• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFECTIVE DECISION MAKING

C. Proses pengambilan keputusan

individu dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, keputusan sebagai hasil akhir lebih merupakan keputusan politik.

Missie (1983) melihat bahwa pengambilan keputusan itu melalui proses tahapan sebagai berikut:

1) Suatu keputusan yang baik tergantung pada kesadaran pengambilan keputusan. Oleh karena itu, tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang sudah lalu akan memberikan suatu kerangka struktur keputusan pada masa yang akan datang.

2) Pengenalan problemnya yang tepat, suatu keputusan dikatakan rasional bila keputusan itu dapat memilih tujuan akhir yang dikehendaki.

3) Mencari dan menganalisis alternatif-alternatif yang ada, serta konsekwensi-konsekwensi yang mungkin terjadi secara sistematis.

4) Penempatan urutan preferensi, yaitu penyusunan skala prioritas sesuai kebutuhan.

5) Penerimaan keputusan oleh organisasi.

Dari pemaparan di atas dapat disaring bahwa pengambilan keputusan yaitu pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pertimbangan dengan harapan alternatif tersebut mampu mewujudkan tujuan organisasi.

C. Proses pengambilan keputusan

Menurut Siagian (1988):

1) Definisi masalah, pada tahap ini para manajer akan membuat keputusan harus menemukan apa masalah sebenarnya dan kemudian menemukan bagian-bagian masalah yang harus dipecahkan serta bagian-bagian mana yang seharusnya dipecahkan.

2) Pengumpulan data dan analisis data, mereka harus menentukan langkah selanjutnya. Manajer pertamakali harus mengmpulkan data-data apa yang akan dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat, dan kemudian

mendapatkan informasi tersebut, informasi yang cukup untuk dapat merumuskan berbagai penyeleseian.

3) Pengembangan alternatif, kecenderungan untuk menerima alternatif keputusan pertama yang feasible sering menghindarkan manajer dari pencapaian penyeleseian yang terbaik dari masalah-masalah mereka. Pengembangan sejumlah alternatif memungkinkan manajer menolak kecenderungan untuk membuat keputusan terlalu cepat dan memungkinkan manajer untuk mencapai keputusan yang efektif.

4) Pemilihan alternatif terbaik, setelah manajer mengembangkan

sekumpulan alternatif, mereka harus mengevaluasikannya untuk menilai efektifitas setiap alternatif. Efektivitas dapat diukur dengan dua kriteria:apakah alternatif analistik bila dihubungkan dengan tujuan dan sumber daya organisasi, dan seberapa baik alternatif akan membantu pemecahan masalah.

5) Pengambilan keputusan adalah penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang di inginkan. Pengambilan keputusan ini tidak hanya dilakukan oleh para manajer puncak, tetapi juga para manajer menengah dan manajer ke depan.

6) Implementasi keputusan, setelah keputusan diambil, para manajer harus membuat rencana-rencana untuk mengatasi berbagai persyaratan dan masalah yang mungkin dijumpai dalam penerapan keputusan. Implementasi keputusan menyangkut lebih dari sekedar pemberian perintah. Manager harus menetapkan anggaran atau jadwal kegiatan, mengadakan dan mengalosikan sumberdaya-sumberdaya diperlukkan, serta menugaskan tanggung jawab dan wewenang tanggung jawab dan wewenang pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Dalam hal ini, manajer perlu memperhatikan berbagai resiko dan ketidakpastian sebagai konsekwensi dibuatnya suatu keputusan. Dengan mengambil langkah tersebut, manajer

dapat menentukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menanggulangi hambatan dan tantangan yang akan terjadi.

7) Evaluasi hasil-hasil keputusan, implementasi keputusan harus dimonitor terus menerus. Manajer harus mengevaluasi apakah implementasi dilakukan dengan lancar dan keputusan memberikan hasil-hasil yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pengambilan keputusan sebagaimana terurai di atas dapat lihat pada bagan sebagai berikut:

Gambar 3. 1 Proses pengambilan keputusan

SANTRI DAN MASYARAKAT Pengambilan keputusan Implementasi keputusan &

memonitor hasilnya Evaluasi hasil-hasil keputusan Devinisi masalah

Pengumpulandata & Pengembangan Pemilihan alternatif

Pengambilan Implementasi keputusan & me-Evaluasi hasil-hasil

Ubah tujuan dan

Ketujuh proses ini sebetulnya secara implisit tidak mempunyai perbedaan yang menonjol. Para pengambilan keputusan tidak mengikuti satu proses secara ketat. Mereka lebih cenderung untuk menempuh proses ekletik, yaitu dengan mengambil bagian-bagian penting dari setiap proses, kemudian meramu, memodifikasi, dan menyesuaikannya dengan kondisi organisasinya.

Cara menganalisis pengambilan keputusan memang sangat bervariasi. Hal yang menarik adalah seringnya para ahli memberikan nama yang berbeda untuk hal yang sama. Gortner (1987) lebih cenderung menganalisis pengambilan keputusan dari sudut metode. Mereka mengatakan bahwa teori organisasi lebih tertarik dengan cara begitu dari pada memberi perhatian kepada “domain pengambilan keputusan”. Ada empat metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Pertama, metode rasional yang disebut juga model rasional. Ini adalah metode klasik yang secara implisit mencakup model birokratik dari pengambilan keputusan, bahkan juga merupakan model klasik dalam pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis. Ia cukup banyak memperoleh kritik karena dianggap kurang realistis, tetapi akhir-akhir ini telah mulai dikaitkan dengan analisis kebijaksanaan sehingga mulai menjadi penting.

Kedua, metode tawar-menawar inkremental (incremental bargaining) yang justru dipandang sebagai model paling mendasar dalam aktivitas politik, yaitu penyeleseian konflik melalui negosiasi. Karakteristik dari inkrementalisme ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijaksanaan terjadi dalam bentuk langkah-langkah kecil dan karenannya tidak terlalu jauh dari status quo. Hasil keputusannya diperoleh sabagai jerihpayah dari tawar-menawar yang melelahkan dan persuasif melalui perdebatan dan negosiasi. Dalam persidangan badan perwakilan rakyat, metode ini paling banyak digunakan, bahkan juga dikalangan birokrasi dalam membahas anggaran. Banyak keputusan politik yang dibuat pemerintah pada dasarnya bertolak dari proses inkrementalisme.

Ketiga, metode agresif (agregative methods) antara lain mencakup teknik Delphi dan teknik-teknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Sering kali metode ini memanfaatkan konsultan dan tim-tim staf yang bekerja keras dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik. Konsensus dan peran serta merupakan karakteristik utama dari metode agresif.

Keempat, metode keranjang sampah (the garbage-can) atau non-decision making model yang dikembangkan oleh March dan Olsen (1979). Model keranjang-sampah menolak model rasional, bahkan rasional inkremental yang sederhana sekalipun. Model ini lebih tertarik pada karakter yang ditampilkan dalam pengambilan keputusan, pada isu yang bermacam-macam arti peserta pengambil keputusan, dan pada masalah-masalah yang pada saat itu. Sering kali keputusan yang diambil tanpa direncanakan sebagai akibat dari perdebatan satu kelompok. Dalam membahas alternatif-alternatif, justru yang paling banyak diungkapkan ialah tujuan dan sasaran, tetapi tidak mangevaluasi cara terbaik untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Pembahasan tentang pengambilan keputusan diwarnai oleh kepentingan pribadi, persekutuan, mitos, konflik, pujian dan tuduhan, menggalang persahabatan baru, melepas ikatan lama mencari kebenaran dan menampilkan kekuasan.