• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI

Oleh: SHINTA F 24102117

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI

Oleh: SHINTA F 24102117

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh SHINTA F 24102117

Dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1984 di Tangerang

Tanggal lulus : 13 Desember 2006

Disetujui, Bogor, 22 Januari 2007

Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 2

(4)

Shinta. F24102117. Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi.

RINGKASAN

Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan pati ubi jalar putih menjadi bubur gel instan melalui tahap modifikasi kimia dan fisik agar diperoleh tingkat gel yang baik dan stabil baik sebelum atau sesudah diberikan media pelengkap, seperti susu. Modifikasi kimia yang digunakan adalah hidrolisis asam dengan variasi pH 2, 3, 4 selama 2 dan 4 jam yang dilanjutkan dengan modifikasi ikatan silang menggunakan 5% STPP (sodium tripolifosfat) pada pH 9 dan modifikasi fisik (pre-gelatinisasi) menggunakan drum dryer. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh pati instan yang memiliki tingkat gel yang baik dan dapat dikonsumsi sebagai bubur gel.

Pengaruh peningkatan pH dan waktu inkubasi pada pati termodifikasi asam terikat silang menyebabkan kadar amilosa cenderung semakin meningkat sehingga adanya modifikasi asam mempengaruhi kenaikan kadar amilosa pati. Peningkatan kekerasan gel hanya terjadi pada pati termodifikasi dengan perlakuan pH 2 (2 jam dan 4 jam). Kenaikan suhu awal gelatinisasi terjadi pada pati termodifikasi asam terikat silang dengan perlakuan pH 3 (2 jam dan 4 jam), sedangkan kenaikan suhu akhir gelatinisasi terjadi pada semua perlakuan terhadap pati termodifikasi asam terikat silang dan pati terikat silang. Derajat pembengkakan pati termodifikasi kimia memiliki grafik yang semakin meningkat dan cenderung stabil dibandingkan pati tanpa modifikasi pada suhu 100ºC. Semakin lama waktu inkubasi saat modifikasi asam, maka viskositas maksimum pada setiap perlakuan pH cenderung meningkat dengan viskositas maksimum tertinggi terjadi pada perlakuan pH 2 (2 jam dan 4 jam). Viskositas maksimum pati termodifikasi lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi, yaitu hasil terbesar terdapat pada pati termodifikasi asam pada pH 2 selama 2 jam terikat silang (A2B2S), pati termodifikasi asam pada pH 2 selama 4 jam terikat silang (A2B4S), dan pati terikat silang (S) dengan nilai masing-masing 1510 BU, 1455 BU, dan 1420 BU. Namun, yang memiliki tingkat kekerasan gel yang terbesar adalah A2B2S dan A2B4S.

Pemilihan pati yang dimodifikasi fisik adalah pati termodifikasi kimia yang memiliki kekerasan gel terbesar (di atas 50gf) adalah A2B2S dan A2B4S, yaitu sebesar 56.0gf dan 68.3gf yang juga memiliki viskositas maksimum tertinggi. Kedua pati tersebut kemudian dimodifikasi fisik dan dilakukan uji organoleptik. Produk A2B2S, A2B4S, dan produk tanpa modifikasi (A0B0) sebagai pembanding diuji secara organoleptik untuk mendapatkan produk pilihan yang paling disukai panelis. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa produk A2B4S merupakan produk yang paling disukai dengan skor hedonik citarasa sebesar 3.47 (cenderung disukai), skor tekstur sebesar 3.10 (netral), dan skor

(5)

Produk A2B4S memiliki kadar fosfor sebesar 0.151%. Kadar fosfor produk ini lebih tinggi jika dibandingkan kadar fosfor yang secara alami sudah ada sebesar 0.131% pada pati tanpa modifikasi. Meningkatnya kandungan fosfor tersebut menunjukkan telah terjadi ikatan silang antara fosfor dengan komponen di dalam granula pati. Adanya ikatan silang ditunjukkan dengan nilai derajat substitusi sebesar 0.008 yang menunjukkan bahwa pada produk A2B4S memiliki 8 ikatan silang di setiap 1000 unit anhidroglukosa atau satu ikatan silang di setiap 125 unit anhidroglukosa.

(6)

RIWAYAT PENULIS

Penulis bernama lengkap Shinta yang dilahirkan di Tangerang, 20 Mei 1984. Ia adalah putri ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Teng Tjong Tek dan Lisa Sari Karwita. Riwayat pendidikan penulis dimulai di SDK Santa Patricia Jakarta (tahun1990-1996) kemudian dilanjutkan di SLTP Santa Patricia Jakarta (tahun 1996-1999) dan SMU 78 Jakarta (tahun 1999-2002). Penulis memulai jenjang pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002. Setamat SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, (yang kemudian berganti nama pada tahun 2005 menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian) melalui jalur SPMB (Seleksi Penyaringan Mahasiswa Baru).

Penulis terlibat dalam beberapa kegiatan organisasi selama masa studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) tahun 2002-2006, UKM Keluarga Mahasiswa Buddhis Aditthana (KMBA) tahun 2002-2006 dan pada tahun 2002-2003 sempat menjabat sebagai sekretaris KMBA, Food Chat Club pada tahun 2003-2006 dan sempat menjabat sebagai bendahara pada tahun 2003-2004 serta sebagai sekretaris pada tahun 2004-2005. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian acara di dalam kampus. Selain itu, penulis juga memiliki pengalaman kerja, yaitu saat menjalani praktek lapangan pada tahun 2005 selama dua bulan di PT. Essence Indonesia afiliasi dari IFF (International Flavor and Fragrance).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan bantuan yang sangat berharga kepada:

1. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, arahan, masukan, dan nasihat-nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi penulis.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku dosen penguji atas saran, masukan, dan kesediaannya meluangkan waktu untuk menguji penulis.

3. PT Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill selaku pihak yang telah mendanai sepenuhnya penelitian dan penulisan skripsi ini melalui Bogasari Nugraha Award 2005.

4. Kedua orang tua dan saudara atas doa, kasih sayang dan dukungan moril yang tiada hentinya kepada penulis.

5. Ivan Armatias selaku pemberi inspirasi dan penyemangat hidup yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang.

6. Sahabat-sahabat tercinta sekaligus sebagai tim ubi jalar Bogasari, yaitu Nanda, Ribka, dan Pretty atas segala kerjasama, bantuan, dan semangat serta dukungan yang diberikan dalam suka dan duka selama empat tahun di ITP. 7. Para laboran laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Pilot

Plant, dan laboratorium Gizi Seafast Center.

(8)

Herold, Stut, Meilina, Tukep, Karen, Julia, Arvi, Yeye, Randy, Evrin, Nene, Inggrid, Ajeng, Ina, Inal, Yudan, Steisi, Hanna, Inda, Feni, Ijal, Woro, Nya2, Boyon, Risna, Manginar, Nisvi, Bahar, Inda, Ulik, Dadik, Kiki, Farah, Putra, Hana, Didin, Eva, Manto, Dhenok, Temin, Gumilar, Eko, Zulkifli, Rahmat, dan teman-teman angkatan 39 lainnya yang juga bersama-sama melakukan penelitian di laboratorium atau magang. Terima kasih atas segala bantuan dan hiburannya.

9. Teman-teman angkatan 40, 41, dan 42.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi yang memerlukan sehingga dapat dilakukan pengembangan untuk memperoleh hasil yang lebih optimum lagi.

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR ... 5

B. PATI UBI JALAR ... 6

C. MODIFIKASI PATI ... 9

1. Modifikasi Kimia ... 9

a. Hidrolisis Asam ... 10

b. Ikatan Silang ... 11

2. Modifikasi Fisik ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

1. Penelitian Pendahuluan ... 15

2. Penelitian Utama ... 16

a. Modifikasi Pati ... 16

(1) Modifikasi asam ... 18

(2) Modifikasi Ikatan Silang ... 19

(3) Modifikasi Fisik ... 20

(10)

C. METODE PENGAMATAN ... 21

1. Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi ... 21

a. Rendemen Pati ... 21

b. Efisiensi Ekstraksi Pati ... 22

c. Derajat Putih ... 22

c. Analisis Kadar Pati ... 22

2. Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi ... 24

a. Penentuan Suhu Gelatinisasi dan Viskositas ... 24

b. Derajat Pembengkakan ... 24

c. Analisis Kadar Amilosa ... 25

d. Bentuk Granula Pati ... 27

e. Kekerasan Gel ... 27

3. Metode Pengamatan Produk ... 27

a. Kadar Air Metode Oven ... 27

b. Kadar abu ... 28

c. Kadar Protein ... 28

d. Kadar Lemak ... 29

e. Kadar Karbohidrat ... 29

f. Bentuk Granula Pati ... 30

g. Penentuan Kadar Fosfor ... 30

h. Derajat Substitusi ... 31

i. Uji Organoleptik ... 31

j. Penentuan Umur Simpan ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR ... 34

B. KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR ... 35

B. MODIFIKASI KIMIA ... 36

1). Kadar Amilosa ... 38

2). Kekerasan Gel ... 40

3). Suhu Gelatinisasi dan Viskositas ... 43

(11)

C. MODIFIKASI FISIK ... 47

D. KARAKTERISTIK DUA PRODUK UNGGULAN ... 48

1). Karakteristik Organoleptik ... 49

2). Bentuk Granula Produk Prototipe ... 54

3). Derajat Substitusi Produk Prototipe ... 55

4). Uji Proksimat Produk Prototipe ... 56

5) Penentuan Umur Simpan Produk Prototipe ... 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 63

B. SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Produksi, luas panen dan hasil per hektar ubi jalar di Indonesia ... .1 Tabel 2. Kode sampel berdasarkan variasi perlakuan ... 21 Tabel 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam suatu

bahan dengan metode Luff-Schoorl ... 23 Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa ... 26 Tabel 5. Nilai RH dan Aw dari larutan garam jenuh yang digunakan

(suhu 30ºC) ... 32 Tabel 6. Hasil rendemen pati ubi jalar putih ... 34

Tabel 7. Hasil proksimat produk A2B4S tanpa penambahan gula halus

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. (a) Sruktur kimia amilosa; (b) Struktur kimia amilopektin;

(c) Penampakan amilosa dan amilopektin di dalam granula pati ..8

Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar ... 16

Gambar 3. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi secara keseluruhan . 17 Gambar 4. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi asam ... 18

Gambar 5. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang menggunakan STPP ... 19

Gambar 6. Diagram alir modifikasi fisik pembuatan tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar ... 20

Gambar 7. Brabender Amylograph ... 24

Gambar 8. Texture Analyzer TA-XT2i ... 27

Gambar 9. (a) Ubi jalar putih varietas Sukuh sebelum dicuci dan dikupas; (b) Ubi jalar putih varietas Sukuh setelah dicuci dan dikupas ... 34

Gambar 10. Pati ubi jalar hasil pengendapan yang siap dikeringkan ... 35

Gambar 11. Pati ubi jalar kering yang siap dihaluskan ... 35

Gambar 12. Hasil grafik Brabender Amylograph pati tanpa modifikasi ... 36

Gambar 13. Grafik Brabender Amylograph pati termodifikasi dan tanpa termodifikasi yang menunjukkan kisaran suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum ... 37

Gambar 14. Kadar amilosa pati termodifikasi dan pati tanpa modifikasi ... 40

Gambar 15. Kekerasan gel pati termodifikasi dan tanpa modifikasi ... 42

Gambar 16. (a) Penampakan gel dengan kekerasan gel dibawah 50gf (b) Penampakan gel dengan kekerasan gel diatas 50gf ... 42

Gambar 17. Suhu awal gelatinisasi dari pati ubi jalar putih yang telah dimodifikasi asam dan ikatan silang ... 43

(14)

Gambar 19. Grafik derajat pembengkakan ( g/g basis kering) pati modifikasi

dan tanpa modifikasi diberbagai suhu ... 47

Gambar 20. Pati pre-gelatinisasi yang belum dihaluskan ... 48

Gambar 21. Penampakan produk sebelum penambahan susu; (a) 24 S, (b) 22 S, (c) NS ... 50

Gambar 22. Skor hedonik tekstur ... 52

Gambar 23. Skor hedonik overall ... 52

Gambar 24. Hasil uji ranking bubur gel ... 53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Alat abrassive peeler... 70

Lampiran 1b. Slicer ... 71

Lampiran 1c. Alat pengayak pati 100 mesh ... 72

Lampiran 2. Proses penghancuran ubi jalar putih dan pengekstrakan pati .. 72

Lampiran 3. Kadar pati murni pada pati ubi jalar tanpa modifikasi ... 73

Lampiran 4. Hasil ANOVA kadar amilosa ... 74

Lampiran 5. Hasil ANOVA kekerasan gel ... 75

Lampiran 6a. Hasil ANOVA suhu awal gelatinisasi ... 76

Lampiran 6b. Hasil ANOVA suhu akhir gelatinisasi ... 77

Lampiran 7. Hasil ANOVA viskositas maksimum ... 78

Lampiran 8. Data derajat pembengkakan ( g/g basis kering) diberbagai suhu ... 79

Lampiran 9. Double drum dryer (pengering drum ganda) ... 79

Lampiran 10 Form pengujian oeganoleptik ... 80

Lampiran 11. Data rekapitulasi terhadap citarasa produk ... 82

Lampiran 12. Hasil ANOVA citarasa ... 83

Lampiran 13. Data rekapitulasi terhadap tekstur produk... 84

Lampiran 14. Hasil ANOVA tekstur ... 85

Lampiran 15. Data rekapitulasi terhadap overall produk ... 86

Lampiran 16. Hasil ANOVA overall ... 87

Lampiran 17. Nilai ranksum uji ranking... 88

Lampiran 18. Hasil uji ranking dengan Friedman test ... 89

(16)

Lampiran 20. Hasil analisis kadar fosfor ... 91

Lampiran 21a. Data hasil pengujian kadar air ... 92

Lampiran 21b. Data hasil pengujian kadar abu produk A2B4 S ... 93

Lampiran 21c. Data hasil pengujian kadar protein produk A2B4 S ... 93

Lampiran 21d. Data hasil pengujian kadar lemak produk A2B4 S ... 93

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakat Indonesia

terbatas dalam pemanfaatannya sehingga banyak sumber daya alam tersebut

kurang memiliki nilai tambah, khususnya dalam bidang pangan.

Pendayagunaan yang kurang optimal tersebut disebabkan masih sedikitnya

teknologi pengolahan pascapanen yang diterapkan dan nilai ekonomis ubi jalar

yang rendah. Oleh karena itu, perlunya optimalisasi sumber daya alam yang

ada di Indonesia sebagai upaya penganekaragaman pangan serta

meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam tersebut. Salah satu bahan

pangan yang berpotensi adalah ubi jalar karena selama ini pemanfaatannya di

Indonesia juga kurang optimal, sedangkan produksi ubi jalar di Indonesia dari

tahun ke tahun cukup tinggi (Tabel 1). Meskipun luas lahan produksi ubi jalar

di Indonesia rata-rata mengalami penurunan setiap tahunnya, tetapi

produktivitas rata-rata hasil panen per hektar meningkat.

Tabel 1. Produksi, luas panen dan hasil per hektar ubi jalar di Indonesia

Tahun Produksi (ton)a Luas panen (ha)b Hasil per hektar (ton/ha)c

1998 1.935.044 202.093 9,6 1999 1.665.547 172.243 9,7 2000 1.827.687 194.262 9,4 2001 1.749.070 181.926 9,6 2002 1.771.692 177.276 10,0 2003 1.991.478 198.187 10,1 2004 1.901.802 181.882 10,4

2005 1.857.169 178.331 10.4 Sumber: a) Departemen Pertanian, 2003a

(18)

Pada saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia membutuhkan pangan

yang praktis, khususnya untuk memenuhi kebutuhan sarapan. Oleh karena itu,

perlu dibuat produk dalam bentuk instan sehingga produk dapat dikonsumsi

hanya dengan menggunakan air matang. Dengan demikian, produk ini disebut

sebagai convenient foods yang juga cocok untuk daerah korban bencana alam

karena pada daerah pengungsian mereka sulit untuk memasak.

Tanaman ubi jalar mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan

dengan tanaman sumber pati lainnya, yaitu dapat bertahan hidup dalam

kondisi iklim yang kurang baik, petumbuhannya tidak tergantung dari jenis

atau tipe tanah khusus, tidak membutuhkan input produk yang intensif, umur

tanaman yang pendek (3.5-4 bulan) sehingga mudah diperbanyak.

Sebagian besar ubi jalar terdiri atas air dan karbohidrat, yaitu sebesar

72.8% dan 24.3%. Karbohidrat pada ubi jalar terdiri atas pati, gula, selulosa,

pektin, dan hemiselulosa. Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat

dalam bentuk pati. Kadar pati ubi jalar dipengaruhi oleh umur tanaman ubi

tersebut saat dipanen. Pati ubi jalar terdiri atas 60%-70% amilopektin dan

10%-25% amilosa (Banks dan Greenwood, 1975).

Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosida yang berperan sebagai cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau

umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik

pertama yang diproduksi dari reaksi antara karbondioksida dari udara dan air

dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi

kimia menjadi suatu substansi atau zat yang dapat dimakan oleh manusia

ataupun hewan pada umumnya. Dengan demikian, menurut Greenwood dan

Munro (1987), pati memegang peranan penting dalam bidang pangan,

terutama dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan

porsi yang tinggi. Selain itu, pati lebih mudah diubah sifatnya dengan

menggunakan modifikasi pati secara kimia ataupun fisik sehingga sesuai

dengan karakteristik yang diinginkan. Oleh karena itu, basis pati dipilih

(19)

Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran

kecil yang disebut granula. Menurut Hodge dan Osman (1987)n, bentuk dan

ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat

digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah

bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya. Pati

ubi jalar memiliki diameter granula yang berukuran antara 15 μm sampai 55 μm (Fennema, 1976).

Produk yang dikembangkan dari pati modifikasi tersebut adalah bubur

instan yang dapat dikonsumsi dalam basis gel dengan penyajian yang cepat

serta dapat dikonsumsi oleh semua golongan umur sebagai makanan sarapan.

Bentuk bubur gel ini dipilih karena umumnya masyarakat mengkonsumsi

bubur sebagai makanan sarapan, sedangkan basis gel dipilih karena pati

mudah sekali membentuk gel. Selain itu, banyak masyarakat Indonesia

menyukai produk berbasis gel.

Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia

untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting.

Definisi pati termodifikasi lainnya adalah pati yang diberi perlakuan tertentu

yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki

sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya menjadi sifat

yang diinginkan.

Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan pati alami, antara

lain pati modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang tidak terdapat pada

pati alami. Selain itu, pati modifikasi dapat lebih luas penggunaannya dalam

skala industri besar yang lebih baik daripada pati alami karena pati alami

memiliki viskositas yang tidak stabil, penampakan yang kurang baik serta

memiliki stabiitas gel yang rendah. Pati modifikasi juga memiliki sifat yang

lebih konsisten dibandingkan dengan pati alami sehingga memudahkan

pengontrolan dan pembuatan produk dengan kualitas yang dapat dipercaya.

Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan modifikasi fisik dan kimia

(20)

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pati instan yang memiliki

tingkat gel yang baik melalui modifikasi kimia dan fisik dan dapat

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.UBI JALAR

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk

ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis,

tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan tumbuhnya, yaitu hawa

panas dengan udara yang lembab, suhu optimumnya 27oC dan lama

penyinaran 11-12 jam per hari. Ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di

dataran rendah maupun di pegunungan sampai 1000 m. Tidak seperti

tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur

(Soemartono, 1984).

Tanaman ini menyimpan cadangan makanannya di dalam batang.

Bagian batang yang berada di dalam tanah dan mengandung cadangan

makanan ini disebut umbi batang. Pada umumnya umbi-umbian

merupakan sumber karbohidrat terutama pati atau sumber citarasa dan

aroma karena mengandung oleoresin. Pembentukan umbi secara cepat

dimulai satu bulan setelah tanam dan mengembang setelah dua bulan.

Umbi yang ideal adalah lonjong agak panjang dan beratnya mencapai

200-250 gram (Soemartono, 1984).

Tanaman ubi jalar mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan

dengan tanaman sumber pati lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah

dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik,

petumbuhannya tidak tergantung dari jenis atau tipe tanah khusus, tidak

membutuhkan input produk yang intensif, dan umur tanaman yang pendek

(3.5-4 bulan) sehingga mudah diperbanyak.

Ubi jalar bermacam-macam jenisnya. Berdasarkan warna daging

umbinya, terdapat ubi jalar putih, ubi jalar merah, dan ubi jalar ungu. Kulit

ubi jalar lebih tipis dibandingkan dengan kulit ubi kayu. Bentuk umbi ubi

jalar sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Warna dagingnya

putih, krem, kuning, merah muda, dan jingga bergantung pada jenis dan

(22)

Sebagian besar umbi ubi jalar terdiri atas air dan karbohidrat, yaitu

sebesar 72.8% dan 24.3%. Karbohidrat pada ubi jalar terdiri atas pati, gula,

selulosa, pektin, dan hemiselulosa. Sebagian besar karbohidrat pada ubi

jalar terdapat dalam bentuk pati. Pati ubi jalar terdiri dari 60-70%

amilopektin dan sisanya adalah amilosa. Sukrosa merupakan gula yang

banyak terdapat dalam ubi jalar. Selain karbohidrat, ubi jalar putih juga

mengandung lemak dan protein (Soemartono, 1984).

Ubi jalar varietas Sukuh memiliki rendemen yang tinggi dengan

kandungan pati yang tinggi dibandingkan dengan varietas yang lainnya.

Tanaman ubi jalar tersebut memiliki karakteristik semi kompak dengan

panjang 75-150 cm, tidak memiliki umbi yang kembar pada satu tanaman,

dan daunnya secara umum berbentuk hati. Ubi jenis ini dapat tumbuh

dengan stabil pada tiga daerah dengan iklim yang berbeda, yaitu Bogor,

Lembang, dan Malang. Bogor adalah daerah dengan iklim tropis lembab

dengan keadaan tanah yang kurang subur. Lembang memiliki iklim yang

lebih dingin dan berdataran tinggi, sedangkan Malang memiliki tanah yang

sangat subur. Masa panen yang ideal terjadi pada hari ke-120 setelah

penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi)

(Tjintokohadi et al., 2001).

B. PATI UBI JALAR

Menurut Greenwood dan Munro (1979) yang diacu dalam Muchtadi

et al. (1987), pati memegang peranan penting dalam bidang pangan,

terutama dalam hal penyediaan kebutuhan energi manusia di dunia dengan

porsi yang tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri atas biji-bijian

atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya.

Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosida yang berperan sebagai cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau

umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan

organik pertama yang diproduksi, yaitu reaksi antara karbondioksida dari

udara dan air dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan

(23)

dimakan oleh manusia ataupun hewan pada umumnya (Greenwood dan

Munro, 1979).

Kadar pati ubi jalar dipengaruhi oleh umur tanaman ubi tersebut saat

dipanen. Semakin tua umur ubi dipanen, maka kadar patinya semakin

kecil, sedangkan serat kasar dan kadar abunya tidak dipengaruhi oleh

tanaman ubi saat dipanen.

Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran

kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan

karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk

identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk,

keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge

dan Osman, 1976). Pati ubi jalar memiliki dianmeter granula yang

berukuran antara 15 μm sampai 55 μm (Fennema, 1976).

Karbohidrat yang terdapat pada ubi jalar umumnya sekitar 80-90%

dari bobot kering ubi jalar. Pati ubi jalar merupakan bagian terbesar

karbohidrat dalam ubi jalar dan amilopektin merupakan bagian terbesar

dari pati ubi jalar. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama,

yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak.

Umumnya pati ubi jalar mengandung 60%-70% amilopektin, 10%-25%

amilosa, dan 5%-10% material antara (Banks dan Greenwood, 1975).

Amilosa merupakan polimer linier yang terdiri atas unit glukosa

yang dihubungkan melalui ikatan glikosida α-D-(1,4) membentuk rantai lurus dengan bobot molekul 106 (Gambar 1 (a)) (Fennema, 1976). Tiap

rantai pati dapat mengandung 200 sampai 2000 unit glukosa. Amilopektin

merupakan polimer bercabang dimana terdiri dari ± 4000 unit glukosa dan

tiap unit glukosa dihubungkan dengan ikatan glikosida α-D-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan glikosida α-D-(1,6) pada titik percabangannya (Gambar 1 (b)). Tiap cabangnya mengandung 20-30 unit glukosa

(Fennema, 1976;Wurzburg, 1989). Percabangan ini menyusun sekitar

4-5% dari seluruh ikatan pada amilopektin. Bobot molekul amilopektin

(24)

Secara mikroskopik, dalam granula pati, campuran molekul

berstruktur linier dan bercabang membentuk lapisan-lapisan tipis yang

berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut terpusat mengelilingi

titik awal yang disebut hilum atau hilus (Bouwkamp, 1985). Antara

molekul amilosa yang berdekatan atau bagian luar cabang amilopektin

dapat mengadakan hubungan paralel melalui ikatan hidrogen membentuk

daerah kristal atau misel. Diantara misel-misel terdapat daerah amorf

(daerah yang kurang padat) yang mempunyai sifat mudah menyerap air

(Hodge dan Osman, 1976). Misela menyebabkan granula pati memiliki

sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan

cahaya terpolarisasi sehingga granula akan tampak berwarna-warni di

bawah mikroskop (Gambar 17) (Whistler et al., 1984) Penampakan

amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dapat dilihat pada Gambar

1.

(a) (b)

((((((

(c)

(25)

C. MODIFIKASI PATI

Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau

kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang

penting. Definisi pati termodifikasi lainnya adalah pati yang diberi

perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik

untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat

lainnya menjadi sifat yang diinginkan.

Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan dengan pati

alami, antara lain: (1) pati modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang

tidak terdapat pada pati alami, (2) pati modifikasi dapat lebih luas

penggunaannya dalam skala industri besar dan lebih baik daripada pati

alami. Pati alami memiliki viskositas yang tidak stabil, penampakan yang

kurang baik serta memiliki stabilitas gel yang rendah. Pati modifikasi juga

memiliki sifat yang lebih konsisten dibandingkan pati alami sehingga

memudahkan pengontrolan dan pembuatan produk dengan kualitas yang

dapat dipercaya.

1. Modifikasi Kimia

Menurut Langan (1989), modifikasi kimia yang biasa digunakan

dalam industri pangan adalah ikatan silang, stabilisasi, pemutihan,

hidrolisis, oksidasi, substitusi lipofilik, dan teknik hidrofobik. Pati

ikatan silang dapat tahan terhadap suhu yang tinggi, pH yang rendah,

dan gesekan yang keras serta dapat meningkatkan viskositas

(Nabeshima dan Grossmann, 2001). Modifikasi dengan stabilisasi

terdiri atas reaksi esterifikasi dan eterifikasi. Modifikasi ini

menghasilkan pati dengan tingkat retrogradasi yang lebih rendah dan

stabilitas yang meningkat serta dapat mengurangi pembentukan gel.

Modifikasi pemutihan berguna untuk menghilangkan noda-noda yang

secara alami terdapat pada pigmen sehingga dapat meningkatkan

derajat keputihan. Selain itu, modifikasi pemutihan dapat menurunkan

populasi mikroba pada pati (Langan, 1989). Hidrolisis asam

(26)

menjadi mudah membentuk gel. Modifikasi oksidasi juga dapat

menurunkan viskositas serta dapat menghasilkan gel yang lembut.

Substitusi lipofilik digunakan untuk modifikasi yang berkaitan dengan

emulsi minyak dalam air dan pati, sedangkan modifikasi hidrofobik

digunakan untuk membuat produk pati yang tahan terhadap air

(Langan, 1989).

Berdasarkan kegunaan masing-masing modifikasi yang telah

dijelaskan sebelumnya, maka untuk membentuk bubur gel pati yang

memiliki tingkat gel dan stabilitas yang baik, pada penelitian ini

dilakukan dual modifikasi, yaitu modifikasi kimia metode hidrolisis

asam yang dilanjutkan metode ikatan silang dan modifikasi fisik

dengan pre-gelatinisasi.

a) Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam adalah salah satu bentuk modifikasi asam

yang dapat merubah sifat fisik dan kimia pati tanpa merubah

struktur granulanya (Shi dan Seib, 1992). Jika hidrolisis asam

dilakukan dengan menggunakan asam kuat, maka berat molekul dari

komponen pati akan semakin rendah karena asam akan

menghidrolisis ikatan glikosida sehingga memperpendek rantai

ikatan kimia pada pati (Wurzburg, 1989). Menurut French (1984)

yang diacu dalam Whistler et al. (1984), potongan yang memiliki

berat molekul rendah akan memudahkan penggabungan dari rantai

molekul linier. Penggabungan tersebut akan menghasilkan

pembentukan gel pati melalui pembentukan jaringan tiga dimensi

dari molekul pati, terutama tarik-menarik antara rantai lurus dari

amilosa dan antara molekul dengan ikatan hidrogen pada molekul

air (Meyer, 1973).

Kerr (1950) diacu dalam Wurzburg (1989) menyatakan bahwa

daerah amorf yang mengandung cabang pada ikatan glikosida β -D-(1,6) lebih mudah mengalami hidrolisis oleh asam dibandingkan

(27)

mudah menjadi fraksi linier. Oleh karena itu, pada tahap awal

modifikasi ini, jumlah amilosa atau fraksi linier dari pati tersebut

lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi. Hal ini

mengindikasikan bahwa amilopektin lebih mudah terhidrolisis

daripada amilosa.

b) Ikatan Silang

Menurut Wurzburg (1989), senyawa kimia yang biasa

digunakan untuk membuat pati terikat silang ini adalah asam adipat,

fosfor oksiklorit, sodium trimetafosfat (STMP), epiklorohidrin, dan

sodium tripolifosfat (STPP). Pereaksi asam adipat merupakan asam

dikarboksilat (C6H11O4), hasil oksidasi dari berbagai jenis lemak,

digunakan bersama-sama dengan senyawa anhidrid sehingga

menghasilkan pati adipat. Fosfor oksiklorit, STMP, dan STPP akan

menghasilkan pati fosfat, sedangkan epiklorohidrin akan

menghasilkan pati gliserol. Akan tetapi, dalam membuat pati

modifikasi untuk bidang pangan hanya dapat menggunakan pati

adipat dan pati fosfat (Wurzburg, 1989).

Reaksi yang terjadi dengan menggunakan fosfor oksiklorit

atau asam adipat yang dicampur dengan anhidrid akan berlangsung

sangat cepat. Bagian yang tidak bereaksi dengan pati akan dapat

dengan cepat terhidrolisis. Kecepatan reaksi dengan menggunakan

STMP dan STPP berjalan lebih lambat dibandingkan dengan reaksi

menggunakan pereaksi fosfor oksiklorit dan asam adipat.

(Wurzburg, 1989).

Pada pati adipat, ikat silang dikombinasikan dengan hidroksil

pada pati melalui ikatan organik ester. Pati tersebut tahan terhadap

kondisi asam. Pati fosfat terjadi melalui ikatan antara pati dengan

ikatan ester anorganik. Pati tersebut tahan terhadap kondisi asam.

(28)

Metode ikatan silang dapat menghasilkan ikatan sintetik yang

dapat menggantikan ikatan hidrogen yang secara alami terdapat

dalam pati dan berperan dalam menjaga bentuk pati (Langan, 1989).

Dengan adanya pemanasan, maka granula pati akan mengembang

seiring melemahnya ikatan hidrogennya yang kemudian terjadi

perpecahan ikatan hidrogen tersebut. Akan tetapi, bentuk granula

tetap dapat dipertahankan karena adanya ikatan kimia akibat reaksi

ikatan silang yang membentuk jembatan antar molekul di dalam pati

sehingga menghasilkan keutuhan yang cukup untuk menjaga bentuk

granula yang sedang mengalami pembengkakan. Dengan demikian,

reaksi ikatan silang ini dapat meminimalkan atau mencegah

kehilangan viskositas (Wurzburg, 1989). Jika dibandingkan dengan

pati yang tidak dimodifikasi, viskositas pati akan meningkat sampai

mencapai puncak tertentu karena masih adanya ikatan hidrogen,

meskipun dalam kondisi melemah akibat pemanasan. Akan tetapi,

ketika pemanasan terjadi secara kontinyu, maka ikatan hidrogen

yang menjaga bentuk granula akan bersama-sama pecah dan hancur

dengan bentuk granula tersebut sehingga viskositas menjadi

menurun (Wurzburg, 1989).

Penambahan sodium sulfat atau sodium klorida sebelum

pengkondisian pH basa pada modifikasi ikatan silang berfungsi

menghambat pati tergelatinisasi secara awal. Mudahnya pati

menjadi tergelatinisasi tersebut akibat kondisi pH yang terlalu basa

sehingga mempercepat amilosa dan amilopektin keluar dari granula.

Selain itu, bahan kimia tersebut berfungsi mempercepat reaksi

fosforilasi (Woo dan Seib, 2002).

2. Modifikasi Fisik

Modifikasi fisik merupakan perubahan karakteristik pati yang

disebabkan perlakuan fisik, biasanya dikenal dengan pre-gelatinisasi.

Alat yang umumnya digunakan dalam pre-gelatinisasi adalah spray

(29)

mudah larut dalam air dingin (Langan, 1989). Produk pre-gelatinisasi

ini biasanya digunakan untuk produk-produk yang menggunakan pati

gel yang dibuat dalam basis instan. Nama lain pati pregelatinisasi

adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water

starch, dan cold water swellable starch.

Mekanisme dari pre-gelatinisasi sama prinsipnya dengan

gelatinisasi. Akan tetapi, pre-gelatinisasi tersebut menyebabkan pati

yang telah mengalami gelatinisasi terhidrasi. Sifat inilah yang

menyebabkan pati pre-gelatinisasi dapat larut dalam air dingin.

Pada proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang dalam

air panas atau hangat. Pembengkakan granula pati tersebut bersifat

reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi

irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan

Munro, 1979).

Mekanisme gelatinisasi pati, yaitu ketika suspensi pati

dipanaskan, molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam

granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan

amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka

pembengkakan granula semakin besar. Hal ini disebabkan karena

ikatan-ikatan hidrogen yang menahan molekul amilosa dan

amilopektin semakin lemah (Hodge dan Osman, 1976). Pembengkakan

tersebut bersifat reversible, artinya granula pati yang telah mengalami

pembengkakan dapat kembali seperti kondisi semula. Jika pemanasan

diteruskan, maka setelah mencapai suhu tertentu, maka sifat

pembengkakan granula menjadi irreversible. Pada akhirnya, granula

pati akan pecah sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas

dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Proses itulah yang disebut

gelatinisasi, sedangkan suhu dimana proses gelatinisasi berlangsung

disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1984).

Menurut Hodge dan Osman (1976), suhu gelatinisasi merupakan

suatu kisaran karena granula dari tiap jenis pati memiliki bentuk dan

(30)

pembengkakan granula juga berbeda. Selain itu, proses gelatinisasi

juga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan seperti viskositas,

peningkatan kejernihan pasta, larutnya molekul amilosa, dan hilangnya

sifat birefringence pati. Menurut BeMiller dan Whistler (1996), ubi

jalar memiliki suhu gelatinisasi sekitar 82-83oC. Suhu gelatinisasi ini

berhubungan dengan sifat granula pati seperti diameter, densitas, dan

jumlah senyawa yang diserap.

Menurut Chiu et al. (1982), dalam membuat gel instan dari pati

atau pati yang dapat membentuk gel hanya dengan mencampurkan air

dingin, dapat menggunakan metode modifikasi gabungan antara

hidrolisis asam dan ikatan silang dengan tambahan modifikasi fisik

untuk membuat produk menjadi instan, yaitu dengan pre-gelatinisasi.

Kombinasi tersebutlah yang digunakan dalam penelitian ini.

Kombinasi antara modifikasi asam (metode hidrolisis asam) dan

ikatan silang tersebut digunakan karena adanya hidrolisis asam dapat

mengontrol jumlah amilosa yang keluar dari granula, sedangkan ikatan

silang dapat menjaga bentuk granula tetap utuh agar tidak mudah

kehilangan viskositas. Selain itu, ikatan silang dapat meningkatkan

daya tahan granula akibat gesekan akibat tahap pre-gelatinisasi.

Tepung bubur gel pati ubi jalar ini merupakan produk akhir yang

diinginkan. Penyajian yang digunakan pada tepung bubur ini adalah

dilakukan penambahan air panas dengan takaran tertentu selama

beberapa menit (tergantung hasil penelitian) hingga dihasilkan

penyerapan 100%. Penyajian berikutnya adalah penggunaan media

pelengkap untuk bubur tersebut yang berupa cairan, yaitu dapat

digunakan susu atau santan, dimana disesuaikan dengan selera.

Adanya media susu atau santan yang digunakan dalam penyajiannya,

maka tepung bubur instan ini diharapkan memiliki sifat yang minimum

terhadap penyerapan akibat penambahan media tersebut sehingga tidak

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar

putih varietas Sukuh yang diperoleh dari pasar tradisional yang berlokasi di

Ciapus, Bogor. Bahan-bahan tambahan yang digunakan antara lain air, HCl

pekat, H2SO4 pekat, HNO3 pekat, NaOH 10%, natrium sulfat (Na2SO4),

sodium tripolifosfat (Na5P3O10), etanol 80%, larutan Pb asetat, pereaksi

vanadat molibdat, larutan P2O5, Na-oksalat anhidrat, larutan Luff-Schoorl,

larutan Na-thiosulfat 0.1 N, indikator pati, kertas saring, ether, heksana,

garam jenuh, air destilasi, dan air bebas ion. Alat-alat yang digunakan pada

penelitian ini adalah abrassive peeler, slicer, blender, kain batis, saringan

100 mesh, pompa vakum, oven, drum dryer, neraca analitik, hot plate,

sealer, vortek, inkubator goyang, waterbath, sentrifus, tabung sentrifus,

spektrofotometer, pH meter, texture analyzer TA-XT2i, strirer, serta

alat-alat untuk analisis kimia, analisis fisik, peralat-alatan uji organoleptik, desikator,

timbangan, alat-alat gelas, dan alat masak lainnya.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan ekstraksi pati ubi jalar melalui tahap

pencucian, pengupasan, pengecilan ukuran, penyaringan, pengendapan,

dan pengeringan. Tahapannya disajikan pada Gambar 2. Analisis yang

dilakukan pada tahap ini adalah rendemen pati, efisiensi ekstraksi pati,

derajat putih, kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak

gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan

(32)

Disortasi

Dibersihkan (abrassive peeler;Lampiran 1a) kotoran

Dirajang (slicer;Lampiran 1b) Air

Diblender

Lampiran 2

Disaring (kain batis) ampas

Diendapkan 5 jam

Dikeringkan (oven 40˚C)

Digiling

[image:32.612.158.489.70.548.2]

Disaring dengan pengayak 100 mesh (Lampiran 1c)

Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar

2. Penelitian Utama a. Modifikasi Pati

Modifikasi pati ubi jalar dilakukan dengan metode hidrolisis

asam dan ikatan silang. Metode hidrolisis asam menggunakan asam

klorida sebagai pereaksi, yaitu pada pH 2, pH 3, dan pH 4 dan dengan

lama waktu reaksi 2 jam dan 4 jam, sedangkan metode ikatan silang

menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) dengan

konsentrasi 5% pada pH 9. Diagram alir tahapan modifikasi secara

keseluruhan disajikan pada Gambar 3. Analisis yang dilakukan Ubi jalar segar bersih

(10 kg)

Pati ubi jalar ( 5.1 kg) Pati ubi jalar basah

(33)

terhadap pati termodifikasi kimia adalah kadar amilosa, suhu awal

gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat

pembengkakan, dan kekerasan gel. Pati yang terpilih kemudian

dimodifikasi fisik sehingga dihasilkan produk. Analisis yang

dilakukan terhadap produk terpilih adalah kadar amilosa, suhu awal

gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat

pembengkakan, kekerasan gel, dan uji organoleptik. Hasil terpilih dari

uji organoleptik kemudian dilakukan analisis kadar amilosa, suhu

awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum,

derajat pembengkakan, kekerasan gel, proksimat, bentuk granula pati,

dan kadar fosfor

Pati ubi jalar

Produk

Gambar 3. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi secara keseluruhan (Modifikasi Erungan, 1991)

Modifikasi asam

Modifikasi ikatan silang

Pemilihan pati berdasarkan kekerasan gel terbesar

Modifikasi fisik

(34)

(1) Modifikasi Asam

Diagram alir tahapan modifikasi asam disajikan pada Gambar 4, dimana

menggunakan asam pekat HCl 0.1 N. Variasi pH yang digunakan pada pati,

yaitu pada pH 2, 3, dan 4 dengan masing-masing waktu inkubasi selama 2

jam dan 4 jam.

Pati + air (1 : 3)

Ditambahkan HCl 0.1 N sampai mencapai pH tertentu (pH 2, 3, 4) kemudian dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada suhu 35˚C selama 2 dan 4 jam

dengan kecepatan 200 rpm

Dinetralkan dengan NaOH 5 % dan etanol 80 % dengan

perbandingan 1 : 1

Disaring dengan pompa vakum

Dicuci dengan air destilata sebanyak 1 x

Dikeringkan dengan oven pada suhu 40˚C

Pati termodifikasi asam

(35)

(2) Modifikasi Ikatan Silang

Diagram alir tahapan modifikasi ikatan silang disajikan pada Gambar 5,

dimana menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) sebanyak 5% ke

dalam pati termodifikasi asam yang telah dikondisikan pada pH 9.

Penambahan sodium sulfat sebelum pengkondisian pH 9 berfungsi

menghambat pati tergelatinisasi secara awal.

Pati termodifikasi asam

Ditambahkan Na2SO4 5% basis kering pati yang telah dilarutkan ke dalam air bebas ion (70 ml tiap 50 gram basis kering)

Ditambahkan NaOH 10% sampai mencapai pH 9

Ditambahkan STPP (sodium tripolifosfat) 5% basis kering pati

Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 25ºC selama 1 jam dengan kecepatan 200 rpm

Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 40ºC selama 3 jam dengan kecepatan 200 rpm

Diatur pH menjadi 5.5 dengan HCl 0.1 N

Dipompa vakum menggunakan kertas saring Whatman No. 01 dengan pembilasan air bebas ion sebanyak 5x

[image:35.612.112.497.170.684.2]

Dikeringkan dengan oven pada suhu 40ºC

Gambar 5. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang menggunakan STPP (Wattanachant et al., 2003)

(36)

Pati ubi jalar termodifikasi (3) Modifikasi Fisik

Pati yang terpilih dari hasil modifikasi kimia kemudian dilanjutkan

dengan tahapan modifikasi fisik. Diagram tahapan modifikasi fisik disajikan

pada Gambar 6, dimana menggunakan drum dryer (Lampiran 12).

air

Suspensi pati 10%

Pregelatinisasi (drum dryer; 4 bar, 5 rpm)

Digiling halus bersama gula halus dan garam (pati : gula halus : garam – 3 : 1 : 0.1)

termodifikasi

Gambar 6. Diagram alir modifikasi fisik pembuatan tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar (Kalogianni et al, 2002)

(37)

b. Perlakuan

Pati termodifikasi asam diperoleh dari hasil modifikasi asam

dengan menggunakan asam pekat HCl 0.1 N pada berbagai pH

selama waktu inkubasi tertentu. Pati termodifikasi asam tersebut

kemudian masing-masing dimodifikasi ikatan silang dengan

menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) 5% sehingga

dihasilkan pati termodifikasi kimia sebagai berikut (Tabel 2) :

Tabel 2. Kode sampel berdasarkan variasi perlakuan Kode Sampel Perlakuan

A2B2S Pati termodifikasi asam pH 2 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A2B4S Pati termodifikasi asam pH 2 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

A3B2S Pati termodifikasi asam pH 3 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A3B4S Pati termodifikasi asam pH 3 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

A4B2S Pati termodifikasi asam pH 4 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang

A4B4S Pati termodifikasi asam pH 4 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang

S Pati terikat silang tanpa termodifikasi asam A0B0 Pati tanpa modifikasi

C. METODE PENGAMATAN

1. Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi b. Rendemen Pati

Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan

bobot kering pati yang diperoleh terhadap bobot umbi segar tanpa kulit

(bobot bersih). Perhitungan rendemen dihitung dengan menggunakan

rumus :

(38)

Keterangan :

a = bobot kering pati ubi jalar

b = bobot umbi ubi jalar bersih

c. Efisiensi Ekstraksi Pati

Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan perbandingan

rendemen pati yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap kadar pati

di dalam umbi. Efisiensi ekstraksi pati dihitung dengan menggunakan

rumus :

Efisiensi ekstraksi pati (%) = a x 100% b

Keterangan :

a = rendemen pati hasil penelitian

b = kadar pati di dalam umbi

d. Derajat Putih metode Whiteness Meter

Derajat putih diukur dengan menggunakan alat Whitenessmeter.

Pada alat ini dibandingkan derajat putih contoh dengan derajat putih

standar (MgO) yang bernilai 100%. Skala terkecil dari

Whitenesssmeter adalah 0% (sama dengan warna hitam) dan skala

terbesar adalah 100% (sama dengan warna putih dari standar MgO).

Pembacaan derajat putih contoh dapat dilihat langsung pada skala yang

terdapat pada Whitenessmeter. Derajat putih dari contoh yang diukur

mempunyai nilai 0-100%.

e. Analisis Kadar Pati (Apriyantono et al., 1989)

Pati tanpa modifikasi sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam

gelas piala 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml akuades lalu diaduk

(39)

dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung

karbohidrat yang larut dan dibuang.

Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci

dengan 10 ml eter untuk menghilangkan lemak pada pati. Eter

dibiarkan menguap dari residu kemudian dicuci dengan alkohol 10%

untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.

Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam

erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan tambahkan 20 ml

HCl ± 25 % (bobot jenis 1.125), erlenmeyer ditutup dengan pendingin

balik dan dipanaskan di atas penangas air mendidih selama 2.5 jam.

Setelah dingin, larutan dinetralkan dengan larutan NaOH 45%

dan diencerkan sampai volume 500 ml lalu disaring. Kadar gula

dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh berdasarkan tabel

Luff-Schroorl (Tabel 3). Kadar glukosa dikalikan 0.9 merupakan kadar

pati.

Tabel 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan metode Luff-Schoorl

ml 0.1 N Na-thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg

C6H12O6

ml 0.1 N Na-thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg

C6H12O6

(40)

2. Metode Pengamatan Pati Termodifikasi dan Tanpa Modifikasi a. Penentuan Suhu Gelatinisasi dan Viskositas (Metode Brabender)

Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas pati ditentukan dengan

metode Brabender Amylograph. Alat Brabender Amylograph dapat

dilihat pada Gambar 7. Air destilata sebanyak 450 ml dimasukkan ke

dalam 45 gram sampel di dalam gelas piala. Suspensi dimasukkan ke

dalam wadah amilograf. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke

dalam wadah dengan cara menaikkan head amilograph. Suhu awal

termoregulator diatur pada suhu 20°C. Switch pengatur suhu harus pada

posisi nol. Switch pengatur diatur pada posisi bawah (97°C) sehingga

jika masih hidup, suhu akan meningkat 1,5°C tiap 1 menit. Mesin

amilograf dihidupkan sehingga wadah akan berputar. Setelah suspensi

mencapai suhu 30°C, pena pencatat diatur pada skala kertas. Setelah

pasta mencapai suhu 95°C, pena akan terus bergerak sampai mencapai

[image:40.612.284.385.393.525.2]

suhu dan viskositas maksimum.

Gambar 7. Brabender Amylograph

b. Derajat Pembengkakan (Sasaki dan Matsuki., 1998)

Sampel sebanyak 0.2 gram basis kering ditimbang dalam tabung

sentrifus yang telah ditimbang kemudian ditambahkan 5 ml air

destilata. Tabung sentrifus divortek kemudian dimasukkan ke dalam

waterbath goyang pada suhu 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C

selama 30 menit serta 100°C selama 1 jam. Tabung kemudian

didinginkan secepatnya dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm

(41)

Endapan yang terbentuk kemudian ditimbang. Derajat pembengkakan

dihitung dengan menggunakan rumus :

Derajat pembengkakan (g/g basis kering) = W2-W1 W

Keterangan :

W2 = bobot tabung sentrifus setelah supernatan sudah dibuang (gram)

W1 = bobot tabung sentrifus dalam keadaan kering (gram)

W = bobot pati yang dimasukkan ke dalam tabung sentrifus

(gram basis kering)

c. Analisis Kadar Amilosa (Aliawati, 2003) Standarisasi Amilosa

Amilosa murni 40 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan

dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam

penangas air bersuhu 100°C selama 10 menit. Larutan kemudian dipipet

dalam labu takar 100 ml dengan perlakuan seperti tercantum pada Tabel

4.

Masing-masing larutan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N

dan 2 ml I2 2% lalu diencerkan sampai volume 10 ml. Absorban diukur

dengan menggunakan spektrofotometer pada gelombang 620 nm

dengan rumus :

Abs rata-rata per1 ppm : a/2 + b/4 + c/6 + d/8 + e/12 + f/16

(42)
[image:42.612.199.515.87.201.2]

Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa

Larutan (ml) Konsentrasi

(ppm) Absorban

Absorban 1 ppm

0.5 2.0 A a/2 1.0 4.0 B b/4 1.5 6.0 C c/6 2.0 8.0 D d/8 3.0 12.0 E e/12 4.0 16.0 F f/16

Penentuan Kadar Amilosa Sampel

Sampel pati 100 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan

dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam

penangas air bersuhu 100°C selama 10 menit dan didinginkan selama 1

jam. Larutan diencerkan dengan air suling menjadi 100 ml kemudian

sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang berisi 60

ml air dan sebanyak 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml I2 2 % ditambahkan

dan diencerkan sampai volume 100 ml. Larutan dikocok dan didiamkan

selama 20 menit kemudian diukur absorbannya pada gelombang 620

nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus :

Kadar amilosa (%) = A 620 x f.k x 100 x 100% 100-k.a

Dimana f.k = 1

Abs 1 ppm x 50

Keterangan :

A 620 = absorban contoh

k.a = kadar air

(43)

d. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik)

Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang

dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan).

f. Kekerasan Gel (Anonim a, 2005)

Kekerasan gel pati ubi jalar menggunakan Texture Analyzer

(TA-XT2i) dengan jenis probe jenis cylinder delrin ukuran ½ inchi.

Perangkat alat Texture Analyzer (TA-XT2i) yang digunakan dapat

[image:43.612.243.413.304.434.2]

dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Texture Analyzer TA-XT2i

2. Metode Pengamatan Produk

a. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5g) dimasukkan ke dalam cawan

yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam

oven bersuhu 100oC hingga diperoleh bobot yang konstan. Perhitungan

kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar air (wet basis) (%) = ( )x100% c

b a

c− −

Kadar air (dry basis) (%) = ( )x100% b

a b a c

− − −

(44)

Keterangan : a = bobot cawan dan sampel akhir (g),

b = bobot cawan (g),

c = bobot sampel awal (g)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC,

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g

sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin.

Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai

tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik

pada suhu 400 – 600oC selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu

berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator,

selanjutnya ditimbang. Kadar abu dhitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu(%) = 100%

) (

) (

x g sampel berat

g abu berat

c. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

30 ml kemudian ditambahkan 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml

H2SO4. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara

perlahan-lahan kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan

ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian

dipindahkan ke labu destilasi.

Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator

(campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian biru

metilen 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung

tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. ditambah

larutan NaOH-Na2SO3 sebanyak 8-10 ml kemudian didestilasi dalan

erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya

ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan

(45)

terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan

dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protain dilakukan dengan

menggunakan rumus :

Kadar N(%) = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel

Kadar protein (%) = % N x faktor konversi (6.25)

d. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110ºC

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam

bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang

telah berisi pelarut heksana.

Refluks dilakukan minimum selama 5 jam dan pelarut yang ada

di dalam labu lemak kemudian didestilasi. Selanjutnya, labu lemak

yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu

100ºC hingga beratnya konstan kemudian didinginkan dalam desikator

dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan

mengggunakan rumus :

Kadar lemak (%) = berat lemak (gram) x 100% berat sampel (gram)

e. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dengan metode by difference merupakan

penentuan kadar karbohidrat bahan makanan secara kasar dimana

bukan berdasarkan analisis, melainkan melalui perhitungan. Kadar

karbohidrat tersebut diperoleh berdasarkan rumus :

(46)

f. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik)

Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang

dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan).

g. Penentuan Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989) Pembuatan kurva standar

Larutan fosfat standar masing-masing 0.00, 1.25, 2.50, 5.00, 7.50

ml dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml. Masing-masing

aliquot diencerkan sampai volume 50-60 ml dengan akuades. Sebanyak

25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan ke dalam masing-masing

labu takar dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan akuades.

Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian absorbansi

masing-masing larutan di dalam kuvet gelas diukur dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan tersebut

mengandung 0, 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 mg P2O5/ 100 ml. Kurva

absorbansi vs mg P2O5 /100 ml kemudian dibuat.

Persiapan sampel

Sebanyak 10 ml HCl 5M ditambahkan pada sejumlah abu dari

pengabuan kering. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman No.

1 dan filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Cawan dibilas

dengan akuades kemudian air pembilas yang telah disaring

dicampurkan dengan filtrat di dalam labu takar. Endapan dicuci dengan

kertas saring sebanyak 2x dengan 20 ml akuades. Filtrat diencerkan

sampai tanda tera.

Penetapan sampel

Sebanyak 10 ml larutan yang diperoleh dari persiapan sampel

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 40 ml akuades dan

(47)

diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan didiamkan

selama 10 menit kemudian absorbansinya diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor

dari kurva standar berdasarkan absorbansi yang terbaca kemudian

dicatat. Kadar fosfor dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar fosfor (%) = mg fosfor sampel x total vol lar abu x 100% vol lar abu yang digunakan x berat sampel(mg)

h. Derajat Substitusi (Chang dan Lii, 1992)

Banyaknya ikatan silang yang terjadi dapat ditentukan dengan

mengetahui besarnya derajat substitusi (DS). Derajat substitusi dihitung

dengan rumus :

Derajat substitusi (DS) = 162 P 3100-124 P

dimana P adalah kadar fosfor

i. Uji Organoleptik

Analisis organoleptik dilakukan kepada 30 orang panelis tidak

terlatih terhadap produk bubur gel ubi jalar. Analisis organoleptik

meliputi uji hedonik dan uji ranking. Uji hedonik dilakukan untuk

mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk tersebut,

sedangkan uji ranking untuk mengetahui formulasi mana yang paling

disukai.

Parameter yang diujikan untuk uji hedonik adalah citarasa,

tekstur, dan overall dengan menggunakan lima skala (1 = sangat tidak

suka; 5 = sangat suka). Uji ranking dilakukan dengan pemberian

ranking pada produk. Ranking 1 menunjukkan produk yang paling

disukai. Data uji hedonik yang diperoleh kemudian dianalisa secara

statistik dengan program komputer statistik untuk uji keragaman atau

(48)

dilanjutkan dengan uji Duncan (SPSS 11.5). Data uji ranking yang

diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan Friedman test

yang dilanjutkan dengan uji lanjut LSD (SPSS 11.5).

j. Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan pada tepung bubur gel instan dari pati

ubi jalar dilakukan dengan penentuan kurva sorpsi isothermis,

penentuan kadar air kritis, dan pengukuran umur simpan. Penentuan

kurva sorpsi isothermis dilakukan dengan penyimpanan di dalam

desikator yang telah dijenuhkan dengan garam jenuh yang sesuai pada

8 level RH (Tabel 4) yang berbeda sampai mengalami kerusakan.

Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Spies dan Wolf, 1987)

Sampel sebanyak 5 gram diletakkan pada cawan aluminium lalu

dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan larutan

garam jenuh yang sesuai. Nilai RH dan Aw dari masing-masing larutan

[image:48.612.226.440.479.656.2]

garam jenuh yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai RH dan Aw dari larutan garam jenuh yang digunakan (suhu 30oC)

Larutan Garam Jenuh RH (%) Aw

NaOH 7.58 0.0758

KF 27.27 0.2727

K2CO3 43.17 0.4317

NaBr 56.03 0.5603

KI 67.00 0.6700

NaCl 75.09 0.7509

NaI 86.30 0.8630

(49)

b Po Ws A x k mc me mi me gain ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = ln θ

Desikator kemudian disimpan pada suhu 30oC (konstan). Contoh

ditimbang secara periodik hingga beratnya konstan dengan selang

penimbangan satu hari. Contoh yang telah mencapai berat konstan lalu

diukur kadar air dan aktivitas air kesetimbangan maka dapat dibuat

kurva sorpsi isothermisnya.

Penentuan Kadar Air Kritis

Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan meletakkan sampel

ke dalam desikator yang telah dijenuhkan garam jenuh KNO3 dengan

RH 93.00%. Parameter yang diamati yaitu pada saat sampel mulai

menggumpal kemudian diukur kadar air kritisnya.

Pengukuran Umur Simpan (Labuza, 1982)

Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan

produk pada suatu suhu dan RH tertentu adalah kadar air awal (mi),

kadar air kritis (mc), kadar air kesetimbangan (me), permeabilitas uap

air kemasan (k/x), berat kering produk (Ws), luas permukaan kemasan

(A), tekanan uap air jenuh (Po) dan kemiringan/slope kurva sorpsi

isotermis (b). Kemudian dari nilai-nilai di atas umur simpan dapat

ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

θgain : waktu perkiraan umur simpan (hari) me : kadar air kesetimbangan (%bk) mi : kadar air awal (%bk)

mc : kadar air kritis (%bk) Ws : berat kering bahan (g)

A : luas permukaan kemasan (m2)

k/x : permeabilitas uap air kemasan (g/m2/hari/mmHg) Po : tekanan uap jenuh (mmHg)

(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR

Ubi jalar putih varietas Sukuh yang digunakan pada penelitian ini

memiliki umur panen berkisar empat bulan. Penampakan ubi jalar putih

varietas Sukuh segar dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Ubi jalar putih varietas Sukuh sebelum dicuci dan dikupas; (b) Ubi jalar putih varietas Sukuh setelah dicuci dan dikupas

Hasil rendemen yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada

Tabel 6. Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan bobot pati (bobot

kering) per bobot ubi jalar segar bersih. Tabel 6 menunjukkan rata-rata

rendemen pati sebesar 12.64%. Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan

rata-rata rendemen pati dari penelitian ini per rendemen pati berdasarkan SNI

01 - 4493 - 1998 tentang ubi jalar yaitu sebesar 25% sehingga dihasilkan

efisiensi ekstraksi pati sebesar 51%.

Tabel 6. Hasil rendemen pati ubi jalar putih Berat

bersih (kg)

Kadar air pati berat kering

(%)

Berat pati (kg)

Berat kering pati (kg)

Rendemen (%)

10.40 12.48 1.30 1.14 10.96 9.80 11.62 1.45 1.28 13.06 30.55 12.77 4.71 4.11 13.45 32.95 13.92 5.01 4.31 13.08

(51)

B. KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

Pati ubi jalar yang telah dihasilkan yang belum dikeringkan dapat dilihat

pada Gambar 10, sedangkan yang sudah dikeringkan dan siap dihaluskan

dapat dilihat pada Gambar 11 dengan derajat putih pati sebesar 85.7%. Standar

mutu pati ubi jalar di Indonesia terhadap derajat putih ini memang belum ada,

tetapi jika dibandingkan dengan standar mutu tapioka (pati ubi kayu)

berdasarkan SNI 01-3451-1994, yaitu sebesar 94.5% untuk mutu I dan 92%

untuk mutu II. Secara visual, pati ubi jalar yang dihasilkan memang memiliki

[image:51.612.241.414.270.402.2]

warna putih kecoklatan.

Gambar 10. Pati ubi jalar basah hasil pengendapan yang siap dikeringkan

Gambar 11. Pati ubi jalar kering yang siap dihaluskan

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa,

amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak (Banks dan

Greenwood, 1975). Dengan demikian, pati yang diperoleh melalui ekstraksi

pati belum merupakan pati murni sehingga masih mengandung material

[image:51.612.242.413.443.577.2]
(52)

analisis tersebut, kadar pati murni dari pati ubi jalar putih yang dihasilkan

sebesar 81% dengan kadar amilosa sebesar 14.1%.

Gambar 12 menunjukkan grafik suhu gelatinisasi dan viskositas pati ubi

jalar putih tanpa modifikasi dengan menggunakan Brabender Amylograph.

Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh suhu awal gelatinisasi sebesar 75˚C,

suhu puncak gelatinisasi sebesar 82˚C, dan viskositas maksimumnya sebesar

710 BU. Setelah mencapai suhu puncak gelatinisasi, viskositas pati menurun

sehingga grafiknya menurun.

Viskositas pati tersebut menurun setelah mencapai viskositas puncak

saat pengaturan suhu 95˚C pada Brabender Amylograph karena ikatan

hidrogen pada granula pati melemah sehingga granula yang telah

mengembang bersama-sama dengan ikatan hidrogen menjadi pecah dan

hancur menyebabkan air yang semula berada di dalam granula pati ikut keluar

mengakibatkan viskositas menjadi menurun (Wurzburg, 1989).

Gambar 12. Hasil grafik Brabender Amylograph pati tanpa modifikasi

C. MODIFIKASI KIMIA

Hidrolisis asam merupakan tahap modifikasi awal yang dilakukan

sebelum modifikasi ikatan silang. Hal ini dikarenakan pati yang telah terikat

silang memiliki granula yang tahan terhadap kondisi asam, sedangkan

(53)

granula agar menghasilkan tingkat gel yang lebih baik (Anonim, 2005).

Dengan adanya ikatan silang, dapat menjaga bentuk granula tetap utuh agar

tidak mudah kehilangan viskositas akibat pecahnya granula. Selain itu, ikatan

silang dapat meningkatkan daya tahan granula akibat gesekan pada tahap

pre-gelatinisasi. Hasilnya dapat dilihat pada uji viskositas melalui grafik

Brabender Amylograph, dapat dilihat pada Gambar 13 yang menunjukkan

bahwa grafik pati tanpa modifikasi memiliki puncak gelatinisasi yang tidak

stabil, sedangkan pati yang termodifikasi kimia memiliki puncak gelatinisasi

yang stabil. Pati tanpa modifikasi memiliki viskositas maksimum yang

menurun setelah mencapai puncak gelatinisasi, sedangkan pati yang

termodifikasi kimia memiliki viskositas maksimum yang stabil.

[image:53.612.162.481.304.550.2]

Keterangan : 22 S = A2B2S, 24 S = A2B4S, 32 S = A3B2S, 34 S = A3B4S, 42 S = A4B2S, 44 S = A4B4S, S = S, NS = A0B0

Gambar 13. Grafik Brabender Amylograph pati termodifikasi dan tanpa modifikasi yang menunjukkan kisaran suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum

Hidrolisis asam pada penelitian ini menggunakan asam kuat HCl

sebagai pereaksinya. Modifikasi asam ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia

(54)

tersebut dipengaruhi

Gambar

Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar
Gambar 5. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang
Gambar 7. Brabender Amylograph
Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengikat, pati jusa dapat digunakan sebasai bahan lcngatur ahan dan ban.. penghancur (voighr I

Fermentasi hidrolisat pati ubi jalar selanjutnya menghasilkan bioetanol tertinggi pada kadar 12,3% (v/v) yang diperoleh dari substrat hidrolisat pati ubi jalar

Kadar pati dalam ubi jalar putih sama besarnya dengan ubi kayu, sehingga ubi jalar putih dapat juga digunakan sebagai sumber bioetanol seperti halnya ubi kayu yang telah lebih dulu

Hasil penelitian terhadap nilai kecerahan (L) apel potong segar seperti terlihat pada Lampiran 12 juga menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating tidak berpengaruh nyata

Hasil penelitian tahap II, menunjukkan bahwa ekstrak warna dari ubi jalar ungu lebih stabil pada kondisi pH asam dari pada pH basa, masih stabil pada kadar gula sampai 50%;

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai varietas terhadap sifat fisik yaitu viskositas, pH, berat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan pati ubi jalar putih, pati biji alpukat, dan konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film