• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses penghancuran ubi jalar putih dan pengekstrakan pati

Disaring (kain batis) ampas Diendapkan 5 jam

Dikeringkan (oven 40˚C)

Digiling

Disaring dengan pengayak 100 mesh (Lampiran 1c)

Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar

2. Penelitian Utama a. Modifikasi Pati

Modifikasi pati ubi jalar dilakukan dengan metode hidrolisis asam dan ikatan silang. Metode hidrolisis asam menggunakan asam klorida sebagai pereaksi, yaitu pada pH 2, pH 3, dan pH 4 dan dengan lama waktu reaksi 2 jam dan 4 jam, sedangkan metode ikatan silang menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) dengan konsentrasi 5% pada pH 9. Diagram alir tahapan modifikasi secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3. Analisis yang dilakukan

Ubi jalar segar bersih (10 kg)

Pati ubi jalar ( 5.1 kg) Pati ubi jalar basah

terhadap pati termodifikasi kimia adalah kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, dan kekerasan gel. Pati yang terpilih kemudian dimodifikasi fisik sehingga dihasilkan produk. Analisis yang dilakukan terhadap produk terpilih adalah kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan gel, dan uji organoleptik. Hasil terpilih dari uji organoleptik kemudian dilakukan analisis kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan gel, proksimat, bentuk granula pati, dan kadar fosfor

Pati ubi jalar

Produk

Gambar 3. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi secara keseluruhan (Modifikasi Erungan, 1991)

Modifikasi asam

Modifikasi ikatan silang

Pemilihan pati berdasarkan kekerasan gel terbesar

Modifikasi fisik

(1) Modifikasi Asam

Diagram alir tahapan modifikasi asam disajikan pada Gambar 4, dimana menggunakan asam pekat HCl 0.1 N. Variasi pH yang digunakan pada pati, yaitu pada pH 2, 3, dan 4 dengan masing-masing waktu inkubasi selama 2 jam dan 4 jam.

Pati + air (1 : 3)

Ditambahkan HCl 0.1 N sampai mencapai pH tertentu (pH 2, 3, 4) kemudian dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada suhu 35˚C selama 2 dan 4 jam

dengan kecepatan 200 rpm

Dinetralkan dengan NaOH 5 % dan etanol 80 % dengan

perbandingan 1 : 1

Disaring dengan pompa vakum Dicuci dengan air destilata sebanyak 1 x Dikeringkan dengan oven pada suhu 40˚C

Pati termodifikasi asam

Gambar 4. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi asam (Modifikasi Erungan, 1991)

(2) Modifikasi Ikatan Silang

Diagram alir tahapan modifikasi ikatan silang disajikan pada Gambar 5, dimana menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) sebanyak 5% ke dalam pati termodifikasi asam yang telah dikondisikan pada pH 9. Penambahan sodium sulfat sebelum pengkondisian pH 9 berfungsi menghambat pati tergelatinisasi secara awal.

Pati termodifikasi asam

Ditambahkan Na2SO4 5% basis kering pati yang telah dilarutkan ke dalam air bebas ion (70 ml tiap 50 gram basis kering)

Ditambahkan NaOH 10% sampai mencapai pH 9 Ditambahkan STPP (sodium tripolifosfat) 5% basis kering pati Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 25ºC selama 1 jam dengan

kecepatan 200 rpm

Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 40ºC selama 3 jam dengan kecepatan 200 rpm

Diatur pH menjadi 5.5 dengan HCl 0.1 N

Dipompa vakum menggunakan kertas saring Whatman No. 01 dengan pembilasan air bebas ion sebanyak 5x

Dikeringkan dengan oven pada suhu 40ºC

Gambar 5. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang menggunakan STPP (Wattanachant et al., 2003)

Pati modifikasi asam terikat silang

Pati ubi jalar termodifikasi (3) Modifikasi Fisik

Pati yang terpilih dari hasil modifikasi kimia kemudian dilanjutkan dengan tahapan modifikasi fisik. Diagram tahapan modifikasi fisik disajikan pada Gambar 6, dimana menggunakan drum dryer (Lampiran 12).

air

Suspensi pati 10% Pregelatinisasi (drum dryer; 4 bar, 5 rpm)

Digiling halus bersama gula halus dan garam (pati : gula halus : garam – 3 : 1 : 0.1)

termodifikasi

Gambar 6. Diagram alir modifikasi fisik pembuatan tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar (Kalogianni et al, 2002)

b. Perlakuan

Pati termodifikasi asam diperoleh dari hasil modifikasi asam dengan menggunakan asam pekat HCl 0.1 N pada berbagai pH selama waktu inkubasi tertentu. Pati termodifikasi asam tersebut kemudian masing-masing dimodifikasi ikatan silang dengan menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) 5% sehingga dihasilkan pati termodifikasi kimia sebagai berikut (Tabel 2) :

Tabel 2. Kode sampel berdasarkan variasi perlakuan Kode Sampel Perlakuan

A2B2S Pati termodifikasi asam pH 2 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A2B4S Pati termodifikasi asam pH 2 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

A3B2S Pati termodifikasi asam pH 3 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A3B4S Pati termodifikasi asam pH 3 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

A4B2S Pati termodifikasi asam pH 4 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A4B4S Pati termodifikasi asam pH 4 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

S Pati terikat silang tanpa termodifikasi asam A0B0 Pati tanpa modifikasi

C. METODE PENGAMATAN

1. Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi b. Rendemen Pati

Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering pati yang diperoleh terhadap bobot umbi segar tanpa kulit (bobot bersih). Perhitungan rendemen dihitung dengan menggunakan rumus :

Rendemen pati (%) = a x 100% b

Keterangan :

a = bobot kering pati ubi jalar b = bobot umbi ubi jalar bersih

c. Efisiensi Ekstraksi Pati

Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan perbandingan rendemen pati yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap kadar pati di dalam umbi. Efisiensi ekstraksi pati dihitung dengan menggunakan rumus :

Efisiensi ekstraksi pati (%) = a x 100% b

Keterangan :

a = rendemen pati hasil penelitian b = kadar pati di dalam umbi

d. Derajat Putih metode Whiteness Meter

Derajat putih diukur dengan menggunakan alat Whitenessmeter. Pada alat ini dibandingkan derajat putih contoh dengan derajat putih standar (MgO) yang bernilai 100%. Skala terkecil dari Whitenesssmeter adalah 0% (sama dengan warna hitam) dan skala terbesar adalah 100% (sama dengan warna putih dari standar MgO). Pembacaan derajat putih contoh dapat dilihat langsung pada skala yang terdapat pada Whitenessmeter. Derajat putih dari contoh yang diukur mempunyai nilai 0-100%.

e. Analisis Kadar Pati (Apriyantono et al., 1989)

Pati tanpa modifikasi sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml akuades lalu diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci

dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang.

Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci dengan 10 ml eter untuk menghilangkan lemak pada pati. Eter dibiarkan menguap dari residu kemudian dicuci dengan alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.

Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan tambahkan 20 ml HCl ± 25 % (bobot jenis 1.125), erlenmeyer ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air mendidih selama 2.5 jam.

Setelah dingin, larutan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml lalu disaring. Kadar gula dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh berdasarkan tabel Luff-Schroorl (Tabel 3). Kadar glukosa dikalikan 0.9 merupakan kadar pati.

Tabel 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan metode Luff-Schoorl

ml 0.1 N Na- thiosulfat Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6 ml 0.1 N Na- thiosulfat Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6 1 2.4 2.4 13 33.0 2.7 2 4.8 2.4 14 35.7 2.8 3 7.2 2.5 15 38.5 2.8 4 9.7 2.5 16 41.3 2.9 5 12.2 2.5 17 44.2 2.9 6 14.7 2.5 18 47.1 2.9 7 17.2 2.6 19 50.0 3.0 8 19.8 2.6 20 53.0 3.0 9 22.4 2.6 21 56.0 3.1 10 25.0 2.6 22 59.1 3.1 11 27.6 2.7 23 62.2 - 12 30.3 2.7 24 - -

2. Metode Pengamatan Pati Termodifikasi dan Tanpa Modifikasi a. Penentuan Suhu Gelatinisasi dan Viskositas (Metode Brabender)

Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas pati ditentukan dengan metode Brabender Amylograph. Alat Brabender Amylograph dapat dilihat pada Gambar 7. Air destilata sebanyak 450 ml dimasukkan ke dalam 45 gram sampel di dalam gelas piala. Suspensi dimasukkan ke dalam wadah amilograf. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam wadah dengan cara menaikkan head amilograph. Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 20°C. Switch pengatur suhu harus pada posisi nol. Switch pengatur diatur pada posisi bawah (97°C) sehingga jika masih hidup, suhu akan meningkat 1,5°C tiap 1 menit. Mesin amilograf dihidupkan sehingga wadah akan berputar. Setelah suspensi mencapai suhu 30°C, pena pencatat diatur pada skala kertas. Setelah pasta mencapai suhu 95°C, pena akan terus bergerak sampai mencapai suhu dan viskositas maksimum.

Gambar 7. Brabender Amylograph

b. Derajat Pembengkakan (Sasaki dan Matsuki., 1998)

Sampel sebanyak 0.2 gram basis kering ditimbang dalam tabung sentrifus yang telah ditimbang kemudian ditambahkan 5 ml air destilata. Tabung sentrifus divortek kemudian dimasukkan ke dalam waterbath goyang pada suhu 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C selama 30 menit serta 100°C selama 1 jam. Tabung kemudian didinginkan secepatnya dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk kemudian dibuang.

Endapan yang terbentuk kemudian ditimbang. Derajat pembengkakan dihitung dengan menggunakan rumus :

Derajat pembengkakan (g/g basis kering) = W2-W1 W Keterangan :

W2 = bobot tabung sentrifus setelah supernatan sudah dibuang (gram) W1 = bobot tabung sentrifus dalam keadaan kering (gram)

W = bobot pati yang dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (gram basis kering)

c. Analisis Kadar Amilosa (Aliawati, 2003) Standarisasi Amilosa

Amilosa murni 40 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100°C selama 10 menit. Larutan kemudian dipipet dalam labu takar 100 ml dengan perlakuan seperti tercantum pada Tabel 4.

Masing-masing larutan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml I2 2% lalu diencerkan sampai volume 10 ml. Absorban diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada gelombang 620 nm dengan rumus :

Abs rata-rata per1 ppm : a/2 + b/4 + c/6 + d/8 + e/12 + f/16 100-kadar air

Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa Larutan (ml) Konsentrasi (ppm) Absorban Absorban 1 ppm 0.5 2.0 A a/2 1.0 4.0 B b/4 1.5 6.0 C c/6 2.0 8.0 D d/8 3.0 12.0 E e/12 4.0 16.0 F f/16

Penentuan Kadar Amilosa Sampel

Sampel pati 100 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100°C selama 10 menit dan didinginkan selama 1 jam. Larutan diencerkan dengan air suling menjadi 100 ml kemudian sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang berisi 60 ml air dan sebanyak 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml I2 2 % ditambahkan dan diencerkan sampai volume 100 ml. Larutan dikocok dan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur absorbannya pada gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus :

Kadar amilosa (%) = A 620 x f.k x 100 x 100% 100-k.a Dimana f.k = 1 Abs 1 ppm x 50 Keterangan : A 620 = absorban contoh k.a = kadar air

d. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik)

Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan).

f. Kekerasan Gel (Anonim a, 2005)

Kekerasan gel pati ubi jalar menggunakan Texture Analyzer (TA- XT2i) dengan jenis probe jenis cylinder delrin ukuran ½ inchi. Perangkat alat Texture Analyzer (TA-XT2i) yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Texture Analyzer TA-XT2i

2. Metode Pengamatan Produk

a. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh bobot yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar air (wet basis) (%) = ( )x100% c

b a

c− −

Kadar air (dry basis) (%) = ( )x100% b a b a c − − −

Keterangan : a = bobot cawan dan sampel akhir (g), b = bobot cawan (g),

c = bobot sampel awal (g)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600oC selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dhitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu(%) = 100% ) ( ) ( x g sampel berat g abu berat

c. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi.

Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metilen 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. ditambah larutan NaOH-Na2SO3 sebanyak 8-10 ml kemudian didestilasi dalan erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai

terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protain dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar N(%) = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel

Kadar protein (%) = % N x faktor konversi (6.25)

d. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110ºC kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.

Refluks dilakukan minimum selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak kemudian didestilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC hingga beratnya konstan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan mengggunakan rumus :

Kadar lemak (%) = berat lemak (gram) x 100% berat sampel (gram)

e. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dengan metode by difference merupakan penentuan kadar karbohidrat bahan makanan secara kasar dimana bukan berdasarkan analisis, melainkan melalui perhitungan. Kadar karbohidrat tersebut diperoleh berdasarkan rumus :

f. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik)

Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan).

g. Penentuan Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989) Pembuatan kurva standar

Larutan fosfat standar masing-masing 0.00, 1.25, 2.50, 5.00, 7.50 ml dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml. Masing-masing aliquot diencerkan sampai volume 50-60 ml dengan akuades. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan akuades. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian absorbansi masing- masing larutan di dalam kuvet gelas diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan tersebut mengandung 0, 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 mg P2O5/ 100 ml. Kurva absorbansi vs mg P2O5 /100 ml kemudian dibuat.

Persiapan sampel

Sebanyak 10 ml HCl 5M ditambahkan pada sejumlah abu dari pengabuan kering. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 dan filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Cawan dibilas dengan akuades kemudian air pembilas yang telah disaring dicampurkan dengan filtrat di dalam labu takar. Endapan dicuci dengan kertas saring sebanyak 2x dengan 20 ml akuades. Filtrat diencerkan sampai tanda tera.

Penetapan sampel

Sebanyak 10 ml larutan yang diperoleh dari persiapan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan dan kemudian

diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dari kurva standar berdasarkan absorbansi yang terbaca kemudian dicatat. Kadar fosfor dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar fosfor (%) = mg fosfor sampel x total vol lar abu x 100% vol lar abu yang digunakan x berat sampel(mg)

h. Derajat Substitusi (Chang dan Lii, 1992)

Banyaknya ikatan silang yang terjadi dapat ditentukan dengan mengetahui besarnya derajat substitusi (DS). Derajat substitusi dihitung dengan rumus :

Derajat substitusi (DS) = 162 P 3100-124 P dimana P adalah kadar fosfor

i. Uji Organoleptik

Analisis organoleptik dilakukan kepada 30 orang panelis tidak terlatih terhadap produk bubur gel ubi jalar. Analisis organoleptik meliputi uji hedonik dan uji ranking. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk tersebut, sedangkan uji ranking untuk mengetahui formulasi mana yang paling disukai.

Parameter yang diujikan untuk uji hedonik adalah citarasa, tekstur, dan overall dengan menggunakan lima skala (1 = sangat tidak suka; 5 = sangat suka). Uji ranking dilakukan dengan pemberian ranking pada produk. Ranking 1 menunjukkan produk yang paling disukai. Data uji hedonik yang diperoleh kemudian dianalisa secara statistik dengan program komputer statistik untuk uji keragaman atau ANOVA. Jika sampel yang dianalisis berbeda nyata, kemudian

dilanjutkan dengan uji Duncan (SPSS 11.5). Data uji ranking yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan Friedman test yang dilanjutkan dengan uji lanjut LSD (SPSS 11.5).

j. Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan pada tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar dilakukan dengan penentuan kurva sorpsi isothermis, penentuan kadar air kritis, dan pengukuran umur simpan. Penentuan kurva sorpsi isothermis dilakukan dengan penyimpanan di dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan garam jenuh yang sesuai pada 8 level RH (Tabel 4) yang berbeda sampai mengalami kerusakan.

Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Spies dan Wolf, 1987)

Sampel sebanyak 5 gram diletakkan pada cawan aluminium lalu dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan larutan garam jenuh yang sesuai. Nilai RH dan Aw dari masing-masing larutan garam jenuh yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai RH dan Aw dari larutan garam jenuh yang digunakan (suhu 30oC)

Larutan Garam Jenuh RH (%) Aw

NaOH 7.58 0.0758 KF 27.27 0.2727 K2CO3 43.17 0.4317 NaBr 56.03 0.5603 KI 67.00 0.6700 NaCl 75.09 0.7509 NaI 86.30 0.8630 K2SO4 98.00 0.9800 Sumber : Syarief dan Halid (1993)

b Po Ws A x k mc me mi me gain ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = ln θ

Desikator kemudian disimpan pada suhu 30oC (konstan). Contoh ditimbang secara periodik hingga beratnya konstan dengan selang penimbangan satu hari. Contoh yang telah mencapai berat konstan lalu diukur kadar air dan aktivitas air kesetimbangan maka dapat dibuat kurva sorpsi isothermisnya.

Penentuan Kadar Air Kritis

Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan meletakkan sampel ke dalam desikator yang telah dijenuhkan garam jenuh KNO3 dengan RH 93.00%. Parameter yang diamati yaitu pada saat sampel mulai menggumpal kemudian diukur kadar air kritisnya.

Pengukuran Umur Simpan (Labuza, 1982)

Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan produk pada suatu suhu dan RH tertentu adalah kadar air awal (mi), kadar air kritis (mc), kadar air kesetimbangan (me), permeabilitas uap air kemasan (k/x), berat kering produk (Ws), luas permukaan kemasan (A), tekanan uap air jenuh (Po) dan kemiringan/slope kurva sorpsi isotermis (b). Kemudian dari nilai-nilai di atas umur simpan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

θgain : waktu perkiraan umur simpan (hari) me : kadar air kesetimbangan (%bk) mi : kadar air awal (%bk)

mc : kadar air kritis (%bk) Ws : berat kering bahan (g)

A : luas permukaan kemasan (m2)

k/x : permeabilitas uap air kemasan (g/m2/hari/mmHg) Po : tekanan uap jenuh (mmHg)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR

Ubi jalar putih varietas Sukuh yang digunakan pada penelitian ini memiliki umur panen berkisar empat bulan. Penampakan ubi jalar putih varietas Sukuh segar dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Ubi jalar putih varietas Sukuh sebelum dicuci dan dikupas; (b) Ubi jalar putih varietas Sukuh setelah dicuci dan dikupas

Hasil rendemen yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan bobot pati (bobot kering) per bobot ubi jalar segar bersih. Tabel 6 menunjukkan rata-rata rendemen pati sebesar 12.64%. Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan rata-rata rendemen pati dari penelitian ini per rendemen pati berdasarkan SNI 01 - 4493 - 1998 tentang ubi jalar yaitu sebesar 25% sehingga dihasilkan efisiensi ekstraksi pati sebesar 51%.

Tabel 6. Hasil rendemen pati ubi jalar putih Berat

bersih (kg)

Kadar air pati berat kering (%) Berat pati (kg) Berat kering pati (kg) Rendemen (%) 10.40 12.48 1.30 1.14 10.96 9.80 11.62 1.45 1.28 13.06 30.55 12.77 4.71 4.11 13.45 32.95 13.92 5.01 4.31 13.08 Rata-rata : 12.64 Efisiensi ekstraksi pati : (12.64/25) x 100% = 51%

B. KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

Pati ubi jalar yang telah dihasilkan yang belum dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan yang sudah dikeringkan dan siap dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 11 dengan derajat putih pati sebesar 85.7%. Standar mutu pati ubi jalar di Indonesia terhadap derajat putih ini memang belum ada, tetapi jika dibandingkan dengan standar mutu tapioka (pati ubi kayu) berdasarkan SNI 01-3451-1994, yaitu sebesar 94.5% untuk mutu I dan 92% untuk mutu II. Secara visual, pati ubi jalar yang dihasilkan memang memiliki warna putih kecoklatan.

Gambar 10. Pati ubi jalar basah hasil pengendapan yang siap dikeringkan

Gambar 11. Pati ubi jalar kering yang siap dihaluskan

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak (Banks dan Greenwood, 1975). Dengan demikian, pati yang diperoleh melalui ekstraksi pati belum merupakan pati murni sehingga masih mengandung material antara. Oleh karena itu, dilakukan analisis kadar pati. Berdasarkan hasil

analisis tersebut, kadar pati murni dari pati ubi jalar putih yang dihasilkan sebesar 81% dengan kadar amilosa sebesar 14.1%.

Gambar 12 menunjukkan grafik suhu gelatinisasi dan viskositas pati ubi jalar putih tanpa modifikasi dengan menggunakan Brabender Amylograph. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh suhu awal gelatinisasi sebesar 75˚C, suhu puncak gelatinisasi sebesar 82˚C, dan viskositas maksimumnya sebesar 710 BU. Setelah mencapai suhu puncak gelatinisasi, viskositas pati menurun sehingga grafiknya menurun.

Viskositas pati tersebut menurun setelah mencapai viskositas puncak saat pengaturan suhu 95˚C pada Brabender Amylograph karena ikatan hidrogen pada granula pati melemah sehingga granula yang telah mengembang bersama-sama dengan ikatan hidrogen menjadi pecah dan hancur menyebabkan air yang semula berada di dalam granula pati ikut keluar mengakibatkan viskositas menjadi menurun (Wurzburg, 1989).

Gambar 12. Hasil grafik Brabender Amylograph pati tanpa modifikasi

C. MODIFIKASI KIMIA

Hidrolisis asam merupakan tahap modifikasi awal yang dilakukan sebelum modifikasi ikatan silang. Hal ini dikarenakan pati yang telah terikat silang memiliki granula yang tahan terhadap kondisi asam, sedangkan hidrolisis asam tersebut berfungsi mengontrol jumlah amilosa yang keluar dari

granula agar menghasilkan tingkat gel yang lebih baik (Anonim, 2005). Dengan adanya ikatan silang, dapat menjaga bentuk granula tetap utuh agar tidak mudah kehilangan viskositas akibat pecahnya granula. Selain itu, ikatan silang dapat meningkatkan daya tahan granula akibat gesekan pada tahap pre- gelatinisasi. Hasilnya dapat dilihat pada uji viskositas melalui grafik Brabender Amylograph, dapat dilihat pada Gambar 13 yang menunjukkan bahwa grafik pati tanpa modifikasi memiliki puncak gelatinisasi yang tidak stabil, sedangkan pati yang termodifikasi kimia memiliki puncak gelatinisasi yang stabil. Pati tanpa modifikasi memiliki viskositas maksimum yang menurun setelah mencapai puncak gelatinisasi, sedangkan pati yang termodifikasi kimia memiliki viskositas maksimum yang stabil.

Keterangan : 22 S = A2B2S, 24 S = A2B4S, 32 S = A3B2S, 34 S = A3B4S, 42 S = A4B2S, 44 S = A4B4S,

Dokumen terkait