendaknya jangan menjadi penghalang bagi anaknya untuk menikah jika memang anaknya sudah sangat ingin menikah dan takut terjatuh ke dalam jurang

kemaksiatan. Terlebih lagi karena alasan-alasan yang tidak dibenarkan oleh Agama.

3. Bagi pihak-pihak terkait seperti para Pejabat Kantor Urusan Agama dan Praktisi-Praktisi Hukum Islam agar mensosialisasikan kepada masyarakat tentang Wali ‘Adhal melalui kajian-kajian, seminar-seminar, ceramah-ceramah di majlis ta’lim, khutbah jum’at, dan lain-lain.

Dokumen terkait