• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Penggorengan

Dalam dokumen PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-IV (Halaman 28-33)

Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak

16

dipilih sebagai cara pengolahan karena mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur bahan pangan yang spesifik, sehingga bahan pangan menjadi kenyal dan renyah. Penggorengan merupakan fenomena transpor yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer massa air, dan transfer (serapan) massa minyak. Saat proses penggorengan dilakukan, terjadi transfer panas dari minyak ke bahan pangan, penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan (Winarno 2004).

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak panas pada suhu tinggi, penggorengan deep frying menyebabkan terjadinya perubahan kestabilan dan mutu, cita rasa, warana dan tekstur dari makanan gorengan serta kandungan zat gizi dari makanan (Choe dan Min, 2007).

Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Selain itu penggorengan juga mengakibatkan penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak. Kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya.

Apabila minyak belum siap untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan. Selama proses penggorengan minyak goreng mengalami berbagai reaksi kimia diantaranya reaksi hidrolis, oksidasi, isomerisasi dan polimerisasi. Reaksi kimia yang terjadi pada suhu dia atas 200 0C dapat menyebabkan terbentuknya polimer, molekul tak jenuh membentuk ikatan cincin (Anonim, 2009).

Terdapat 2 ( dua) cara proses menggoreng, yaitu menggoreng gangsa (pan frying/contact frying) dan deep frying. Selain itu, proses penggorengan dapat pula dibedakan berdasarkan kontinuitasnya menjadi small scale/food servicefrying yang bersifat bacth dengan kapasitas 5-25 kg minyak dan large

17

scale/industrial frying yang bersifat kontinu dengan kapasitas ≥ 500 kgminyak (Blumethal 1996).

Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada system deep frying. Ciri khas dari proses gangsa ialah, bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak (Blumethal 1996).

Deep fat frying merupakan proses pemasakan dan pengeringan yang terjadi melalui kontak dengan minyak panas dan ini meliputi perpindahan panas dan dan massa secara simultan. Minyak mempunyai funsi ganda dalam penyiapan makanan, karena minyak berfungsi sebagai media transfer panar antara makanan dan penggorengan, dan minyak juga sebagai pemberi konstribusi terhadap tekstur dan cita rasa bahan gorengan. Kecepatan dan efesiensi proses penggorengan tergantung pada suhu dan kualitas minyak goreng . suhu minyak yang biasa dipergunakan adalah 150 OC- 190 OC (Moirera, 2004, Dunford, 2006 dalam jurnal Ratnaningsih, dkk. 2007)

Deep fat frying adalah proses menggoreng yang memungkinkan bahan pangan terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaannya mendapat perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan. Secara komersil, proses ini banyak sekali diaplikasikan terutama untuk skalaindustri dalam menghasilkan berbagai produk seperti kentang goreng, seafood, egg rolls, dan chicken patties. Proses penggorengan secara deep frying memungkinkan terjadinya panas pindah panas selama proses dari minyak panas ke dalam produk yang masih dingin.

Hal inilah yang menjadikan proses ini berlangsung secara cepat. Selain itu, menyatakan bahwa deep fat frying memiliki keuntungan seperti bahan pangan goreng memiliki rasa yang enak, bahan makanan akan dilapisi dengan permukaan yang renyah, warna yang disukai, adanya penyerapan minyak oleh produk goreng akan menimbulkan mouthfeel yang diinginkan, mudah untuk direkontruksi, dan bahan pangan akan terbebas dari mikroorganisme yang berbahaya (Blumethal 1996).

18

Proses deep fat frying biasanya berlangsung pada suhu tinggi dan dengan keberadaan udara serta air, minyak yang digunakan akan mengalami kerusakan secara fisik dan kimia. Hal ini akan mempengaruhi performa penggorengan minyak dan stabilitas dari produk hasil goreng. Pada proses penggorengan skala industri, pemakaian suhu proses disesuaikan dengan waktu berjalan konveyor produk selama melewati cairan panas (Sulieman et al., 2001).

H. Tempe

Menurut Sarwono (2000) tempe kedelai mengandung protein sekitar 19,5 %. Selain itu, tempe kedelai juga mengandung lemak sekitar 4 %, karbohidrat 9,4 %, vitamin B12 antara 3,9-5 mg per 100 g tempe. Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe, dipandang sebagai sesuatu yang unik.

Vitamin B12 diduga berasal dari kapang yang tumbuh dalam tempe, tapi ada pula yang mengatakan berasal dari unsur lain. Menurut Curtis et all (1997) dalam Sarwono, vitamin B12 pada tempe diproduksi oleh sejenis bakteri yaitu Klabsiella pneumoniae. Bakteri itu sebetulnya merupakan mikroba kontaminasi. Vitamin B12 sangat berguna untuk membentuk sel-sel darah merah dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya anemia (kurang darah) dan tempe juga banyak mengandung mineral dan fosfor.

Bahan baku utama membuat tempe adalah kacang kedelai jenis kuning. Daya tahan tempe minim sekali, yaitu paling lama hanya dua hari.

Setelah itu membusuk. Namun, tempe yang membusuk masih dapat diolah menjadi sayuran atau campuran bumbu sayuran. Karena bahan baku tempe adalah kacang kedelai maka tempe mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Tempe yang baik ialah yang tidak banyak campuran-campurannya, misalkan ampas kedelai, onggok, dan sebagainya. Selain itu, tempe yang baik dibuat dari kacang kedelai yang tidak busuk dan tidak banyak batu-batu kecilnya, dan dipilah biji kedelai yang tua serta berkilat dan agak berminyak (Soedjono, 1995).

Komposisi tempe yang baik adalah sebagai berikut : a. Kadar air : ± 66 %

19 b. Kadar protein : ± 20 %

c. Abu : ±0,9 %

d. Karbohidrat : ± 3,9 % e. Lemak : ± 9,7 %

f. Warna : putih keabu-abuan g. Bau dan rasa : normal

h. Bahan tambahan : bahan pengikat ± 1 % zat warna negatif Sumber : (Soedjono, 1995).

Tempe memiliki khasiat terhadap kelangsungan kesehatan tubuh yaitu:

a. Tempe memiliki karakteristik sebagai makanan bayi yang baik. Selain pertumbuhan fisik, tempe juga berkhasiat menghindari diare akibat bakteri enteropatogenik.

b. Tempe mangandung antibiotik alami yang dapat melindungi usus dan memperbaiki sistem pencernaan yang menyebabkan diare pada anak balita.

c. Tempe dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan dapat membuat awet muda karena mengandung senyawa zat isoflavin yang mempunyai daya proteksi terhadap sel hati dan mencegah penyakit jantung.

d. Tempe dapat melangsingkan tubuh karena dapat menghindari terjadinya penimbunan lemak dalam rongga perut, ginjal, dan dibawah kulit perut.

e. Tempe merupakan hasil Fermentasi kapang dan mikroorganisme lain yang tidak bersifat patogen terhadap keselamatan manusia.

20 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-IV (Halaman 28-33)

Dokumen terkait